Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

“Hipertensi pada Lansia”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas 2

Dosen Pembimbing:

Nandang Jamiat Nugraha, S.Kp, M.Kep, Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
Citra Algiatie Subagja NIM. 032015006
Dina Inayati NIM. 032015011
Fikri Rizki Fadlurrahman NIM. 032015018
Hasna Rohadatul ‘Aisy NIM. 032015020
Meisa Sri Rahayu NIM. 032015027
Nurrani Sri Rahayu NIM. 032015035
Ria Permatasari NIM. 032015041
Yoghie Maroghie Jauhari NIM. 032015049
Choerunnisa Badjideh NIM. 032015050

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa penyusun telah
menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas 2 dengan
membahas “Hipertensi pada Lansia” dalam bentuk makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penyusun hadapi. Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan rekan-
rekan kami, sehingga kendala-kendala yang penyusun hadapi teratasi. Penyusunan
makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas 2 di Stikes ‘Aisyiyah Bandung.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penyusunan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada rekan-rekan yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya penyusun berharap semoga Allah memberikan imbalan yang
setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan
semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Bandung, 15 Maret 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4

C. Tujuan .......................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 5

A. Definisi Hipertensi ....................................................................................... 5

B. Etiologi Hipertensi ....................................................................................... 6

C. Patomekanisme Hipertensi ........................................................................... 7

D. Tanda dan Gejala Hipertensi ...................................................................... 10

E. Penatalaksanaan Hipertensi........................................................................ 10

F. Diet Hipertensi ........................................................................................... 14

G. Pengkajian pada Hipertensi ........................................................................ 16

H. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada Hipertensi ............... 18

I. Intervensi Keperawatan Hipertensi ............................................................ 19

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 30

A. Simpulan .................................................................................................... 30

B. Saran ........................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan
anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan
peningkatan usia harapan hidup. Dengan makin meningkatnya harapan
hidup penduduk Indonesia, maka dapat diperkirakan bahwa insidensi
penyakit degeneratif akan meningkat pula. Salah satu penyakit degeneratif
yang mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi adalah
hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut menjadi lebih penting lagi
mengingat bahwa patogenesis, perjalanan penyakit dan
penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi pada usia
dewasa muda. Pada umumnya tekanan darah akan bertambah tinggi
dengan bertambahnya usia pasien, dimana tekanan darah diastolik akan
sedikit menurun sedangkan tekanan sistolik akan terus meningkat.
Penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular mengalami
peningkatan resiko penyebab kematian, dimana pada tahun 1990, kematian
penyakit tidak menular 48 % dari seluruh kematian di dunia, sedangkan
kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal dan
stroke sebanyak 43% dari seluruh kamatian di dunia dan meningkat pada
tahun 2000 kematian akibat penyakit tidak menular yaitu 64 % dari
seluruh kematian dimana 60% disebabkan karena penyakit jantung dan
pembuluh darah, stroke dan gagal ginjal. Pada tahun 2020, diperkirakan
kematian akibat penyakit tidak menular sebesar 73% dari seluruh kematian
di dunia dan sebanyak 66% diakibatkan penyakit jantung dan pembuluh
darah, gagal ginjal dan stroke, dimana faktor resiko utama penyakit
tersebut adalah hipertensi.

1
2

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian


dan kesakitan yang tinggi. Darah tinggi sering diberi gelar The Silent
Killer karena hipertensi merupakan pembunuh tersembunyi karena
disamping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di
masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasannya yang tinggi
berupa kecacatan permanen dan kematian mendadak. Sehingga kehadiran
hipertensi pada kelompok dewasa muda akan sangat membebani
perekonomian keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan
membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup.
Di Indonesia dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
1995, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8.3% (pengkuran standart
WHO yaitu pada batas tekanan darah normal 160/90 mmHg). Pada tahun
2000 prevalensi penderita hipertensi di indonesia mencapai 21%
(pengukuran standart Depkes yaitu pada batas tekanan darah normal 139 /
89 mmHg). Selanjutnya akan diestimasi akan meningkat menjadi 37 %
pada tahun 2015 dan menjadi 42 % pada tahun 2025.
Penyebab hipertensi tidak diketahui pada sekitar 95 % kasus. Bentuk
hipertensi idiopatik disebut hipertensi primer atau esensial. Patogenesis
pasti tampaknya sangat kompleks dengan interaksi dari berbagai variabel,
mungkin pula ada predisposisi genetik. Mekanisme lain yang
dikemukakan mencakup perubahan – perubahan berikut: (1). Eksresi
natrium dan air oleh ginjal, (2). Kepekaan baroreseptor, (3). Respon
vesikuler, dan (4). Sekresi renin. Sedangkan 5% penyakit hipertensi terjadi
sekunder akibat proses penyakit lain seperti penyakit parenkhim ginjal
atau aldosterronisme primer (Prince, 2005).
Di Indonesia, Pemerintah bersama Departemen Kesehatan RI
memberi apresiasi dan perhatian serius dalam pengendalian penyakit
Hipertensi. Sejak tahun 2006 Departemen Kesehatan RI melalui Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular yang bertugas untuk melaksanakan
pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi
3

dan penyakit degenaritaif linnya, serta gangguan akibat kecelakaan dan


cedera. (Depkes, 2007).
Untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia telah dilakukan
beberapa langkah, yaitu mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan
Juknis pengendalian hipertensi; melaksanakan advokasi dan sosialisasi;
melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program sesuai dengan
kemajuan teknologi dan kondisi daerah setempat (local area specific);
mengembangkan (investasi) sumber daya manusia dalam pengendalian
hipertensi; memperkuat jaringan kerja pengendalian hipertensi, antara lain
dengan dibentuknya Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi;
memperkuat logistik dan distribusi untuk deteksi dini faktor risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi; meningkatkan
surveilans epidemiologi dan sistem informasi pengendalian hipertensi;
melaksanakan monitoring dan evaluasi; dan mengembangkan sistem
pembiayaan pengendalian hipertensi. (Depkes, 2007).
Pada usia lanjut aspek diagnosis selain kearah hipertensi dan
komplikasi, pengenalan berbagai penyakit yang juga diderita oleh orang
tersebut perlu mendapatkan perhatian oleh karena berhubungan erat
dengan penatalaksanaan secara keseluruhan. Dahulu hipertensi pada lanjut
usia dianggap tidak selalu perlu diobati, bahkan dianggap berbahaya untuk
diturunkan. Memang teori ini didukung oleh observasi yang menunjukkan
turunnya tekanan darah sering kali diikuti pada jangka pendeknya oleh
perburukan serangan iskemik yang transient (TIA). Tetapi akhir-akhir ini
dari penyelidikan epidemiologi maupun trial klinik obat-obat
antihipertensi pada lanjut usia menunjukan bahwa hipertensi pada lansia
merupakan risiko yang paling penting untuk terjadinya penyakit
kardiovaskuler, strok dan penyakit ginjal. Banyak data akhir-akhir ini
menunjukan bahwa pengobatan hipertensi pada lanjut usia dapat
mengurangi mortalitas dan morbiditas.
4

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian Hipertensi!
2. Sebutkan etiologi Hipertensi!
3. Bagaimana patomekanisme Hipertensi?
4. Sebutkan tanda dan gejala Hipertensi!
5. Bagaimana penatalaksanaan Hipertensi?
6. Bagaimana cara diet Hipertensi?
7. Bagaimana pengkajian pada Hipertensi!
8. Sebutkan diagnosa keperawatan pada Hipertensi!
9. Sebutkan intervensi Keperawatan pada Hipertensi!

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Hipertensi.
2. Mengetahui etiologi Hipertensi.
3. Mengetahui patomekanisme Hipertensi.
4. Mengetahui tanda dan gejala Hipertensi.
5. Mengetahui penatalaksanaan Hipertensi.
6. Mengetahui cara diet Hipertensi.
7. Mengetahui pengkajian pada Hipertensi.
8. Mengetahui diagnosa keperawatan pada Hipertensi.
9. Mengetahui intervensi Keperawatan pada Hipertensi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan
pada arteri. Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi, di mana
tekanan tersebut dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah
sehingga hipertensi ini berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik dan
tekanan diastolik.
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik atau
sistolik yang intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial
150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang yang berusia 50 tahun
memastikan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring dengan
pertambahan usia.
Pada lansia hipertensi umumnya akibat dari vasokontriksi terkait
dengan penuaan, yang menyebabkan resistensi periper. Sejalan dengan
perubahan fisiologis normal penuaan, faktor-faktor resiko hipertensi
lainnya meliputi diabetes, ras, riwayat keluarga, dan jenis kelamin. Faktor-
faktor gaya hidup, seperti obesitas, asupan garam yang tinggi,
asupanalkohol yang berlebihan, dan penggunaan kontrasepsi oral, juga
membuat pasien beresiko tinggi mengalami hipertensi.
Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan
menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari
separuh kematian di atas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung
dan serebrovaskuler.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas menjadi dua yaitu:
1. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan atau tekanan distolik sama atau lebih dari 90 mmHg. Hipertensi
ini biasanya dijumpai pada usia pertengahan.

5
6

2. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160


mmHg dantekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg. Hipertensi
ini biasanyadijumpai pada usia di atas 65 tahun (Nugroho, 2008).

B. Etiologi Hipertensi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada:
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang
sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi.
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi
adalah:
a. Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat).
b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan).
c. Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih).
7

d. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya
hipertensi adalah :
1) Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr).
2) Kegemukan atau makan berlebihan.
3) Stress
4) Merokok
5) Minum alcohol
6) Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-penyakit
seperti Ginjal, Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut,
Tumor, Vascular, Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma,
Emboli kolestrol, Vaskulitis, Kelainan endokrin, DM, Hipertiroidisme,
Hipotiroidisme, Saraf, Stroke, Ensepalitis. Selain itu dapat juga
diakibatkan karena Obat–obatan Kontrasepsi oral, Kortikosteroid.

C. Patomekanisme Hipertensi
Patofisiologi hipertensi terdapat pada mekanisme yang mengatur atau
mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasonator. Pada medulla otak, dari pusat vasomotor inilah bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna, medulla spinalis ganglia simpatis di toraksdan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis keganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron pre ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah. Berbagai
fakto rseperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meski tidak diketahui
dengan jelas mengapa bias terjadi hal tersebut.
8

Pada saat yang bersamaan, system saraf simpatis merangsang


pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang. Hal ini mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi.
Medula adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya untuk memperkuat
respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan
penurunan aliran keginjal dan memicu pelepasan renin. Pelepasan renin
inilah yang merangsang pembentukan angiotensin I yang akan diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat yang nantinya akan
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon aldosteron
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, sehingga
terjadi peningkatan volume intra vaskular. Semua factor ini dapat
mencetus terjadinya hipertensi.
Pada keadaan gerontologist dengan perubahan structural dan
fungsional system pembuluh perifer bertanggung jawab terhadap
perubahan tekanan darah usia lanjut. Perubahan itu antara lain
aterosklerosis hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah. Akibatnya akan mengurangi
kemampuan aorta dan arteri besar dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung (volume secukupnya) dancurah jantung pun
ikut menurun, sedangkan tahanan perifer meningkat.
9

FAKTOR RESIKO ETIOLOGI

HT Primer HT Sekunder

Hilangnya elastisitas Aterosklerosis Penurunan Kurang pengetahuan


jaringan ikat retraksiotot PD

Harapan tidak
Res. Penurunan curah jantung Vasokontroksi PD terpenuhi

Curah jantung menurun Tahanan perifer Persepsi tidak


meningkat realistik
Pernurunan vol. menuju renal
Suplai O2 & nutrisi Mekanisme
tidak maksimal koping tdk
Iskemik ginjal efektif
↓ Anoreksia

↓ Lemah
angiotensinogen renin
Ketidakse Koping individu
imbangan inefektif
Intoleransi
Angiotensin 1 nurisi
aktifitas
ACE kurang
Angiotensin 2 dari
Kompensasi meningkatkan
kebutuha
kerja jantung
n tubuh
Sekresi aldosteron
Peningkatan TD Rasa lelah
Reabsorsi Na & air
sekresi K dan H
Pen.intravaskuler
Pen.tekanan pd
Pen. Cairan ekstracell otak
TIO meningkat

gg.penglihatan Nyeri kepala Gangguan


Rasa Nyaman

Res.cedera Pen.kesadaran
10

D. Tanda dan Gejala Hipertensi


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas,
kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran
menurun.

E. Penatalaksanaan Hipertensi
1. Prosedur Diagnostic
a. Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tekanan darah yang akurat menjadi kunci penting
untuk mendiagnosis hipertensi. Bebrapa pengukuran yang
terpisah selama periode beberapa minggu akan digunakan sebagai
penentuan diagnostic. Pasien akan diukur tekanan darahnya 2-3
kali pengukuran terpisan berjeda 2menit untuk setiap kunjungan.
Saat akan dilakukan pemeriksaan sebaiknya duduk istirahat
selama 5menit sebelum pengukuran tekanan darah. pengukuran
tekanan darah dilakukan dalam kondisi duduk atau terlentang.
Pada orang tua tekanan darah sistolik akan dijadikan patokan
untuk memulai terapi.
11

1) Pemeriksaan leher dilakukan untuk menilai pembuluh darah


karotis, distensi vena dan pembesaran kelenjar tiroid.
2) Pemeriksaan perut dilakukan untuk mencari kelainan suara
tidak normal akibat kelainan pembuluh darah aorta
abdominalis dan arteri renalis di ginjal.
3) Pemeriksaan dada dilakukan untuk menilai kodisi jantung
seperti pembesaran jantung dan dilatasi aorta.
4) Pemeriksaan mata mungkin dilakukan jika dicurigai adanya
tanda khusus hipertensi retinopati.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Tes laboratorium yang bisa dikerjakan untuk proses
diagnostic antara lain urinalisis, kadar glukosa, darah puasa,
hematocrit, kadar natrium serum, kreatinin, kalium dan
calcium, propilipid (kolestrol tetap, HDL, LDL dan
trigliserida setelah 9-12 jam puasa. Pengukuran glomelural
filtration rate (GFR) yang menurun dengan atau tanpa
albuminuria dikaitkan dengan peningkatkan resiko
intrakardiovascular.
2) Pemeriksaan echocardiography kemungkinan bisa
mendeteksi dilatasi antrium sinistra, hipertrofi ventikular
sinitra dan disfungsi sitolik atau diastolic ventricular sinistra
dibading dengan pemeriksaan EKG. Indikasi utama untuk
evalusia kerusakan organ pasien dengan tekanan darah tinggi.
Keberadaan hiperrofi ventrikel sinistra membutuhkan terapi
antihipertensi meskipun tekanan darah normal. Pada orang
usia lebih dari 50 tahun pada diagnosis pengobatan hipertensi
mengindikasi bahwa tekanan darah sistolik menjadi faktor
utama untuk menentukan mengevaluasi dan mengobati
hipertensi.
3) CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
4) IUP : mengindetifikasi penyebab hipertensi
12

5) Photo dada : menunjukan destruksi kalsifikasi pada area


katup, pembesaran jantung.
2. Farmakologi
a) Beta-blocker
Beta blocker memblok beta‐adrenoseptor. Reseptor ini
diklasifikasikan menjadi reseptor beta‐1 dan beta‐2. Reseptor
beta‐1 terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta‐2
banyak ditemukan di paru‐paru, pembuluh darah perifer, dan otot
lurik. Reseptor beta‐2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan
reseptor beta‐1 juga dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta
juga dapat ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak
dan perifer akan memacu penglepasan neurotransmitter yang
meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor
beta‐1 pada nodus sino‐atrial dan miokardiak meningkatkan heart
rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal
akan menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan aktivitas
system renninangiotensin‐aldosteron. Efek akhirnya adalah
peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan
peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air.
Terapi menggunakan beta‐blocker akan mengantagonis semua
efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
Beta‐blocker yang selektif (dikenal juga sebagai cardioselective
beta‐blockers), misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta‐1,
tetapi tidak spesifik untuk reseptor beta‐1 saja oleh karena itu
penggunaannya pada pasien dengan riwayat asma dan
bronkhospasma harus hatihati. Beta‐blocker yang non‐selektif
(misalnyapropanoll) memblok reseptor beta‐1 dan beta‐2.
b) Diuretik : Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara
mengeluarkan cairan tubuh melalui urin. Dengan demikian,
volume cairan dalam tubuh berkurang sehingga daya pompa
jantung lebih ringan (Dalimartha et al, 2008). Menurut Hayens
13

(2003), diuretik menurunkan tekanan darah dengan cara


mengurangi jumlah air dan garam di dalam tubuh serta
melonggarkan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah secara
perlahan-lahan mengalami penurunan. Selain itu, jumlah garam di
dinding pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan
vasodilatasi. Kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal
kembali
c) Penghambat adrenergik (β-bloker) : Mekanisme kerja
antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa
jantung. Jenis beta bloker tidak dianjurkan pada penderita yang
telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma
bronkial (Lenny, 2008). Pemberian β-bloker tidak dianjurkan
pada penderita gangguan pernapasan seperti asma bronkial karena
pada pemberian β-bloker dapat menghambat reseptor β 2 di
jantung lebih banyak dibandingkan reseptor β 2 di tempat lain.
Penghambatan β 2 ini dapat membuka pembuluh darah dan
saluran udara (bronki) yang menuju ke paru-paru. Sehingga
penghambatan β 2 dari aksi pembukaan ini dengan β-bloker dapat
memperburuk penderita asma (Hayens, 2003).
d) Vasodilator : Agen vasodilator bekerja langsung pada pembuluh
darah dengan merelaksasi otot pembuluh darah. Contoh yang
termasuk obat jenis vasodilator adalah prasosin dan hidralasin.
Kemungkinan yang akan terjadi akibat pemberian obat ini adalah
sakit kepala dan pusing (Dalimartha et al, 2008).
e) Penghambat enzim konversi angiotensin (ACE inhibitor) : Obat
ini bekerja melalui penghambatan aksi dari sistem renin-
angiotensin. Efek utama ACE inhibitor adalah menurunkan efek
ACE. Kondisi ini akan menurunkan perlawanan pembuluh darah
dan menurunkan tekanan darah (Hayens, 2003).
f) Antagonis Kalsium : Antagonis kalsium adalah sekelompok obat
yang berkerja mempengaruhi jalan masuk kalsium ke sel-sel dan
14

mengendurkan otot-otot di dalam dinding pembuluh darah


sehingga menurunkan perlawanan terhadap aliran darah dan
tekanan darah. Antagonis kalsium bertindak sebagai vasodilator
(Hayens, 2003). Golongan obat ini menurunkan daya pompa
jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung
(kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah
nifedipin, diltiasem dan verapamil. Efek samping yang mungkin
timbul adalah sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah (Lenny,
2008).

F. Diet Hipertensi
Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita.
Diet rendah garam dan tinggi kalium.Diet rendah garam berfungsi untuk
menghilangkan resistensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Garam yang dimaksud
disini adalah garam natrium seperti NaCl (garam dapur), yang biasa
terdapat pada soda kue, baking powder, natrium benzoat, dan vetsin (mono
sodium glutamant/MSG).
Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh
yang berfungsi menjaga keseimbangan cairan dan asam basa tubuh, serta
berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot dan umumnya asupan
makanan sehari-hari megandung lebih banyak kadar natrium dari pada
yang dibutuhkan oleh tubuh.
Menurut WHO gizi yang tepat untuk pasien dengan hipertensi adalah:
1. Kadar natrium
Sebaiknyanatrium dikonsumsi perharinya adalah 2400 mg yang setara
dengan 6 gr garam dapur. Dan dianjurkan untuk selalu menggunakan
garam beryodium dan penggunaan garam tidak lebih dari 1 sendok teh
per hari.
2. Meningkatkan pemasukan kalium
15

Meningkatpemasukankaliumyaitu(4,5 gram atau 120 –


175mEq/hari), dapat memberikan efek penurunan tekanan darah yang
ringan. Selain itu, pemberian kalium juga membantu untuk mengganti
kehilangan kalium akibat dan rendah natrium. Pada umumnya dapat
dipakai ukuran sedang (50 gram) dari apel (159 mg kalium), jeruk
(250 mg kalium), tomat (366 mg kalium), pisang (451 mg kalium)
kentang panggang (503 mg kalium) dan susu skim 1 gelas (406 mg
kalium).
3. Kecukupan kalsium
Kecukupankalsiuminipenting untuk mencegah dan mengobati
hipertensi: 2-3 gelas susu skim atau 40 mg/hari, 115 gram keju rendah
natrium dapat memenuhi kebutuhan kalsium 250 mg/hari. Sedangkan
kebutuhan kalsium perhari rata-rata 808 mg.
Makanan yang harus dihindari atau dibatasi penderita hipertensi
adalah:
1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak
kelapa, gajih).
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit,
craker, keripik dan makanan kering yang asin).
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran
serta buah-buahan dalam kaleng,soft drink).
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan
asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber
protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah
(sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal,
tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung
garam natrium.
7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.
16

Makanan yang boleh dikonsumsi penderita hipertensi:


1. Serelia, dan umbi-umbian serta hasil olahannya: beras, jagung,
sorgum, cantle, jail,sagu, ubi, singkong, kentang, talas, mie, roti,
bihun, oat.
2. Sayuran: Sayur daun: kangkung, bayam, pucuk labu, sawi, katuk,
daun singkong, daun pepaya, daun kacang, daun mengkudu, dan
sebagainya. Sayur buah: kacang panjang, labu, mentimun, kecipir,
tomat, nangka muda, dan sebagainya. Sayur akar: wortel, lobak, bit,
dan sebagainya.
3. Buah: jambu biji, pepaya, jeruk, nanas, alpukat, belimbing, salak,
mengkudu,semangka, melon, sawo, mangga.
4. Kacang-kacangan dan hasil olahnya (tempe, tahu) serta polong-
polongan.Menkonsumsi Kedelai, kacang kedelai banyak mengandung
fito estrogen yaitu isoflavon, yang memiliki aktivitas estrogen lemah.
Penelitian meta analisis menyimpulkan bahwa isoflavon dari protein
kedelai lebih bermakna menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol
LDL dan trigliserida, tanpa mempengaruhi kadar kolesterol HDL.
Dianjurkan mengkonsumsi protein kedelai (20 – 50 gram/hari)
dengan modifikasi diet pada penderita dengan kadar kolesterol (total
dan LDL) yang tinggi. Tempe adalah hasil pengolahan kedelai yang
melalui proses fermentasi, dengan kandungan gizi lebih baik dari
kedelai. Sehingga tempedianjurkan untuk dikonsumsi oleh penderita
hipertensi sebagai sumber protein nabati.
5. Unggas, ikan, putih telur.
6. Daging merah, kuning telur.
7. Minyak, santan, lemak (gajih), jeroan, margarine, susu dan produknya

G. Pengkajian pada Hipertensi


1. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko, antara lain:
a. Kegemukan
17

b. Riwayat keluarga
c. Peningkatan kadar lipid serum
d. Merokoksigaret berat
e. Penyakit ginjal
f. Terapi hormonkronis
g. Gagal jantung
h. Kehamilan.
2. Aktivitas/ Istirahat, gejala:
a. Kelemahan
b. Letih
c. Nafas pendek
3. Gaya hidup monoton, tanda:
a. Frekuensi jantung meningkat
b. Perubahanirama jantung
c. Takipnea
4. Sirkulasi, gejala:
a. Riwayat hipertensi
b. Aterosklerosis
c. Penyakit jantung koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler
5. Integritas Ego, gejala:
a. Riwayat perubahan kepribadian
b. Ansietas
c. Faktor stress multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan
pekerjaan).
6. Eliminasi, gejala:
a. Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit
ginjal pada masa yang lalu).
7. Makanan/cairan, gejala:
a. Makananyang disukai yang mencakup makanan tinggi garam
b. Lemak serta kolesterol
c. Mual
18

d. Muntah dan perubahan BB akhir - akhir ini (meningkat/turun)


8. Riwayat penggunaan diuretik. Tanda:
a. Berat badan normal atau obesitas
b. Adanya edema
c. Glikosuria
9. Neurosensori, gejala:
a. Keluhan pening pening/pusing
b. Berdenyut
c. Sakit kepala
d. Suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan
setelah beberapa jam)
10.Nyeri/ketidaknyamanan, gejala:
a. Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan
jantung)
b. Sakit kepala
11. Pernafasan, gejala:
a. Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja
b. Takipnea,
c. Ortopnea,
d. Dispnea,
e. Batukdengan/tanpa pembentukan sputum,
f. Riwayat merokok.

H. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada Hipertensi


1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventrikular.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
19

3. Gangguan rasa nyaman: nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan


peningkatan tekanan vaskuler serebral.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi in-adekuat.
5. Resiko cidera berhubungan dengan adanya spasme arteriola retina
ditandai dengan penurunan penglihatan.

I. Intervensi Keperawatan Hipertensi


No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil

1. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Pantau tekanan 1. Perbandingan


terhadap tindakan keperewatan darah, ukur pada dari tekanan
penurunan curah diharapkan afterload kedua memberikan
jantung tidak tangan, gunakan gambaran yang
berhubungan meningkat, tidak manset dan lebih lengkap
dengan terjadi vasokonstriksi, tehnik yang tepat. tentang
peningkatan tidak terjadi iskemia keterlibatan
afterload, miokard. Dengan masalah
vasokonstriksi, kriteria hasil : vaskuler.
iskemia 2. Catat 2. Denyutan
1. Klien
miokard, keberadaan, karotis,
berpartisipasi
hipertropi kualitas jugularis,
dalam aktivitas
ventrikular. denyutan sentral radialis, dan
yang
dan perifer. femoralis
menurunkan
mungkin
tekanan
teramati.
darah / beban
Denyut pada
kerja
tungkai
jantung.
kemungkinan
2. Mempertahankan
menurun,
20

tekanan darah mencerminkan


dalam rentang efek dari
individu yang vasokonstriksi.
dapat 3. S4 umum
diterima. 3. Auskultasi tonus terdengar pada
3. Memperlihatkan jantung dan klien hipertensi
frekuensi jantung bunyi napas. berat karena
stabil dalam adanya
rentang normal hipertropi
pasien. atrium,
perkembangan
S3 menunjukan
hipertropi
ventrikel dan
kerusakan
fungsi, adanya
krakels dapat
mengindikasika
n kongesti paru
sekunder
terhadap
terjadinya atau
gagal jantung
kronik.
4. Amati warna 4. Adanya pucat,
kulit, dingin, kulit
kelembaban, lembab dan
suhu dan masa masa pengisian
pengisian kapiler. kapiler lambat
mencerminkan
dekompensasi /
21

penurunan
curah jantung.
5. Catat edema 5. Dapat
umum. mengindikasika
n gagal jantung,
kerusakan
ginjal dan
vaskuler.
6. Berikan 6. Dapat
lingkungan mengindikasika
tenang, n gagal jantung,
nyaman, kurangi kerusakan
aktivitas. ginjal dan
vaskuler.
7. Anjurkan tehnik 7. Dapat
relaksasi, menurunkan
panduan rangsangan
imajinasi, yang
aktivitas menimbulkan
pengalihan. stress,
membuat efek
tenang,
sehingga akan
menurunkan

8. Kolaborasi tekanan darah.

dengan dokter 8. Pemberian

dalam pemberian terapi anti-

terapi anti- hipertensi dan

hipertensi, diuretik dapat

diuretik. menurunkan
tekanan darah.
22

2. Intoleransi Setelah dilakukan 1. Kaji toleransi 1. Parameter


aktivitas tindakan keperawatan klien menunjukan
berhubungan diharapkan aktivitas terhadap aktivitas respon fisiologis
dengan klien terpenuhi. dengan klien terhadap
kelemahan Dengan kriteria hasil : menggunakan stress, aktivitas
umum, parameter : dan indikator
1. Klien dapat
ketidakseimban frekuensi nadi 20 derajat
berpartisipasi
gan per menit pengaruh
dalam
antara suplai diatas frekuensi kelebihan kerja
aktivitas yang di
dan istirahat, Catat jantung.
inginkan /
kebutuhan O2. peningkatan
diperlukan.
tekanan darah,
2. Melaporkan
dipsnea, atau
peningkatan
nyeri dada,
dalam toleransi
kelelahan berat
aktivitas
dan
yang dapat
kelemahan,
diukur
berkeringat,
pusing atau
pingsan.
2. Kaji kesiapan
2. Stabilitas
untuk
fisiologis pada
meningkatkan
istirahat penting
aktivitas
untuk
seperti penurunan
memajukan
kelemahan /
tingkat aktivitas
kelelahan,
individual.
tekanan darah
stabil, frekuensi
nadi,
peningkatan
23

perhatian
pada aktivitas
dan perawatan
diri.
3. Dorong klien
memajukan 3. Konsumsi
aktivitas/toleransi oksigen
perawatan diri. miokardiak
selama berbagai
aktivitas dapat
meningkatkan
jumlah oksigen
yang ada.
Kemajuan
aktivitas
bertahap
mencegah
peningkatan
tiba-tiba pada
4. Berikan bantuan kerja jantung.
sesuai 4. Teknik
kebutuhan dan penghematan
anjurkan energi
penggunaan kursi menurunkan
saat mandi, penggunaan
menyikat gigi energi dan
dengan duduk sehingga
dan membantu
sebagainya. keseimbangan
suplai dan
kebutuhan
24

5. Dorong klien oksigen.


untuk 5. Partisipasi
partisifasi dalam dalam memilih
memilih periode aktivitas
periode aktivitas. seperti jadwal
meningkatkan
toleransi
terhadap
kemajuan
aktivitas dan
mencegah
kelemahan.
3. Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Pertahankan tirah 1. Meminimalkan
nyaman: nyeri tindakan keperawatan baring, stimulasi /
(sakit diharapkan Tekanan lingkungan yang meningkatkan
kepala) vaskuler tenang, relaksasi.
berhubungan serebral tidak sedikit
dengan meningkat. Dengan penerangan, serta
peningkatan kriteria hasil : meminimalkan
tekanan vaskuler gangguan
1. klien
serebral. lingkungan dan
mengungkapkan
rangsangan. 2. Tindakan yang
tidak adanya sakit
2. Beri tindakan menurunkan
kepala dan tampak
non farmakologi tekanan
nyaman.
untuk vaskuler
menghilangkan serebral dengan
sakit kepala, menghambat /
misalnya : memblok
kompres dingin respon simpatik,
pada dahi, pijat efektif dalam
punggung dan
25

leher serta teknik menghilangkan


relaksasi. sakit kepala dan
komplikasinya.
3. Hilangkan/memi 3. Aktivitas yang
nimalkan meningkatkan
aktivitas vasokontriksi
vasokontriksi menyebabkan
yang dapat sakit kepala
meningkatkan pada adanya
sakit kepala : peningkatkan
mengejan saat tekanan vakuler
BAB, batuk serebral.
panjang,dan
membungkuk.
4. Bantu pasien 4. meminimalkan
dalam ambulasi penggunaan
sesuai kebutuhan. oksigen dan
aktivitas yang
berlebihan yang
memperberat
kondisi klien.
5. Beri cairan, 5. menurunkan
kerja miocard
makanan
sehubungan
lunak.Biarkan dengan kerja
klien itirahat pencernaan.

selama 1 jam

setelah makan.
6. Analgetik
6. Kolaborasi
menurunkan
26

dengan dokter nyeri dan


menurunkan
dalam pemberian
rangsangan
obat analgetik,
saraf simpatis
anti ansietas,

diazepam dll.

4. Perubahan Setelah dilakukan 1. Kaji pemahaman 1. Kegemukan


nutrisi kurang tindakan keperawatan klien tentang adalah resiko
dari kebutuhan diharapkan intake hubungan tambahan pada
tubuh nutrisi adekuat. langsung antara darah tinggi,
berhubungan Dengan kriteria hasil : hiertensi dengan kerena
dengan intake kegemukan. disproporsi
1. Klien dapat
nutrisi in- antara kapasitas
mengidentifikasih
adekuat aorta dan
ubungan antara
peningkatan
hipertensi dengan
curah jantung
kegemukan.
berkaitan
2. Menunjukan
dengan masa
perubahan pola
tumbuh.
makan.
2. Bicarakan 2. Kesalahan
3. Melakukan/memp
pentingnya kebiasaan
rogram olahraga
menurunkan makan
yang tepat secara
masukan kalori menunjang
individu.
dan batasi terjadinya
masukan lemak, aterosklerosis
garam, dan gula dan kegemukan
sesuai indikasi. merupakan
predisposisi
untuk hipertensi
dan
27

komplikasinya,
misalnya,
stroke, penyakit
ginjal, gagal
jantung,
kelebihan
masukan garam
memperbanyak
volume cairan
intra vaskuler
dan dapat
merusak ginjal
yang lebih
memperburuk
hipertensi.
3. Tetapkan 3. Motivasi untuk
keinginan klien penurunan berat
menurunkan badan adalah
berat badan. internal.
Individu harus
berkeinginan
untuk
menurunkan
berat badan,
bila tidak maka
program sama
sekali tidak
berhasil.
4. Kaji ulang 4. Mengidentifika
masukan kalori si
harian dan kekuatan/kelem
28

pilihan diet. ahan dalam


program diit
terakhir.
5. Tetapkan rencana 5. Penurunan
penurunan BB masukan kalori
yang realistik seseorang
dengan klien, sebanyak 500
Misalnya : kalori per hari
penurunan berat secara teori
badan 0,5 kg per dapat
minggu. menurunkan
berat badan 0,5
kg / minggu.
Penurunan berat
badan yang
lambat
mengindikasika
n kehilangan
lemak melalui
kerja otot dan
umumnya
dengan cara
mengubah
kebiasaan
makan.
6. Kolaborasi 6. Memberikan
dengan ahli gizi konseling dan
sesuai indikasi. bantuan dengan
memenuhi
kebutuhan diet
individual.
29

5. Resiko cidera Setelah dilakukan 1. Pantau aktivitas 1. Mengurangi


tindakan keperawatan klien sehari-hari. resiko cedera
berhubungan
diharapkan resiko yang terjadi
dengan adanya
cedera dapat pada klien.
spasme arteriola dihindari. Dengan 2. Batasi aktivitas 2. Mengurangi
kriteria hasil : klien dan bantu stress pada
retina ditandai
klien dalam klien dan
dengan 1. Menyatakan
melakukan mencegah
penurunan pemahaman aktivitas. terjadinya
faktor yang cedera.
penglihatan.
3. Berikan obat 3. Mempercepat
terlibat dalam
sesuai indikasi proses
kemungkinan penyembuhan
cidera. klien yang
emngalami
cedera.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Hipertensi pada lansia umumnya akibat dari vasokontriksi terkait
dengan penuaan, yang menyebabkan resistensi periper. Sejalan dengan
perubahan fisiologis normal penuaan, faktor-faktor resiko hipertensi
lainnya meliputi diabetes, ras, riwayat keluarga, dan jenis kelamin. Faktor-
faktor gaya hidup, seperti obesitas, asupan garam yang tinggi,
asupanalkohol yang berlebihan, dan penggunaan kontrasepsi oral, juga
membuat pasien beresiko tinggi mengalami hipertensi.

B. Saran
Ditinjau dari berbagai aspek dan sudut pandang, dari segi fisik dan
kejiwaan, maka perawat yang melakukan tindakan asuhan keperawatan
pada berbagai tingkatan usia harus dan wajib tahu bagaimana konidisi
fisiologis pasiennya. Termasuk pada usia lanjut. Semoga makalah ini
dapat menjadi salah satu referensinya. Baik sebagai acuan dalam
pembelajaran, ataupun sebagai pedoman dalam tindakan asuhan
keperawatan pada klien usia lanjut.

30
DAFTAR PUSTAKA

Stockslager, L Jaime dan Liz Schaeffer. 2009. Buku Saku Asuhan Keperawatan
Geriatrik. Jakarta. EGC.

Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Edisi-3. Jakarta. EGC.

Stockslager, Jaime, L & Schaeffer, Liz. 2008. Asuhan keperawatan geriatrik


edisi 2. Jakarta.

Martono, Hadi, H & Pramarka, K. 2009. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri


(ilmu kesehatan usia lanjut) edisi ke-4. Jakarta.

Smeltzer C, Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 3. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai