Anda di halaman 1dari 5

Terapi penyembuhan Psikosomatis

Adapun tipe-tipe terapi yang digunakan bagi para penderita psikosomatis adalah :

a) Psikoterapi Kelompok dan Terapi keluarga

Karena kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan

psikosomatik, modifikasi hubungan tersebut telah diajukan sebagai kemungkinan focus penekanan

dalam psikoterapi untuk gangguan psikosomatik. Toksoz Bryam Karasu menulis bahwa

pendekatan kelompok harus juga menawarkan kontak intrapersonal yang lebih besar,

memberikan dukungan ego yang lebih tinggi bagi ego pasien psikosomatis yang lemah dan merasa

takut akan ancaman isolasi dan perpisahan parental. Terapi keluarga menawarkan harapan suatu

perubahan dalam hubungan antara keluarga dan anak. Kedua terapi memiliki hasil klinis awal yang

sangat baik.

b) Terapi Perilaku

Biofeedback. Ini adalah terapi yang menerapkan teknik behavior dan banyak digunakan untuk

mngatasi psikosomatik. Terapi yang dikembangkan oleh Nead Miller ini didasari oleh pemikiran

bahwa berbagai respon atau reaksi yang dikendalikan oleh sistem syaraf otonam sebenarnya

dapat diatur sendiri oleh individu melalui operant conditioning. Biofeedback

mempergunakan instrumen sehingga individu dapat mengenali adanya perubahan psikologis dan

fisik pada dirinya dan kemudian berusaha untuk mengatur reaksinya.

Misalnya seseorang penderita migrain atau sakit kepala. Dengan menggunakan biofeedback, ia

bisa berusaha untuk rileks pada saat mendengan singal yang menunjukkan bahwa ada

kontraksi otot atau denyutan dikepala.

Penerapan teknik ini pada pasien dengan hipertensi, aritmia jantung, epilepsy dan nyeri kepala

tegangan telah memberikan hasil terapetik yang membesarkan hati tetapi tidak menyakitkan.

Teknik Relaksasi, Terapi hipertensi dapat termasuk penggunaan teknik relaksasi. Hasil yang positif
telah diterbitkan tentang pengobatan penyalahgunaan alcohol dan zat lain dengan menggunakan meditasi
transcendental. Teknik meditasi juga digunakan dalam pengobatan nyeri kepala. (Kartono, 1989)
iswanto. 2006. KESEHATAN MENTAL KONSEP, CAKUPAN, DAN
PERKEMBANGANNYA. Yogyakarta: C.V ANDI OFFS
Proses Terjadinya Psikosomatik
Untuk memahami terjadinya penyakit psikosomatis kita perlu mencermati hukum pikiran dan pengaruh emosi
terhadap tubuh. Ada banyak hukum yang mengatur cara kerja pikiran, salah duanya adalah:
y Setiap pikiran atau ide mengakibatkan reaksi fisik.
y Simtom yang muncul dari emosi cederung akan mengakibatkan perubahan pada tubuh fisik bila simtom ini bertahan
cukup lama.
Hukum pertama mengatakan setiap pikiran atau ide mengakibatkan reaksi fisik. Bila seseorang berpikir, secara
konsisten, dan meyakinkan dirinya bahwa ia sakit jantung, maka cepat atau lambat ia akan mulai merasa tidak
nyaman di daerah dada, yang ia yakini sebagai gejala sakit jantung. Bila ide ini terus menerus dipikirkan dan
akhirnya ia menjadi sangat yakin, menjadi belief, karena gejalanya memang “benar” adalah gejala sakit jantung
maka, sesuai dengan bunyi hukum yang kedua, ia akan benar-benar sakit jantung1[4].
Biasanya orang tidak akan secara sadar menginginkan mengalami sakit tertentu. Umunya yang mereka rasakan
adalah suatu perasaan tidak nyaman, secara emosi. Sayangnya mereka tidak mengerti bahwa perasaan tidak nyaman
ini sebenarnya adalah salah satu bentuk komunikasi dari pikiran bawah sadar ke pikiran sadar.
Ada lima cara pikiran bawah sadar berkomunikasi dengan pikiran sadar. Bisa melalui perasaan, kondisi fisik, intuisi,
mimpi, dan dialog internal. Umumnya pikiran bawah sadar menyampaikan pesan melalui perasaan atau emosi
tertentu. Bila emosi ini tidak ditanggapi atau diperhatikan maka ia akan menaikkan level intensitas pesannya menjadi
suatu bentuk gangguan fisik dan terjadilah yang disebut dengan penyakit psikosomatis.
Dalam mata kuliah psikologi faal dijelaskan, bahwa semua proses dari hormon itu melibatkan sistem limbik setelah
sebelumnya melewati hipofase (hipotalamus). Sistem limbik ini adalah pusat dari segala emosi yang terjadi pada
manusia. Sehingga secara otomatis, pertumbuhan dan perkembangan hormon dipengaruhi oleh perasaan atau
emosi.2[5]
Otak manusia selain merupakan pusat pikir (otak besar) yang merupakan pusat kesadaran, juga merupakan pusat
emosi (otak kecil maupun batang otak). Jadi sebenarnya antara pikiran dan emosi terdapat jalinan yang sangat erat
karena semuanya terjadi di otak. Berdasarkan anatomi seperti inilah, maka muncul istilah kecerdasan emosi, yaitu
bagaimana orang bisa mengelola emosi sehingga berguna untuk meningkatkan kualitas hidup.
Emosi pada gilirannya akan mempengaruhi kerja sistem saraf, hormonal maupun fungsi otak lainnya. Orang yang
cerdas secara emosi akan mampu mengintegrasikan kerja seluruh bagian otaknya sehingga mampu berfungsi secara
optimal. Misalnya, ketika menghadapi suatu persoalan, otak kecil akan bereaksi sehingga memacu pengeluaran
hormon yang ada di otak. Hormon ini pada gilirannya akan mempengaruhi kerja kelenjar hormon lainnya yang ada
di tubuh, misalnya seperti kelenjar adrenal yang terdapat pada ginjal. Bagian dalam kelenjar adrenal memproduksi
hormon adrenalin yang menyebabkan reaksi emosi takut dan hormon noradrenalin yang menyebabkan emosi marah.
Karena rangkaian seperti inilah maka kita bisa merasakan emosi marah atau takut dan berbagai macam emosi
lainnya dalam jangka waktu yang agak lama. Apalagi karena hormon-hormon tersebut diserap oleh tubuh dengan
perlahan-lahan. Hormon-hormon ini pada gilirannya akan mempengaruhi reaksi saraf otonom dalam jangka waktu
yang agak lama juga. Inilah sebabnya mengapa orang yang mengalami stres atau emosi yang tinggi dalam jangka
waktu yang lama akhirnya mudah menjadi sakit ini disebabkan fungsi organ tubuh yang tidak seimbang lagi (
mengalami ketegangan dalam jangka waktu yang lama) sehingga mengganggu metabolisme maupun daya tahan
tubuh.3[6]

terapi Psikosomatik dalam Islam


Bagaimana shalat bisa menangani psikosomatik? Shalat yang dilakukan dengan benar atau khusyu, ternyata mampu
untuk mencegah atau mengobati penyakit tersebut. Dalam shalat, semua gerakan dilakukan dengan tuma’ninah,
tidak terburu-buru atau ada jeda dalam setiap gerakan shalat. Mulai dari takbiratul ihram, ruku dan sujud, semuanya
dilakukan dengan tumakninah dan secara fisik semua anggota badan harus rileks, jangan ada otot-otot yang
menegang.
Dan yang paling utama, shalat harus dilakukan dengan melibatkan hati dan rasa, karena shalat merupakan olah rasa
bukan sekedar olah raga. Ilham dari Allah tidak turun dalam bentuk bunyi atau huruf ‘ la shoutun wa la harfun’
namun merupakan getaran ilahiyah yang diturunkan ke dalam dada orang-orang yang beriman. Jadi apabila shalat
dilakukan dengan ikhlas, hati yang semeleh, pasrah dan tunduk kepada Allah, Insya Allah kita terhindar dari
penyakit hati.

4[1] Budihalim S, Sukatman D. 1999. Psikosamatis. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta. Hal. 591-592
5[2] http://health.detik.com/read/2010/05/15/141532/1357538/770/gangguan-psikosomatis. diakses tanggal, 27 Mei
2012
6[3] Annisa, Haris, Hasim, et. all. (2011). Efek / Pengaruh Stress Terhadap Neurofisiologi (Psikosomatis). UPN Veteran. Hal. 7
7[4] Adi W Gunawan. Memahami penyakit psikosomatik. http://www.pembelajar.com/memahami-penyakit-psikosomatis. diakses pada 27
Mei 2012
8[5] Buku catatan mata kuliah Psikologi Faal pada Selasa, 15 Mei 2012, dengan mata kuliah tentang HORMON
9[6] Siswanto. 2006. Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan dan Perkembangannya. Yogyakarta: Penerbit Andi
10[7] Annisa, Haris, Hasim, et. all. (2011). Efek / Pengaruh Stress Terhadap Neurofisiologi (Psikosomatis). UPN
Veteran. Hal. 7-9
11[8] http://aryo512.multiply.com/journal/item/5?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem. Diakses tanggal 24 Mei 2012
12[9] Ilvan. Mengatasi psikosomatis. http://www.klinikhipnotis.com/frm48/hipnoterapi/trd1459/mengatasi_psikosomatis/main.html. diakses
tanggal 24 Mei 2012

Anda mungkin juga menyukai