Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai


jenis dan luasnya atau ada pula yang mengartikan bahwa fraktur adalah hilangnya
kontinuitas tulang-tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total
maupun partial. Yang terlihat jelas secara umum untuk penderita fraktur vertebra
adalah bentuk tubuh yang bungkuk, dan biasanya disertai dengan tinggi badan yang
berkurang belasan sentimeter. Ruas tulang belakang yang mengalami fraktur biasanya
beberapa tulang yang berdampingan sekaligus, misalnya tulang vertebra lumbal 3, 4
dan 5 (L III, L IV, L V), atau vertebra thorakal 12, Lumbal 1 dan 2 (Th XII, L , II)
(Tandra, 2009)

Trauma yang diakibatkan oleh kecelakaan atau injury dapat menyebabkan


berbagai cedera antara lain pada tulang belakang dapat berupa subluxation, dislokasi
dan fraktur. Hal ini akan menyebabkan ketidakstabilan pada columna veterbralis.
Ketidakstabilan ini bisa berupa gangguan neurology yang akut maupun tidak
langsung. Fraktur sering disebabkan trauma baik trauma langsung maupun tidak
langsung. Fraktur patologis sering terjadi pada orang tua disebabkan oleh
osteoporosis, penderita tumor, infeksi. Fraktur stres atau fatique fractur disebabkan
peningkatan drastis latihan pada atlit atau pada pemulaan aktivitas baru. Timbulnya
fraktur demikian bisa karena jatuh tertunduk, atau tanpa trauma apapun tapi tubuh
tampak semakin bungkuk. Jika mengalami osteoporosisnya berat, tulang belakang
akan sangat keropos, sehingga bersin atau batuk sedikit saja bisa menyebabkan
fraktur. Ada 30% fraktur kompresi atau kolaps tulang belakang yang bahkan terjadi
ketika berada di tempat tidur. Fraktur verterbra biasanya tidak sampai harus dirawat
di rumah sakit, tapi menimbulkan sakit dan perlu tirah baring terus (Tandra, 2009).
Pada trauma yang lebih berat pasien dapat mengalami dislokasi fraktur, fraktur

1
terbuka atau fraktur asimetris yang buka hanya mengenai korpus veterbra tetapi juga
elemen posteriornya (Harrison, 2008).

Beberapa komplikasi lain yang bisa terjadi akibat nyeri fraktur vertebra dan
perubahan bentuk tubuh adalah timbulnya gangguan pencernaan, penekanan organ
dalam perut sukar buang air besar, sampai penurunan berat badan. Fraktur vertebra
daerah dada bisa mengganggu gerakan nafas serta infeksi paru yang sukar
disembuhkan melihat dampak yang besar akibat fraktur biasanya orangorang akan
berfikir bahwa perlu perawatan dengan pengobatan cukup besar untuk penyembuhan.
Memang untuk sembuh total pada fraktur vertebra tidaklah bisa sempurna melainkan
ada beberapa pengobatan dan pencegahannya. Pengobatan fraktur vertebra terdapat
dua macam cara. Terapi operaktif dan non operaktif. Terapi operatif dilakukan
dengan pembedahan tulang vertebra. Terapi non operatif dilakukan tanpa operasi
biasanya dengan fisik terapi. Yaitu pemberian obat anti nyeri dan pengobatan
osteoporosis pada umumnya (Tandra, 2009).

Fisioterapi memberikan pelayanan kepada individu untuk memperbaiki,


mengembangkan dan memelihara gerak dari kemampuan fungsi yang maksimal
selama perjalanan kehidupan individu antara kelompok terdapat dalam fisioterapi
yang di dalam pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerak, baik secara umum
tujuan terapi latihan meliputi pencegahan disfungsi dengan pengembangan
peningkatan, pemulihan atau pemeliharaan dari kekuatan dan daya tahan otot,
kemampuan cardiovaskuler, mobilisasi dan fleksibilitas jaringan lunak, stabilitas,
rileksasi, koordinasi keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner, 1996).

Gerakan aktif atau active movement adalah gerak yang timbul karena
kekuatan dari otot itu sendiri, sedangkan gerakan pasif atau passive movement adalah
gerakan yang timbul karena bantuan dari luar (Luklukaningsih, 2009). Dengan teknik
terapi latihan ini bisa membantu pasien fraktur vertebra lumbal dalam mengatur
keaktifan gerakannya. Terapi latihan yang digunakan di sini adalah jenis-jenis terapi

2
latihan yang digunakan dalam pengobatan fraktur Veterbra Lumbal 1 adalah
breathing exercise dengan teknik deep breathing exercise, passive movement dengan
teknik relaxed pasive movement, active exercise dengan teknik free active exercise,
static contraction, change position dan latihan transfer ambulansi. Pelatihan deep
breathing exercise adalah untuk meningkatkan expansion lumbal, memelihara
ventilasi mempertahankan kapasitas vital, mencegah komplikasi paru dan rileksasi.
Relaxed passive movement adalah untuk memperlancar aliran darah dan menjaga
lingkup gerak sendi (LGS). Stastic contraction adalah untuk mengurangi nyeri pada
punggung. Change position adalah untuk mencegah terjadinya dekubitus dan
mencegah komplikasi paru. Sedangkan latihan transfer ambulansi adalah untuk
melatih kemampuan aktifitas fungsional sehari-hari pasien.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI BIOMEKANIK LUMBAL

1. Anatomi Vertebra Lumbalis


Vertebra lumbal atau tulang pinggang merupakan bagian dari
kolumna vertebralis yang terdiri dari lima ruas tulang dengan ukuran
ruasnya lebih besar dibandingkan dengan ruas tulang leher maupun tulang
punggung. Dibagian atas tulang lumbal terdapat tulang punggung, yang
pesendiannya disebut thoraco lumbal joint atau articulatio thoraco
lumbalis. Dibagian bawah tulang lumbal terdapat tulang sacrum dan
persendiannya disebut lumbo sacral joint atau articulatio lumbo sacralis (
Pearce C. Evelyn, 2000:58).
Vertebra lumbal adalah satu dari lima rangkaian kolumna
vertebralis yang terletak pada pertengahan tubuh bagian posterior. Pada
umumnya vertebra lumbalis mempunyai bentuk melengkung ke arah
depan atau disebut juga lordosis.
Dilihat dari lengkungannya vertebra lumbal termasuk kedalam
vertebra sekunder, karena lengkungan dari vertebra lumbal tumbuh setelah
lahir, yaitu pada saat seorang anak belajar berjalan pada usia satu sampai
satu setengah tahun (Ballinger W. Philip, 1995).
Vertebra lumbalis terdiri atas lima ruas tulang yang tersusun
memanjang ke arah bawah. Ruas-ruas vertebra lumbalis tersebut lebih
besar dari ruas vertebrae torakalis dan dapat dibedakan oleh karena tidak
adanya bidang untuk persendian dengan iga. Diantara rua-ruas vertebra
lumbalis tersebut terdapat penengah ruas tulang yang terdiri atau tersusun
dari tulang muda yang tebal dan erat, berbentuk seperti cincin yang
memungkinkan terjadinya pergerakan antara ruas-ruas tulang yang

4
letaknya sangat berdekatan. Bagian atas dari vertebra lumbalis berbatasan
dengan vertebra torakalis 12 dan pada bagian bawahnya berbatasan
dengan vertebra sakralis. Oleh karena tugasnya menyangga bagian atas
tubuh, maka bentuk dari vertebra lumbalis ini besar-besar dan kuat.
- Vertebra lumbalis memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Korpusnya besar, tebal dan berbentuk oval
b. Mempunyai pedikel yang pendek dan tebal
c. Foramen Intervertebralisnya kecil dan bentuknya menyerupai
segitiga.
d. Processus spinosusnya tebal dan luas serta arahnya agak
horizontal.
e. Processus transversusnya panjang dan tipis
- Bagian-bagian dari vertebra lumbal :
a. Korpus
Vertebra lumbal mempunyai korpus yang tebal, besar dan
berbentuk lonjong (oval) dengan garis poros yang terletak
transversal. Ukurannya lebih besar dari korpus pada servikal atau
daerah torakal dan pada bagian anterior sedikit lebih tinggi
dibanding dengan bagian posterior. Korpus vertebra lumbalis
mempunyai bentuk silinder, sehingga dapat berfungsi sebagai
penyangga dan pelindung dari bagian foramen intervertebralis.
b. Arkus
Arkus terletak pada bagian posterior dan dibentuk oleh dua pedikel
dan dua lamina. Pada bagian ini pedikelnya pendek tetapi lebih
tebal dan laminanya lebih besar yang mengarah ke belakang dan
ke tengah. Antara korpus vertebra dengan arkus vertebra lumbalis
berfungsi untuk menyokong prosessus spinosus yang arahnya ke
belakang, prosessus transversus yang arahnya ke samping dan
prosessus artikularis superior dan inferior.

5
c. Pedikel
Pedikel mempunyai dua buah tulang yang pendek dan kuat.
Timbul dari bagian atas korpus, sehingga cekungan insisura
vertebralis inferior yang terletak pada bagian bawah lebih dalam
dari cekungan insisura vertebralis superior yang letaknya pada
bagian atas dan keduanya akan membentuk foramen
intervertebralis yang merupakan bagian dari tempat keluarnya
sumsum saraf.
d. Lamina Arkus Vertebra
Lamina arkus vertebra merupakan susunan dari dua buah tulang
yang bentuknya berasal dari ujung pedikel.
e. Prosessus Spinosus
Vertebra lumbalis mempunyai bentuk prosessus spinosus yang
lebar dan besar, tumpul serta mendatar ke arah belakang dan
berbentuk persegi atau seperti kapak kecil dan lebih kecil pada
bagian vertebra lumbalis ke lima.
f. Prosessus Transversus
Prosessus transversus tipis dan mengarah ke belakang dan ke
samping. Prosessus transversus lumbal ketiga adalah yang
terpanjang, sedangkan prosessus transversus vertebra kelima lebih
pendek dan lebih tipis dari ruas yang lainnya. Pada bagian
belakang dari batas bawah pada setiap prosessus transversus dan
dekat korpusnya terdapat tonjolan tulang yang disebut prosessus
asesoris.
g. Prosessus Artikularis
Prosessus artikularis terletak pada bagian sisi dari persambungan
antara pedikel dengan lamina. Permukaan atasnya cekung dan
mengarah ke depan dan ke tengah. Fasies artikularis inferior
bentuknya cembung dan mengarah ke depan serta ke sisi samping.

6
Ketika vertebra saling bersambungan, maka fasies artikularis
inferior berada di atas fasies artikularis superior dari bagian bawah
vertebra. Prosessus artikularis ini berperan dalam pembentukan
diskus artikularis yang membagi prosessus artikularis menjadi
prosessus artikularis inferior dan superior. Pada bagian dari
prosessus artikularis superior terdapat tonjolan tulang pada
permukaan belakangnya yang disebut prosessus mammilaris.
2. Fisiologi Vertebra Lumbalis
Vertebra lumbalis merupakan bagian dari kolumna vertebralis,
sehingga fungsi dari vertebra lumbalis tidak terlepas dari fungsi kolumna
vertebralis secara keseluruhan.
Sesuai dengan anatomi vertebra lumbalis yang mempunyai bentuk
yang besar dan kuat, maka fungsi vertebra lumbalis adalah :
a. Menyangga tubuh bagian atas dengan perantaraan tulang rawan yaitu
diskus intervertebralis yag lengkungannya dapat memberikan
fleksibilitas yang dapat memugkinkan membungkuk ke arah depan
(fleksi) dan kearah belakang (ekstensi), miring ke kiri dan ke kanan
pada vertebra lumbalis.
b. Diskus intervertebralisnya dapat menyerap setiap goncangan yang
terjadi bila sedang menggerakkan berat badan seperti berlari dan
melompat.
c. Melindungi otak dan sumsun tulang belakang dari goncangan.
d. Melindungi saraf tulang belakang dari tekanan-tekanan akibat
melesetnya nukleus pulposus pada diskus intervertebralis. Namun
apabila annulus fibrosus mengalami kerusakan, maka nukleus
pulposusnya dapat meleset dan dapat meyebabkan penekanan pada
akar saraf disekitarnya yang menimbulkan rasa sakit dan ada kalanya
kehilangan kekuatan pada daerah distribusi dari saraf yang terkena.

7
B. PATOLOGI KASUS

1. DEFENISI

Fraktur remuk (Burst fractures) adalah fraktur yang terjadi ketika ada
penekanan corpus vertebralis secara langsung, dan tulang menjadi hancur.
Fragmen tulang berpotensi masuk ke kanalis spinalis.

Terminologi fraktur ini adalah menyebaruya tepi korpus vertebralis


kearah luar yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding
fraktur kompresi. tepi tulang yang menyebar atau melebar itu akan
memudahkan medulla spinalis untuk cedera dan ada fragmen tulang yang
mengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis dan
menyebabkan paralisi atau gangguan syaraf parsial.

2. ETIOLOGI

a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari
tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

3. PROSES PATOLOGI GANGGUAN GERAK DAN FUNGSI

Fraktur remuk (burst fractures) fraktur yang terjadi ketika ada


penekanan corpus vertebralis secara langsung, dan tulang menjadi hancur
frakmen tulang berpotensi masuk ke kanalis spinalis. Terminologi fraktur
ini adalah menyebarnya tepi korpus vertebralis ke arah luar yang

8
disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur
kompresi. Tepi tulang yang menyebar atau melebar itu akan memudahkan
medulla spinalis untuk cidera dan ada fragmen tulang yang mengarah ke
medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan
paralisi atau gangguan syarat parasial. Tipe burst fractures sering terjadi
pada thoraco lumbar juction dan terjadi paralysis pada kaki dan gangguan
defekasi ataupun miksi (Apley, 2009).

4. GAMBARAN KLINIS

a. Edema/pembengkakan
b. Nyeri: spasme otot akibat reflek involunter pada otot, trauma
langsungpada jaringan, peningkatan tekanan pada saraf sensori,
pergerakan padadaerah fraktur.
c. Spasme otot: respon perlindungan terhadap injuri dan fraktur
d. Deformitas
e. Echimosis: ekstravasasi darah didalam jaringan subkutan
f. Kehilangan fungsi
g. Crepitasi: pada palpasi adanya udara pada jaringan akibat trauma
terbuka.

Manifestasi klinis fraktur vertebra pada lumbal Gangguan motorik yaitu


kerusakan pada thorakal sampai dengan lumbal memberikan gejala
paraparese
L1 : Abdominalis
L2 : Gangguan fungsi ejakulasi
L3 : Quadriceps
L4-L5 : Ganguan Hamstring dan knee, gangguan fleksi kaki dan lutut.

9
C. PROGRAM INTERVENSI FISIOTERAPI

1. Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses


penyembuhan klien,meembantu klien beradaptasi terhadap stress, gangguan
psikologis, dan bagaimana berhubungan dengan orang lain. Komunikasi terapetik
bertujuan untuk memberikan motivasi dan semangat serta mengurangi beban pikiran
pasien.

2. Infra Red

Infra red merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang bertujuan untuk
meningkatkan metabolisme, vasodilatasi pembuluh darah dan mengurangi nyeri.
Seperti pada kasus pasca operasi fraktur yang menimbulkan nyeri, infra red dapat
digunakan untuk mengurangi nyeri. Panas terapeutik meningkatkan sirkulasi lokal
dan regional, mengurangi viskositas jaringan, dan memperbaiki elastisitas kolagen.
Terapi ini juga mengurangi kecepatan transmisi baik reseptor spindle otot maupun
nyeri perifer (nosiseptor).

3. Interferensi

Interferensi merupaka modalitas Fisioterapi yang merangsang saraf perifer dimana


tujuannya untuk mengurangi rasa nyeri.

4. Pasif Exercise

Terapi dengan menggerakkan tungkai pasien secara pasif, atau dengan bantuan
fisioterapis. Terapi ini diberikan untuk tetap menjaga sifat fisiologis otot dan sendi,
agar tidak terjadi atrofi otot, serta meningkatkan luas gerak sendi secara pasif.

10
5. Streaching

Terapi dengan menggerakkan tungkai pasien dengan bantuan fisioterapis. Terapi ini
diberikan untuk mencegah kontraktur otot, yakni dengan dilakukannya penguluran
pada otot.

11
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. IDENTITAS UMUM PASIEN

Nama : Tn. S

Usia : 44tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Luwu Utara

Diagnosa Medis : Low Back Pain Due Burst Fracture Lumbal

B. ANAMNESIS KHUSUS

a. Keluhan Utama : Nyeri dan Keterbatasan Gerak

b. Lokasi Keluhan : Punggung Bawah dan Extremitas Inferior

c. Lama Keluhan : Sudah 3 bulan (kronik)

d. Riwayat Perjalanan Penyakit

Sekitar 3 bulan yang lalu, pasien mengalami kecelakaan terjatuh dari tangga
saat melakukan aktifitas pekerjaannya. Pasien terjatuh dalam posisi terduduk. Selama
3 bulan berjalannya waktu, pasien sering merasakan nyeri yang hilang timbul pada
tulang belakang, juga pada saat menggerakkan tungkainya. Pada 1 bulan terakhir,
pasien merasakan nyeri yang menjalar juga semakin memberat pada tugkai kirinya. 2
hari yang lalu, pasien menjaani operasi fraktur burst pada lumbal 1. Saat ini, pasien
masih mengeluhkan adanya nyeri pada luka operasi, dan juga nyeri pada saat
menggerakkan tungkainya, sehingga menyebabkan terjadinya keterbatasan gerak
khusunya pada tungkai

12
C. INSPEKSI/OBSERVASI

a. Statis

Pasien datang dalam keadaan berbaring dengan bantuan injeksi infus pada tangan
kirinya.

b. Dinamis

Pasien terlihat tidak mengalami kesulitan pada saat menggerakkan kedua anklenya,
hanya saja, untuk gerakan flexi extensi pada knee pasien terlihat kesulitan
menggerakkannya, karena nyeri pada saat menggerakkan. Pasien juga terlihan
kesulitan dalam melakukan gerakan balik kanan-kiri, dan kesulitan melakukan
aktifitas duduk akibat nyeri yang dirasakan.

D. PEMERIKSAAN FUNGSI DASAR

1. Pemeriksaan Gerak Aktif

Pemeriksaan yang dilakukan dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan


gerakan-gerakan tertentu. Adapun pemeriksaan gerak aktif yang dilakukan, yaitu :

a. Flexi Hip

b. Flexi Knee

c. Extensi Knee

d. Plantar Flexi Ankle

e. Dorso Flexi Ankle

13
2. Pemeriksaan Pasif

Pemeriksaan yang dilakukan oleh Fisioterapis, dimana Fisioterapis yang


menggerakkan extremitas pasien. . Adapun pemeriksaan gerak pasif yang dilakukan,
yaitu :

a. Flexi Hip

b. Flexi Knee

c. Extensi Knee

d. Plantar Flexi Ankle

e. Dorso Flexi Ankle

3. Tes Isometrik Melawan Tahanan (TIMT)

Pemeriksaan yang dilakukan dimana Fisioterapis mengistruksikan kepada pasien


untuk melakuakan gerakan-gerakan tertentu, dan Fisioterapis memberikan tahanan.
Adapun pemeriksaan gerak pasif yang dilakukan, yaitu :

a. Flexi Hip

b. Flexi Knee

c. Extensi Knee

d. Plantar Flexi Ankle

e. Dorso Flexi Ankle

E. PEMERIKSAAN SPESIFIK

1. Palpasi

Adanya spasme erector spine, uppertrapezius.

14
2. Pemeriksaan Kognitif

Dengan menggunakan Mini-Mental State Examination (MMSE)

Nilai
Kriteria Penilaian Nilai Maximal Nilai Maximal
Tahun, bulan, tanggal
Orientasi hari, waktu 5 5
Negara, Provinsi, Kota,
Rumah Sakit, Ruang 5 5
Rawat.
Regisrasi Mengulang Nama Benda 3 3
Atensi Mengulang kata DUNIA 5 5
dari belakang
Mengingat kembali 3 3
Menyebutkan merk pensil 2 2
dan jam tangan
Mengulang kata “jika 1 1
tidak, dan atau “tetapi”
Mengikuti 3 perintah 3 3
Habasa berurutan
Mengikuti perintah 1 1
tertulis
Menutils kalimat dengan 1 1
susunan yang benar
Meniru Meniru gambar dua 1 1
pentagon yang saling
berpotongan

15
Jumlah 30

Kriteria :

Normal : 27-30

Gg kognetif ringan : 20-27

Gg kognitif sedang : 10-10

Gg kognitif berat : <9

3. Pemeriksaan Sensory Integrity


Sensory Integrity adalah suatu pemrosesan kortikal sensorik yang meliputi :
a. Exteroception Test
1) Sensasi Taktil
a) Gunakan gumpalan kapas, dimana ujungnya diupayakan sekecil mungkin untuk
memperoleh respon sensasi taktil sebagai media stimuli.
b) Instruksikan kepada pasien, “Beritahukan kepada saya dengan menjawab ya
setiap kali anda merasakan sentuhan, dan di area tubuh mana anda merasakannnya.
Saya akan menguji anda dengan mata anda tertutup”.
c) Sentuhkan media stimuli yang telah dipersiapkan secara ringan dan lembut pada
area wajah, punggung, dan ekstremitas pasien.

2) Sensasi nyeri
a) Gunakan jarum pentul atau peniti (sejenis jarum dengan salah satu ujungnya
tajam dan tumpul) untuk memperoleh respon sensasi nyeri sebagai media stimuli.
b) Instruksikan kepada pasien agar menjawab “tajam” atau “ tumpul” dalam
keadaan mata tertutup untuk setiap kali jarum pentul atau peniti disentuhkan.

16
c) Sentuhkan salah satu media stimuli yang telah dipersiapkan secara ringan dan
lembut pada jari tangan, lengan, tungkai, dan area punggung pasien.
3) Sensasi suhu
a) Gunakan tabung reaksi yang masing-masing berisi air dingin (suhu kurang dari
5o C) dan air panas (di atas suhu 45o C) untuk memperoleh respon sensasi suhu
yang berbeda sebagai media stimuli.
b) Instruksikan kepada pasien agar menjawab “panas” atau “dingin" dalam
keadaan mata tertutup untuk setiap kali tabung reaksi berbeda disentuhkan ke kulit
pasien.
c) Sentuhkan salah satu media stimuli yang telah dipersiapkan secara ringan dan
lembut pada area lengan, tungkai, dan area punggung pasien.

Hasil : Normal

4. Tes Reflex

a. Patella

Posisi pasien baring dengan tangan fisioterapi menyanggah di bawah poplitea,


kemudian ketuk di atas tendon patella. Normalnya kontraksi patella menyebakan
plantar fleksi.

Hasil : Normal

b. Babinsky

Posisi pasien tidur terlentang, kemudian Tarik garis dari tumit sepanjang arah lateral
kaki ke arah jari-jari kaki dengan cepat.

5. Manual Muscle Testing (MMT)

17
Nilai Keterangan
Nilai 0 Tidak ada kontraksi otot sama sekali (baik dilihat
atau diraba)
Nilai 1 Kontraksi otot dapat terlihat/ teraba tetapi tidak ada
gerakan sendi
Nilai 2 Ada kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi secara
penuh, tidak melawan gravitasi
Nilai 3 Kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi dengan
penuh dan mampu melawan
Gravitasi
Nilai 4 Kontraksi otot dengan sendi penuh, mampu
melawan gravitasi dengan tahanan
Minimal
Nilai 5 Kontraksi otot dengan gerakkan sendi penuh, mampu
melawan gravitasi dan dengan
tahanan maksimal
Hasil : Nilai 4

6. Pengukuran Intensitas Nyeri

Dengan menggunaka Visual Analog Scale (VAS)

Hasil : Nilai 6,4

18
7. Tes Keseimbangan

19
8. Tes Activity Daily Living (Indeks Barthel)

Nilai Skor
Sebelum Saat Masuk Minggu I di Minggu II
No Fungsi Skor Keterangan Saat Pulang
Sakit RS RS di RS

Tgl…. Tgl… Tgl …. Tgl…. Tgl…


Tak
terkendali/ta
0 k teratur
Mengend
(perlu
alikan
1 bantuan) 2 2 2 0 0
rangsang
Kadang –
defeksasi
1 kadang tak
terkendali
2 Mandiri
Tak
0 terkendali/pa
Mengend kai kateter
alian Kadang –
2 2 2 2 0 0
rangsang kadang tak
1
berkemih terkendali
(1X24 jam)
2 Mandiri
Members Butuh
ihkan diri 0 pertolongan
(seka orang lain
muka,
3 1 1 0 0 0
sisir
rambut, 1 Mandiri
sikat
gigi)
Penggun Tergantung
4 aan 0 pertolongan 1 1 0 0 0
jamban, orang lain

20
masuk Perlu
dan pertolongan
keluar pada
beberapa
1 kegiatan
tetapi0 dapat
mengerjakan
sendiri
kegiatan lain
2 Mandiri
Tidak
0
mampu
Perlu di
5 Makan tolong 2 2 0 0 0
1
memotong
makanan
2 Mandiri
Tidak
0
mampu
Perlu banyak
Berubah bantuan
sikap 1 untuk bisa
6 dari duduk 3 3 0 0 0
baring ke (2orang)
duduk Bantuan
2 minimal 2
orang
3 Mandiri
Tidak
0
mampu
Berpinda
Bisa (pindah)
7 h / 1 2 2 0 0 0
dengan kursi
berjalan
Berjalan
2
dengan

21
bantuan 1
orang
3 Mandiri
Tergantung
0
orang lain
Sebagian
Memakai dibantu
8 1 1 0 0 0
baju 1 (misalnya
memasang
kancing)
2 Mandiri
Tidak
0
Naik mampu
9 turun Butuh 1 1 0 0 0
1
tangga pertolongan
2 Mandiri
0 Tergantung
10 Mandi 1 1 0 0 0
1 Mandiri
Total Skor 10 10 0 0 0

Keterangan : Skor Barthel Index

20 : Mandiri

12 – 19 : Ketergantungan ringan

9 – 11 : Ketergantungan sedang

Skor <11 Lapor DPJP untuk penangan lebih lanjut

5 –8 : Ketergantungan berat
6 –4 : Ketergantungan total

HASIL : Nilai 10 (Ketergantungan Sedang)

22
F. ALGORITMA ASSESMENT

Nama Pasien : Tn S Umur : 46 Tahun Jenis Kelamin : L


Kondisi/Penyakit :
History Taking :
Pasien mengalami trauma setelah jatuh dari tangga dalam posisi duduk sekitar 3 bulan yang lalu.
Sejak saat itu, pasien merasakan nyeri yang menjalar hingga tungkai.sekitar 1 bulan terakhir,
pasien merasakan nyeri memberat terutama menjalar hingga ke tungkai kiri. Pasien menjalani
operasi burst fraktur vertebra dan saat ini melaksanaakan proses rehabilitasi.

Inspeksi / Observasi

Pasien berbaring ditempat tidur. Pasien sulit menggerakkan badan balik kiri dan kanan. Pasien
merasa nyeri pada saat menggerakkan kedua tungkai.

Pemeriksaan Fisik

Jika Tidak Algoritma Kondisi Lain

Pemeriksaan Fungsi Gerak Palpasi


Dasar
1. Gerak Aktif Spasme otot upper Pemeriksaan dan Pengukuran :
2. Gerak Pasif trapezius, erector 1. Kognitif (MMSE)
3. TIMT 2. Sensory Integrity
spine. 3. Reflex
4. MMT
5. Keseimbangan (Skala Morse)
6. Index Barthel

Diagnosa ICF:
Gangguan Aktifitas Fisik dan Fungsional pada Kondidi Low Back Pain et causa Post
Ops Burst Fraktur Lumbal

23
G. DIAGNOSA FISIOTERAPI

Gangguan Aktifitas Fisik dan Fungsional pada Kondidi Low Back Pain et causa Post
Ops Burst Fraktur Lumbal

H. PROBLEMATIK FISIOTERAPI

1. Anatomical Impairment

a. Penurunan kekuatan otot


b. Nyeri
c. Gangguan keseimbangan
d. Spasme Otot

2. Activity Limitation

a. Gangguan Aktifitas Duduk


b. Gangguan Aktifitas Berdiri
c. Gangguan Aktifitas Berjalan

3. Partisipation Restriction

Keterbatasan melakukan kegitan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

24
BAGAN ICF

PROBLEMATIK
FISIOTERAPI

Activity Limitation
Anatomical / Functional
Impairment 1. Gangguan Aktifitas Participation Retriction
Duduk Adanya hambatan
1. Penurunan kekuatan
otot 2. Gangguan Aktifitas melakukan aktivitas
Berdiri sosial antara pasien
2. Gangguan
keseimbangan 3. Gangguan Aktifitas dengan masyarakat.
Berjalan
3. Spasme Otot
4. Nyeri

I. TUJUAN INTERVENSI

1. Tujuan Jangka Pendek

a. Meningkatkan kekuatan otot


b. Mengurangi Nyeri
c. Mengembalikan kemampuan keseimbangan
d. Mengurangi Spasme Otot
e. Mengembalikan kemampuan duduk
f. Mengembalikan kemampuan berdiri
g. Mengembalikan kemampuan berjalan

2. Tujuan Jangka Panjang

Mengembalikan kemampuan melakukan kegitan bersosialisasi dengan lingkungan


sekitar.

25
J. PROGRAM INTERVENSI FISIOTERAPI

1. Komunikasi Terapeutik
Tujuan : Untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan serta pikiran pada
pasien.
a. Teknik : Fisoterapis memberikan pertanyaan terbuka dan
mendengarkan secara aktif.
b. Dosis :
F : Setiap hari
I : Toleransi pasien
T : Berbicara langsung ke pasien
T : Tidak terbatas dan dikondisikan dengan keadaan pasien
2. Positioning
Tujuan : Untuk mencegah decubitus

3. Breathing Exercise
Tujuan : Memelihara fungsi respirasi
a. Posisi pasien : Duduk di atas bed dan atau Berdiri
b. Posisi Fisioterapi : Berdiri di samping pasien
c. Teknik pelaksanaan : Minta pasien untuk menarik napas melalui
hidung dan menghembuskan melalui mulut sambil melakukan gerakan
flexi shoulder (mengangkat tangan) pada saat melakukan inspirasi.
d. Dosis :
F : setiap hari
I : toleransi pasien
T : kontak langsung
T : 4x repetisi

26
4. Infra Red (IR)

Tujuan : melancarkan sirkulasi darah, mengurangi nyeri dan spasme otot.


Prosedur :
Posisikan pasien senyaman mungkin pada area yang diterapi harus bebas dari kain.
Pasang elektroda pada lengan pasien yang sudah dilapisi handuk.
Dosis :
F : jarak 3-5 cm

I : 50mA

T : penyinaran langsung

T : 10 menit

3. Interferensi

a. Tujuan : Tujuannya untuk mengurangi nyeri dan melancarkan sirkulasi


darah.
b. Posisi pasien : duduk di kursi secara comfortable
c. Posisi fisioterapi : berdiri di samping pasien
d. Tehnik : Pasien duduk dikursi lalu kedua pad diberikan pada m.
Deltoidea secara kontralateral.
e. Dosis :

F : 3x/mgg

I : 25 mA

T : 2 pad

T : 10 menit

27
4. Passive Exercise

Tujuan : untuk memlihara sifat fisiologis otot dan sendi, mencegah atrofi dan
keterbatasan gerak

a. Pasien diperintahkan untuk tidur posisi berbaring


b. Posisi fisioterapi : Berdiri disamping pasien
c. Teknik pelaksanaan : Fisioterapis memberikan latihan dengan
menggerakkan kedua tungkai secara bergantian dengan gerakan Flexi-
Exstensi Hip, dan Knee. Plantar-Dorso Flexi Ankle secara pasif. Ini
dilakukan untuk memelihara Luas Gerak Sendi.

5. Streatching

Tujuan : untuk mencegah kontraktur otot

a. Pasien diperintahkan untuk tidur posisi berbaring

b. Posisi fisioterapi : Berdiri disamping pasien

c. Teknik pelaksanaan : Fisioterapis memberikan latihan dengan menggerakkan


kedua tungkai secara bergantian dengan gerakan Flexi-Exstensi Hip, dan Knee.
Plantar-Dorso Flexi Ankle secara pasif. Ini dilakukan untuk memelihara Luas Gerak
Sendi.

EDUKSASI

1. Pasien diajarkan untuk menggerakkan badannya balik kiri dan kanan pada saat
berbaring. Untuk mengurangi spasme otot, dan mencegah decubitus

2. Pasien diedukasikan untuk sering menggerakkan kedua tungkai secara aktif

3. Pasien diedukansikan untuk melakukan gerakan baring ke duduk tanpa maupun


dengan bantuan orang lain.

28
K. EVALUASI

1. Nyeri
Setelah dilakukan intervensi, maka intensitas nyeri yang dirasakan
pasien berkurang yang diukur dengan VAS
2. Keterbatasan Gerak
Setelah dilakukan intervensi fisioterapi, maka luas gerak sendi
ankle, knee, dan hip pasien meningkat. Yang artinya keterbatasan
gerak pada sendi menjadi berkurang.
3. Kekuatan Otot
Setelah dilakukan intevensi, kekuatan otot lengan pasien
mengalami peningkatan.
4. Spasme Otot
Setelah dilakukan intervensi, maka spasme otot menjadi berkurang.

29
BAB IV

PENUTUP

Fraktur remuk (Burst fractures) adalah fraktur yang terjadi ketika ada penekanan
corpus vertebralis secara langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang
berpotensi masuk ke kanalis spinalis.

Terminologi fraktur ini adalah menyebaruya tepi korpus vertebralis kearah luar
yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. tepi
tulang yang menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk
cedera dan ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan dapat
menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisi atau gangguan syaraf parsial.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnose dan problematic


fisioterapi yang dialami oleh pasien yaitu, pemeriksaan kognitif, sensory integrity,
reflex, MMT, dan kemampuan fungsional. Dan untuk menangani problematic yang
timbul, maka diberikan intervensi IR, Pasiv Exercise, Interferensi, Streaching.

30

Anda mungkin juga menyukai