Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL DESAIN INOVATIF

Penatalaksanaan Diet Pada Pasien CKD

Disusun oleh:
Ramsyah
NIM. P07220418030

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal desain inovatif tentang penatalaksanaan diet pada pasien CKD.
Saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu dosen pembimbing dan
Preceptor ruang Flamboyan yang telah membimbing dalam penyusunan proposal
desain inovatif ini. Serta kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Dalam pembuatan proposal ini, penulis menyadari masih banyak dari
kekurangan baik dari isi materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian,
perbaikan merupakan hal yang berlanjut sehingga kritik dan saran untuk
menyempurnakan proposal desain inovatif sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis menyampaika terimakasih kepada pembaca dan teman-
teman sekalian yang telah membaca dan mempelajari proposal desain inovatif ini.

Samarinda, Mei 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Tujuan .......................................................................................................... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................. 5

A. Pengertian CKD ........................................................................................... 5

B. Etiologi ......................................................................................................... 5

C. Klasifikasi .................................................................................................... 6

D. Patofisiologi ................................................................................................. 7

E. Manifestasi Klinis ........................................................................................ 8

F. Komplikasi ................................................................................................... 9

G. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 10

H. Penatalaksanaan ......................................................................................... 11

I. Kepatuhan .................................................................................................. 13

BAB III STRATEGI PEMECAHAN MASALAH ............................................. 16

A. Jenis Intervensi ........................................................................................... 16

B. Tujuan ........................................................................................................ 16

C. Pelaksanaan ................................................................................................ 16

D. Setting ........................................................................................................ 16

E. Media / Alat Yang Digunakan ................................................................... 16

F. Prosedur Operasional ROM ....................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi
ginjal progresif yang ireversibel ketika ginjal tidak mampu
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Smetlzer & Bare, 2004
dalam Bayhakki, 2013). Penyakit CKD ini merupakan salah satu
penyakit yang ciri-ciri penyakitnya tidak banyak disadari oleh banyak
orang, karena pada dasarnya penyakit CKD ini adalah penyakit yang
membunuh secara diam-diam (silent disease and silent killer), sehingga
tak sedikit orang yang memiliki ciri-ciri penyakit CKD selalu
mengabaikan dan dianggap sebagai penyakit biasa saja.
Ciri-ciri penyakit CKD yang paling umum adalah adanya
perubahan warna urin dan mengalami sakit atau nyeri pada saat buang
air kecil. Memang seringkali ciri-ciri penyakit CKD ini hampir sama
dengan penyakit umum lainnya, sehingga penanganan sering kali
terlambat (Efriza, 2012 dalam Walalangi, 2015).
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Arosa (2014)
secara global lebih dari 500 juta orang mengalami CKD. Sekitar 1,5 juta
orang harus menjalani hidup bergantung pada Hemodialisis. Prevalensi
CKD di Amerika Serikat dengan jumlah penderita meningkat setiap
tahunnya. Pada tahun 2007 jumlah penderita CKD sekitar 80.000 orang,
dan tahun 2010 meningkat menjadi 660.000 orang (Price & Wilson,
2005; dalam Sumigar, 2015). Hal ini selaras dengan data mortality WHO
South East Asia Region (2013) dalam Utoyo (2016) menyatakan bahwa
prevalensi End Stage Renal Disease pada tahun 2010-2012 mencapai
250.217 jiwa.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (2013)
prevelensi CKD di Indonesia dengan diagnosis dokter menunjukkan

1
sebesar 0,2 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Prevalensi tertinggi
di Sulawesi Tengah sebesar 0,5 persen dari jumlah penduduk Sulawesi
Tengah, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4
persen dari jumlah penduduk masing - masing wilayah tersebut,
sementara Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur masing – masing 0,3
persen dari jumlah penduduk masing - masing wilayah, sedangkan
Sumatra Utara menduduki peringkat ke empat dengan nilai 0,2 persen
dari jumlah penduduknya.
Hemodialisis merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan
produk sisa metabolisme berupa zat terlarut dan air yang berada dalam
darah melalui membran semi permiabel, dimana proses dialisis
tergantung pada prinsip fisiologis yaitu difusi dan ultrafiltrasi. Tujuan
utama dari hemodialisis adalah mengendalikan uremi, kelebihan cairan
dan ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien CKD.
Hemodialisis terbukti efektif mengeluarkan cairan, elektrolit dan sisa
metabolism tubuh. Hemodialisis membantu hidup klien dengan
mengganti fungsi ginjal. Jika tidak dilakukan terapi pengganti maka
klien akan meninggal, salah satu hambatan seseorang yang mengalami
penyakit CKD dalam mengikuti terapi hemodialisis adalah kurangnya
pengetahuan (Price & Wilson, 2005 dalam Arosa, dkk, 2014).
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil pengindraan manusia atau
hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya
(mata, hidung, telinga, dan sebagainya), pada waktu penginderaan
sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2010
dalam Nurhayati, Yuniarti, Rejo, 2016). Pengetahuan tidak hanya
diperoleh dari pendidikan saja, akan tetapi pengalaman juga berperan
penting terhadap pengetahuan yang diperoleh seseorang. Faktor yang
dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu usia, pendidikan dan
pekerjaan. Salah satu terapi pada pasien CKD adalah diet, namun pada

2
kenyataan penderita CKD terkadang kurang berpartisipasi dalam
melakukan diet, salah satu faktornya adalah pengetahuan pasien tentang
diet (Sumilati & Soleha, 2015).
Diet adalah usaha sadar seseorang dalam membatasi dan
mengontrol makanan yang akan dimakan dengan tujuan untuk
mengurangi beban kerja ginjal dan mempertahankan berat tubuh (Anita,
2012 dalam Abdurrahman, 2014). Gejala CKD jika diketahui sedini
mungkin, penderita bisa mendapat bantuan untuk mengubah atau
menyesuaikan gaya hidupnya sedini mungkin yaitu dengan diet.
Penatalaksanaan yang dilakukan salah satu diet yang harus dijalani
pasien tersebut yaitu diet nutrisi dan cairan seperti, karbohidrat, protein,
natrium, kalium dan mineral. Pasien dengan ketidak patuhan diet CKD
seringkali memberikan dampak yang tidak baik pada kinerja ginjal
(Sumilati & Soleha, 2015).
Menurut Mereda, (2007) dalam Sumilati & Soleha, (2015)
kepatuhan diet gagal ginjal pada umumnya didasarkan pada
kecenderungan untuk mengikuti order yang diberikan oleh figure ahli.
Faktor yang memepengaruhi pasien CKD dalam menjalankan diet selain
usia, pendidikan dan pekerjaan ada faktor lain diantaranya ekonomi,
pengalaman, psikologis, keluarga. Penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan (Sumilati & Soleha, 2015) dengan hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 54 responden atau sebagian besar
(59 %) responden memiliki pengetahuan baik.
Penelitian yang dilakukan Desitasari (2014) dalam sumigar (2015)
Dimana terdapat 27 responden yang patuh (75,0%) menjalankan diet dan
9 responden (25,0%) yang tidak patuh menjalankan diet. Berdasarkan
survey awal yang di lakukan di Instalasi Dialisis RSUD Dr. Pirngadi
medan oleh penulis di dapat jumlah data penderita CKD yang
menjalankan hemodialisis pada tahun 2016 sebanyak 4. 397 penderita
dengan kunjungan yang menjalankan hemodialisis pada bulan Januari
2017 sebanyak 1.183 kali atau 158 orang penderita. Hasil wawancara

3
yang telah dilakukan penulis pada 10 orang pasien mengenai
pengetahuan tentang diet CKD di Instalasi Dialisis RSUD Dr. Pirngadi
Medan, di dapatkan sebanyak ada 4 orang tidak memiliki pengetahuan
yang cukup akan pantangan dietnya. Beberapa pasien juga saat dikaji
tentang kepatuhan diet sesuai anjuran dokter masih minim, didapatkan
ada 3 orang yang tidak patuh terhadap dietnya karena tidak sanggup
untuk tidak mengkonsumsi makanan pantangannya, sehingga semakin
memperburuk kondisi penyakit CKD mereka sedangkan pada 3 orang
pasien patuh terhadap dietnya akan tetap mempertahankan status
gizi dan tidak memberatkan kerja ginjal.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas dan didukung dengan
studi pendahuluan yang telah dilakuk, maka saya tertarik untuk
melakukan desain inovatif tentang penatalksanaan penkes diit terhadap
pasien CKD di RSUD AWS ruang Flamboyan.

B. Tujuan
Tujuan dari desain inovatif ini adalah meningkatkan tingkat
pengetahuan pasien CKD tentang diet yang dianjurkan utuk pasien CKD.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian CKD
Chronic Kidney Disease merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Smeltzer & Bare, 2014).
Chronic Kidney Disease adalah suatu proses fisiologis dengan etiologi
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Hal ini terjadi bila laju filtrasi
glomerulus kurang dari 50ml/menit (Sudoyo, 2006).
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Chronic
Kidney Disease merupakan suatu sindrom klinis ginjal yang bersifat
menahun, progresif dan irreversible yang disebabkan oleh penurunan filtrasi
glomerulus kurang dari 50ml/menit yang akan mengakibatkan terjadinya
uremia.

B. Etiologi
Menurut Muttaqin (2011) banyak kondisi klinis yang bisa
menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apapun
penyebabnya, respon yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara
progresif. Kondisi klinis tersebut antara lain :
1. Penyakit dari ginjal
a. Penyakit pada glomerulus : glomerulonefritis.
b. Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis.
c. Nefrolitiasis.

5
d. Kista di ginjal : polcystic kidney.
e. Trauma langsung pada ginjal.
f. Keganasan pada ginjal.
g. Obstruksi : batu, tumor, penyempitan atau striktur.
2. Penyakit di luar ginjal
a. Penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
b. Dyslipidemia.
c. Infeksi di badan : TBC paru, sipilis, malaria, hepatitis.
d. Pre eklamsia.
e. Obat – obatan.
f. Kehilangan cairan yang mendadak (luka bakar).
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI, 2000, dalam
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006)
mencatat penyebab Chronic Kidney Disease yang menjalani hemodialisa
di Indonesia, yaitu :
Tabel 2.1
Etiologi Chronic Kidney Disease di Indonesia
Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes Melitus 18,65%
Obstruksi dan infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain 13,65%
(Sumber : Sudoyo, 2006)

C. Klasifikasi
Klasifikasi stadium pada pasien Chronic Kidney Disease ditentukan
oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi
menunjukkan nilai laju filtrasi yang lebih rendah. Kidney Disease Outcome
Quality Initiative (KDOQI) (2002) mengklasifikasikan Chronic Kidney
Disease dalam lima stadium , antara lain :

6
Tabel 2.2
Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Disease
Stadium Fungsi ginjal Laju filtrasi glomerulus
(LFG)
(ml/menit/1.73 m2)
Risiko Normal >90 (ada faktor resiko)
Meningkat
Stadium 1 Normal / Meningkat >90 (ada kerusakan ginjal,
proteinuria)
Stadium 2 Penurunan ringan 60 - 89
Stadium 3 Penurunan ringan 30 - 59
Stadium 4 Penurunan berat 15 – 29
Stadium 5 Gagal ginjal <15
(Sumber : KDOQI, 2002)

D. Patofisiologi
Awal perjalanan penyakit Chronic Kidney Disease tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal yang
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa
(surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh
molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors, hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperventilasi dan diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat dan akhirnya timbul proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa, yang pada akhirnya
proses ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis–
renin–angiotensin–aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka
panjang aksis renin–angiotensis–aldosteron, sebagian diperantarai oleh
growth factor seperti transforming growth factor ß (TGF-ß). Beberapa hal
yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal
kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.

7
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih
belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi
keluhan pada psien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang
dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30% pasien
menunjukkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual,
muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi
saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna juga akan
terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah
15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan pada
stadium gagal ginjal terminal atau End Stage Renal Disease (Sudoyo, 2006).

E. Manifestasi Klinis
Sudoyo (2006) berpendapat bahwa stadium paling dini pada gagal
ginjal kronis adalah terjadi kehilangan daya cadang ginjal dan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) masih normal atau meningkat, mengakibatkan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif ditandai dengan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin, manifestasinya antara lain :
1. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardiak,
gagal jantung akibat penurunan cairan, gangguan irama jantung dan
edema.
2. Gangguan integumen

8
Kulit pucat akibat anemia dan gatal-gatal akibat toksik.
3. Gangguan pulmoner
Suara krekels, batuk dengan sputum kental dan liat, napas dangkal, napas
kussmaul.
4. Gangguan gastrointestinal
Napas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan mulut, anoreksia, mual,
muntah, perdarahan saluran gastrointestinal.
5. Gangguan muskuloskeletal
Kram otot, rasa kesemutan dan terbakar, tremor, kelemahan dan
hipertropi pada otot-otot ekstrimitas.
6. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air yang dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.
7. Gangguan endrokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dak ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore, gangguan metabolic glukosa lemak dan vitamin
8. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang.

F. Komplikasi
1. Hiperkalemia
Akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan
diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung
Akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi
Retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin-angiotensin-
aldosteron.
4. Anemia

9
Penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah
selama hemodialisa.
5. Penyakit tulang
Retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D
abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Urin
a. Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
b. Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan
menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
c. Berat jenis : kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
d. Osmoalitas : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
e. Klirens kreatinin : mungkin agak menurun
f. Natrium : lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
g. Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
2. Darah
a. BUN/ kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir
b. Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
c. SDM : menurun, defisiensi eritropoitin
d. GDA : asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
e. Natrium serum : rendah
f. Kalium : meningkat
g. Magnesium : meningkat
h. Kalsium : menurun

10
i. Protein (albumin) : menurun
j. Osmolalitas serum : lebih dari 285 mOsm/kg
k. Pelogram retrograde : abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
l. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
m. Endoskopi ginjal, nefroskopi : untuk menentukan pelvis ginjal, keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
n. Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa.
o. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CKD Stage V dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu :
tindakan konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal (Suharyanto, 2006) :
1. Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal (Suharyanto, 2006).
a. Pengaturan diet protein, kalium, narium
1) Pembatasan protein
Pembatasan asupan protein telah terbukti memperlambat terjadinya
gagal ginjal. Apabila pasien mendapatkan terapi dialisis teratur,
jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan 60 – 80 gr/hari
(Smeltzer & Bare, 2002).
2) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal
lanjut. Diet yang dianjurkan adalah 40 – 80 mEq/hari. Penggunaan
makanan dan obat – obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat
menyebabkan hiperkalemia (Black & Hawks, 2005).
3) Diet rendah natrium
Diet natrium yang dianjurkan adalah 40 – 90 mEq/hari (1-2 gr Na).
Asupan natrium yang terlalu banyak dapat mengakibatkan retensi

11
cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung
kongestif (Lewis, 2007).
4) Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus
diawasi dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain
data asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat
adalah pengukuran berat badan harian. Intake cairan yang bebas
dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan dan edema.
Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi,
hipotensi dan gangguan fungsi ginjal.
b. Pencegahan dan pengobatan komplikasi misalnya hipertensi,
hiperkalemia, anemia, asidosis, diet rendah fosfat, pengobatan
hiperuresemia.
1) Hipertensi
Manajemen hipertensi pada pasien gagal ginjal kronik menurut
Suharyanto (2006) dapat dikontrol dengan pembatasan natrium
dan cairan, dapat juga diberikan obat antihipertensi seperti
metildopa (aldomet, propanolol, klonidin (catapres). Apabila
penderita sedang menjalani terapi hemodialisa, pemberian
antihipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi
dan syok yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler
melalui ultrafiltrasi.
2) Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena
apabila K+ serum mencapai sekitar 7 mEq/L dapat mengakibatkan
aritmia dan juga henti jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan
pemberian glukosa dan insulin intravena, yang akan memasukkan
K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian Kalsium Glukonat 10%
(Sudoyo, 2009).
3) Anemia

12
Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi
eritropoeitin oleh ginjal. Pengobatannya adalah pemberian
hormone eritropoeitin, yaitu rekombinan eritropoeitin (r-EPO)
selain dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan
transfusi darah (Sudoyo, 2009).
4) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma turun
dibawah angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi
dengan pemberian Na HCO3 (Natrium Bikarbonat) parenteral.
Koreksi pH darah yang berlebihan dapat mempercepat timbulnya
tetani, maka harus dimonitor dengan seksama (Sudoyo, 2009).
5) Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat
fosfat di dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus
dimakan bersama dengan makanan (Sudoyo, 2009).
2. Dialisis dan transplantasi
Pengobatan penyakit gagal ginjal kronik stadium akhir adalah dengan
dialisis dan transplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk
mempertahankan pasien dalam keadaan klinis yang optimal sampai
tersedia donor ginjal. Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum
biasanya diatas 6ml/100ml pada laki – laki, sedangkan pada wanita 4
ml/100ml dan LFG kurang dari 4 ml/menit (Black & Hawks, 2005).

I. Kepatuhan
1. Pengertian
Kepatuhan digambarakan oleh perilaku pasien dalam meminum obat
secara benar dari dosis, frekuensi dan waktu. Kepatuhan adalah istilah
yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah pada tujuan yang
telah ditentukan kesehatan mengemukakan bahwa kepatuhan berbanding
lurus dengan tujuan pengobatan yang ditentukan. Kepatuhan pada
program kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan

13
dengan begitu dapat langsung diukur yang dicapai pada program
(Arditawati, 2013; Rosiana, 2014).
2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Menurut Hakiki, 2015; Isroni, 2013; Hadi, 2015.
a. Pendidikan
Penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan pasien
itu dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang
dihadapi, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, berpengalaman
dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi kejadian
serta mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas
kesehatan, akan dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat
membantu individu tersebut dalam membuat keputusan.
b. Jenis Kelamin
Perempuan cenderung tidak patuh dalam pemenuhan nutrisi.
Pengeruh hormon estrogen dan progesterone pada wanita berubah
setiap bulannya sehingga mempengaruhi kebutuhan hidrasi,
didukung toleransi tubuh terhadap panas lebih rendah dan
perempuan mudah lemah.
c. Keterlibatan Tenaga Kesehatan
Keterlibatan tenaga kesehatan sangat diperlukan oleh pasien
dalam hal sebagai pemberi pelayanan kesehatan, penerimaan
informasi bagi pasien dan keluarga, serta rencana pengobatan
selanjutnya. Berbagai aspek keterlibatan tenaga kesehatan dengan
pasien misalnya informasi dengan pengawasan yang kurang,
ketidakpuasan terhadap aspek hubungan emosional dan ketidak
puasan terhadap pelayanan yang diberikan akan mempengaruhi
ketaatan pada pasien.
d. Keterlibatan Keluarga Pasien
Keterlibatan keluarga dapat diartikan sebagai suatu bentuk
hubungan sosial yang bersifat menolong dengan melibatkan aspek

14
perhatian, bantuan dan penilaian dari keluarga. Perilaku kepatuhan
tergantung pada situasi klinis spesifik, sifat alam penyakit, dan
program pengobatan.
e. Konsep Diri Pasien
Penderita yang patuh lebih mempunyai kepercayaan pada
kemampuannya sendiri untuk mengendalikan aspek permasalahan
yang sedang dialami, ini dikarenakan individu memiliki faktor
internal yang lebih dominan seperti tingkat pendidikan yang tinggi,
pengalaman yang pernah dialami, dan konsep diri yang 25 baik akan
membuat individu lebih dapat mengambil keputusan yang tepat
dalam mengambil mengambil tindakan.
f. Pengetahuan Pasien
Penderita yang mempunyai pengetahuan yang lebih luas
memungkinkan pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi
masalah yang di hadapi, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi,
berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana
mengatasi kejadian serta mudah mengerti tentang apa yang
dianjurkan oleh petugas kesehatan, akan dapat mengurangi
kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut dalam
membuat keputusan.
g. Manajemen Diri
Manajemen diri meliputi ketrampilan pencegahan masalah,
pengambilan keputusan dalam menanggapi tanda dan gejala,
mengambil tindakan contohnya kemampuan untuk menggunakan
ketrampilan dan pengetahuan.

15
BAB III
STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

A. Jenis Intervensi
Penatalaksanaan penkes
B. Tujuan
1. Meningkatkan pengetahuan tentang diit pada pasien CKD
C. Pelaksanaan
1. Tanggal :
2. Jam :
D. Setting
Ruangan Flamboyan RSUD AWS Samarinda
E. Media / Alat Yang Digunakan
Kertas, pulpen
F. Prosedur Operasional

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok bahasan : Pasien CKD


Sub Topik : Prinsip diet pada penderita CKD
Sasaran : Pasien CKD
Tempat : RSUD AWS ruang Flamboyan
Hari / Tanggal :
Waktu :
Penyuluh :

I. TUJUAN PENYULUHAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang prinsip diet pada penderita
CKD diharapkan pasien mampu memahami tentang prinsip diet pada penderita
CKD.

16
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit para penderita CKD
diharapkan dapat :
a. Menjelaskan kembali tentang pengertian CKD.
b. Menjelaskan tujuan prinsip diet pada penderita CKD.
c. Menjelaskan prinsip diet pada penderita CKD.
d. Menjelaskan tentang makanan yang sebaiknya dibatasi pada penderita
CKD.
e. Menjelaskan tentang makanan yang sebaiknya dihindari pada penderita
CKD.

II. METODE
Ceramah dan tanya jawab

III. MEDIA
Alat peraga sederhana,leaflet.

IV. MATERI PENYULUHAN


1. Pengertian CKD
2. Tujuan dalam prinsip diet pada penderita CKD
3. Prinsip makanan pada penderita CKD?
4. Pentang makanan yang sebaiknya dibatasi pada penderita CKD.
5. Makanan yang sebaiknya dihindari pada penderita CKD.

V. KEGIATAN PENYULUHAN KESEHATAN


TAHAP WAKTU KEGIATAN
PENYULUH KLIEN
1. Pembukaan 10 Menit a. Mengucapkan Salam a. Menjawab salam.
b. Memperkenalkan diri. b. Perkenalan
c. Menjelaskan maksud c. Menjawab

17
dan tujuan. pertanyaan yang
d. Memberikan pertanyaan diberikan.
berhubungan dengan
jajanan sehat.

Pelaksanaan 10-15 penjelasan tentang CKD. a.Mendengarkan


Menit b. Memberikan penjelasan penjelasan.
tentang tujuan prinsip diet b. Bertanya tentang
pada penderita CKD. hal yang tidak di
c. Memberikan penjelasan mengerti
tentang prinsip diet pada
penderita CKD.
d. Memberikan penjelasan
tentang makanan yang
sebaiknya dibatasi pada
penderita CKD.
e. Memberikan penjelasan
tentang makanan yang
sebaiknya dihindari pada
penderita CKD.

3. Penutup 5 Menit a. Memberikan evaluasi a. Menjawab


dengan bertanya tentang pertanyaan yang ada.
semua yang sudah b. Menjawab salam.
dijelaskan pada sasaran.
b. Mengucapkan salam dan
terimakasih.
c. Memberi salam.

18
VI. SUMBER BUKU
1. Darniati Alimah, 2014, dilihat 02 Januarai 2017
< http://docslide.us/documents/sap-diet-ckddoc.html
2. Nutri 2010, Dilihat 02 januari 2017
<http://aroundthenutrition.blogspot.co.id/2010/02/diet-gagal-ginjal-kronik-
ggkchronic.html

VII. EVALUASI
Evaluasi dilakukan secara lisan dengan memberikan pertanyaan :
1. Apa pengertian dari CKD?
2. Apa saja tujuan dalam prinsip diet pada penderita CKD?
3. Apa saja prinsip makanan pada penderita CKD?

LAMPIRAN MATERI
Lampiran Materi :
Prinsip Diet pada Penderita CKD
1. Pengertian
CKD ( Chronic Kidney Desease ) atau sering disebut juga dengan
gagal ginjal kronis. Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung
progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang
dari 50 mL / min ( Suyono, et al, 2001 ).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia
( Smeltzer & Bare, 2001 ).
“Penderita gagal ginjal sebaiknya mengurangi konsumsi buah-
buahan karena sebagian buah - buahan berkadar Kalium ( potassium ) tinggi
”. Kadar kalium yang sangat tinggi ( hyperkalemia ) dapat menyebabkan
irama jantung terganggu. Penderita harus bisa membatasi jumlah konsumsi
buah setiap harinya. Misalnya buah apel, penderita ginjal hanya bias

19
mengonsumsi setengahnya saja. Namun yang juga harus diingat, jika
kondisi penderita ginjal sudah tidak bisa lagi berkemih, maka sebaiknya
hentikan konsumsi buah dan sayur hingga lancar berkemih. Sementara itu,
bagi penderita yang belum menjalani cuci darah. Dianjurkan untuk
melakukan diet rendah protein 40 - 45 gram / hari. Hal ini tentunya
tergantung fungsi ginjal penderita yang dapat diketahui dengan pemeriksaan
laboratorium. Jika fungsi ginjal kurang dari 15 persen, maka pertu
melakukan cuci darah.
2. Tujuan pada prinsip diet pada penderita CKD
a. Untuk mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh..
b. Untuk menjaga agar penderita dapat beraktivitas seperti orang normal.
3. Prinsip diet pada penderita CKD
a. Diet lunak atau biasa.
b. Sebagai sumber karbohidrat: gula pasir, selai, sirup, dan permen.
c. Cukup energi dan rendah protein.
d. Sebagai sumber protein, diutamakan protein hewani, misalnya: susu,
sapi, daging, dan ikan. Banyaknya sesuai dengan kegagalan fungsi
ginjal penderita.
e. Sebagai sumber lemak, diutamakan lemak tidak jenuh, dengan
kebutuhan sekitar 25% dari total energi yang diperlukan.
f. Untuk kebutuhan air, dianjurkan sesuai dengan jumlah urin 24 jam;
sekitar 500 ml melalui minuman dan makanan.
g. Untuk kebutuhan kalium dan natrium disesuaikan dengan keadaan
penderita.
h. Untuk kebutuhan kalori, sekitar 35 Kkal / Kg berat badan / hari.
i. Membatasi asupan garam dapur jika ada hipertensi ( darah tinggi )
atau edema ( bengkak ).
j. Dianjurkan juga mengonsumsi agar-agar karena selain mengandung
sumber energi juga mengandung serat yang larut.
4. Makanan yang sebaiknya dibatasi pada penderita CKD Makanan yang
sebaiknya dibatasi :

20
a. Sumber karbohidrat, seperti :
- Nasi
- Jagung
- Kentang
- Macaroni
- Pasta
- Hevermout
- Ubi.
b. Protein hewani, seperti :
- Daging kambing
- Ayam
- Ikan
- Hati
- Keju
- Udang
- Telur
c. Sayuran dan buah - buahan tinggi kalium, seperti :
- Apel
- Alpukat
- Jeruk
- Pisang
- Pepaya dan daun papaya
- Seledri
- Kembang kol
- Peterseli
- Buncis
5. Makanan yang harus dihindari pada penderita CKD
a. Tahu
b. Tempe
c. Oncom

21
d. Kacang - kacangan, seperti : kacang tanah, kacang merah, kacang tolo,
kacang hijau, dan kacang kedelai.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abdulrrahman, F. (2014). "Faktor-Faktor Pendorong Perilaku Diet Tidak


Sehat Pada Wanita Usia Dewasa Awal Studi Kasus Universitas
Mulawarman." EjournalPsikologi 2.
Ariani, S. (2016). Stop! Gagal Ginjal Dan Gangguan Ginjal Lainnya.
Yogyakarta.
Arifin; Damayanti, S. (2015). "Hubungan Dukungan
Keluarga Dengan Kepatuhan Dietdiabetes Melitus Tipe 2 Di Poli
Penyakit Dalam Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoroklaten." Jurnal
Keperawatan Respati Issn 1.
Arosa, F., Asro; Jumaini; Rismadefi Woferst (2014). "Hubungan Tingkat
Pengetahuan Keluarga Tentang Hemodialisa Dengan Tingkat
Kecemasan Keluarga Yang Anggota Keluarganya
Menjalani Terapi Hemodialisa." Jom Psik 1. Bayhakki (2013). Seri asuhan
keperawatan Klien gagal ginjal kronik. Jakarta.
Ervina, L. D. B. H. I. L. (2015). "Tatalaksana Penyakit Ginjal
Kronik Pada Anak." MKS.
Gandy, J., Wabster; Madden, Angela; Haldsworth, Michelle (2016). Gizi
& Dietetika.
Handayani, W. (2011). "Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap
Pengetahuan Dan Kepatuhan Dalam Menjalankan
Terapi Diet Pada Pasie Hemodialisa Di Rsud Dr. Pirngadi Medan."
Hermawati;Hidayati, T. C., Nur. (2016). "Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Self Care Diet Nutrisi Pasien Hemodialisa Di Rsud
Dr. Moewardi Surakarta." Gaster 1.
Istanti., Y., Permatasari (2014). "Hubungan Antara Masukan Cairan
Dengan Interdialytic Weight Gains (Idwg) Pada Pasien
Chronic Kidney Diseases Di Unit Hemodialisis Rs Pku
Muhammadiyah Yogyakarta." Provesi 10.

23
Kamaluddin, R. R., Eva. (2009). "Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kepatuhan Asupan Cairan Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisis Di Rsud Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto." Jurnal Keperawatan 4.
Maslakha, L. S., Wesiana Heris (2015). "Analisa Pemahaman Discharge
Planning dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronik
(GGK)
Dalam Menjalani Terapi Hemodialisis Di Rumah Sakit Islam Jemursari
Surabaya." Jurnal Ilmiah Kesehatan 8: 49-57.
Morton, P. G., Fontaine, Dorrie; Hudak, Carolyn, M.
(2013). Keperawatan Kritis.
Nurhayati, I. Y., Tri; Rejo (2016). "Gambaran Tingkat Pengetahuan
Mahasiswa
Tentang Resiko Kehamilan Pranikah. Profesi." Provesi 13.
Prabowo, E. P., Eka Andi (2014). Buku ajar Asuhan Keperawatan
SistemPerkemihan. Yogyakarta.

24
Lampiran…
DATA RESPONDEN
Petunjuk Pengisian
Isilah pernyataan berikut
Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang anda anggap sesuai.
Pilihan jawaban tidak boleh lebih dari satu

1.
Inisial responden : No. Responden :
2.
Usia : tahun
3.
Jenis kelamin : a. Laki – laki b. Perempuan
4.
Pendidikan :
5.
Alamat :
6.
Informasi tentang gagal ginjal kronik :
a. Pernah b. Tidak Pernah
7. Jika pernah, darimana ?
a. Buku, koran/majalah, web
b. Keluarga
c. Tenaga kesehatan
d. Televisi
e. Lainnya (sebutkan) . . . . .

KUEISONER
Petunjuk Pengisian
Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang anda anggap sesuai.
Pilihan jawaban tidak boleh lebih dari satu

1. Sumber protein hewani yang dianjurkan pada penderita gagal ginjal kronik
adalah ?
a. Daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, telur, ikan sungai/laut
b. Daging berlemak, jeroan
c. Daging tanpa lemak dan jeroan

2. Faktor – faktor yang memperberat kerja ginjal adalah . . .


a. Minuman berenergi,Kopi dan teh, alkohol
b. Jus buah, minuman dingin, minuman hangat
c. a dan b benar

3. Minuman yang baik untuk tubuh adalah . . .


a. Air putih
b. Minuman ion atau multivitamin
c. Kopi dan teh
4. Pencegahan dasar gejala gagal ginjal adalah . . . .
a. Banyak minum air putih
b. Banyak rokok
c. Banyak istirahat

5. Pencegahan gagal ginjal kronik adalah . . .


a. Hidup sehat, banyak minum kopi dan teh, banyak makan
b. Hidup sehat, banyak minum air putih, olahraga teratur
c. Banyak olahraga, banyak aktivitas, banyak merokok, minum minuman
ion

6. Obesitas atau kegemukan harus dicegah karena . . .


a. Kegemukan akan menjadi awal penyakit
b. Kegemukan itu tidak baik
c. Kegemukan itu jelek

7. Makanan yang dianjurkan untuk penderita gagal ginjal kronik adalah . . . .


a. Tinggi protein, tinggi garam, tinggi kalsium
b. Rendah protein, rendah garam, rendah kalsium
c. Bukan salah satu jawaban diatas

8. Menurut anda kebisaan apa yang dapat menjaga kesehatan ginjal?


a. Bekerja terus menerus, minum – minuman berenergi
b. Banyak olahraga, banyak makan – makanan berminyak, banyak minum
teh.
c. Banyak olahraga, banyak minum air putih, banyak istirahat

9. Faktor yang menjadi pencetus gagal ginjal kronik adalah . . .


a. Pola hidup, penyakit darah tinggi, diabetes
b. Keturunan, keluarga, riwayat penyakit kronis
c. Gaya hidup, keturunan, kelainan

10. Darah tinggi dan diabetes harus diobati karena . . .


a. Bisa menjadi pencetus gagal ginjal
b. Tidak enak dibadan
c. Tidak bagus bagi organ tubu

Anda mungkin juga menyukai