RHINITIS VASOMOTOR
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian SMF Ilmu Kesehatan THT-KL di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh
Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
Oleh :
Preseptor :
DAFTAR ISI............................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
KATA PENGANTAR
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2
3
tiap kavum nasi dibatasi 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh
tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media
dan konkha inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha
inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi
konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema. Konka suprema
biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat
pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan
suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior
dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha
media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konkha media disebut
meatus superior.3
Meatus medius merupakan celah yang penting karena disini terdapat
muara dari sinus maksilla, sinus frontal dan bagian anterior sinus etmoid.
Infundibulum adalah bagian yang terletak di balik meatus medius dinding lateral
di bagian anterior. Ada suatu muara atau fisura yang menghubungkan meatus
medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding
inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang dikenal sebagai
prosesus unsinatus.3
Fungsi utama hidung yaitu Sebagai jalan nafas, alat pengatur kondisi
udara, penyaring udara, indra penghidu, resonansi suara, turut membantu proses
bicara, reflek nasal.3
2.3 Epidemiologi
Insiden rhinitis non alergi (NAR) bervariasi dari studi ke studi. Hampir
semua publikasi tentang NAR ditemukan di Amerika Utara dan sastra Eropa.
Dengan demikian, tidak jelas apakah kejadian atau usia dan distribusi seks berlaku
untuk populasi yang belum distudikan di tempat lain di dunia. Salah satu survey
praktek kesehatan US, klasifikasi pasien dengan rhinitis adalah 43% rhinitis
alergi, 23% rhinitis non alergi dan 34% rhinitis campuran. Penelitian di Eropa
yang sama telah ditemukan bahwa sekitar 1 dari 4 pasien mengeluhkan gejala
hidung memiliki rhinitis non alergi.4
Perkiraan terbaru menunjukkan bahwa 50 juta Eropa memiliki NAR,
dengan prevalensi total lebih besar dari 200 juta penduduk dunia. Di Amerika
Serikat, ada sekitar 60 juta pasien dengan rhinitis alergi dan 30 juta dengan
rhinitis vasomotor. Rhinitis nonallergic cenderung onset dewasa, dengan usia khas
presentasi antara 30 dan 60 tahun. Setelah gejala mulai, mereka sering
berlangsung seumur hidup. Pada orang dewasa, kebanyakan studi melaporkan
dominasi perempuan yang jelas, dengan perkiraan mulai dari 58% sampai 71%.4
2.4 Etiologi
Penyebab pasti rhinitis vasomotor ini belum diketahui secara pasti, diduga
akibat gangguan keseimbangan vasomotor. Keseimbangan vasomotor ini
dipengaruhi berbagai hal, antara lain:5
1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, misal
ergotamin, clorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokonstriktor lokal.
2. Faktor fisik, seperti asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi
dan bau yang merangsang.
3. Faktor endokrine, seperti kehamilan, pubertas dan hipotiroidisme.
4. Faktor psikis seperti cemas, tegang.
5
2.5 Patogenesis
bagian anterior hipotalamus teraktivasi misalnya oleh aroma yang kuat serta
emosi, maka akan menimbulkan reaksi parasimpatetik di perifer sehingga terjadi
dominasi fungsi syaraf parasimpatis di perifer, termasuk di hidung yang dapat
menimbulkan manifestasi klinis berupa rhinitis vasomotor.7
Dari penelitian telah diketahui bahwa vaskularisasi hidung dipersarafi
sistem adrenergik maupun oleh kolinergik. Sistem saraf otonom ini yang
mengontrol vaskularisasi pada umumnya dan sinusoid vena pada khususnya,
memungkinan kita memahami mekanisme bendungan koana. Stimulasi kolinergik
menimbulkan vasodilatasi sehingga koana membengkak atau terbendung, hasilnya
terjadi obstruksi saluran hidung. Stimulasi simpatis servikalis menimbulkan
vasokonstriksi hidung. 5
Dianggap bahwa sistem saraf otonom, karena pengaruh dan kontrolnya
atas mekanisme hidung, dapat menimbulkan gejala yang mirip rhinitis alergika.
Rinopati vasomotor disebabkan oleh gangguan sistem saraf autonom dan dikenal
sebagai disfungsi vasomotor. Reaksi vasomotor ini terutama akibat stimulasi
parasimpatis (atau inhibisi simpatis) yang menyebabkan vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas vaskular disertai edema dan peningkatan sekresi kelenjar. Bila
dibandingkan mekanisme kerja pada rhinitis alergik dengan rhinitis vasomotor,
maka reaksi alergi merupakan akibat interaksi antigen antibodi dengan pelepasan
mediator yang menyebabkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan
permeabilitas yang menimbulkan gejala obstruksi saluran pernafasan hidung serta
gejala bersin dan rasa gatal.
Pelepasan mediator juga meningkatan aktivitas kelenjar dan meningkatkan
sekresi, sehingga mengakibatkan gejala rinorea. Pada reaksi vasomotor yang khas,
terdapat disfungsi sistem saraf autonom yang menimbulkan peningkatan kerja
parasimpatis (penurunan kerja simpatis) yang akhirnya menimbulkan peningkatan
dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas yang
menyebabkan transudasi cairan dan edema. Hal ini menimbulkan gejala obstruksi
saluran pernafasan hidung serta gejala bersin dan gatal. Peningkatan aktivitas
parasimpatis meningkatkan aktivitas kelenjar dan menimbulkan peningkatan
sekresi hidung yang menyebabkan gejala rinorea. Pada reaksi alergi dan disfungsi
vasomotor menghasilkan gejala yang sama melalui mekanisme yang berbeda.
7
2.7 Diagnosis
1. Rinitis alergi
2. Rinitis medikamentosa
9
2.9 Penatalaksanaan10,11
2.10 Komplikasi
13
mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus.12
Komplikasi rhinitis yang paling sering terjadi adalah radang dalam
selaput hidung atau biasa disebut sinusitis. Biasanya, jika sinus menjadi penuh
dengan lendir, cairan mengalir keluar. Namun, jika cairan tidak dapat
mengalir, akibat dari penyumbatan dan dapat terinfeksi oleh bakteri.2
b. Polip Nasal
Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang terdiri atas
cairan interseluler dan kemudian terdorong ke dalam rongga hidung dan gaya
berat. Polip dapat timbul dari bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan
seringkali bilateral. Polip hidung paling sering berasal dari sinus maksila
(antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksilla dan masuk ke ronga
hidung dan membesar di koana dan nasopharing. Polip ini disebut polip
koana.13
2.11 Prognosis
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Pulungan AS. Rinitis Akut et causa Infeksi Bakteri pada Laki-laki Dewasa
22 Tahun. Lampung: The Journal of Medical School. 2013;1(5):7-13.
2. Adams GL, Boies LR, Higler PH. 2007. Buku ajar penyakit THT.Edisi VI.
Jakarta: EGC. p.123-125.
18
19
13. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J. 2007. Polip hidung dalam buku
ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher, edisi ke-6.
Jakarta: FK UI. p. 123-5.