Anda di halaman 1dari 26

BAB V

STRATEGI PERUBAHAN SOSIAL

A.      Hakikat Perubahan Sosial


Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi
perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial.
Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-
ide pembaruan yang diadopsi oleh para anggota sistem
sosial yang bersangkutan.
Pengertian Perubahan Sosial Menurut Ahli
 William F.Ogburn mengemukakan bahwa “ruang
lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-
unsur kebudayaan baik yang material maupun yang
immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar
unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur
immaterial”.
 Kingsley Davis mengartikan “perubahan sosial sebagai
perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan
fungsi masyarakat”.
 MacIver mengatakan “perubahan-perubahan sosial
merupakan sebagai perubahan-perubahan dalam
hubungan sosial (sosial relationships) atau sebagai
perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium)
hubungan sosial”.
 JL.Gillin dan JP.Gillin mengatakan “perubahan-
perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara
hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-
perubahan kondisi geografis, kebudayaan material,
komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya
difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam
masyarakat”.
 Samuel Koenig mengatakan bahwa “perubahan sosial
menunjukkan pada modifikasi-modifikasi yang terjadi
dalam pola-pola kehidupan manusia”.
 Definisi lain adalah dari Selo Soemardjan. Rumusannya
adalah “segala perubahan-perubahan pada lembaga-
lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat,
yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di
dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara
kelompok-kelompok dalam masyarakat”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian perubahan
sosial adalah perubahan perubahan yang terjadi pada
masyarakat yang mencakup perubahan dalam aspek-aspek
struktur dari suatu masyarakat, ataupun karena terjadinya
perubahan dari faktor lingkungan, karena berubahnya
komposisi penduduk, keadaan geografis, serta berubahnya
sistem hubungan sosial, maupun perubahan pada lembaga
kemasyarakatannya.
Perubahan sosial dalam masyarakat bukan
merupakan sebuah hasil atau produk tetapi merupakan
sebuah proses. Perubahan sosial merupakan sebuah
keputusan bersama yang diambil oleh anggota
masyarakat. Konsep dinamika kelompok menjadi sebuah
bahasan yang menarik untuk memahami perubahan sosial.
Kurt Lewin dikenal sebagai bapak manajemen perubahan,
karena ia dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu
sosial yang secara khusus melakukan studi tentang
perubahan secara ilmiah. Konsepnya dikenal dengan
model force-field yang diklasifikasi sebagai model power-
based karena menekankan kekuatan-kekuatan penekanan.
Menurutnya, perubahan terjadi karena munculnya
tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau
organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan
(driving forces) akan berhadapan dengan penolakan
(resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi
dengan memperkuat driving forces dan melemahkan
resistences to change.
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola
perubahan, yaitu:
 Unfreezing, merupakan suatu proses penyadaran
tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk
berubah
 Changing, merupakan langkah tindakan, baik
memperkuat driving forces maupun memperlemah
resistances.
 Refreesing, membawa kembali kelompok kepada
keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium).
Pada dasarnya perilaku manusia lebih banyak dapat
dipahami dengan melihat struktur tempat perilaku
tersebut terjadi daripada melihat kepribadian individu
yang melakukannya. Sifat struktural seperti
sentralisasi, formalisasi dan stratifikasi jauh lebih erat
hubungannya dengan perubahan dibandingkan
kombinasi kepribadian tertentu di dalam organisasi.
Perubahan sosial mempunyai beberapa karakteristik
umum yaitu :
 Bersifat universal dan berubah-ubah.
 Direncanakan dan yang tidak direncanakan.
 Bersifat kontroversial.
 Berbeda dari segi durasi dan konsekuensinya
B.       Sistem Perubahan Sosial
Sistem pengelolaan perubahan sosial (change
management system) ialah pengorganisasian,
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian dari setiap
program sosial yang bertujuan untuk mengadakan
perubahan sosial. Sistem ini terbuka, yang artinya mau
menerima pengaruh dari luar sistem. Ada 4 macam
konsep dasar yang merupakan karakteristik dari sistem
yaitu: batas (boundary), kekuatan (tension),
keseimbangan (equilibrium), dan umpan balik (feedback).
Sistem pengelolaan perubahan sosial memiliki tiga
sub sistem yaitu organisasi, komunikasi dan target
perubahan. Subsistem organisasi merupakan masukan
utama ke dalam sistem. Subsistem komunikasi membantu
melaksanakan program perubahan sosial yang telah
ditentukan dalam subsistem organisasi. Subsistem target
perubahan merupakan output dari sistem.
Tiap program perubahan sosial tentu memiliki tiga
jenis variable yaitu: bentuk pengaruh (influence
structure), nilai (cost) dan saluran (channel). Dengan
penjelasan masing-masing sebagai berikut:
 Bentuk pengaruh (influence structure) ialah cara atau
sarana yang digunakan untuk mempengaruhi sasaran
yang telah ditentukan.
 Nilai (cost) ialah sejumlah sumber atau hal yang
berharga yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk
mengikuti perubahan sosial.
 Saluran (channel) ialah dengan apa informasi dapat
disebarluaskan kesasaran yang telah ditentukan.
Kehidupan yang bahagia dan sejahtera merupakan
keinginan setiap manusia sebagaimana dikodratkan oleh
Tuhan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
memberikan sumbangan yang besar dalam mewujudkan
hidup yang bahagia dan sejahtera. Pengelolaan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan tantangan
yang harus dijawab dalam rangka pengelolaan perubahan
sosial.
Dalam perubahan sosial dan kebudayaan terdapat
proses-proses yang merupakan bagian dari perubahan
sosial. Proses-proses tersebut antara lain :
 Penyesuaian masyarakat terhadap perubahan (sosial
equilibrium)
Keharmonisan dan keserasian dalam hubungan
masyarakat tentunya merupakan hal yang sangat di idam-
idamkan oleh setiap masyarakat. Keharmonisan dan
keserasian ini dimaksudkan dimana lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang pokok mengisi serta menjalankan
fungsi dan tugasnya dengan baik. Setiap kali ada
perubahan atau penolakan masyarakat terhadap perubahan
dan hal-hal baru lembaga-lembaga kemasyarakatan dapat
mengatasinya dengan baik sehingga masyarakat dapat
menerima unsur-unsur baru.
Biasanya, jika terdapat unsure-unsur baru sering
bertentangan dengan unsure-unsur lama, dimana nantinya
akan berpengaruh terhadap norma-norma dan nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat, itu berarti telah terjadi
gangguan yang kontinu dalam masyarakat. Apabila
ketidakserasian dapat dipulihkan kembali setelah terjadi
suatu perubahan, keadaan tersebut dinamakan
penyesuaian (adjusment). Bila sebaliknya yang terjadi,
maka dinamakan ketidakpenyesuaian sosial
(maladjustment).
 Saluran-saluran perubahan sosial dan kebudayaan
(channel of change)
Saluran-saluran perubahan sosial dan kebudayaan
(channel of change) merupakan saluran-saluran yang
dilalui oleh suatu proses perubahan. Pada umumnya
saluran-saluran ini adalah lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan, ekonomi,
pendidikan, agama dan seterusnya. Lembaga yang
menjadi titik tolak perubahan biasanya tergantung kepada
cultural focus masyarakat pada suatu masa tertentu.
 Disorganisasi (disintegrasi) dan reorganisasi
(reintegrasi)
Disorganisasi (disintegritasi) merupakan suatu proses
memudarnya norma-norma dan nilai-nilai di lembaga
kemasyarakat yang diakibatkan oleh suatu perubahan.
Sedangkan reorganisasi (reintegrasi) merupakan suatu
proses pembentukan nilai-nilai dan norma-norma baru
agar serasi dengan lembaga kemasyarakatan yang telah
mengalami perubahan.
Sebagai contoh sistem perubahan sosial yang terjadi
yaitu adanya pergerakan-pergerakan mahasiswa dengan
kekhassan atau keunikannya masing-masing. Seperti
pergerakan-pergerakan intra kampus semacam BEM, dan
lembaga-lembaga internal lainnya. Tentulah terdapat
perbedaan-perbedaan yang mencolok pada setiap
lembaga, perbedaan tersebut disebabkan oleh anutan nilai
dan paradigma yang dikembangkan oleh setiap lembaga
tersebut. Namun, meskipun memiliki keberagaman
paradigma dan anutan nilai, pergerakan-pergerakan
kemahasiswaan memiliki satu visi yang sama yaitu
bagaimana caranya melakukan perubahan
sosial.Sedangkan proses perubahan sosial biasa tediri dari
tiga tahap:
 Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan
dan dikembangkan
 Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu
dikomunikasikan ke dalam sistem sosial.
 Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi
dalam sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau
penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan
atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.

C.     Strategi Perubahan Sosial


Strategi ialah salah satu faktor yang menentukan
efektivitas pelaksanaan program perubahan sosial.
Tentulah bukan perkara mudah dalam menentukan suatu
strategi yang tepat guna mencapai tujuan atau target
perubahan sosial tertentu, karena pada hakekatnya
berbagaimacam strategi itu terletak pada suatu continum
dari tingkat yang paling lemah tekanan atau paksaannya
dari luar, ke arah yang paling kuat tekanan atau paksaan
dari luar.            
Terdapat 4 macam strategi perubahan sosial, yaitu :
strategi fasilitatif (facilitative strategies), strategi
pendidikan (re-education strategies), strategi bujukan
(persuasive strategies), dan strategi paksaan (power
strategies). Agar dapat dipahami lebih jelas, berikut ini
penjelasan dari setiap macam strategi tersebut :
1.    Strategi Fasilitatif (Facilitative Strategies)
Pelaksanaan program perubahan sosial dengan
menggunakan strategi fasilitatif artinya untuk mencapai
tujuan perubahan sosial yang telah ditentukan,
diutamakan penyediaan fasilitas dengan maksud agar
program perubahan sosial akan berjalan dengan mudah
dan lancar.
Strategi ini akan dapat dilaksanakan dengan tepat jika
memperhatikan hal-hal berikut ini :
Strategi fasilitatif dapat digunakan dengan tepat jika
sasaran perubahan (klien):
 Mengenal masalah yang dihadapi serta menyadari
perlunya mencari target perubahan (tujuan),
 Merasa perlu adanya perubahan atau perbaikan,
 Bersedia menerima bantuan dari luar dirinya, dan
 Memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam usaha
merubah atau memperbaiki dirinya.
Strategi fasilitatif dilaksanakan dengan disertai program
menimbulkan kesadaran pada klien atas tersedianya
fasilitas atau tenaga bantuan yang diperlukan.
Strategi fasilitatif tepat juga digunakan sebagai
kompensasi motivasi yang rendah terhadap usaha
perubahan sosial.
Menyediakan berbagai fasilitas akan sangat bermanfaat
bagi usaha perbaikan sosial jika klien menghendaki
berbagai macam kebutuhan untuk memenuhi tuntutan
perubahan sesuai yang diharapkan.
Penggunaan strategi fasilitatif dapat juga dengan cara
menciptakan peran yang baru dalam masyarakat jika
ternyata peran yang sudah ada di masyarakat tidak
sesuai dengan penggunaan sumber atau fasilitas yang
diperlukan.
Usaha perubahan dengan menyediakan berbagai
fasilitas akan lebih lancer pelaksanaannya jika pusat
kegiatan organisasi pelaksanaan perubahan sosial,
berada di lokasi tempat tinggal sasaran.
Strategi fasilitatif dengan menyediakan dana serta
tenaga akan sangat diperlukan jika klien tidak dapat
melanjutkan usaha perubahan sosial karena kekurangan
sumber dana dan tenaga.
Perbedaan sub bagian dalam klien akan menyebabkan
perbedaan fasilitas yang diperlukan untuk penekanan
perubahan tertentu pada waktu tertentu.
Strategi fasilitatif akan kurang efektif jika :
a)      Digunakan pada kondisi sasaran perubahan yang
sangat kurang untuk menentang adanya perubahan sosial.
b)      Perubahan diharapkan berjalan dengan cepat, serta
tidak sikap terbuka dari klien untuk menerima perubahan.
Contoh penggunaan strategi fasilitatif di bidang
pendidikan. Dengan adanya kurikulum baru di bidang
pendidikan dengan pendekatan keterampilan proses maka
perlu adanya perubahan dan pembaharuan pada kegiatan
belajar mengajar. Jika perubahan itu menggunakan
strategi fasilitatif maka lebih mengutamakan program
pembaharuan dengan menyediakan berbagai macam
fasilitas dan sarana yang diperlukan.
Tetapi fasilitas dan sarana itu tidak akan memberikan
manfaat dan menunjang perubahan apabila guru sebagai
pendidik atau pelaksana pendidikan sebagai sasaran
perubahan (klien) tidak memahami permasalahan yang
sedang dihadapi, tidak merasa perlu adanya perubahan,
merasa tidak perlu atau tidak bersedia menerima bantuan
dari luar, tidak memiliki kemauan untuk bergerak dalam
usaha perubahan. Jika demikian, maka fasilitas dan sarana
akan sia-sia saja. Oleh karena itu, sebaiknya penggunaan
strategi fasilitas diiringi dengan program untuk
membangkitkan kesadaran sasaran perubahan (klien) akan
perlunya perubahan serta perlunya memanfaatkan
semaksimal mungkin fasilitas, sarana serta bantuan tenaga
yang disediakan. Agar perubahan yang dilakukan di
bidang pendidikan tersebut dapat berjalan dengan sukses
dan lancar.

2.  Strategi Pendidikan (re-educative strategie)


Strategi pendidikan berarti untuk mengadakan
perubahan sosial dengan cara menyampaikan fakta
dengan maksud orang akan menggunakan fakta atau
informasi itu untuk menentukan tindakan yang akan
dilakukan. Zaltman menggunakan istilah “re-education”
(re berarti mengulang kembali) dengan alasan bahwa
seseorang harus belajar lagi tentang sesuatu yang
dilupakan yang sebenarnya telah dipelajari sebelum
mempelajari tingjah laku atau sikap yang baru. Agar
penggunaan strategi pendidikan dapat berlangsung secara
efektif, perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a.       Strategi pendidikan akan dapat digunakan secara tepat
dalam kondisi dan situasi sebagai berikut:
1)      Apabila perubahan sosial yang diinginkan, tidak harus
terjadi dalam waktu yang singkat (tidak ingin segera cepat
sembuh).
2)     Apabila sasaran perubahan (klien) belum memiliki
keterampilan atau pengetahuan tertentu yang diperlukan
untuk melaksanakan program perubahan sosial.
3)     Apabila menurut perkiraan akan terjadi penolakan
yang kuat dari klien terhadap perubahan yang diharapkan.
4)     Apabila dikehendaki perubahan yang sifatnya
mendasar dari pola tingkah laku yang sudah ada ke
tingkah laku yang baru.
5)     Apabila alasan atau latar belakang perlunya perubahan
telah diketahui dan dimengerti atas dasar sudut pandang
klien sendiri, serta diperlukan adanya control dari klien.
b.      Strategi pendidikan untuk melaksanakan program
perubahan akan efektif jika :
1)     Digunakan untuk menanamkan prinsip-prinsip yang
perlu dikuasai untuk digunakan sebagai dasar tindakan
yang selanjutnya sesuai dengan tujuan perubahan sosial
yang akan dicapai.
2)     Disertai dengan keterlibatan berbagai pihak misalnya
dengan adanya : sumbangan dana, donator, serta berbagai
penunjangyang lain.
3)     Digunakan untuk menjaga agar klien tidak menolak
perubahan atau kembali ke keadaan semula.
4)     Digunakan untuk menanamkan pengertian tentang
hubungan antara gejala dan masalah, menyadarkan
adanya masalah dan memantapkan bahwa masalah yang
dihadapi dapat dipecahkan dengan adanya perubahan.

c.       Strategi pendidikan akan kurang efektif jika :


1)   Tidak tersedia sumber yang cukup untuk menunjang
kegiatan pendidikan.
2)   Digunakan dengan tanpa dilengkapi strategi yang lain.

3.    Strategi Bujukan (persuasive strategies)


Program perubahan sosial dengan menggunakan
strategi bujukan, artinya untuk mencapai tujuan
perubahan sosial dengan cara membujuk agar sasaran
perubahan mau mengikuti perubahan dengan cara
member alas an, mendorong atau mengajak untuk
mengikuti contoh yang diberikan. Strategi bujukan dapat
berhasil berdasarkan alas an yang rasional, pemberian
fakta yang akurat, tetapi justru mungkin juga dengan fakta
yang salah sama sekali (rayuan gombal). Untuk yang
terakhir ini hasilnya tidak akan bertahan lama melainkan
akan merugikan untuk selanjutnya. Strategi bujukan ini
biasanya digunakan untuk kampanye atau reklame
pemasaran hasil perusahaan. Demikian pula saat
berkomunikasi dalam kehidupan bermasyarakat sehari-
hari, baik disadari ataupun tidak digunakannya strategi
bujukan.
Untuk keberhasilan penggunaan strategi bujukan perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a.       Strategi bujukan tepat digunakan bila klien (sasaran
perubahan) :
1)      Tidak berpartisipasi dalam proses perubahan sosial.
2) Berada pada tahap evaluasi atau legitimasi dalam proses
pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak
perubahan sosial.
3) Diajak untuk mengalokasikan sumber penunjang
perubahan dari suatu kegiatan atau program ke kegiatan
atau program yang lain.
b.         Strategi bujukan tepat digunakan jika :
1)        Masalah dianggap kurang penting jika cara
pemecahan masalah kurang efektif.
2)        Pelaksanaan program perubahan tidak memiliki
control secara langsung terhadap klien.
3)        Mengandung suatu resiko yang dapat menimbulkan
perpecahan.
4)        Perubahan yang akan dilakukan tidak dapat
dicobakan, sukar dimengerti dan tidak dapat diamati
kemanfaatannya secara langsung.
5)        Dimanfaatkan untuk melawan penolakan terhadap
perubahan pada saat awal diperkenalkannya perubahan
sosial yang diharapkan.
4.    Strategi Paksaan (power strategis)
Pelaksanaan program perubahan sosial dengan
menggunakan strategi paksaan, artinya untuk mencapai
tujuan perubahan sosial dengan cara memaksa agar
sasaran perubahan mau mengikuti perubahan sosial yang
direncanakan. Kemampuan untuk melaksanakan paksaan
tergantung daripada hubungan (kontrak) antara
pelaksanaan perubahan dengan klien (sasaran perubahan).
Jadi, keberhasilan target perubahan diukur dari kepuasan
pelaksana perubahan.
Sedangkan kekuatan paksaan artinya sejauh mana
pelaksana perubahan dapat memaksa klien tergantung dari
tingkat ketergantungan klien dengan pelaksana
perubahan. Kekuatan paksaan juga dipengaruhi oleh
berbagai factor, antara lain : ketatnya pengawasan yang
dilakukan pelaksana perubahan terhadap klien,
tersedianya berbagai alternative untuk mencapai tujuan
perubahan, danjuga tergantung tersedianya dana atau
biaya untuk menunjang pelaksanaan program, misalnya
untuk member hadiah kepada klien yang berhasil atau
member hukuman n kepada yang tidak mau dipaksa.
Penggunaan strategi paksaan perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a.       Strategi paksaan dapat digunakan apabila partisipasi
klien terhadap proses perubahan sosial rendah dan tidak
mau meningkatkan partisipasinya.
b.      Strategi paksaan juga tepat digunakan apabila klien
tidak merasa perlu untuk berubah atau tidak menyadari
perlunya perubahan sosial.
c.       Strategi paksaan tidak efektif jika klien tidak memiliki
sarana penunjang untuk mengusahakan perubahan dan
pelaksana perubahan juga tidak mampu mengadakannya.
d.      Strategi paksaan tepat digunakan jika perubahan sosial
yang diharapkan harus terwujud dalam waktu yang
singkat. Artinya tujuan perubahan harus segera tercapai.
e.       Strategi paksaan juga tepat dipakai untuk menghadapi
usaha penolakan terhadap perubahan sosial atau untuk
cepat mengadakan perubahan sosial sebelum usaha
penolakan terhadapnya bergerak.
f.       Strategi paksaan dapat digunakan jika klien sukar
untuk mau menerima perubahan sosial artinya sukar
untuk dipengaruhi.
g.      Strategi paksaan dapat juga digunakan untuk
menjamin keamanan percobaan perubahan sosial yang
telah direncanakan.
Dalam pelaksanaan program perubahan sosial sering
juga dipakai kombinasi antara berbagai macam strategi,
disesuaikan dengan tahap pelaksanaan program serta
kondisi dan situasi klien pada berlangsungnya proses
pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak
perubahan sosial, agar perubahan dapat berlangsung
dengan efektif dan efisien.
Selain strategi yang telah dipaparkan sebelumnya,
terdapat pula beberapa strategi pada perubahan sosial.
Perubahan sosial bisa juga dilakukan dengan revolusi
(people’s power), strategi persuasive (persuasive strategy)
dan strategi normative-reedukatif (normative reeducative
strategy). Dengan penjelasan sebagai berikut :
1.      Revolusi (people’s power)
Merupakan bagian dari power strategy atau strategi
perubahan sosial dengan kekuasan. Dan revolusi
merupakan puncak dari semua bentuk perubahan sosial.
Karen, revolusi menyentuk segenap sudut dan dimensi
sosial secara radikal, missal, cepat, mencolok dan
mengundang gejolak intelektual dan emosional dari
semua orang yang terlibat didalamnya.
2.      Strategi Persuasif (persuasive strategy)
Dalam strategi ini, media masa bisa sangat berperan.
Karena, pada umunya strategi persuasive dijalankan lewat
pembentukan opini dan pandangan masyarakat yang tidak
lain melalui media masa. J.A.C. Brown memasukkan
propaganda dalam strategi persuasive untuk melakukan
perubahan sosial (Ritzer, 2003).
3.      Strategi Normatif-Reedukatif (normative reeducative
strategy)
Norma adalah kata sifat dari norm atau norma yang
berarti aturan yang berlaku di masyarakat. Posisis kunci
norma-norma sosial dalam kehidupan bermasyarakat telah
diakui secara luas oleh hamper semuailmuan sosial.
Norma termasyarakatkan lewat pendidikan (education).
Oleh sebab itu, strategi normative umumnya
digandengkan dengan upaya pendidikan ulang atau
reeducation untuk menanamkan dan mengganti paradigm
berpikir persuasive dan bertahap.
Setelah kita ketahui berbagai macam strategi yang ada,
maka dalam pelaksanaan program sosial, seorang
pelaksana diharuskan untuk memahami berbagai macam
strategi perubahan sosial tersebut, sehingga nantinya ia
dapat memilih dan menentukan strategi mana yang akan
digunakan dan atau diutamakan untuk mencapai suatu
tujuan perubahan sosial tertentu, meskipun sebenarnya ia
akan mengkombinasikan berbagai macam strategi yang
akan digunakannya.

Anda mungkin juga menyukai