Anda di halaman 1dari 22

Referat

RHINITIS VASOMOTOR

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian SMF Ilmu Kesehatan THT-KL di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh
Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama

Oleh :

Yanti Muhardina, S.Ked


18174077

Preseptor :

dr. Iskandar Zulkarnain, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


RUMAH SAKIT MEURAXA KOTA BANDA ACEH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ABULYATAMA
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2


2.1. Definisi ........................................................................................................2
2.2. Anatomi dan Fisiologi Hidung.....................................................................2
2.3. Epidemiologi................................................................................................4
2.4. Etiologi.........................................................................................................4
2.5. Patofisiologi.................................................................................................5
2.6. Gejala Klinis.................................................................................................7
2.7. Diagnosis......................................................................................................8
2.8. Diagnosis Banding.......................................................................................8
2.9. Penatalaksanaan............................................................................................8
2.10. Komplikasi...............................................................................................13
2.11. Prognosis..................................................................................................16

BAB III PENUTUP.............................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis telah dapat
menyelesaikan refarat yang berjudul “RHINITIS VASOMOTOR” Refarat ini
merupakan salah satu pemenuhan syarat Kepaniteraan Klinik Senior Program
Studi Profesi Dokter bagian Ilmu THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dalam penulisan refarat ini, khususnya kepada dr. Iskandar Zulkarnain,
Sp. THT-KL sebagai pembimbing yang telah memberikan saran bimbingan,
dukungan moral dan materi dalam menyusun refarat ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dokter muda dan semua pihak
yang banyak membantu dalam menyusun refarat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa refarat ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran sebagai masukan
untuk perbaikan demi kesempurnaan refarat ini.

Banda Aceh, 13 Juni 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Rinitis Vasomotor adalah penyakit yang tidak diketahui penyebabnya


secara umum sepanjang sejarah. Rinitis vasomotor dapat terjadi setelah
peningkatan berat badan, trauma kepala, sinusitis berat, kehamilan atau stres
berat. Biasanya dikaitkan dengan hilangnya kontrol ataupun fungsi pembau
hidung. Hidung yang sehat akan membengkak dan mengeluarkan cairan sebagai
respons terhadap udara yang kotor atau sangat dingin. Pada rinitis vasomotor,
hidung membengkak dan mengeluarkan lendir dan cairan menjadi iritasi ringan.
Hidung yang berair, sumbat dan terdapat sekret adalah keluhan yang biasa.1
Pemicu yang mengiritasi dapat meliputi asap, debu, bau alkohol, bahan
kimia, angin atau kipas yang berhembus pada wajah, cepat kedinginan atau
pemanasan tubuh, kertas koran dan parfum. Hal ini dapat muncul dengan hidung
berair yang banyak atau sumbat pada hidung dalam kaitannya dengan makan
makanan panas atau pedas. Berbaring meningkatkan hidung tersumbat,
sebaliknya, olahraga dapat membalikkan hidung yang tersumbat secara sementara.
Tujuh puluh persen kasus rinitis vasomotor terjadi setelah usia 20 tahun, berbeda
dengan rinitis alergi yang biasanya terjadi sebelum usia 20 tahun. Mayoritas
penderita rinitis vasomotr adalah perempuan, dengan dominasi yang dilaporkan
antara 55 sampai 71 persen. Biasanya gejalanya sepanjang tahun dan tanpa
pemicu alergi tertentu.1,2
Rinitis vasomotor adalah subtipe dari non-allergic rhinitis (NAR) yang
paling sering terjadi dan tidak terkait dengan alergi, infeksi, lesi struktural,
penyakit sistemik, atau penyalahgunaan obat. Karena, menurut definisi, diagnosis
dapat dibuat hanya ketika semua bentuk rinitis lain telah dikeluarkan.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Rinitis vasomotor umumnya digambarkan sebagai gejala hidung kronis,


seperti obstruksi dan rinorea yang terjadi dalam kaitannya dengan pemicu non-
alergi dan tidak menular. Rinitis vasomotor ditentukan oleh hasil tes cukit yang
negatif untuk alergen yang relevan dan atau tes antibodi spesifik alergen yang
negatif.1
Rhinitis vasomotor / rhinitis non alergi adalah suatu keadaan idiopatik
yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal
(kehamilan, hipertiroid) dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-
bloker, aspirin, klorpromazin dan obat topikal hidung dekongestan).1

2.2 Anatomi dan Fisiologi Hidung


Hidung merupakan organ yang penting karena fungsinya sebagai
pelindung dari lingkungan luar yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas
hidung luar dan hidung dalam. Struktur hidung luar ada 3 bagian yang dapat
dibedakan: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan, dibawahnya
kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah adalah
lobolus hidung yang mudah digerakkan.3
Hidung luar dibentuk oleh tulang keras dan tulang rawan, jaringan ikat
serta otot-otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan lubang hidung. Hidung
dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os internum disebelah anterior
hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring.
Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh
septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. pintu depan
atau nares anterior dan pintu belakang nares posterior berhubungan dengan
nasofaring.3
Vestibulum adalah bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi,
tepat dibelakang nares anterior.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak
kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise

2
3

tiap kavum nasi dibatasi 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh
tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media
dan konkha inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha
inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi
konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema. Konka suprema
biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat
pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan
suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior
dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha
media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konkha media disebut
meatus superior.3
Meatus medius merupakan celah yang penting karena disini terdapat
muara dari sinus maksilla, sinus frontal dan bagian anterior sinus etmoid.
Infundibulum adalah bagian yang terletak di balik meatus medius dinding lateral
di bagian anterior. Ada suatu muara atau fisura yang menghubungkan meatus
medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding
inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang dikenal sebagai
prosesus unsinatus.3
Fungsi utama hidung yaitu Sebagai jalan nafas, alat pengatur kondisi
udara, penyaring udara, indra penghidu, resonansi suara, turut membantu proses
bicara, reflek nasal.3

Gambar 1. Anatomi hidung normal3


4

2.3 Epidemiologi

Insiden rhinitis non alergi (NAR) bervariasi dari studi ke studi. Hampir
semua publikasi tentang NAR ditemukan di Amerika Utara dan sastra Eropa.
Dengan demikian, tidak jelas apakah kejadian atau usia dan distribusi seks berlaku
untuk populasi yang belum distudikan di tempat lain di dunia. Salah satu survey
praktek kesehatan US, klasifikasi pasien dengan rhinitis adalah 43% rhinitis
alergi, 23% rhinitis non alergi dan 34% rhinitis campuran. Penelitian di Eropa
yang sama telah ditemukan bahwa sekitar 1 dari 4 pasien mengeluhkan gejala
hidung memiliki rhinitis non alergi.4
Perkiraan terbaru menunjukkan bahwa 50 juta Eropa memiliki NAR,
dengan prevalensi total lebih besar dari 200 juta penduduk dunia. Di Amerika
Serikat, ada sekitar 60 juta pasien dengan rhinitis alergi dan 30 juta dengan
rhinitis vasomotor. Rhinitis nonallergic cenderung onset dewasa, dengan usia khas
presentasi antara 30 dan 60 tahun. Setelah gejala mulai, mereka sering
berlangsung seumur hidup. Pada orang dewasa, kebanyakan studi melaporkan
dominasi perempuan yang jelas, dengan perkiraan mulai dari 58% sampai 71%.4

2.4 Etiologi

Penyebab pasti rhinitis vasomotor ini belum diketahui secara pasti, diduga
akibat gangguan keseimbangan vasomotor. Keseimbangan vasomotor ini
dipengaruhi berbagai hal, antara lain:5
1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, misal
ergotamin, clorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokonstriktor lokal.
2. Faktor fisik, seperti asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi
dan bau yang merangsang.
3. Faktor endokrine, seperti kehamilan, pubertas dan hipotiroidisme.
4. Faktor psikis seperti cemas, tegang.
5

2.5 Patogenesis

Ada beberapa mekanisme yang berinteraksi dengan hidung yang


menyebabkan terjadinya rhinitis vasomotor pada berbagai kondisi lingkungan.
Sistem saraf otonom mengontrol suplai darah ke dalam mukosa nasal dan sekresi
mukus. Diameter dari arteri hidung diatur oleh saraf simpatis sedangkan saraf
parasimpatis mengontrol sekresi glandula dan mengurangi tingkat kekentalannya,
serta menekan efek dari pembuluh darah (kapiler). Efek dari hipoaktivitas saraf
simpatis atau hiperaktivitas saraf parasimpatis bisa berpengaruh pada pembuluh
darah tersebut yaitu menyebabkan terjadinya peningkatan edema interstisial dan
akhirnya terjadi kongesti yang bermanifestasi klinis sebagai hidung tersumbat.
Aktivasi dari saraf parasimpatis juga meningkatkan sekresi mukus yang
menyebabkan terjadinya rinorea yang eksesif.5,9
Teori lain menyebutkan adanya peningkatan peptida vasoaktif yang
dikeluarkan sel-sel seperti sel mast. Peptida ini termasuk histamin, leukotrien,
prostaglandin, dan kinin. Peningkatan peptida vasoaktif ini tidak hanya
mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, hidung
tersumbat, juga meningkatkan efek dari asetilkolin pada sistem saraf parasimpatis
pada sekresi nasal, yang meningkatkan terjadinya rinorea. Pelepasan dari peptida
ini bukan diperantarai oleh IgE seperti pada rhinitis alergik. Pada beberapa kasus
rhinitis vasomotor, eosinofil atau sel mast kemungkinan didapati meningkat pada
mukosa hidung. Terlalu hiperaktifnya reseptor iritans yang berperan pada
terjadinya rhinitis vasomotor. Banyak kasus rhinitis vasomotor berkaitan dengan
agen spesifik atau kondisi tertentu. Contoh beberapa agen atau kondisi yag
mempengaruhi kondisi tersebut adalah perubahan temperatur, kelembaban udara,
parfum, aroma masakan yang terlalu kuat, asap rokok, debu, polusi udara dan
stres (fisik dan psikis).5,6
Mekanisme terjadinya rhinitis vasomotor oleh karena aroma dan emosi
secara langsung melibatkan kerja dari hipotalamus. Aroma yang kuat akan
merangsang sel-sel olfaktorius terdapat pada mukosa olfaktori. Kemudian berjalan
melalui traktus olfaktorius dan berakhir secara primer maupun sesudah merelay
neuron pada dua daerah utama otak, yaitu daerah olfaktoris medial dan olfaktoris
lateral. Daerah olfaktoris medial terletak pada bagian anterior hipotalamus. Jika
6

bagian anterior hipotalamus teraktivasi misalnya oleh aroma yang kuat serta
emosi, maka akan menimbulkan reaksi parasimpatetik di perifer sehingga terjadi
dominasi fungsi syaraf parasimpatis di perifer, termasuk di hidung yang dapat
menimbulkan manifestasi klinis berupa rhinitis vasomotor.7
Dari penelitian telah diketahui bahwa vaskularisasi hidung dipersarafi
sistem adrenergik maupun oleh kolinergik. Sistem saraf otonom ini yang
mengontrol vaskularisasi pada umumnya dan sinusoid vena pada khususnya,
memungkinan kita memahami mekanisme bendungan koana. Stimulasi kolinergik
menimbulkan vasodilatasi sehingga koana membengkak atau terbendung, hasilnya
terjadi obstruksi saluran hidung. Stimulasi simpatis servikalis menimbulkan
vasokonstriksi hidung. 5
Dianggap bahwa sistem saraf otonom, karena pengaruh dan kontrolnya
atas mekanisme hidung, dapat menimbulkan gejala yang mirip rhinitis alergika.
Rinopati vasomotor disebabkan oleh gangguan sistem saraf autonom dan dikenal
sebagai disfungsi vasomotor. Reaksi vasomotor ini terutama akibat stimulasi
parasimpatis (atau inhibisi simpatis) yang menyebabkan vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas vaskular disertai edema dan peningkatan sekresi kelenjar. Bila
dibandingkan mekanisme kerja pada rhinitis alergik dengan rhinitis vasomotor,
maka reaksi alergi merupakan akibat interaksi antigen antibodi dengan pelepasan
mediator yang menyebabkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan
permeabilitas yang menimbulkan gejala obstruksi saluran pernafasan hidung serta
gejala bersin dan rasa gatal.
Pelepasan mediator juga meningkatan aktivitas kelenjar dan meningkatkan
sekresi, sehingga mengakibatkan gejala rinorea. Pada reaksi vasomotor yang khas,
terdapat disfungsi sistem saraf autonom yang menimbulkan peningkatan kerja
parasimpatis (penurunan kerja simpatis) yang akhirnya menimbulkan peningkatan
dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas yang
menyebabkan transudasi cairan dan edema. Hal ini menimbulkan gejala obstruksi
saluran pernafasan hidung serta gejala bersin dan gatal. Peningkatan aktivitas
parasimpatis meningkatkan aktivitas kelenjar dan menimbulkan peningkatan
sekresi hidung yang menyebabkan gejala rinorea. Pada reaksi alergi dan disfungsi
vasomotor menghasilkan gejala yang sama melalui mekanisme yang berbeda.
7

Pada reaksi alergi, ia disebabkan interaksi antigen-antibodi, sedangkan pada reaksi


vasomotor ia disebabkan oleh disfungsi sistem saraf autonom.5,7

2.6 Gejala Klinis

Banyak orang dengan penyakit hidung non-alergi akan memiliki sejumlah


besar iritasi, peradangan, dan hiperaktivitas di hidung yang berkontribusi pada
sifat penyakit kronis yang terus-menerus. Alergi hidung di sisi lain biasanya hadir
dengan hidung berair, bersin, dan gatal tetapi beberapa pasien juga dapat
mengalami hidung tersumbat, drainase di daerah belakang hidung, dan sakit
kepala. Dengan alergi hidung kita biasanya melihat masalah yang pasti pada
musim-musim tertentu atau korelasi dengan paparan debu, bulu binatang, jamur
atau jamur dan pada beberapa pasien reaksi ekstrim terhadap makanan tertentu.
Gejala alergi yang juga melibatkan mata biasanya adalah kemerahan, gatal dan
penyiraman mata.5,6
Pada rinitis vasomotor, gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan
non-spesifik, seperti asap/rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman
beralkohol, makanan pedas, udara dingin, pendingin, pemanas ruangan, perubahan
kelembaban, perubahan suhu luar, kelelahan dan stres/emosi. Pada keadaan
normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu
tersebut.5
Kelainan ini mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi, namun
gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan,
tergantung pada posisi pasien, selain itu terdapat rinore yang mukoid atau serosa,
keluhan ini jarang disertai dengan gejala mata. Gejala dapat memburuk pada pagi
hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara
lembab, juga oleh asap rokok dan sebagainya.
Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3
golongan, yaitu golongan 1) golongan bersin (sneezers), gejala biasanya
memberikan respon yang baik dengan terapi antihistamin dan glukortikoid
topikal; 2) golongan rinore (runners), gejala dapat diatasi dengan pemberian
antikolinergik topikal; dan 3) golongan tersumbat (blockers), kongesti umumnya
8

memberikan respon yang baik dengan terapi glukortikosteroid topikal dan


vasokonstriktor oral.5,6

Gambar 2. Rinitis vasomotor

2.7 Diagnosis

Diagnosis umumnya ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu


menyingkirkan adanya rinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan akibat obat.
Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala. Pada
pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa
hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua (karakteristik),
tetapi dapat juga dijumpai berwarna pucat. Pemeriksaan konka dapat licin atau
berbenjol (tidak rata). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya
sedikit akan tetapi pada golongan rinore, sekret yang ditemukan bersifat serosa
dengan jumlah yang banyak. Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal
drip. Pada pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan rinitis alergi. Skin test biasanya negatif, demikian pula tes
radioallergosorbent testing (RAST), serta kadar IgE total dalam batas normal.
Kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah
sedikit.8

2.8 Diagnosis Banding8

1. Rinitis alergi
2. Rinitis medikamentosa
9

Tabel 1. Perbedaan Karakteristik antara Rhinitis Alergi dan Rhinitis Vasomotor.


Karakteristik Rhinitis Alergi Rhinitis Vasomotor
Mulai serangan Belasan tahun Dekade ke 3 – 4
Riwayat terpapar allergen (+) Riwayat terpapar allergen ( - )
Reaksi neurovaskuler terhadap
Reaksi Ag - Ab terhadap beberapa rangsangan mekanis
Etiologi
rangsangan spesifik atau kimia, juga faktor
psikologis
Gatal & bersin Menonjol Tidak menonjol
Gatal dimata Sering dijumpai Tidak dijumpai
Test kulit Positif Negatif
Sekret hidung Peningkatan eosinofil Eosinofil tidak meningkat
Eosinofil darah Meningkat Normal
Ig E darah Meningkat Tidak meningkat
Neurektomi
Tidak membantu Membantu
n. vidianus

2.9 Penatalaksanaan10,11

Penatalaksanaan yang digunakan pada rhinitis vasomotor bervariasi,


tergantung pada faktor penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar
penatalaksanaan dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Non Farmakologik
Menghindari penyebab. Jika agen iritan diketahui, terapi terbaik adalah
dengan pencegahan dan menghindari. Jika tidak diketahui, pembersihan
mukosa nasal secara periodik mungkin bisa membantu. Bisa dilakukan
dengan menggunakan semprotan larutan saline atau alat irigator seperti
Grossan irigator.
2. Farmakologik
Antihistamin mempunyai respon yang beragam. Membantu pada
pasien dengan gejala utama rinorea. Selain antihistamin, pemakaian
antikolinergik juga efektif pada pasien dengan gejala utama rinorea. Obat
ini adalah antagonis muskarinik. Obat yang disarankan seperti Ipratropium
bromida, juga terdapat formula topikal dan atrovent, yang mempunyai
efek sistemik lebih sedikit. Penggunaan obat ini harus dihindari pada
pasien dengan takikardi dan glaukom sudut sempit.
Steroid topikal membantu pada pasien dengan gejala utama kongesti,
rinorea dan bersin. Obat ini menekan respon inflamasi lokal yang
disebabkan oleh vasoaktif mediator yang dapat menghambat Phospolipase
10

A2, mengurangi aktivitas reseptor asetilkolin, menurunkan basofil, sel


mast dan eosinofil. Efek dari kortikostreroid tidak bisa segera, tapi dengan
penggunaan jangka panjang, minimal sampai 2 gr sebelum hasil yang
diinginkan tercapai. Steroid topikal yang dianjurkan seperti
Beclomethason, Flunisolide dan Fluticasone. Efek samping dengan steroid
yaitu edem mukosa dan eritema ringan.
Dekongestan atau simpatomimetik agen digunakan pada gejala utama
hidung tersumbat. Untuk gejala yang multipel, penggunan dekongestan
yang diformulasikan dengan antihistamin dapat digunakan. Obat yang
disarankan seperti Pseudoefedrin, Phenilprophanolamin dan Phenilephrin
serta Oxymetazoline (semprot hidung). Obat ini merupakan agonis
reseptor α dan baik untuk meringankan serangan akut. Pada penggunaan
topikal yang terlalu lama (> 5 hari) dapat terjadi rhinitis medikamentosa
yaitu rebound kongesti yang terjadi setelah penggunaan obat topikal > 5
hari. Kontraindikasi pemakaian dekongestan adalah penderita dengan
hipertensi yang berat serta tekanan darah yang labil.
Pemberian preparat Kalsium seperti Dumocalsin atau preparat Kalk
dapat juga digunakan. Pada rhinitis vasomotor terjadi peningkatan
acetilkholin sebagai akibat dari dominasi parasimpatis untuk menurunkan
kadar asetil cholin maka diperlukan adanya enzyme asetilcholin esterase.
Dengan pemberian prerat Kalk dapat meningkatkan kerja enzyme asetil
cholin esterase sehingga dapat memecah asetilkolin yang menumpuk
tersebut.
3. Bedah
Jika rhinitis vasomotor tidak berkurang dengan terapi diatas, prosedur
pembedahan dapat dilakukan antara lain dengan Cryosurgery / Bedah
Cryo yang berpengaruh pada mukosa dan submukosa. Operasi ini
merupakan tindakan yang cukup sukses untuk mengatasi kongesti, tetapi
ada kemungkinan untuk terjadinya hidung tersumbat post operasi yang
berlangsung lama dan kerusakan dari septum nasi. Neurectomi n.vidianus
merusak baik hantaran simpatis and parasimpatis ke mukosa sehingga
dapat menghilangkan gejala rinorea. Kauterisasi dengan AgNO3 atau
11

elektrik cauter dapat dilakukan tetapi hanya pada lapisan mukosa.


Cryosurgery lebih dipertimbangkan daripada kauterisasi karena dapat
mencapai lapisan submukosa. Reseksi total atau parsial pada konka
inferior berhasil baik.
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan melakukan
olahraga dapat meningkatkan daya tahan dan kondisi penderita rhinitis
vasomotor. Peningkatan aktivitas fisik berpengaruh pada pengurangan
produksi dari protein yang memacu timbulnya mukus. Penjelasan lain
menyebutkan dengan olahraga dapat menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi membran, karena dengan olahraga dapat meningkatkan
kadar adrenalin sehinggga dapat mengurangi sekresi mukus. Juga dengan
olahraga akan membentuk reflek nasopulmonal yaitu dengan
meningkatkan Volume Tidal (VT) paru dan diharapkan bila paru terbuka
maksimal maka hidung juga akan lebih terbuka, sehingga dapat
mengurangi sumbatan hidung. Ini bukanlah suatu solusi permanen dalam
menangani rhinitis vasomotor, tetapi dapat dipertimbangkan sebagai salah
satu bentuk pencegahan terjadinya eksaserbasi gejala. 10,11
12

Gambar 3. Algoritme tatalaksana Rhinitis Vasomotor 11

2.10 Komplikasi
13

Rhinitis yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi


berupa:2,12
a. Sinusitis
Rhinitis dapat menyebabkan rongga sinus terinfeksi dan mengalami
peradangan. Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus
dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) didalam kompleks
ostiomeatal (KOM). Mukus juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-
zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang
masuk bersama udara pernafasan.12
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila
terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia
tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif
di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula
serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rhinosinusitis non bacterial dan
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini
menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk
tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini
disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.12

Gambar 4. perubahan silia pada sinusitis

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis


terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi
obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang
menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan
14

mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus.12
Komplikasi rhinitis yang paling sering terjadi adalah radang dalam
selaput hidung atau biasa disebut sinusitis. Biasanya, jika sinus menjadi penuh
dengan lendir, cairan mengalir keluar. Namun, jika cairan tidak dapat
mengalir, akibat dari penyumbatan dan dapat terinfeksi oleh bakteri.2

b. Polip Nasal
Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang terdiri atas
cairan interseluler dan kemudian terdorong ke dalam rongga hidung dan gaya
berat. Polip dapat timbul dari bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan
seringkali bilateral. Polip hidung paling sering berasal dari sinus maksila
(antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksilla dan masuk ke ronga
hidung dan membesar di koana dan nasopharing. Polip ini disebut polip
koana.13

Gambar 6. Polip Nasal

Secara makroskopik polip terlihat sebagai massa yang lunak berwarna


putih atau keabu-abuan. Sedangkan secara mikroskopik tampak submukosa
hipertropi dan sembab. Sel tidak bertambah banyak dan terutama terdiri dari
sel eosinofil, limfosit dan sel plasma sedangkan letaknya berjauhan dipisahkan
oleh cairan interseluler. Pembuluh darah, syaraf dan kelenjar sangat sedikit
dalam polip dan dilapisi oleh epitel throrak berlapis semu.13
15

Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan


terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan
interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses
terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan
turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk
polip.2,13
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif
atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan
polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu–raguan bahwa
infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan
dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan
mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam
rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler
dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau
pembuluh darah.2,13
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain:
a. Rhinitis.
b. Sinusitis kronik.
c. Iritasi.
d. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan
hipertrofi konka

Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama.


Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis. Dalam jangka waktu
yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan
edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan
pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di
sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terus membesar di
antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan
pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang
mempunyai riwayat rinitis. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus
membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.2
16

2.11 Prognosis

Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan


rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rhinitis alergi, perlu
anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.8
BAB III
PENUTUP

Rhinitis vasomotor adalah suatu inflamasi pada mukosa hidung yang


bukan merupakan proses alergi, non infeksius dan menyebabkan terjadinya
obstruksi hidung dan rhinorea. Etiologinya dipercaya sebagai akibat
ketidakseimbangan saraf otonom pada mukosa hidung sehingga terjadi pelebaran
dan pembengkakan pembuluh darah di hidung.
Rhinitis vasomotor sering ditemukan pada usia > 20 tahun dan terbanyak
diderita oleh perempuan. Diagnosa rhinitis vasomotor ditegakkan berdasarkan
gejala klinis dan hasil pemeriksaan skin test mengingat kemiripan gejala yang
juga dimiliki oleh rhinitis alergika. Rhinitis vasomotor mempunyai hasil skin test
yang (-) dan test allergen yang (-). Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan
fisiologik neurovaskular mukosa hidung dengan gejala hidung tersumbat, rinore
yang hebat dan kadang – kadang dijumpai adanya bersin – bersin. Penyebab
pastinya tidak diketahui. Diduga akibat gangguan keseimbangan sistem saraf
otonom yang dipicu oleh faktor-faktor tertentu. Biasanya dijumpai setelah dewasa
( dekade ke – 3 dan 4 ). Rinitis vasomotor sering tidak terdiagnosis karena gejala
klinisnya yang mirip dengan rinitis alergi, oleh sebab itu sangat diperlukan
pemeriksaan - pemeriksaan yang teliti untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis
lainnya terutama rinitis alergi dan mencari faktor pencetus yang memicu
terjadinya gangguan vasomotor. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara
konservatif dan apabila gagal dapat dilakukan tindakan operatif.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Pulungan AS. Rinitis Akut et causa Infeksi Bakteri pada Laki-laki Dewasa
22 Tahun. Lampung: The Journal of Medical School. 2013;1(5):7-13.

2. Adams GL, Boies LR, Higler PH. 2007. Buku ajar penyakit THT.Edisi VI.
Jakarta: EGC. p.123-125.

3. Ballenger. 2003. Anatomy and Physiology of The Nose and Paranasal


Sinuses. In: Snow, J.B., and Ballenger, J.J. Editor. Otorhinolaryngology
Head and Neck Surgey, 16th Ed. BC Decker Inc. Spanyol. p. 547-60.

4. Mark DS, Michael AK. Nonallergic Rhinitis, With a Focus on Vasomotor


Rhinitis. In : WAO Journal. 2009. Institute for Asthma & Allergy :
Bethesda. Available from : http://www.waojournal.org/content/pdf/1939-
4551-2-3-20.pdf

5. Soepardi EA. 2007. Buku ajar ilmu penyakit telinga, hidung,


tenggorokkan, Kepala dan leher. Edisi VI. Jakarta : FK UI. p. 143-6.

6. Elise Kasakeyan. Rinitis Vasomotor. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti


Iskandar, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-7. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI, 2014. p. 135–6.

7. Eifan A. Pathogenesis of Rhinitis. London: Clinical and Experimental


Allergy. 2016:2-39

8. Mark DS, Michael AK. Nonallergic Rhinitis, With a Focus on Vasomotor


Rhinitis. In : WAO Journal. 2009. Institute for Asthma & Allergy :
Bethesda. Available from : http://www.waojournal.org/content/pdf/1939-
4551-2-3-20.pdf

9. Patricia WW, Stephen FW. Vasomotor rhinitis. Am fam


physician. university of louisville school of medicine, louisville,
Kentucky. 2005. p:1057-1062. Available from :
http://www.aafp.org/afp/2005/0915/p1057.html

10. Sanico A, Togias A. Noninfectious, nonallergic rhinitis (NINAR). Dalam:


Lalwani KA,Ed. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head
and Neck Surgery second edition. New York: Lange McGrawHill Comp,
2007.p. 112-7.

11. Lauriello M, Pasqua M, Frieri G et all. Association between Vasomotor


Rhinitis and Iritable bawel syndrome. Winter: Allergy and Rhinologi.
2016;7(4):p.249-55.

18
19

12. Ramalinggam KK. Anatomy and physiology of nose and paranasal


sinuses. A Short Practice of Otolaryngology. All India Publishers; p. 214-
31.

13. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J. 2007. Polip hidung dalam buku
ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher, edisi ke-6.
Jakarta: FK UI. p. 123-5.

Anda mungkin juga menyukai