Anda di halaman 1dari 54

Laporan Kasus

HEMIPLEGIA SINISTRA TIPE SPASTIK + PARESE NERVUS


VII SINISTRA TIPE SENTRAL DAN NERVUS XII SINISTRA
TIPE SENTRAL ET CAUSA SUBARACHNOID
HEMORRHAGE

Oleh:
Anindya Elok Susanti, S.Ked.
NIM 712019006

Pembimbing:
dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan Laporan Kasus dengan judul

HEMIPLEGIA SINISTRA TIPE SPASTIK + PARESE NERVUS


VII SINISTRA DAN NERVUS XII SINISTRA TIPE SENTRAL
ET CAUSA SUBARACHNOID HEMORRHAGE

Dipersiapkan dan disusun oleh


Anindya Elok Susanti, S.Ked.
NIM 712019006

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Palembang,November 2020
Pembimbing

dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S.


KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan laporan kasus
ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyaki Saraf Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang Bari pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa kepaniteraan klinik sampai pada penyusunan laporan kasus ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan kasus ini. Oleh karena itu,
saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S., selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
laporan kasus ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Palembang, November 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH..........................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv

BAB I STATUS PENDERITA NEUROLOGI


1.1 Identitas.......................................................................................1
1.2 Anamnesa....................................................................................1
1.3 Pemeriksaan Fisik.......................................................................2
1.4 Rencana Pemeriksaan Penunjang................................................12
1.5 Ringkasan....................................................................................12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi Lapisan Meningens......................................................17
2.2 Fisiologi Sistem Saraf Pusat........................................................20
2.3 Stroke..........................................................................................22
2.3.1. Definisi Stroke......................................................................22
2.3.2. Klasifikasi.............................................................................22
2.4. Subarachnoid Hemorrhage........................................................27
2.4.1. Definisi.................................................................................27
2.4.2. Etiologi.................................................................................28
2.4.3. Patofisiologi.........................................................................28
2.4.4. Gejala Klinis.........................................................................29
2.4.5. Diagnosis Banding...............................................................36
2.4.6. Pengobatan...........................................................................37
2.4.7. Komplikasi...........................................................................38
2.4.8. Prognosis..............................................................................39

BAB III ANALISA KASUS...........................................................................40

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
STATUS PENDERITA NEUROLOGI

1.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. W
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Palembang
Agama : Islam
MRS Tanggal : 29 November 2020

1.2. Anamnesa
Pasien dirawat di bagian saraf RSUD Palembang BARI karena
mengalami kelemahan sesisi tubuh kirinya, nyeri kepala, mual dan muntah
serta bicara pelo yang terjadi secara tiba-tiba.
Pada saat SMRS, pasien mengalami kelemahan sesisi tubuh kiri saat
beraktfitas yang terjadi secara tiba-tiba. Selain itu, saat serangan pasien juga
mengeluh nyeri kepala, disertai mual dan muntah. Keluhan penurunan
kesadaran tidak ada. Pasien masih dapat mengungkapkan isi pikiran secara
lisan, tulisan, dan isyarat. Pasien masih dapat mengerti isi pikiran orang lain
secara lisan, tulisan, maupun isyarat. Saat bicara mulut penderita mengot,
penderita sukar untuk mengucapkan kata-kata dan bicara pelo.
Saat serangan, penderita tidak mengalami jantung berdebar-debar dan
tidak disertai sesak napas. Penderita mempunyai riwayat hipertensi yang
tidak terkontrol. riwayat trauma kepala tidak ada, riwayat sakit jantung
tidak ada. Riwayat merokok juga tidak ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya oleh pasien. Pasien di
rawat di RSUD Palembang BARI karena terjadi kelemahan pada sesisi
tubuh sebelah kiri dan mulut mengot serta bicara pelo.

1
1.3. Pemeriksaan Fisik
Status Presens
Kesadaran : Composmentis
Gizi : Baik
Suhu Badan : 36,8ºC
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Berat Badan : Tidak diketahui
Tinggi Badan : Tidak diketahui

Status Internus
Jantung : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+), normal, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-), CRT <2 detik
Genitalia : Tidak diperiksa

Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif
Perhatian : Ada
Ekspresi Muka : Wajar
Kontak Psikis : Ada

Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normocephali
Simetris : Simetris

2
B. Leher
Sikap : Lurus
Torticolis : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Pembuluh darah : Pelebaran (-)

C. Saraf-saraf Otak
1. Nervus Olfaktorius
Kanan Kiri
Penciuman Normal Normal
Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hyposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada

2. Nervus Opticus
Kanan Kiri
Visus Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Campus Visi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Kanan Kiri
Anopsia Tidak ada Tidak ada
Hemianopsia Tidak ada Tidak ada
Fundus Oculli
Papil Edema Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Papil atrofi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Perdarahan retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa

3
3. Nervus Occulomotorius, Trochlearis, dan Abducens
Kanan Kiri
Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Exopthalmus Tidak ada Tidak ada
Enopthalmus Tidak ada Tidak ada
Deviation conjugae Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata Segala arah Segala arah
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 3 mm 3 mm
Isokor/anisokor Isokor Isokor
Midriasis/miosis Tidak ada Tidak ada
Reflek Cahaya
Langsung Positif Positif
Konsensuil Positif Positif
Akomodasi Positif Positif
Argyl Robetson Negatif Negatif

4. Nervus Trigeminus
Motorik
Kanan Kiri
Menggigit Kuat Kuat
Trismus Tidak ada Tidak ada
Refleks kornea Positif Positif

4
Sensorik
Kanan Kiri
Dahi Normal Normal
Pipi Normal Normal
Dagu Normal Normal

5. Nervus Facialis
Motorik
Kanan Kiri
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Lagoftalmus tidak ada Lagoftalmus tidak ada
Menunjukkan gigi Sudut mulut kiri tertinggal
Lipatan nasolabialis Lipat nasolabialis kiri datar
Bentuk muka
Istirahat Tidak simetris Tidak simetris
Berbicara/bersiul Pelo Pelo

Sensorik
Kanan Kiri
2/3 depan lidah Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Otonom
Kanan Kiri
Salivasi Normal Normal
Lakrimasi Normal Normal
Chvostek’s sign Tidak ada Tidak ada

6. Nervus Cochlearis
Kanan Kiri
Suara bisikan Terdengar Terdengar
Detik arloji Terdengar Terdengar

5
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7. Nervus Vagus dan Glossopharyngeus


Kanan Kiri
Arcus pharynx Simetris Simetris
Uvula Ditengah Ditengah
Gangguan menelan Tidak ada Tidak ada
Suara bicara Normal Normal
Denyut jantung BJ I dan II Normal
Refleks
Muntah Tidak dilakukan pemeriksaan
Batuk Tidak dilakukan pemeriksaan
Occulocardiac Normal
Sinus karotikus Normal

Sensorik
Kanan Kiri
1/3 belakang lidah Tidak dilakukan pemeriksaan

8. Nervus Accesorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu Kuat Kuat
Memutar kepala Tidak ada hambatan Tidak ada hambatan

9. Nervus Hypoglossus
Kanan Kiri
Menjulurkan lidah Deviasi ke kiri
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada Tidak ada
Disartria Ada

6
D. Columna Vertebralis
Kyphosis : Tidak ada
Scoliosis : Tidak ada
Lordosis : Tidak ada
Gibbus : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Meningocele: Tidak ada
Hematoma : Tidak ada
Nyeri Ketok : Tidak ada

E. Badan dan Anggota Gerak


Motorik
Lengan Kanan Kiri
Gerakan cukup Tidak ada
Kekuatan 5 0
Tonus Eutoni Hipertoni
Refleks Fisiologis
Biceps Normal Hiperrefleks
Triceps Normal Hiperrefleks
Periost radius Normal Hiperrefleks
Periost ulna Normal Hiperrefleks
Refleks Patologis
Hoffman Trommer Negatif Negatif
Trofik Eutrofi Eutrofi

Tungkai Kanan Kiri


Gerakan Cukup Tidak ada
Kekuatan 5 0
Tonus Eutoni Hipertoni
Klonus
Paha Negatif Negatif

7
Kaki Negatif Negatif
Refleks Fisiologis
KPR Normal Hiperrefleks
APR Normal Hiperrefleks
Refleks Patologis
Babinsky Negatif Positif
Chaddock Negatif Negatif
Oppenheim Negatif Negatif
Gordon Negatif Negatif
Schaeffer Negatif Negatif
Rossolimo Negatif Negatif
Mendel Bechtereyev Negatif Negatif
Refleks kulit perut
Atas Normal
Tengah Normal
Bawah Normal
Tropik Eutrofi Eutrofi

Sensorik
Tidak ada gangguan sensorik pada tungkai kiri dan lengan kiri

8
F. Gambar

Gerakan: tidak ada


Kekuatan: 0

Refleks fisiologis:
Hiperrefleks

Gerakan: tidak ada


Kekuatan: 0

Refleks fisiologis:
Hiperrefleks

Keterangan: Hemiplegia Sinistra Tipe Spastik dan Parese Nervus


VII Sinistra tipe sentral dan nervus XII Sinistra Tipe Sentral

G. Gejala Rangsang Meningeal


Kanan Kiri
Kaku kuduk Ada
Kernig Ada
Lasseque Ada
Ada
Brudzinsky
Neck Ada
Cheeck Ada
Symphisis Ada
Leg I Ada
Leg II Ada

9
H. Gait dan Keseimbangan
Gait
Ataxia Belum dapat dinilai
Hemiplegic Belum dapat dinilai
Scissor Belum dapat dinilai
Propulsion Belum dapat dinilai
Histeric Belum dapat dinilai
Limping Belum dapat dinilai
Steppage Belum dapat dinilai
Astasia-abasia Belum dapat dinilai

Keseimbangan
Romberg Belum dapat dinilai
Dysmetri
Jari-jari Belum dapat dinilai
Jari-hidung Belum dapat dinilai
Tumit-tumit Belum dapat dinilai
Dysdiadochokinesis Belum dapat dinilai
Trunk ataxia Belum dapat dinilai
Limb ataxia Belum dapat dinilai

I. Gerakan Abnormal
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myoclonic : Tidak ada

J. Fungsi Vegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal

10
Ereksi : Tidak diperiksa

K. Fungsi Luhur
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada

L. Skor Siriraj
Rumus:
(2,5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0,1 x D) – (3 x A) – 12
(2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 100) – (3 x 0) – 12 = 2
Interpretasi: Stroke Perdarahan

M. Skor Gajah Mada


Rumus:

Nyeri kepala (+), penurunan kesadaran (-), refleks babinsky (+)


Interpretasi: Stroke Perdarahan

11
1.4. Rencana Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Meluputi : hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum,
kreatinin), activated partial thrombin time (APTT), waktu prothrombin
(PT), INR, gula darah puasa, dan 2 jam PP, HbA1C, profil lipid, C-
reactive protein (CRP), laju endap darah, dan pemeriksaan atas indikasi
seperti enzim jantung, serum elektrolit, analisis hepatik, dan
pemeriksaan elektrolit.
b. EKG
c. Rontgen Thorax
d. CT-Scan Kepala

1.5. Ringkasan
Pasien dirawat di bagian saraf RSUD Palembang BARI karena
mengalami kelemahan sesisi tubuh kirinya, nyeri kepala, mual dan muntah
serta bicara pelo yang terjadi secara tiba-tiba.
Pada saat SMRS, pasien mengalami kelemahan sesisi tubuh kiri saat
beraktfitas yang terjadi secara tiba-tiba. Selain itu, saat serangan pasien juga
mengeluh nyeri kepala, disertai mual dan muntah. Keluhan penurunan
kesadaran tidak ada Pasien masih dapat mengungkapkan isi pikiran secara
lisan, tulisan, dan isyarat. Pasien masih dapat mengerti isi pikiran orang lain
secara lisan, tulisan, maupun isyarat. Saat bicara mulut penderita mengot,
penderita sukar untuk mengucapkan kata-kata dan bicara pelo.
Saat serangan, penderita tidak mengalami jantung berdebar-debar dan
tidak disertai sesak napas. Penderita mempunyai riwayat hipertensi yang
tidak terkontrol. riwayat trauma kepala tidak ada, riwayat sakit jantung
tidak ada. Riwayat merokok juga tidak ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya oleh pasien. Pasien di
rawat di RSUD Palembang BARI karena terjadi kelemahan pada sesisi
tubuh sebelah kiri dan mulut mengot serta bicara pelo.

12
Pemeriksaan
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Baik
Suhu Badan : 36,8ºC
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Berat Badan : Tidak diketahui
Tinggi Badan : Tidak diketahui

Saraf-saraf Otak
Nervus Facialis
Kanan Kiri
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Lagoftalmus tidak ada Lagoftalmus tidak ada
Menunjukkan gigi Sudut mulut kiri tertinggal
Lipatan nasolabialis Lipat nasolabialis kiri datar
Bentuk muka
Istirahat Tidak simetris Tidak simetris
Berbicara/bersiul Tidak simetris Tidak simetris

Nervus Hypoglossus
Kanan Kiri
Menjulurkan lidah Deviasi ke kiri
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada Tidak ada
Disartria Ada

Motorik
Lengan Kanan Kiri
Gerakan cukup Tidak ada
Kekuatan 5 0

13
Tonus Eutoni Hipertoni
Refleks Fisiologis
Biceps Normal Hiperrefleks
Triceps Normal Hiperrefleks
Periost radius Normal Hiperrefleks
Periost ulna Normal Hiperrefleks
Refleks Patologis
Hoffman Trommer Negatif Negatif
Trofik Eutrofi Eutrofi

Tungkai Kanan Kiri


Gerakan Cukup Tidak ada
Kekuatan 5 0
Tonus Eutoni Hipertoni
Klonus
Paha Negatif Negatif
Kaki Negatif Negatif
Refleks Fisiologis
KPR Normal Hiperrefleks
APR Normal Hiperrefleks
Refleks Patologis
Babinsky Positif Positif
Chaddock Negatif Negatif
Oppenheim Negatif Negatif
Gordon Negatif Negatif
Schaeffer Negatif Negatif
Rossolimo Negatif Negatif
Mendel Bechtereyev Negatif Negatif
Refleks kulit perut
Atas Normal
Tengah Normal
Bawah Normal

14
Tropik Eutrofi Eutrofi

Gejala Rangsang Meningeal


Kanan Kiri
Kaku kuduk Ada
Kernig Ada
Lasseque Ada
Ada
Brudzinsky
Neck Ada
Cheeck Ada
Symphisis Ada
Leg I Ada
Leg II Ada

Sensorik
Tidak ada gangguan sensorik pada tungkai kiri dan lengan kiri

Diagnosa Klinik : Hemiplegia sinistra tipe spastik + parese nervus


VII
sinistra tipe sentral dan nervus XII sinistra tipe
sentral
Diagnosa Topik : Lesi di ruang subarachnoid
Diagnosa Etiologi : Subarachnoid hemorrhage
Diagnosa Tambahan : Hipertensi grade II

Pengobatan
1. Perawatan
- Posisi semifowler 30º
- O2 3 liter
- Bed rest total tidak boleh duduk

15
2. Medikamentosa
- IVFD RL gtt 20x/menit
- Inj. Asam tranexamat 3x500 mg i.v
- Inj. Citicolin 2x500 mg i.v
- Inj. Ketorolac 2x30 mg i.v
- Inj. Ranitidin 2x1 ampul i.v
- Candesartan 1x16 mg per oral
- Amlodipin 1x10 mg per oral
- Paracetamol 3x500 mg tab per oral
- Neurodex 1x1 tab per oral
- Nimodipin 60 mg/4 jam per oral

Prognosa
Quo ad vitam : bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

16
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Lapisan Meningens


Berdasarkan struktur dan fungsinya, sistem saraf secara garis besar
dapat dibagi dalam sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan
medula spinalis dan sistem saraf tepi (SST). Didalam sistem saraf pusat
terjadi berbagai proses analisis informasi yang masuk serta proses sintesis
dan mengintegrasikannya.1
Otak merupakan bagian sistem saraf pusat dimana dalam
pembagiannya digolongkan menjadi korteks serebri, ganglia basalis,
thalamus dan hypothalamus, mesenchepalon, batang otak, dan serebelum.
Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meningens) yaitu
duramater, arachnoidea, piamater dan dilindungi oleh tulang tengkorak .2

Gambar 1: Lapisan Pelindung Otak

Otak terdiri dari neuron – neuron, sel glia, cairan serebrospinalis, dan
pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama yaitu
sekitar 100 miliar tetapi jumlah koneksi diantara berbagai neuron tersebut

17
berbeda – beda. Orang dewasa yang mengkonsumsi sekitar 20% oksigen
dan 50% glukosa di dalam darah arterinya hanya membentuk sekitar 2%
atau 1,4 kg koneksi neuron dari berat tubuh total.3
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu
sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar
berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah
arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang
menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri
serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah
ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi.
Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik,
sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik,
sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area
visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta
batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target
organ.
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan
kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena
adanya serangan stroke .4
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan
luarnya adalah duramater dan lapisan dalamnya, dibagi menjadi
arachnoidea dan piamater.

18
Gambar 2.2. Perdarahan subarachnoid

 Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang
kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar
(periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu,
kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk
menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus
terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan
dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak.1,2

 Arachnoid

19
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam
dura dan hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu
spatium subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi
liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke
piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu
anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling
berhubungan.1,2
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan
piamater yang secararelative sempit dan terletak di atas permukaan
hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah
lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut
cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak
yang  berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan
cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.1,2

 Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis
yang menutupi  permukaan otak dan membentang ke dalam
sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater
juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus
callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel
tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-
pembuluh darah choroideus untuk  membentuk pleksus choroideus dari
ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel
keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.1,2

2.2. Fisiologi Sistem Saraf Pusat


Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sebanyak 100
milyar neuron yang diperkirakan terdapat di otak tersusun membentuk
anyaman kompleks yang memungkinkan (l) secara bawah sadar mengatur

20
lingkungan internal melalui sistem saraf, (2) mengalami emosi, (3) secara
sadar mengontrol gerakan, (4) menyadari (mengetahui dengan kesadaran)
tubuh sendiri dan lingkungan, dan (5) melakukan fungsi-fungsi kognitif yang
lebih luhur misalnya berpikir dan mengingat. Kata kognisi (cognition)
merujuk kepada tindakan atau proses "mengetahui", termasuk kesadaran dan
penilaian. Tidak ada bagian otak yang bekerja sendiri terpisah dari bagian-
bagian otak lain, karena anyaman neuron-neuron terhubung secara anatomis
oleh sinaps, dan neuron-neuron di seluruh otak berkomunikasi secara
ekstensif satu sama lain dengan cara listrik atau kimiawi. Akan tetapi, neuron-
neuron yang bekerja sama untuk akhirnya melaksanakan fungsi tertentu
cenderung tersusun dalam lokasi yang terpisah.
Karena itu, meskipun merupakan suatu keseluruhan yang fungsional, otak
tersusun menjadi bagian-bagian yang berbeda. Bagian-bagian otak dapat
dikelompokkan dalam berbagai cara bergantung pada perbedaan anatomik,
spesialisasi fungsi, dan perkembangan evolusi. Kita akan memakai
pengelompokan berikut2 :
1. Batang otak
2. Serebelum
3. Otak depan (forebrain)
a) Diensefalon
1) Hipotalamus
2) Thlamus
b) Serebrum
1) Nukleus basal
2) Korteks serebri
Patokan anatomik yang digunakan dalam pemetaan korteks adalah lipatan-
lipatan dalam tertentu yang membagi masing-masing paruh korteks menjadi
empar lobus utama: lobus oksipitalis, temporal, parietalis, dan frontalis, Lobus
oksipitalis, yang terletak di posterior (di kepala belakang), melaksanakan
pemrosesan awal masukan penglihatan. Sensasi suara pada awalnya dipersepsikan
oleh lobus temporalis, yang terletak di lateral (di kepala samping). Lobus

21
parietalis dan frontalis, yang terletak di kepala bagian atas, dipisahkan oleh lipatan
dalam, sulkus sentralis, yang berjalan kira-kira ke bagian tengah permukaan
lateral masing-masing hemisfer. Lobus parietalis terletak di belakang sulkus
sentralis di masing-masing sisi, dan lobus frontalis terletak di depannya. Lobus
parietalis terutama berperan menerima dan memproses masukan sensorik. Lobus
frontalis berperan dalam tiga fungsi utama: (1) aktivitas motorik volunter, (2)
kemampuan berbicara, dan (l) elaborasi pikiran2. Peta fungsional korteks dapat
dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.3. Daerah Fungsional Korteks Cerebri

2.3. Stroke
2.3.1. Definisi
Definisi stroke menurut WHO adalah tanda-tanda klinis gangguan
fungsi otak fokal atau global yang berkembang dengan tiba-tiba,

22
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, tanpa penyebab
lain yang jelas selain dari vaskular .
3

2.3.2. Klasifikasi
Menurut Perdossi stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah, dan
stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap
jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif, dan prognosis yang
berbeda, walaupun patogenesisnya serupa.5
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1) Stroke iskemik
a. Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic Attack/TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2) Stroke hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat
cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah
satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam
jaringan otak. Apabila perdarahan terjadi pada individu yang
tidak mengidap hipertensi, maka diperlukan pemeriksaan
untuk mengetahui kausa lain dari perdarahan tersebut seperti
gangguan perdarahan, malformasi arteriovena, dan tumor yang
menyebabkan erosi. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan
intraserebrum paling sering terjadi pada saat pasien terjaga dan
aktif, sehingga kejadian sering disaksikan orang lain8.
Karena lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam,
basal ganglia dan kapsula interna sering menerima beban
terbesar tekanan dan iskemia yang disebabkan stroke tipe ini.
Dengan mengingat bahwa basal ganglia memodulasi fungsi
motorik volunter dan bahwa semua serat saraf aferen dan

23
eferen di separuh korteks mengalami pemadatan untuk masuk
dan keluar dari kapsula interna, maka dapat dilihat bahwa
stroke di salah satu bagian ini diperkirakan dapat menimbulkan
defisit yang sangat merugikan. Biasanya perdarahan di dalam
jarungan otak menyebabkan defisit neurologis fokal yang
cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit
sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan
dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada
keterlibatan kapsula interna.5

b. Perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarachnoid memiliki dua kausa utama
yaitu ruptur suatu aneurisma vaskular dan trauma kepala.
Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke
dalam ruang subarachnoid lapisan meningen dapat
berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi sekitar
50% pada bulan pertama setelah perdarahan. Penyebab
tingginya angka kematian ini adalah bahwa empat penyulit
utama dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan
mortalitas tipe lambat yang dapat terjadi lama setelah
perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah
vasospasme reaktif disertai infark, ruptur ulang, hiponatremia,
dan hidrosefalus. Bagi pasien yang bertahan hidup setelah
perdarahan awal, ruptur ulang atau perdarahan ulang adalah
penyulit paling berbahaya pada masa pascaperdarahan dini.
Vasospasme adalah penyulit yang terjadi 3 sampai 12 hari
setelah perdarahan awal. Seberapa luas spasme arteru
menyebabkan iskemia dan infark bergantung pada keparahan
dan distribusi pembuluh-pembuluh yang terlibat.5

2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu

24
1) TIA
2) Stroke-in-evolution
3) Completed stroke

3. Berdasarkan sistem pembuluh darah


1) Sistem karotis
2) Sistem vertebro-basilar

Stroke mempunyai tanda klinik spesifik, tergantung daerah otak yang


mengalami iskemia atau infark. Serangan pada beberapa arteri akan
memberikan kombinasi gejala yang lebih banyak pula. Bamford (1992)
mengajukan klasifikasi klinis stroke sebagai berikut:6-7
1. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
Gambaran klinik:
a. Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral
sisi lesi)
b. Hemianopia (kontralateral sisi lesi)
c. Gangguan fungsi luhur: misalnya afasia, gangguan visuo-spasial,
hemineglect, agnosia, apraxia.
Infark tipe TACI ini penyebabnya adalah emboli kardiak atau trombus
arteri ke arteri, maka dnegan segera pada penderita ini dilakukan
pemeriksaan fungsi kardiak dan jika pemeriksaan ke arah emboli
arteri ke arteri mendapatkan hasil normal, maka dipertimbangkan
untuk pemeriksaan elektrokardiografi.

2. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)


Gejela lebih terbatas pada daerah yang lebih kecil dari sirkulasi
serebral pada sistem karotis, yaitu:
a. Defisit motorik/sensorik dan hemianopia
b. Defisit motorik/sensorik disertai dengan gejala fungsi luhur
c. Gejala fungsi luhur dan hemianopia

25
d. Defisit motorik/sensorik murni yang kurang ekstensif dibanding
infark lakunar (hanya monoparesis-monosensorik)
e. Gangguan fungsi luhur saja
Gambaran klinis PACI terbatas secara anatomik pada daerah tertentu
dan percabangan arteri serebri media bagian kortikal, atau pada
percabangan arteri serebri media pada penderita dengan kolateral
kompensasi yang baik atau pada arteri serebri anterior. Pada keadaan
ini kemungkinan embolisasi sistematik dari jantung menjadi penyebab
stroke terbesar dan pemeriksaan tambahan dilakukan seperti pada
TACI.

3. Lacunar Infarct (LACI)


Disebabkan oleh infark pada arteri kecil dalam otak (small deep
infarct) yang lebih sensitif dilihat dengan MRI dari pada CT-scan
otak. Adapun tanda-tanda klinisnya:
a. Tidak ada defisit visual
b. Tidak ada gangguan fungsi luhur
c. Tidak ada gangguan fungsi batak otak
d. Defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil
e. Gejalanya:
- Pure motor stroke (PMS)
- Pure sensory stroke (PSS)
- Ataksik hemiparesis (termasuk ataxia dan paresis unilateral,
dysarthria-hand syndrome)
Jenis infark ini bukan disebabkan karena proses emboli karena
biasanya pemeriksaan jantung dan arteri besar normal, sehingga tidak
diperlukan pemeriksaan khusus untuk mencari emboli kardiak.

4. Posterior Circulation Infarct (POCI)

26
Terjadi oklusi pada batang otak dan atau lobus oksipitalis.
Penyebabnya sangat heterogen dibanding dengan tiga tipe
sebelumnya. Adapun gejala klinisnya adalah:
a. Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan gangguan
motorik/sensorik kontralateral
b. Gangguan motorik/sensorik bilateral
c. Gangguan gerakan konjugat mata (horizontal atau vertikal)
d. Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract ipsilateral
e. Isolated hemianopia atau buta kortikal
Heterogenesitas penyebab POCI menyebabkan pemeriksaan kasus
harus lebih teliti dan lebih mendalam. Salah satu jenis POCI yang
sering disebabkan emboli kardiak adalah gangguan batang otak yang
timbulnya serentak dengan hemianopia homonym.

2.4. Subarachnoid hemorrhage (SAH)


2.4.1. Definisi
Perdarahan Subarachnoid adalah perdarahan ke dalam rongga
diantara otak dan selaput otak (rongga subarachnoid). Perdarahan
subarachnoid merupakan perdarahan yang sering ditemukan pada trauma
kepala akibat dari robeknya pembuluh darah leptomeningeal pada vertex
di mana terjadi pergerakan otak yang besar sebagai dampak, atau pada
sedikit kasus, akibat rupturnya pembuluh darah cerebral major.9
Subarachnoid Hemorrhage (SAH) atau Perdarahan Subarachnoid
(PSA) menyiratkan adanya darah di dalam ruang Subarachnoid akibat
beberapa proses patologis. SAH biasanya disebabkan oleh tipe perdarahan
non-traumatik, biasanya berasal dari ruptur aneurisma Berry atau
arteriovenous malformation (AVM)/malformasi arteriovenosa (MAV) dan
trauma kepala.9,10

27
Gambar 2.4. Perdarahan Subarachnoid dan Perdarahan Intraserebral

2.4.2. Etiologi
Perdarahan Subarachnoid non-traumatik adalah pendarahan di dalam
ruang Subarachnoid yang sering disebabkan oleh ruptur aneurisma Arteri
cerebri atau malformasi arteriovenosa. Ruptur aneurisma sakular
melibatkan 75% kasus dengan insiden 6 kasus per 100,000 orang
per tahun. Hipertensi tidak dinyatakan dengan jelas akan keterlibatannya
dengan aneurisma tetapi peninggian tekanan darah secara akut bisa
menyebabkan ruptur. Malformasi arteriovenosa intrakranial dapat
menyebabkan perdarahan subarachnoid sebanyak 10%, terjadi dua kali
lebih banyak pada pria dan sering terjadi perdarahan pada usia dekade
kedua hingga keempat walaupun insiden bisa terjadi sampai usia 60 tahun.
Darah di dalam ruang Subarachonoid bisa juga disebabkan oleh
perdarahan intraserebral, stroke emboli dan trauma.13

28
Gambar 2.5. Aneurisma pada Arteri Cerebri

2.4.3. Patofisiologi
Aneurisma pada Arteri Serebri yang paling sering adalah
aneurisma sakular yang bersifat kongenital, di mana terjadi kelemahan
dinding vaskuler terutama yang terletak pada cabang-cabang arteri.
Aneurisma sakular terjadi pada bifurcatio arteri intakranial dan bisa ruptur
ke dalam ruang subarachnoid di dalam sisterna basalis. Sekitar 85%
aneurisma terjadi pada sirkulasi anterior terutama pada circulus willisi.
20% kasus dilaporkan terjadi aneurisma multipel. Ukuran dan lokasi
aneurisma sangat penting dalam menentukan risiko ruptur. Aneurisma
dengan diameter 7mm, terletak lebih tinggi dari arteri basilaris atau berasal
dari arteri comunikan posterior mempunyai risiko yang tinggi untuk
ruptur.13,14.
Infeksi sistemik seperti endokarditis bisa menyebar ke arteri
cerebri dan menyebabkan aneurisma mikotik, dilaporkan sebanyak 2
hingga 3% kasus dari ruptur aneurisma. Malformasi arteriovenosa adalah
gangguan komunikasi vaskuler di mana darah arterial memasuki system
venous. Sering terjadi pada arteri cerebri media 14. Ruptur aneurisma
intrakranial bisa meningkatkan tekanan intrakranial dan menyebabkan
nyeri kepala. Tekanan intrakranial bisa mencapai tekanan perfusi sistemik
dan menurunkan sirkulasi darah secara akut, di mana bisa menyebabkan
penurunan kesadaran yang terjadi pada onset sekitar 50% dari pasien.

29
Peningkatan tekanan intrakranial secara cepat bisa
menyebabkan perdarahan retina subhyaloid14.

2.4.4. Gejala Klinis


Kebanyakan aneurisma intrakranial yang belum ruptur bersifat
asimptomatik. Apabila terjadi ruptur pada aneurisma, tekanan intrakranial
meningkat. Ini bisa menyebabkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba
yang terjadi sebagian daripada pasien. Penurunan kesadaran secara tiba-
tiba sering didahului dengan nyeri kepala yang hebat. 10% kasus pada
perdarahan aneurisma yang sangat hebat bisa menyebabkan penurunan
kesadaran selama beberapa hari. Nyeri kepala biasanya disertai dengan
kaku kuduk dan muntah13.
Aneurisma pada arteri komunikan anterior atau bifurcatio arteri
cerebri media bisa ruptur dan defisit yang sering terjadi adalah
hemiparesis, afasia dan abulia. Simptom prodromal bisa menunjukkan
lokasi pembesaran aneurisma yang belum ruptur. Paresis nervus cranialis
III yang berkaitan dengan dilatasi pupil, refleks cahaya negatif dan nyeri
fokal di atas atau belakang mata bisa tejadi dengan pembesaran aneurisma
pada persimpangan antara arteri comunican posterior dan arteri carotis
interna. Paresis nervus cranialis VI menunjukkan aneurisma dalam sinus
cavernosus. Gangguan ketajaman penglihatan bisa terjadi dengan
pembesaran aneurisma pada arteri cerebri anterior. Nyeri pada occipital
dan cervikal posterior menunjukkan aneurisma pada arteri cerebellar
posterior inferior atau arteri cerebellar anterior inferior13.
Aneurisma bisa mengalami ruptur kecil dan darah bisa masuk ke
dalam ruang subarachnoid, ini dinamakan perdarahan sentinel. Nyeri
kepala prodromal dari ruptur kecil dilaporkan pada 30 hingga 50%
aneurisma perdarahan subarachnoid. Nyeri kepala sentinel dapat muncul 2
minggu sebelum diagnosa perdarahan subarachnoid. Kebocoran kecil
umumnya tidak memperlihatkan tanda-tanda peningkatan intrakranial atau
rangsang meningeal13.

30
Berikut tanda bahaya bila aneurisma ruptur :
 Sakit kapala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat
(kadangkala disebut sakit kepala thunderclap).
 Nyeri muka atau mata.
 Penglihatan ganda.
 Kehilangan penglihatan sekelilingnya.
Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan
sebelum pecah. Pecahnya bisa terjadi karena hal yang tiba-tiba, sakit
kepala hebat yang memuncak dalam hitungan detik. Hal ini seringkali
diikuti dengan kehilangan kesadaran yang singkat. Hampir separuh orang
yang terkena meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Beberapa orang
tetap dalam koma atau tidak sadar. Yang lainnya tersadar, merasa pusing
dan mengantuk. Mereka bisa merasa gelisah. Dalam hitungan jam atau
bahkan menit, orang bisa kembali menjadi mengantuk dan bingung.
Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan sulit untuk bangun. Dalam waktu
24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak melukai lapisan pada
jaringan yang melindungi otak (meninges), menyebabkan leher kaku sama
seperti sakit kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing, dan rasa sakit di
punggung bawah. Frekwensi naik turun pada detak jantung dan bernafas
seringkali terjadi, kadangkala disertai kejang.
Sekitar 25% orang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian spesifik pada otak, seperti berikut di bawah ini :
 Kelelahan atau lumpuh pada salah satu bagian tubuh (paling sering
terjadi).
 Kehilangan perasa pada salah satu bagian tubuh.
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa (aphasia).
Gangguan hebat bisa terjadi dan menjadi permanen dalam hitungan
menit atau jam. Demam adalah hal yang biasa selama 5 sampai 10 hari

Anamnesa
1. Nyeri kepala

31
 Pasien mengalami onset mendadak nyeri kepala yang hebat.
 Nyeri kepala prodromal (peringatan) dari kebocoran darah
kecil (ditunjuk sebagai nyeri kepala sentinel) dilaporkan pada
30-50% aneurisma PSA.
 Nyeri kepala sentinel dapat muncul beberapa jam sampai
beberapa bulan sebelum ruptur, dengan nilai tengah yang
dilaporkan adalah 2 minggu sebelum diagnosa PSA.
 Kebocoran kecil umumnya tidak memperlihatkan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) atau rangsang
meningeal.
 Kebocoran kecil bukanlah gambaran MAV.
 Lebih dari 25% pasien mengalami kejang mendekati onset
akut; lokasi pusat kejang tidak ada hubungannya dengan lokasi
aneurisma.
2. Mual dan/atau muntah
3. Gejala rangsang meningeal (misal kaku kuduk, low back pain, nyeri
tungkai bilateral): ini terlihat pada lebih dari 75% kasus PSA, namun
kebanyakan membutuhkan waktu berjam-jam untuk terbentuk.
4. Fotofobia dan perubahan visus
5. Hilangnya kesadaran; sekitar setengah pasien mengalami hal ini ketika
onset perdarahan.

Pemeriksaan Fisik
Temuan pada pemeriksaan fisik bisa jadi normal, atau dokter mungkin
menemukan beberapa hal berikut:
1. Kelainan neurologis global atau fokal pada lebih dari 25% pasien
2. Sindroma kompresi nervus kranialis
 Kelumpuhan nervus okulomotorius (aneurisma arteri komunis
posterior) dengan atau tanpa midriasis ipsilateral.
 Kelumpuhan nervus abdusens

32
 Hilangnya penglihatan monokuler (aneurisma arteri oftalmika
menekan nervus optikus ipsilateral)
3. Defisit motorik dari aneurisma arteri serebral media pada 15% pasien
4. Tidak ada tanda-tanda lokal pada 40% pasien
5. Kejang
6. Tanda-tanda oftalmologis
 Perdarahan retina subhyaloid (perdarahan bulat kecil, mungkin
terlihat miniskus, dekat dengan pangkal nervus optikus),
perdarahan retina lainnya.
 Edema papil
7. Tanda – tanda vital
 Sekitar setengah pasien memiliki peningkatan tekanan darah
(TD) ringan sampai sedang.
 TD menjadi labil seiring meningkatnya TIK.
 Demam tidak biasa pada awalnya namun umum setelah hari
keempat dari gangguan darah didalam ruang subarachnoid.
 Takikardi mungkin muncul selama beberapa hari setelah
kejadian perdarahan.

8. Tingkatan PSA berdasarkan skema berikut:


 Grade I – nyeri kepala ringan dengan atau tanpa rangsang
meningeal
 Grade II – nyeri kepala hebat dan pemeriksaan non-fokal,
dengan atau tanpa midriasis
 Grade III – perubahan ringan pada pemeriksaan neurologis,
termasuk status mental
 Grade IV – pastinya penekanan tingkat kesadaran atau defisit
fokal
 Grade V – posturisasi pasien atau koma

33
9. Derajat Perdarahan Subarakhnoid (Hunt dan Hess)
 Derajat 0 : tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
 Derajat 1 : sakit kepala ringan
 Derajat 2 : sakit kepala hebat, tanda rangsang meningeal, dan
kemungkinan adanya defisit saraf kranialis
 Derajat 3 : kesadaran menurun, defisit fokal neurologi ringan
 Derajat 4 : stupor, hemiparesis sedang samapai berat, awal
deserebrasi
 Derajat 5 : koma dalam, deserebrasi

10. Ada juga skala baru telah disusun dan diakui oleh World Federation of
Neurosurgeont (WFN) melibatkan Glasgow Coma Scale :
WFN Grade GCS Motor defisit
I 15 Tidak ada
II 14- Tidak ada
13
III 14- Ada
13
IV 12-7 Ada/tidak ada
V 6-3 Ada/tidak ada
Tabel. Skala tingkat keparahan perdarahan subarachnoid WFN

b. Gambaran Radiologi
Computed tomography (CT) Scan adalah pilihan awal untuk
mengevaluasi perdarahan. Pada pasien yang mengeluh dengan mengatakan
“nyeri kepala yang sangat hebat” dapat di suspek perdarahan di dalam
ruang Subarachnoid. Darah yang berada dalam ruang Subarachnoid pada
fasa akut mempunyai intensitas yang sama dengan cairan Serebrospinal
maka MRI tidak disarankan. Suspek dengan kasus perdarahan
Subarachnoid seharusnya dievaluasi dengan CT scan tanpa zat kontras16.

34
CT scan bisa positif pada 90% kasus jika CT scan dilakukan dalam
beberapa hari selepas perdarahan. Pada CT scan, gambaran perdarahan
subarachnoid menunjukkan peningkatan density (hiperdens) pada ruang
cairan cerebrospinal. Aneurisma sering terjadi pada circulus willisi
maka pada CT scan, darah tampak pada cisterna basalis. Perdarahan yang
hebat bisa menyebabkan seluruh ruang subarachnoid tampak opasifikasi.
Jika hasil CT scan negatif tetapi terdapat gejala perdarahan subarachnoid
yang jelas, pungsi lumbal harus dilakukan untuk memperkuatkan
diagnosis.
Perdarahan subarachnoid non-traumatik harus dilakukan
pemeriksaan angiografi untuk mendeteksi aneurisma karena bisa terjadi
perdarahan ulang. Melalui pemeriksaan angiografi dapat dilakukan terapi
intervensi neuroradiologi. Perdarahan dari ruptur aneurisma bisa meluas
sehingga ke parenkim otak dan lebih jauh ke dalam sistem ventrikular.
Perdarahan Subarachnoid yang hebat bisa mengganggu absorpsi cairan
cerebrospinal dan hidrosefalus bisa terjadi.

Gambar 2.3 : CT scan kepala normal dan CT scan kepala dengan SDH

35
Gambar 2.4 : CT scan kepala di mana terdapat gambaran hiperdens dalam cisterna
suprasellar (anak panah besar) dan dalam fissura Sylvian (anak panah kecil) yang
menunjukkan perdarahan Subarachnoid.

Gambar 2.5. : CT scan kepala di mana terdapat gambaran hiperdens dalam fissura Sylvian
(anak  panah) yang menunjukkan perdarahan Subarachnoid.

Gambar 2.5: gambaran angiografi sirkulasi posterior menunjukkan gambaran aneurisma


(anak  panah), terletak di antara Arteri Basilaris dan Arteri Serebri Posterior

2.4.5. Diagnosis Banding

36
 Riwayat nyeri kepala yang hebat secara tiba-tiba disertai dengan kaku
kuduk, pemeriksaan neurologik yang non-fokal dan perdarahan cairan
spinal adalah spesifik untuk  perdarahan subarachnoid. Hipertensi
perdarahan intraserebral juga bermanifestasi dengan perdarahan cairan
spinal tetapi terdapat penemuan fokal yang prominen pada
pemeriksaan neurologik. Pada pemeriksaan CT scan, perdarahan
intraserebral memperlihatkan gambaran fokal, batas tegas, berbentuk
bulat pada otak yang menunjukkan darah beku dan biasanya multipel
yang dikelilingi dengan edema. Daerah yang sering terjadi perdarahan
intraserebral adalah frontalis inferior dan lobus temporalis anterior, di
mana perdarahan sering pada subkortikal. Di diagnosis dengan ruptur
aneurisma mikotik jika terdapat gejala-gejala endokarditis. Pada
pemeriksaan MRI, aneurisma mikotik lebih banyak terjadi pada
perifer  berbanding aneurisma sakular terutama pada cabang arteri
komunikan media14. Diagnosa banding lainnya adalah

 Ensefalitis
 Cluster headache
 Migraine headache
 Emergensi hipertensif
 Meningitis
 Stroke hemoragik
 Stroke iskemik
 Arteritis temporal
 Transient Ischemic Attack

2.4.6. Pengobatan
Semua pasien dengan SAH harus dievaluasi dan diobati secara
darurat dengan pemeliharaan jalan napas dan kardiovaskular fungsi.
Setelah stabilisasi awal, pasien harus dirujuk ke pusat-pusat dengan
keahlian neurovaskular dan sebaiknya dengan unit perawatan kritis khusus

37
neurologis untuk mengoptimalkan perawatan. Tujuan utama dari
pengobatan adalah pencegahan rebleeding, pencegahan dan pengelolaan
vasospasme, dan pengobatan lainnya komplikasi medis dan neurologis
yaitu vasospasme, cerebral dan akut hydrocephalus.17,18.
Penatalaksanaan standard termasuk istirahat dan tidak melakukan
hal yang berat, serta pemberian obat analgesik. Hiponatremia sering terjadi
beberapa hari selepas perdarahan Subarachnoid. Pemberian supplemen
garam secara oral ditambah dengan normal saline IV bisa diberikan untuk
mengatasi masalah ini. Risiko perdarahan ulang sangat tinggi dengan 20
hingga 30% dalam tempo 2 minggu, maka penatalaksanaan awal dalam 1
hingga 3 hari setelah perdarahan digalakkan untuk mengelakkan ruptur
ulang dan sekalian penatalaksanaan vasospasme
Pengobatan berfokus pada pertama menemukan sumber perdarahan
dan, jika mungkin, pembedahan memperbaiki aneurisma atau AVM untuk
menghentikan pendarahan. Waktu terbaik untuk melakukan operasi masih
kontroversial. Operasi awal (dalam waktu 3 hari pertama) mengurangi
kemungkinan rebleeding, tetapi operasi tertunda (setelah 14 hari)
menghindari waktu antara 3 dan 14 hari ketika kontraksi abnormal dari
arteri (vasospasme) dan konsekuensinya adalah terbesar. Secara umum,
pasien yang sadar dengan defisit neurologis yang minimal pada saat datang
terapi yang terbaik dengan operasi awal, sedangkan individu tidak sadar
lebih baik operasinya ditunda14.
Ruptur aneurisma serebral diperbaiki melalui pembedahan
menggunakan salah satu dari tiga prosedur: menyelaraskan tepi aneurisma
pecah untuk menghentikan pendarahan dengan stainless steel atau klip
paduan kobalt (kliping), mengikat dari pembuluh darah dengan
pendarahan jahitan (ligasi), atau membungkus aneurisma dengan otot.
Cara terbaik untuk mencegah SAH dari pecahnya aneurisma serebral
adalah untuk mendiagnosa dan memperbaiki pembedahan aneurisma
sebelum pecah14.

38
Setelah aneurisma diperlakukan, tindak lanjut berfokus pada
mencegah komplikasi seperti rebleeding, vasospasme serebral, jumlah
abnormal CSS mengumpulkan sekitar otak (hidrosefalus), dan efek dari
tekanan intrakranial tinggi. Sejumlah besar cairan intravena (IV) yang
diberikan untuk mengobati vasospasme dengan meningkatkan tekanan
darah untuk meningkatkan aliran darah ke otak. Meningkatnya aliran darah
ini memastikan tingkat oksigen yang cukup ke otak dan meminimalkan
kerusakan pada jaringan otak sekitarnya14.
Jika hidrosefalus tidak terkontrol, kerusakan jaringan otak dapat
terjadi sebagai akibat dari kompresi otak dari kelebihan cairan. Obat anti
inflamasi yang disebut steroid dan obat untuk membersihkan tubuh dari
kelebihan cairan (diuretik) juga dapat digunakan dalam upaya untuk
sementara mengontrol tekanan intrakranial meningkat14

2.4.7. Komplikasi
Perdarahan ulang, vasospasme dan hidrosefalus. Jika aneurisma
intrakranial tidak dirawat dengan baik, perdarahan ulang bisa terjadi dalam
20% kasus pada dua minggu pertama selepas perdarahan inisial. Risiko
tertinggi adalah 24 jam pertama dan penatalaksanaan dengan surgeri atau
teknik intervensi embolisasi diperlukan. Vasospasme serebri adalah
komplikasi lambat yang sering terjadi pada perdarahan Subarachnoid dan
mempunyai kaitan dengan jumlah darah yang berada di dalam ruang
Subarachnoid.
Hidrosefalus komunikan adalah komplikasi lain yang bisa
terjadi pada perdarahan Subarachnoid dan sekunder kepada obstruksi
cairan serebrospinal daripada direabsorpsi. Hidrosefalus bisa terjadi pada
fasa akut atau subakut. Beberapa gangguan sistemik bisa terjadi
seperti kardiac arrhythmias dan miokardial iskemia. Komplikasi
respiratorius seperti edema pulmonari, acute respiratory distress syndrome
(ARDS) dan pneumonia sering terjadi. Gangguan lain seperti anemia,

39
perdarahan gastrointestinal, deep vein thrombosis dan hiponatremia terjadi
dengan frekuensi yang berbeda. 20

2.4.8. Prognosis
Mortalitas yang disebabkan oleh aneurisma perdarahan
Subarachnoid adalah tinggi. Sekitar 20% pasien meninggal dunia sebelum
sampai ke rumah sakit, 25% meninggal dunia kerana pendarahan inisial
atau komplikasinya dan 20% meninggal dunia kerana pendarahan ulang
disebabkan aneurisma tidak dirawat dengan baik. Banyak pasien
meninggal dunia setelah beberapa hari perdarahan terjadi.
Kemungkinan hidup disebabkan ruptur aneurisma bergantung pada
kondisi kesadaran pasien dan waktu sejak perdarahan terjadi. Bagi
pasien yang masih hidup, sebagian daripada jumlah pasien mengalami
kerusakan otak permanen. Hampir 90% pasien pulih dari ruptur
intraserebral arteriovenous malformasi tetapi perdarahan ulang tetap
membahayakan.20

BAB III
ANALISIS KASUS

Pasien dibawa ke RSUD Palembang BARI karena mengalami kelemahan


sesisi tubuh kiri yang terjadi secara tiba-tiba saat beraktifitas. Pada pasien, onset
kelemahan yang dialami pasien secara tiba-tiba. Menurut teori, kemungkinan
penyebab keluhan yang di alami pasien adalah karena stroke. Menurut WHO
stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler. Sebagian besar stroke disebabkan tersumbatnya aliran darah otak
yang menyebabkan iskemiknya jaringan otak, hanya sekitar 13% penderita stroke

40
termasuk dalam kategori stroke hemoragik. Stroke yang terjadi secara tiba tiba
mengarahkan bahwa stroke tersebut akibat adanya perdarahan intracerebral.6,7
Kelemahan yang terjadi tiba-tiba saat penderita beraktivitas mengarahkan
pada kemungkinan stroke yang disebabkan karena perdarahan. Stroke karena
perdarahan terbagi menjadi 2, yaitu perdarahan intracerebral (ICH) dan
perdarahan subarachnoid (SAH). Perdarahan intraserebral paling sering terjadi
akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari
banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Apabila
perdarahan terjadi pada individu yang tidak mengidap hipertensi, maka diperlukan
pemeriksaan untuk mengetahui kausa lain dari perdarahan tersebut seperti
gangguan perdarahan, malformasi arteriovena, dan tumor yang menyebabkan
erosi. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebrum paling sering terjadi
pada saat pasien terjaga dan aktif, sehingga kejadian sering disaksikan orang lain8.
Perdarahan subarachnoid memiliki dua kausa utama yaitu ruptur suatu
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif dan
ekstravasasi darah ke dalam ruang subarachnoid lapisan meningen dapat
berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi sekitar 50% pada bulan
pertama setelah perdarahan. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa
empat penyulit utama dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan
mortalitas tipe lambat yang dapat terjadi lama setelah perdarahan terkendali.
Penyulit-penyulit tersebut adalah vasospasme reaktif disertai infark, ruptur ulang,
hiponatremia, dan hidrosefalus. Bagi pasien yang bertahan hidup setelah
perdarahan awal, ruptur ulang atau perdarahan ulang adalah penyulit paling
berbahaya pada masa pascaperdarahan dini. Vasospasme adalah penyulit yang
terjadi 3 sampai 12 hari setelah perdarahan awal. Seberapa luas spasme arteru
menyebabkan iskemia dan infark bergantung pada keparahan dan distribusi
pembuluh-pembuluh yang terlibat.8
Baik itu perdarahan intraserebral ataupun perdarahan subarachnoid20.
Subarachnoid Hemorrhage (SAH) atau Perdarahan Subarachnoid (PSA)
menyiratkan adanya darah di dalam ruang Subarachnoid akibat beberapa proses
patologis. SAH biasanya disebabkan oleh tipe perdarahan non-traumatik,

41
biasanya berasal dari ruptur aneurisma Berry atau arteriovenous malformation
(AVM)/malformasi arteriovenosa (MAV) dan trauma kepala12. Bila darah
mengalir ke dalam rongga subarachnoid maka terjadi iritasi meningen sehingga
pada pasien didapatkan gejala rangsang meningeal yang positif.
Saat terjadi serangan, pasien juga merasa sakit kepala, disertai mual dan
muntah. Gejala ini merupakan gejala klinis dari peningkatan tekanan intrakranial.
Hal ini menyingkirkan kemungkinan terjadinya stroke yang disebabkan oleh
stroke iskemik. Karena pada stroke iskemik jarang terjadi peningkatan tekanan
intrakranial. Nyeri kepala terjadi karena adanya dilatasi vena intrakranium yang
menyebabkan terjadinya traksi dan regangan struktur-sensitif-nyeri dan regangan
arteri basalis otak. Muntah terjadi karena adanya stimulasi chemoreceptor trigger
zone (CTZ) akibat proses edema yang terjadi akibat perdarahan dari stroke.21
Penderita masih bisa mengungkapkan isi pikiran secara lisan, tulisan, dan
isyarat. Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan
secara lisan, tulisan, isyarat. Terdapat keluhan pelo atau mulut miring. Hal ini
menunjukan bahwa pada kasus ini lesi mengenai hemisferium yang dominan dan
kemungkinan letak lesi di korteks serebri dan subkorteks, dan tidak mengenai area
Broca dan area Wernicke. Area Broca terdapat di hemisferium dominan dan
apabila aliran darah ke area Broca terganggu maka penderita akan mengalami
afasia motorik. Terdapat keluhan bicara pelo dan mulut miring menunjukkan
adanya gangguan dari N.VII dan N.XII sentral.
Saat serangan penderita tidak mengalami jantung berdebar-debar dan
sesak nafas, hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan stroke pada kasus ini tidak
disebabkan oleh emboli serebri, karena pada stroke emboli serebri terjadi karena
adanya gumpalan darah atau bekuan darah yang berasal dari jantung, kemudian
menyumbat aliran darah di otak. Bekuan darah yang dari jantung ini biasanya
terbentuk akibat denyut jantung yang tidak teratur (misalnya fibrilasi atrium),
kalainan jantung, infeksi di dalam jantung.
Riwayat kencing manis tidak ada dan riwayat trauma kepala tidak ada. Pada
kasus ini, faktor risiko terjadinya stroke adalah hipertensi yang tidak terkontrol.
Hipertensi dapat menyebabkan perubahan struktur pembuluh darah serebral,

42
perubahan aliran darah serebral, stres oksidatif, peradangan, dan disfungsi
barorefleks arteri. Barorefleks menjadi kurang peka terhadap perubahan tekanan
darah yang terjadi, sehingga dapat mempengaruhi fungsi autoregulasi dari aliran
darah otak. Ketika terjadi peningkatan tekanan darah yang cepat dapat
menyebabkan rupturnya pembuluh darah otak yang berakibat pada terjadinya
stroke perdarahan.
Penyakit ini diderita untuk yang pertama kalinya. Prognosis pada kasus ini
lebih baik jika dibandingkan stroke yang berulang. Stroke berulang merupakan
penyebab penting kesakitan dan kematian yang tinggi sebanyak 1,2% sampai 9%.
Stroke berulang sering mengakibatkan status fungsional yang lebih buruk
daripada stroke pertama.
Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan kemungkinan etiologi dari kasus
adalah stroke hemoragik. Hal ini juga didapatkan berdasarkan perhitungan skor
siriraj dan skor gajah mada yang menunjukkan hasil stroke hemoragik. Pada
pemeriksaan neurologi didapatkan kelainan pada hasil pemeriksaan nervus fasialis
dan nervus hypoglossus serta kekuatan otot lengan kiri dan tungkai kiri bernilai 0,
hipertonus, hiperrefleks pada refleks fisiologis. Hal ini terjadi akibat kerusakan
upper motor neuron. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada stroke penurunan
aliran darah serebral mengakibatkan defisit neurologi sehingga mengakibatkan
kerusakan neuron motorik yaitu pada kasus ini upper motor neuron. Stroke
hemoragik pada pasien ini kemungkinan karena perdarahan subarachnoid (SAH)
karena pada pasien ditemukan adanya gejala rangsang meningeal yang positif.
Pemeriksaan penunjang yang disarankan pada kasus ini yaitu Laboratorium:
hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum, kreatinin), activated
partial thrombin time (APTT), waktu prothrombin (PT), INR, gula darah puasa,
dan 2 jam PP, HbA1C, profil lipid, C-reactive protein (CRP), laju endap darah,
dan pemeriksaan atas indikasi seperti enzim jantung, serum elektrolit, analisis
hepatik, dan pemeriksaan elektrolit, serta EKG dan juga pemeriksaan CT-Scan
untuk menentukan perdarahan. Pemeriksaan laboratorium tersebut dilakukan,
untuk menentukan juga penyebab perdarahan, apakah karena adanya gangguan

43
pembekuan darah atau tidak. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis pada pasien.
Adapun diagnosis banding klinis sesuai dari hasil pemeriksaan fisik pada
pasien adalah :
Diagnosa Banding Klinis

LMN (Perifer) UMN(Sentral)/ Pada penderita


FLAKSID SPASTIK ditemukan gejala
Hipotonus Hipertonus Hipertonus
Hiporeflexi Hiperrefleks Hiperrefleks
Refleks patologis (-) Refleks patologis (+/-) Refleks patologis (+)

Atrofi otot (+) Atrofi otot (-) Atrofi otot (-)


Jadi, tipe kelemahan yang dialami penderita yaitu tipe spastik/ lesi di UMN

Diagnosa Banding Topik

Lesi di subkorteks hemisfer serebri: Pada penderita ditemukan gejala:


- Defisit motorik - Hemiparese sinistra tipe spastik
- Afasia motorik subkortical - Tidak ada afasia
- Kelemahan lengan dan tungkai sama - Terdapat kelemahan sama berat pada
berat lengan dan tungkai
Jadi kemungkinan lesi di subcortex cerebri dapat disingkirkan.

Lesi di korteks hemisfer serebri: Pada penderita ditemukan gejala:


- Defisit motorik - Hemiparese sinistra tipe spastik
- Gejala iritatif - Tidak terdapat gejala iritatif berupa
kejang
- Gejala fokal (kelemahan lengan dan - Tidak terdapat gejala fokal berupa
tungkai tidak sama berat) kelumpuhan lengan dan tungkai yang
tidak sama berat
- Gejala defisit sensorik pada sisi yang - Tidak terdapat gejala sensorik pada sisi
kiri

44
lemah
- Afasia motorik kortikal - Tidak ada afasia motoric kortikal
Jadi kemungkinan lesi di korteks serebri tidak dapat ditegakkan.

Lesi di kapsula interna hemisfer: - Pada penderita ditemukan gejala:


- Gejala defisit motorik - Hemiparese sinistra tipe spastik
- Parese N. VII - Terdapat parese N. VII tipe sentral
- Parese N. XII - Terdapat parese N. XII tipe sentral
- Kelemahan di lengan dan tungkai sama - Terdapat kelemahan di lengan dan
berat tungkai yang sama berat
Jadi kemungkinan lesi di kapsula interna dapat ditegakkan karena hanya
memenuhi 4 penilaian.
Kesimpulan: diagnosa topik pada penderita lesi di kapsula interna hemispherium
cerebri.

Diagnosa Banding Etiologi


Diagnosis Banding Etiologi
1) Emboli Cerebri Pada penderita ditemukan gejala :
- Kehilangan kesadaran < 30 menit - Tidak ada kehilangan kesadaran
- Didahului jantung berdebar - Tidak terdapat jantung berdebar
- Terjadi saat aktifitas - Terjadi saat aktivitas
Jadi, kemungkinan etiologi emboli dapat disingkirkan karena dari 3 penilaian
tidak ada kriteria yang terpenuhi.
2) Trombosis serebri Pada penderita ditemukan gejala
- Tidak ada kehilangan kesadaran - Tidak ada kehilangan kesadaran
- Terjadi saat istirahat - Terjadi saat aktivitas
Jadi, kemungkinan etiologi trombosis dapat disingkirkan.

45
3) Hemorrhagic Pada penderita ditemukan gejala :
- Kehilangan kesadaran > 30 menit - Tidak ada kehilangan kesadaran
- Terjadi saat aktivitas - Terjadi saat aktivitas
- Didahului sakit kepala, mual dan - Didahului sakit kepala, disertai mual dan
atau tanpa muntah muntah
- Riwayat Hipertensi - diketahui adanya riwayat hipertensi

Jadi, kemungkinan etiologi hemoragik dapat ditegakkan karena memenuhi 3 dari 4


kriteria.

Kesimpulan: diagnosa etiologi pada pasien adalah CVD hemoragik.

Perawatan diberikana pada penderita berupa bed rest, head up 30o, O2 3


L/menit nasal canule, IVFD RL gtt 20x/menit, Inj. Citicolin 2x500 mg i.v, Inj.
Ketorolac 2x30 mg i.v, Inj. Ranitidin 2x1 ampul i.v, Candesartan 1x16 mg per
oral, Amlodipin 1x10 mg per oral, Paracetamol 3x500 mg tab per oral, Neurodex
1x1 tab per oral dan Nimodipin 60 mg/4 jam per oral.
Pada pasien dilakukan tirah baring total dan head up 30 o. hal ini bertujuan
untuk mengontrol tekanan intrakranialnya. Pada pasien juga diberikan oksigenasi.
Tatalaksana farmakologi yang diberikan pada pasien adalah obat
antihipertensi kombinasi polifarmasi berupa Amlodipin dan Candesartan.
Polifarmasi antihipertensi ini sesuai dengan Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada
Penyakit Kardiovaskular. Pada pasien hipertensi stage 2 tekanan darah sistolik ≥
160 mmHg dan/atau diastolik ≥ 100 mmHg diberikan kombinasi antihipertensi
golongan CCB (Calcium Channel Blocker) atau Thiazide + ACE-i (Angiotensin
Converting Enzym-inhibitor) atau ARB (Angiotensin Reseptor Blocker) +
Spironolacton atau B blocker.18 Amplodipin merupakan dihidropyridine calcium
channel antagonist yang menghambat masuknya kalsium ekstraseluler menuju
otot polos pembuluh darah melalui blokade dari kalsium yang menyebabkan
relaksasi dari otot pembuluh darah yang menyebabkan penurunan tekanan darah.
Candesartan merupakan obat golongan angiotensin reseptor bloker. Bekerja pada
reseptor angiotensin sehingga dapat menghambat efek dari angiotensin II yang

46
mengakibatkan tekanan darah menjadi turun dan meningkatkan pasokan oksigen
ke jantung.20
Pada pasien juga diberikan citicoline. Obat ini digunakan untuk
memperbaiki sel-sel saraf. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
citicoline diberikan untuk memperbaiki membran saraf lewat sintesis
fosfatidikolin dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak. Citicoline adalah obat
neuroprotektan yang bekerja dengan cara meningkatkan senyawa kimia di otak
yaitu phospholipid phosphatidylcholine yang merupakan fosfolipid utama sel
otak. Senyawa ini memiliki efek untuk melindungi otak, meningkatkan integritas
struktural dan fungsi membran saraf yang membantu dalam perbaikan membran
saraf, serta mengurangi jaringan otak yang rusak akibat cedera. Sediaan citicoline
ada tablet dan ada injeksi, untuk sediaan tablet dengan dosis dewasa 200-600 mg
yang dibagi ke dalam beberapa dosis dalam satu hari. Sediaan injeksi dengan
dosis dewasa maksimal hingga satu gram per hari.20
Pada pasien juga diberikan neurodex. Neurodex penting diberikan karena
mengandung suplemen vitamin B kompleks (vitamin B1, B6, B12) yang berfungsi
sebagai neurotropik (nutrisi sel saraf) untuk melindungi dan menjaga fungsi
saraf.20
Injeksi ranitidin diberikan untuk profilaksis antagonis H2 reseptor untuk
mengurangi komplikasi sistemik akibat stroke termasuk perdarahan gastro
intestinal/stress ulcer.
Pada pasien juga diberikan obat nimodipin 60mg/4 jam per oral.
Nimodipine adalah obat yang digunakan untuk mengurangi masalah yang
disebabkan oleh perdarahan jenis tertentu di otak (subarachnoid hemorrhage-
SAH). Nimodipine termasuk kedalam golongan calcium channel blocker. Tubuh
secara alami merespon perdarahan dengan mempersempit pembuluh darah untuk
memperlambat aliran darah. Namun, ketika perdarahan terjadi di otak,
menghentikan aliran darah menyebabkan kerusakan otak yang lebih parah.
Nimodipine diduga bekerja dengan merelaksasi pembuluh darah sempit di otak
dekat area perdarahan sehingga darah dapat mengalir lebih mudah. Efek ini
mengurangi kerusakan otak.13

47
Untuk menentukan prognosis pada kasus SAH dapat digunakan Hunt and
Hess Grading Scale. Alat ini untuk menilai resiko keparahan pada penderita
subarachnoid yang didasari dari pemeriksaan neurologi yang pertama. Dari hasil
pemeriksaan pada pasien ini dikategorikan grade II dengan nyeri kepala sedang-
berat, kaku kuduk, dan kemungkinan adanya defisit saraf kranialis, dimana pasien
garde II memiliki prognosis yang cukup baik dibandingkan Grade III, IV, dan V.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chusid, JG. 1993; Neuroanatomi Korelatif Dan Neurologi Fungsional,


cetakan ke empat, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
2. Feigin, V, 2006; Stroke , Bhuana Ilmu Populer Jakarta.
3. Snell, RS. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran “Edisi 6” :
alih bahasa Lilianan Sugiharto. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Indonesia

48
4. WHO. 2011.Global status report on noncommunicable diseases 2010,
Geneva.
5. Adam H.P., Zoppo G.J.D. & Kummer R.V. 2002. Management of stroke :
A practical guide for the prevention, evaluation, and treatment of acute
stroke, Professional Communications, NC, A Medical Publishing
Company.
6. Chusid, JG. 1993; Neuroanatomi Korelatif Dan Neurologi Fungsional,
cetakan ke empat, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
7. Feigin, V, 2006; Stroke , Bhuana Ilmu Populer Jakarta.
8. Gruenthal M. Subarachnoid hemorrhage. In: Ferri FF, editor. Ferri's
clinical advisor 2004:instant diagnosis and treatment. 6th edition. United
States of America: Mosby, Inc; 2004.
9. Bernstein RA. Cerebrovascular disease: hemorrhagic stroke. In: Brust
JCM, editor. Currentdiagnosis & treatment in neurology. United
States of America: The McGraw-Hill Companies,Inc; 2007.
10. Lycette CA, Doberstein C, Rodts GE, Jr., McBride DQ. Neurosurgical
critical care. In:Bongard FS, Sue DY, editor. Current critical care
diagnosis & treatment. 2nd edition. United Stateof America: The
McGraw-Hill Companies, Inc; 2003
11. Ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/08/06subarachnoid-hemorrhage/
12. Tate SS. Brain and cranial nerves. In: Tate SS, editor. Anatomy and
Physiology. 6th edition.United State of America: The McGraw-Hill
Companies, Inc; 2004.
13. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Cerebrovascular diseases. In: Kasper
DL, Fauci AS,Longo DL, Braunwald E, Hauser SS, Jameson JL, editor.
Harrison’s principles of internalmedicine. 16th edition. United States of
America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005.
14. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Headache & facial pain. In:
Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP, editor. Clinical neurology. 5th
edition. United State of America: The McGraw-Hill Companies, Inc;
February 2002.

49
15. Mayor NM. Neuroimaging. In: Mayor NM, editor. A practical approach to
radiology.Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc; 2006.
16. Jager R, Saunders D. Cranial and intracranial pathology (2):
cerebrovascular disease and non-traumatic intracranial hemorrhage. In:
Grainger RG, Allison D, Adam A, Dixon AK, editor.Grainger &
Allison’s diagnostic radiology: a textbook of medical imaging. 4th edition.
London:Churchill Livingstone; 2001.
17. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Central nervous system. In: Eastman
GW, Wald C, CrossinJ, editor. Getting started in clinical radiology from
image to diagnosis. Germany: Thieme; 2006.
18. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL.
Medicalemergencies. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser
SL, Longo DL, Jameson JL, editor.Harrison’s manual of medicine. 16th
edition. United States of America: The McGraw-HillCompanies, Inc;
2005.
19. Suarez JI, Tarr RW, WR Selam. Aneurismal subarachnoid hemorrhage.N
Engl J Med 2006.
20. Suarez JI, Zaidat OO, Suri MF, Feen ES, Lynch G, Hickman J, et al.
Length of stay and mortality in neurocritically ill patients: impact of a
specialized neurocritical care team. Crit Care Med 2004.
21. Gerson, Abner, dan Robert Feld. "Perdarahan subarachnoid." eMedicine.
Eds. Hugh J. Robertson, et al. 11 Juni 2004.

50

Anda mungkin juga menyukai