PENDAHULUAN
1
terbuka atau fraktur asimetris yang buka hanya mengenai korpus veterbra tetapi juga
elemen posteriornya (Harrison, 2008).
Beberapa komplikasi lain yang bisa terjadi akibat nyeri fraktur vertebra dan
perubahan bentuk tubuh adalah timbulnya gangguan pencernaan, penekanan organ
dalam perut sukar buang air besar, sampai penurunan berat badan. Fraktur vertebra
daerah dada bisa mengganggu gerakan nafas serta infeksi paru yang sukar
disembuhkan melihat dampak yang besar akibat fraktur biasanya orangorang akan
berfikir bahwa perlu perawatan dengan pengobatan cukup besar untuk penyembuhan.
Memang untuk sembuh total pada fraktur vertebra tidaklah bisa sempurna melainkan
ada beberapa pengobatan dan pencegahannya. Pengobatan fraktur vertebra terdapat
dua macam cara. Terapi operaktif dan non operaktif. Terapi operatif dilakukan
dengan pembedahan tulang vertebra. Terapi non operatif dilakukan tanpa operasi
biasanya dengan fisik terapi. Yaitu pemberian obat anti nyeri dan pengobatan
osteoporosis pada umumnya (Tandra, 2009).
Gerakan aktif atau active movement adalah gerak yang timbul karena
kekuatan dari otot itu sendiri, sedangkan gerakan pasif atau passive movement adalah
gerakan yang timbul karena bantuan dari luar (Luklukaningsih, 2009). Dengan teknik
terapi latihan ini bisa membantu pasien fraktur vertebra lumbal dalam mengatur
keaktifan gerakannya. Terapi latihan yang digunakan di sini adalah jenis-jenis terapi
2
latihan yang digunakan dalam pengobatan fraktur Veterbra Lumbal 1 adalah
breathing exercise dengan teknik deep breathing exercise, passive movement dengan
teknik relaxed pasive movement, active exercise dengan teknik free active exercise,
static contraction, change position dan latihan transfer ambulansi. Pelatihan deep
breathing exercise adalah untuk meningkatkan expansion lumbal, memelihara
ventilasi mempertahankan kapasitas vital, mencegah komplikasi paru dan rileksasi.
Relaxed passive movement adalah untuk memperlancar aliran darah dan menjaga
lingkup gerak sendi (LGS). Stastic contraction adalah untuk mengurangi nyeri pada
punggung. Change position adalah untuk mencegah terjadinya dekubitus dan
mencegah komplikasi paru. Sedangkan latihan transfer ambulansi adalah untuk
melatih kemampuan aktifitas fungsional sehari-hari pasien.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
letaknya sangat berdekatan. Bagian atas dari vertebra lumbalis berbatasan
dengan vertebra torakalis 12 dan pada bagian bawahnya berbatasan
dengan vertebra sakralis. Oleh karena tugasnya menyangga bagian atas
tubuh, maka bentuk dari vertebra lumbalis ini besar-besar dan kuat.
- Vertebra lumbalis memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Korpusnya besar, tebal dan berbentuk oval
b. Mempunyai pedikel yang pendek dan tebal
c. Foramen Intervertebralisnya kecil dan bentuknya menyerupai
segitiga.
d. Processus spinosusnya tebal dan luas serta arahnya agak
horizontal.
e. Processus transversusnya panjang dan tipis
- Bagian-bagian dari vertebra lumbal :
a. Korpus
Vertebra lumbal mempunyai korpus yang tebal, besar dan
berbentuk lonjong (oval) dengan garis poros yang terletak
transversal. Ukurannya lebih besar dari korpus pada servikal atau
daerah torakal dan pada bagian anterior sedikit lebih tinggi
dibanding dengan bagian posterior. Korpus vertebra lumbalis
mempunyai bentuk silinder, sehingga dapat berfungsi sebagai
penyangga dan pelindung dari bagian foramen intervertebralis.
b. Arkus
Arkus terletak pada bagian posterior dan dibentuk oleh dua pedikel
dan dua lamina. Pada bagian ini pedikelnya pendek tetapi lebih
tebal dan laminanya lebih besar yang mengarah ke belakang dan
ke tengah. Antara korpus vertebra dengan arkus vertebra lumbalis
berfungsi untuk menyokong prosessus spinosus yang arahnya ke
belakang, prosessus transversus yang arahnya ke samping dan
prosessus artikularis superior dan inferior.
5
c. Pedikel
Pedikel mempunyai dua buah tulang yang pendek dan kuat.
Timbul dari bagian atas korpus, sehingga cekungan insisura
vertebralis inferior yang terletak pada bagian bawah lebih dalam
dari cekungan insisura vertebralis superior yang letaknya pada
bagian atas dan keduanya akan membentuk foramen
intervertebralis yang merupakan bagian dari tempat keluarnya
sumsum saraf.
d. Lamina Arkus Vertebra
Lamina arkus vertebra merupakan susunan dari dua buah tulang
yang bentuknya berasal dari ujung pedikel.
e. Prosessus Spinosus
Vertebra lumbalis mempunyai bentuk prosessus spinosus yang
lebar dan besar, tumpul serta mendatar ke arah belakang dan
berbentuk persegi atau seperti kapak kecil dan lebih kecil pada
bagian vertebra lumbalis ke lima.
f. Prosessus Transversus
Prosessus transversus tipis dan mengarah ke belakang dan ke
samping. Prosessus transversus lumbal ketiga adalah yang
terpanjang, sedangkan prosessus transversus vertebra kelima lebih
pendek dan lebih tipis dari ruas yang lainnya. Pada bagian
belakang dari batas bawah pada setiap prosessus transversus dan
dekat korpusnya terdapat tonjolan tulang yang disebut prosessus
asesoris.
g. Prosessus Artikularis
Prosessus artikularis terletak pada bagian sisi dari persambungan
antara pedikel dengan lamina. Permukaan atasnya cekung dan
mengarah ke depan dan ke tengah. Fasies artikularis inferior
bentuknya cembung dan mengarah ke depan serta ke sisi samping.
6
Ketika vertebra saling bersambungan, maka fasies artikularis
inferior berada di atas fasies artikularis superior dari bagian bawah
vertebra. Prosessus artikularis ini berperan dalam pembentukan
diskus artikularis yang membagi prosessus artikularis menjadi
prosessus artikularis inferior dan superior. Pada bagian dari
prosessus artikularis superior terdapat tonjolan tulang pada
permukaan belakangnya yang disebut prosessus mammilaris.
2. Fisiologi Vertebra Lumbalis
Vertebra lumbalis merupakan bagian dari kolumna vertebralis,
sehingga fungsi dari vertebra lumbalis tidak terlepas dari fungsi kolumna
vertebralis secara keseluruhan.
Sesuai dengan anatomi vertebra lumbalis yang mempunyai bentuk
yang besar dan kuat, maka fungsi vertebra lumbalis adalah :
a. Menyangga tubuh bagian atas dengan perantaraan tulang rawan yaitu
diskus intervertebralis yag lengkungannya dapat memberikan
fleksibilitas yang dapat memugkinkan membungkuk ke arah depan
(fleksi) dan kearah belakang (ekstensi), miring ke kiri dan ke kanan
pada vertebra lumbalis.
b. Diskus intervertebralisnya dapat menyerap setiap goncangan yang
terjadi bila sedang menggerakkan berat badan seperti berlari dan
melompat.
c. Melindungi otak dan sumsun tulang belakang dari goncangan.
d. Melindungi saraf tulang belakang dari tekanan-tekanan akibat
melesetnya nukleus pulposus pada diskus intervertebralis. Namun
apabila annulus fibrosus mengalami kerusakan, maka nukleus
pulposusnya dapat meleset dan dapat meyebabkan penekanan pada
akar saraf disekitarnya yang menimbulkan rasa sakit dan ada kalanya
kehilangan kekuatan pada daerah distribusi dari saraf yang terkena.
7
B. PATOLOGI KASUS
1. DEFENISI
Fraktur remuk (Burst fractures) adalah fraktur yang terjadi ketika ada
penekanan corpus vertebralis secara langsung, dan tulang menjadi hancur.
Fragmen tulang berpotensi masuk ke kanalis spinalis.
2. ETIOLOGI
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari
tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
8
disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur
kompresi. Tepi tulang yang menyebar atau melebar itu akan memudahkan
medulla spinalis untuk cidera dan ada fragmen tulang yang mengarah ke
medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan
paralisi atau gangguan syarat parasial. Tipe burst fractures sering terjadi
pada thoraco lumbar juction dan terjadi paralysis pada kaki dan gangguan
defekasi ataupun miksi (Apley, 2009).
4. GAMBARAN KLINIS
a. Edema/pembengkakan
b. Nyeri: spasme otot akibat reflek involunter pada otot, trauma
langsungpada jaringan, peningkatan tekanan pada saraf sensori,
pergerakan padadaerah fraktur.
c. Spasme otot: respon perlindungan terhadap injuri dan fraktur
d. Deformitas
e. Echimosis: ekstravasasi darah didalam jaringan subkutan
f. Kehilangan fungsi
g. Crepitasi: pada palpasi adanya udara pada jaringan akibat trauma
terbuka.
9
C. PROGRAM INTERVENSI FISIOTERAPI
1. Komunikasi Terapeutik
2. Infra Red
Infra red merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang bertujuan untuk
meningkatkan metabolisme, vasodilatasi pembuluh darah dan mengurangi nyeri.
Seperti pada kasus pasca operasi fraktur yang menimbulkan nyeri, infra red dapat
digunakan untuk mengurangi nyeri. Panas terapeutik meningkatkan sirkulasi lokal
dan regional, mengurangi viskositas jaringan, dan memperbaiki elastisitas kolagen.
Terapi ini juga mengurangi kecepatan transmisi baik reseptor spindle otot maupun
nyeri perifer (nosiseptor).
3. Interferensi
4. Pasif Exercise
Terapi dengan menggerakkan tungkai pasien secara pasif, atau dengan bantuan
fisioterapis. Terapi ini diberikan untuk tetap menjaga sifat fisiologis otot dan sendi,
agar tidak terjadi atrofi otot, serta meningkatkan luas gerak sendi secara pasif.
10
5. Streaching
Terapi dengan menggerakkan tungkai pasien dengan bantuan fisioterapis. Terapi ini
diberikan untuk mencegah kontraktur otot, yakni dengan dilakukannya penguluran
pada otot.
11
BAB III
PROSES FISIOTERAPI
Nama : Tn. S
Usia : 44tahun
B. ANAMNESIS KHUSUS
Sekitar 3 bulan yang lalu, pasien mengalami kecelakaan terjatuh dari tangga
saat melakukan aktifitas pekerjaannya. Pasien terjatuh dalam posisi terduduk. Selama
3 bulan berjalannya waktu, pasien sering merasakan nyeri yang hilang timbul pada
tulang belakang, juga pada saat menggerakkan tungkainya. Pada 1 bulan terakhir,
pasien merasakan nyeri yang menjalar juga semakin memberat pada tugkai kirinya. 2
hari yang lalu, pasien menjaani operasi fraktur burst pada lumbal 1. Saat ini, pasien
masih mengeluhkan adanya nyeri pada luka operasi, dan juga nyeri pada saat
menggerakkan tungkainya, sehingga menyebabkan terjadinya keterbatasan gerak
khusunya pada tungkai
12
C. INSPEKSI/OBSERVASI
a. Statis
Pasien datang dalam keadaan berbaring dengan bantuan injeksi infus pada tangan
kirinya.
b. Dinamis
Pasien terlihat tidak mengalami kesulitan pada saat menggerakkan kedua anklenya,
hanya saja, untuk gerakan flexi extensi pada knee pasien terlihat kesulitan
menggerakkannya, karena nyeri pada saat menggerakkan. Pasien juga terlihan
kesulitan dalam melakukan gerakan balik kanan-kiri, dan kesulitan melakukan
aktifitas duduk akibat nyeri yang dirasakan.
a. Flexi Hip
b. Flexi Knee
c. Extensi Knee
13
2. Pemeriksaan Pasif
a. Flexi Hip
b. Flexi Knee
c. Extensi Knee
a. Flexi Hip
b. Flexi Knee
c. Extensi Knee
E. PEMERIKSAAN SPESIFIK
1. Palpasi
14
2. Pemeriksaan Kognitif
Nilai
Kriteria Penilaian Nilai Maximal Nilai Maximal
Tahun, bulan, tanggal
Orientasi hari, waktu 5 5
Negara, Provinsi, Kota,
Rumah Sakit, Ruang 5 5
Rawat.
Regisrasi Mengulang Nama Benda 3 3
Atensi Mengulang kata DUNIA 5 5
dari belakang
Mengingat kembali 3 3
Menyebutkan merk pensil 2 2
dan jam tangan
Mengulang kata “jika 1 1
tidak, dan atau “tetapi”
Mengikuti 3 perintah 3 3
Habasa berurutan
Mengikuti perintah 1 1
tertulis
Menutils kalimat dengan 1 1
susunan yang benar
Meniru Meniru gambar dua 1 1
pentagon yang saling
berpotongan
15
Jumlah 30
Kriteria :
Normal : 27-30
2) Sensasi nyeri
a) Gunakan jarum pentul atau peniti (sejenis jarum dengan salah satu ujungnya
tajam dan tumpul) untuk memperoleh respon sensasi nyeri sebagai media stimuli.
b) Instruksikan kepada pasien agar menjawab “tajam” atau “ tumpul” dalam
keadaan mata tertutup untuk setiap kali jarum pentul atau peniti disentuhkan.
16
c) Sentuhkan salah satu media stimuli yang telah dipersiapkan secara ringan dan
lembut pada jari tangan, lengan, tungkai, dan area punggung pasien.
3) Sensasi suhu
a) Gunakan tabung reaksi yang masing-masing berisi air dingin (suhu kurang dari
5o C) dan air panas (di atas suhu 45o C) untuk memperoleh respon sensasi suhu
yang berbeda sebagai media stimuli.
b) Instruksikan kepada pasien agar menjawab “panas” atau “dingin" dalam
keadaan mata tertutup untuk setiap kali tabung reaksi berbeda disentuhkan ke kulit
pasien.
c) Sentuhkan salah satu media stimuli yang telah dipersiapkan secara ringan dan
lembut pada area lengan, tungkai, dan area punggung pasien.
Hasil : Normal
4. Tes Reflex
a. Patella
Hasil : Normal
b. Babinsky
Posisi pasien tidur terlentang, kemudian Tarik garis dari tumit sepanjang arah lateral
kaki ke arah jari-jari kaki dengan cepat.
17
Nilai Keterangan
Nilai 0 Tidak ada kontraksi otot sama sekali (baik dilihat
atau diraba)
Nilai 1 Kontraksi otot dapat terlihat/ teraba tetapi tidak ada
gerakan sendi
Nilai 2 Ada kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi secara
penuh, tidak melawan gravitasi
Nilai 3 Kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi dengan
penuh dan mampu melawan
Gravitasi
Nilai 4 Kontraksi otot dengan sendi penuh, mampu
melawan gravitasi dengan tahanan
Minimal
Nilai 5 Kontraksi otot dengan gerakkan sendi penuh, mampu
melawan gravitasi dan dengan
tahanan maksimal
Hasil : Nilai 4
18
7. Tes Keseimbangan
19
8. Tes Activity Daily Living (Indeks Barthel)
Nilai Skor
Sebelum Saat Masuk Minggu I di Minggu II
No Fungsi Skor Keterangan Saat Pulang
Sakit RS RS di RS
20
masuk Perlu
dan pertolongan
keluar pada
beberapa
1 kegiatan
tetapi0 dapat
mengerjakan
sendiri
kegiatan lain
2 Mandiri
Tidak
0
mampu
Perlu di
5 Makan tolong 2 2 0 0 0
1
memotong
makanan
2 Mandiri
Tidak
0
mampu
Perlu banyak
Berubah bantuan
sikap 1 untuk bisa
6 dari duduk 3 3 0 0 0
baring ke (2orang)
duduk Bantuan
2 minimal 2
orang
3 Mandiri
Tidak
0
mampu
Berpinda
Bisa (pindah)
7 h / 1 2 2 0 0 0
dengan kursi
berjalan
Berjalan
2
dengan
21
bantuan 1
orang
3 Mandiri
Tergantung
0
orang lain
Sebagian
Memakai dibantu
8 1 1 0 0 0
baju 1 (misalnya
memasang
kancing)
2 Mandiri
Tidak
0
Naik mampu
9 turun Butuh 1 1 0 0 0
1
tangga pertolongan
2 Mandiri
0 Tergantung
10 Mandi 1 1 0 0 0
1 Mandiri
Total Skor 10 10 0 0 0
20 : Mandiri
12 – 19 : Ketergantungan ringan
9 – 11 : Ketergantungan sedang
5 –8 : Ketergantungan berat
6 –4 : Ketergantungan total
22
F. ALGORITMA ASSESMENT
Inspeksi / Observasi
Pasien berbaring ditempat tidur. Pasien sulit menggerakkan badan balik kiri dan kanan. Pasien
merasa nyeri pada saat menggerakkan kedua tungkai.
Pemeriksaan Fisik
Diagnosa ICF:
Gangguan Aktifitas Fisik dan Fungsional pada Kondidi Low Back Pain et causa Post
Ops Burst Fraktur Lumbal
23
G. DIAGNOSA FISIOTERAPI
Gangguan Aktifitas Fisik dan Fungsional pada Kondidi Low Back Pain et causa Post
Ops Burst Fraktur Lumbal
H. PROBLEMATIK FISIOTERAPI
1. Anatomical Impairment
2. Activity Limitation
3. Partisipation Restriction
24
BAGAN ICF
PROBLEMATIK
FISIOTERAPI
Activity Limitation
Anatomical / Functional
Impairment 1. Gangguan Aktifitas Participation Retriction
Duduk Adanya hambatan
1. Penurunan kekuatan
otot 2. Gangguan Aktifitas melakukan aktivitas
Berdiri sosial antara pasien
2. Gangguan
keseimbangan 3. Gangguan Aktifitas dengan masyarakat.
Berjalan
3. Spasme Otot
4. Nyeri
I. TUJUAN INTERVENSI
25
J. PROGRAM INTERVENSI FISIOTERAPI
1. Komunikasi Terapeutik
Tujuan : Untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan serta pikiran pada
pasien.
a. Teknik : Fisoterapis memberikan pertanyaan terbuka dan
mendengarkan secara aktif.
b. Dosis :
F : Setiap hari
I : Toleransi pasien
T : Berbicara langsung ke pasien
T : Tidak terbatas dan dikondisikan dengan keadaan pasien
2. Positioning
Tujuan : Untuk mencegah decubitus
3. Breathing Exercise
Tujuan : Memelihara fungsi respirasi
a. Posisi pasien : Duduk di atas bed dan atau Berdiri
b. Posisi Fisioterapi : Berdiri di samping pasien
c. Teknik pelaksanaan : Minta pasien untuk menarik napas melalui
hidung dan menghembuskan melalui mulut sambil melakukan gerakan
flexi shoulder (mengangkat tangan) pada saat melakukan inspirasi.
d. Dosis :
F : setiap hari
I : toleransi pasien
T : kontak langsung
T : 4x repetisi
26
4. Infra Red (IR)
I : 50mA
T : penyinaran langsung
T : 10 menit
3. Interferensi
F : 3x/mgg
I : 25 mA
T : 2 pad
T : 10 menit
27
4. Passive Exercise
Tujuan : untuk memlihara sifat fisiologis otot dan sendi, mencegah atrofi dan
keterbatasan gerak
5. Streatching
EDUKSASI
1. Pasien diajarkan untuk menggerakkan badannya balik kiri dan kanan pada saat
berbaring. Untuk mengurangi spasme otot, dan mencegah decubitus
28
K. EVALUASI
1. Nyeri
Setelah dilakukan intervensi, maka intensitas nyeri yang dirasakan
pasien berkurang yang diukur dengan VAS
2. Keterbatasan Gerak
Setelah dilakukan intervensi fisioterapi, maka luas gerak sendi
ankle, knee, dan hip pasien meningkat. Yang artinya keterbatasan
gerak pada sendi menjadi berkurang.
3. Kekuatan Otot
Setelah dilakukan intevensi, kekuatan otot lengan pasien
mengalami peningkatan.
4. Spasme Otot
Setelah dilakukan intervensi, maka spasme otot menjadi berkurang.
29
BAB IV
PENUTUP
Fraktur remuk (Burst fractures) adalah fraktur yang terjadi ketika ada penekanan
corpus vertebralis secara langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang
berpotensi masuk ke kanalis spinalis.
Terminologi fraktur ini adalah menyebaruya tepi korpus vertebralis kearah luar
yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. tepi
tulang yang menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk
cedera dan ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan dapat
menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisi atau gangguan syaraf parsial.
30