Trigeminal Neuralgia
Oleh:
Pembimbing:
dr. Pinto Desti Ramadhoni, Sp.S
1
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Trigeminal Neuralgia
Oleh:
Mohammad Hazem, S.Ked
Muhammad Rizky Arredho, S.Ked
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat guna mengikuti
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 30
Januari 3 Maret 2017
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
STATUS PENDERITA
I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. Maliryatin Somali
Tanggal Lahir : 7 Desember 1965
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun 1 desa Bumi Makmur, Kab. Musi Rawas
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Tanggal MRS : 26 Januari 2017
No. RM/Register : 990219/RI 17002572
II. ANAMNESIS
Pasien perempuan 51 tahun datang ke RSMH dengan keluhan sukar
membuka mulut yang terjadi secara tiba-tiba sejak 3 bulan yang lalu.
3 bulan SMRS, penderita mengeluh sukar membuka mulut. Penderita
juga mengeluh nyeri di pipi/rahang atas sebelah kiri yang hilang timbul. Nyeri
dapat timbul terutama saat mengunyah atau berbicara dan sentuhan. Rasa baal
atau kesemutan di dahi, pipi atas dan bawah tidak ada. Kaku disekitar leher dan
badan tidak ada. Kejang rangsang tidak ada, muka setan tidak ada.
Riwayat demam tidak ada. Riwayat tertusuk paku tidak ada. Riwayat
nyeri, infeksi atau keluar cairan dari telinga tidak ada. Riwayat sakit gigi ada sejak
1 tahun yang lalu, sudah pernah cabut gigi tetapi nyeri pada rahang atau pipi atas
sebelah kiri tetap ada dan hilang timbul, penderita mengkonsumsi obat penghilang
nyeri untuk mengatasi rasa nyeri tersebut, namun 1 bulan terakhir nyeri tidak
hilang dengan obat anti nyeri.
Penyakit ini dialami penderita untuk pertama kalinya.
III. PEMERIKSAAN
4
Status Internus
Kesadaran : GCS = 15 (E4M6V5)
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Suhu Badan : 36,5 C
Pernapasan : 18 kali/menit
BB : 40 kg
TB : 150 cm
IMT : 16.9 kg/m2 (Underweight)
Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), bibir kering (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax
Cor :I : Ictus kordis tidak terlihat
P : Ictus kordis teraba di 2 jari lateral linea mid
clavicula sinistra ICS V
P : Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea
sternalis dextra, batas kiri 2 jari lateral linea
mid clavicula sinistra ICS V
A : Bunyi jantung I-II (+) normal, HR=
80x/menit, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : I : Gerakan dada simetris kiri = kanan, laju
pernafasan= 18x/menit
P : Stem fremitus kiri = kanan
P : Sonor
A : Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)
Abdomen : I : Datar
P : Lemas
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema pretibial (-)
Kulit : Turgor > 2
Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : berkurang
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada
5
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normochepali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk: tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
STATUS LOKALIS
Trismus : 2 jari
Risus sardonikus : tidak ada
Defans muskular : tidak ada
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Anosmia tidak ada tidak ada
Hiposmia tidak ada tidak ada
Parosmia tidak ada tidak ada
6
Visus 5/6 ph 6/6 5/6 ph 6/6
Campus visi V.O.D V.O.S
Anopsia tidak ada tidak ada
Hemianopsia tidak ada tidak ada
Fundus Oculi tidak ada tidak ada
- Papil edema tidak ada tidak ada
- Papil atrofi
tidak ada tidak ada
- Perdarahan retina
tidak ada tidak ada
Bulat Bulat
Pupil 3 mm 3 mm
- Bentuk Isokor Isokor
- Diameter
- -
- Isokor/anisokor
- Midriasis/miosis
- Refleks cahaya
+ +
7
Langsung + +
Konsensuil + +
Akomodasi
- Argyl Robertson - -
8
Tes Rinne Tidak ada kelainan
MOTORIK
9
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Cukup Cukup
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Normal
- Triceps
Normal Normal
- Radius
- Ulnaris Normal Normal
Refleks patologis Normal Normal
- Hoffman Tromner
- Leri
- -
- Meyer
- -
Trofi
- -
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
10
Refleks kulit perut
- Atas tidak ada kelainan
- Tengah tidak ada kelainan
- Bawah tidak ada kelainan
Refleks cremaster tidak ada kelainan
Trofik tidak ada kelainan
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
11
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : (-)
12
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Chorea : (-)
Athetosis : (-)
Ballismus : (-)
Dystoni : (-)
Myocloni : (-)
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : (-)
Afasia sensorik : (-)
Apraksia : (-)
Agrafia : (-)
Alexia : (-)
Afasia nominal : (-)
LABORATORIUM ( / /2017)
DARAH
Hb : 12,5 mg/dl Ureum : 49 mg/dl
Eritrosit : 4,02 x 106/mm3 Kreatinin : 0,96 mg/dl
Leukosit : 4,4 x 103/mm3 Kalsium : 9,6 mg/dl
Diff Count : 0/1/60/29/10 Natrium : 141 mEq/l
3
Trombosit : 196 x 10 /l Kalium : 4,2 mEq/l
Hematokrit : 37% Klorida : 107 mEq/l
URINE
Warna : tidak diperiksa Sedimen :
Reaksi : tidak diperiksa - Eritrosit : tidak diperiksa
Protein : tidak diperiksa - Leukosit : tidak diperiksa
Reduksi : tidak diperiksa - Thorak : tidak diperiksa
Urobilin : tIdak diperiksa - Sel Epitel : tidak diperiksa
Bilirubin : tidak diperiksa - Bakteri : tidak diperiksa
FESES
13
Konsistensi : tidak diperiksa Eritrosit : tidak diperiksa
Lendir : tidak diperiksa Leukosit : tidak diperiksa
Darah : tidak diperiksa Telur cacing : tidak diperiksa
Amuba coli/ : tidak diperiksa
V. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : Neuralgia fascia sinistra
: Trismus 1 jari
Diagnosis Topik : Nervus Trigeminus Sinistra
Diagnosis Etiologi : Neuralgia trigeminal
VI. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
VII. PENATALAKSANAAN
A. Norfarmakologis
- Edukasi
1. Menginformasikan kepada penderita dan keluarga penderita
tentang penyakit yang dideritanya.
2. Menginformasikan kepada penderita dan keluarga penderita
tentang keteraturan minum obat dan kontrol teratur.
3. Pemberian nutrisi peroral sesuai kebutuhan kalori pasien.
B. Farmakologis
- IVFD Nacl 0,9% gtt xx/menit (makro)
- Inj. Tramadol 2 x 1 amp (iv)
- Karbamazepin 2 x 200 mg (p.o)
- Sukralfat 3 x 1 (p.o)
- Neurodex 1 x 1 tablet ( po )
- Gabapentin 4 x 300 mg tab peroral
- Evaluasi perbaikan terapi
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
15
Nervus trigeminal mempersarafi wajah dan kepala. Terdapat 3 divisi yang
menginervasi daerah dahi dan mata (V1 optalmikus), pipi (V2 maksilaris)
serta wajah bagian bawah dan rahang (V3 mandibularis). Fungsi nervus
trigeminus adalah sensasi sentuhan wajah, sakit dan suhu, dan juga kontrol
otot pengunyahan. Fungsi nervus trigeminus harus dibedakan dengan nervus
fasialis (nervus cranialis ke VII) yang mengontrol semua gerakan wajah.6,7
Tiga divisi nervus trigeminal muncul bersama-sama pada daerah yang
disebut ganglion gaseri. Dari sana, akar nervus trigeminal berjalan
kebelakang kearah sisi brain stem dan masuk ke pons. Dalam brain stem,
sinyal akan berjalan terus mencapai kelompok neuron khusus yang disebut
nukleus nervus trigeminal. Informasi dibawa ke brain stem oleh nervus
trigeminus kemudian diproses sebelum dikirim ke otak dan korteks serebral,
dimana persepsi sensasi wajah akan diturunkan.9
16
Gambar 3.1 Area Persarafan Nervus Trigeminus 10
17
atau lebih cabang nervus trigeminus. Sementara menurut International
Headache Society (IHS), trigeminal neuralgia adalah nyeri wajah yang
menyakitkan, nyeri singkat seperti tersengat listrik pada satu atau lebih
cabang nervus trigeminus. Nyeri biasanya muncul akibat stimulus ringan
seperti mencuci muka, bercukur, gosokgigi, berbicara.6
Tabel 3.1 Definisi Trigeminal Neuralgia menurut IASP dan IHS
18
dan etnik tampaknya tidak berpengaruh terhadap kejadian trigeminal
neuralgia. Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah
dilaporkan. Bila insidensi dianggap sama dengan negara lain maka terdapat
8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang
Indonesia makin tinggi maka diperkirakan prevalensi penderita trigeminal
neuralgia akan meningkat.3,12
19
3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau
kelumpuhan saraf kranial, berupa gangguan autonom ( Horner
syndrom ).
4. Tidak memperlihatkan kecenderungan pada wanita atau pria dan
tidak terbatas pada golongan usia.
20
dengan trigeminal neuralgia, 19 pasien (48%) mengidap DM. sehinggan DM dapat
menjadi faktor penyebab trigeminal neuralgia. 5
Beberapa peneliti megajukan penyebab dari trigeminal neuralgia dapat
dihubungkan dengan sindroma dekompresi, dan yang paling populer adalah
neurovascular compression pada jalur masuk nervus yang dapat terjadi akibat
malformasi arteriovenous. Ada banyak lesi kompresi lain yang dapat menyebabkan
lesi kompresi seperti vestibular schwannomas, meningiomas, epidermoid cysts,
tuberculoma dan beragam kista lain dan tumor. trigeminal neuralgia dapat terjadi
akibat adanya aneurisma, agregasi pembuluh darah, dan penyumbatan akibat
arachnoiditis. 5
Peneliti juga mengajukan hipotesis alergi sebagai salah satu etiologi dari
trigeminal neuralgia. Namun hanya bukti tidak langsung yang mendukung alergi
sebagai salah satu penyebab trigeminal neuralgia. Hal ini sering disebabkan karena
peningkatan tak terduga dan irregular dari gejala klinis, remisi dan rekuren sensitif
terhadap faktor profokatif endogen dan eksogen dan akhirnya peningkatan serum
histamin. Peneliti memperhatikan dibawah pengaruh beragam faktor perusak seperti
dingin, tonsilitis, rinitis kronik, sinusitis maxilla dan infalmasi kronik yang terjadi
pada regio maxillofasial dapat mencetuskan timbulnya respons imun lokal, sehingga
terjadi peningkatan sekresi IgE, mastcell yang mengalami degranulasi akan
melepaskan substansi biologi aktif seperti histamin, serotonin dan lainnya ke ruang
intersellular. Sehingga histamin yang terlepas dan berkumpul pada nervus trigeminal
selama terjadi reaksi alergi lokal memegang peranan penting dalam patogenesis
trigeminal neuralgia.5
Hipotesa lain menjelaskan tibulnya trigeminal neuralgia adalah demielinisasi
pada serabut serabut nervus trigemius, karena demielinisasi mungkin terjadi short
circuit, sehingga impuls impuls perasaan apapun, baik proprioseptif maupun
protopatik terpaksa menghantarkan listrik melalui serabut serabut halus saja, yang
4,5
sudah dikenal sebagai penghantar impuls yang mewujudkan perasaan nyeri.
21
Hipotesis kompresi
neurovascular yang
Semua faktor
dapat terjadi akibat
etiologi yang
Penyakit Hipotesis Allergi malformasi
dapat
vaskular, akibat penyakit arteriovenous. Vestibular
mempengaruh
multipel inflamasi schwannomas,
i nervus
sklerosis, odontogenic, meningiomas,
trigeminal
Diabetes otolaryngological epidermoid cysts,
dan
Mellitus, dan patologi dingin, dan tuberculomas, tumor,
menyebabkan
lainnya. lainnya. aneurisma, agregasi
demyelinasi
pembuluh darah, dan
dan distrofi
penyumbatan akibat
arachnoiditis.
22
Meskipun belum ada teori yang dapat menjelaskan gejala dan perjalanan
klinis penyakit.12
Serangan trigeminal neuralgia seperti reflek multineuronal, yang
melibatkan beberapa struktur: trigeminal dan sistem nervus fasial,
pembentukan retikularis, nukleus diensepalon, dan korteks pada otak.
Beberapa peneliti mengindikasikan bahwa stimulus psikologis aferen dari
reseptor nervus trigeminal dan menginduksi fokus eksitasi paroksimal pada
struktur sentral sehingga terjadi impuls eferen ke perifer. Meskipun masih
terdapat dua pertanyaan utama yang belum terjawab. 12
Distrofi nervus merupakan kemunduran saraf secara progresif dan
akan berakhir pada cabang perifer dari nervus trigeminus. Berdasarkan
perjalanan penyakit, progresifitas distrofi tidak hanya pada cabang perifer
nervus trigeminus tapi juga terjadi pada bagian nervus intrakranial. Hal ini
telah ditunjukkan bahwa reaksi alergi imun dari cabang nervus trigeminus
dengan cepat terjadi degranulasi sel mast. Agen-agen seperti histamin,
serotonin, heparin, bradikinin, dan yang lain bermigrasi menuju ruang
intraseluler selama sel mast berdegranulasi. Degranulasi sel mast dengan
segera membangkitkan reaksi hiperalergik. Reaksi ini dimulai ketika
imunoglobulin, terutama IgE memperbaiki reseptor spesifik dari sel mast. Sel
yang memproduksi IgE berada pada jaringan limpoid, telinga, hidung, rongga
mulut, dan membran saluran pernafasan bagian atas. Pada penyakit ini,
konsentrasi dari IgE meningkat pada inflamasi di telinga, mulut, dan
tenggorokakn sebanyak 3 kali dan pada polip hidung meningkat 5-6 kali.
Oleh karena itu jumlah antibodi IgE meningkat ketika individu mengalami
inflamasi pada daerah tersebut. Histamin meningkat secara signifikan pada
periode trigeminal akut. Histamin adalah suatu regulator aktif aktivitas
struktur saraf fungsional termasuk mediasi reaksi nyeri. Telah terbukti bahwa
nervus trigeminus adalah kemoreseptor trigger zone histamin. Hal ini
mungkin menjelaskan mengapa histamin yang dilepaskan selama reaksi imun
lokal akan segera terakumulasi pada saraf trigeminal. Bundel neurovaskular
pada saraf trigeminus terlokalisasi di osseus kanal. Oleh karena itu, edema
23
saraf perifer ditimbulkan oleh peradangan sering menyebabkan manifestasi
"tunnel syndrome". Ini berarti bahwa kanal osseus akan menjadi sempit
sehingga menekan saraf yang dapat menyebabkan trigeminal neuralgia.12
Karlov mengusulkan "teori patogenesis sentral" sejak hubungan
sistem saraf trigeminus dengan struktur sentral mampu mengerahkan aksi
penghambatan pada formasi segmental dan supra segmental. Tindakan ini
mampu menghambat pembentukan iritasi fokus stabil tipe paroksismal
terletak di SSP. Teori patogenesis sentral dikonfirmasi lebih lanjut oleh Smith
dan McDonald. Mereka membuktikan bahwa demielinasi bisa menjadi
sumber impuls ektopik yang membangkitkan gangguan fungsional dan nyeri
pada pembentukan fokus dominan dalam segmental batang otak dan di pusat-
pusat otak suprasegmental. Dengan demikian, distrofi di TNS merangsang
mekanisme patogenesis pusat neuralgia. Tidak diragukan lagi, harus ada
kondisi yang sesuai dalam tubuh untuk mekanisme patogenetik. 12
Pada penelitian yang mempelajari jenis stimulus yang diberikan pada
trigger zone dan hubungannya dengan nyeri paroksismal, ditemukan bahwa
nyeri paroksismal lebih mudah muncul pada stimulus berupa sentuhan
dibanding stimulus nyeri atau suhu. Diduga bahwa mekanisme nyeri
paroksismal terjadi akibat adanya allodynia yang merupakan bagian dari
nyeri neuropatik.11
24
Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal,
tajam, seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau
terbakar yang berlangsung singkat beberapa detik sampai kurang dari
dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada
interval bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.
Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus
dan unilateral. Tersering nyeri di daerah distribusi nervus mandibularis
(V2) 19,1% dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi
keduanya 35,9% sehingga paling sering rasa nyeri pada setengah
wajah bawah. Jarang sekali hanya terbatas pada nervus optalmikus
(V3) 3,3%. Sebagian pasien nyeri terasa diseluruh cabang nervus
trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus maksilaris dan optalmikus
(11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada daerah distribusi
nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%).
Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius
seperti perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Nyeri pada
trigeminal neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun atau
lebih. Pada periode aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan
frekuensi dan beratnya serangan nyeri secara progresif sesuai dengan
berjalannya waktu.
Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya
nyeri atipikal yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia
trigeminal. Nyeri terasa tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang
yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stimulus
termal dapat menimbulkan nyeri berdenyut sehingga sering dianggap
sebagai nyeri dental.
25
pencetus dan lokasi nyeri saat pemeriksaan. Kriteria diagnosis trigeminal
neuralgia menurut International Headache Society adalah sebagai berikut:13
A. Serangan serangan paroksismal pada wajah, nyeri di frontal yang
berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.
B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:
1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N. trigeminus, tersering
pada cabang mandibularis atau maksilaris.
2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superfisial,
serasa menikam atau membakar.
3. Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.
4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti
makan, mencukur, bercakap cakap, membasuh wajah atau menggosok
gigi, area picu dapat ipsilateral atau kontralateral.
5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
C. Tidak ada kelainan neurologis.
D. Serangan bersifat stereotipik.
E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.
26
dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan stimuli pemicu, dan lokasi
yang pasti dari sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, nostril, gusi,
lidah dan di pipi untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon sentuhan
dan perubahan suhu (panas dan dingin).6
27
Tabel 3.3 Penyakit dengan Keluhan Nyeri Daerah Wajah
28
medikamentosa mengalami kegagalan. Berikut adalah algoritme tatalaksana
trigeminal neuralgi menurut American Academy of Physicians.
a. Terapi Farmakologi
Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan
beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS ( European
Federation of Neurological Society ) disarankan terapi trigeminal neuralgia
dengan karbamazepin ( 200-1200 mg sehari ) dan oxcarbamazepin ( 600-1800
mg sehari ) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan terapai lini kedua adalah
baclofen dan lamotrigin. Obat-obat anti konvulsan seperti fenitoin (300-400
29
mg perhari), asam valproat ( 800-1200 mg/hari), clonazepam ( 2-6 mg perhari),
gabapentin
( 300-900 mg perhari), dan karbamazepin ( 600-1200 mg perhari).
Karbamazepin efektif pada 70-80 % pasien namun sebagian dinilai
mentoleransi obat ini dalam beberapa tahun. Trigeminal neuralgia sering
mengalami remisi sehingga pasien dinasehatkan untuk mengatur dosis obat
sesuai dengan frekwensi serangannya. Dalam pedoman AAN-EFNS (
American Academy of Neurology- European Federation of Neurological
Society ) telah disimpulkan bahwa: carbamazepin efektif dalam pengendalian
nyeri , oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan lamotrigin mungkin juga
efektif. Studi open label telah melaporkan manfaat terapi obat-obatan anti
epilepsi yang lain seperti clonazepam, gabapentin, phenytoin dan valproat.2
Karbamazepine merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis
pemberian 200-1200 mg/hari dan oxcarbamazepin dengan dosis pemberian
600-1800 mg/hari sesuai dengan pedoman pengobatan. Tingkat keberhasilan
dari karbamazepin jauh lebih kuat dibandingkan oxcarbamazepin, namun
oxcarbamazepin memiliki profil keamanan yang lebih baik. Sementera
pengobatan lini kedua dapat diberikan lamotrgine dengan dosis 400 mg/ hari,
baclofenac 40 80 mg/hari, dan pimizoid 4 12 mg/hari.2
Selain itu ada juga pilihan pengobatan alternatif, yaitu dengan memberikan
obat antiepilepsi yang telah dipelajari dalam kontrol kecil dan studi terbuka
yang disarankan untuk menggunakan fenitoin, clonazepam, gabapentin,
pregabalin, topiramate, levetiracetam, dan valproat.2 Jika pasien tidak
memberikan respons dengan terapi antikonvulsan lini pertama yaitu
karbamazepin maka dapat diberikan obat tambahan untuk mengurangi nyeri.
Obat tambahan yang diberikan bisa 1-2 jenis obat. Obat tambahan tersebut
diantaranya fenitoin 300-500 mg/hari, lamotrigin 100-150 mg/hari terbagi 2
kali sehari, gabapentin 1200-3600 mg/hari terbagi 3-4 kali perhari, atau
topiramate 200-300 mg/hari terbagi 2 kali sehari.
b. Terapi Operatif
30
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang
tidak bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka
diperlukan terapi pembedahan.2
Beberapa situasi yang mengindikasikan untuk dilakukannya terapi
pembedahan yaitu: (1) Ketika pengobatan farmakologik tidak menghasilkan
penyembuhan yang berarti, (2) Ketika pasien tidak dapat mentolerir
pengobatan dan gejala semakin memburuk, (3) Adanya gambaran kelainan
pembuluh darah pada MRI.1
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur pada ganglion
gasseri, terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur
perifer dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian distal ganglion gasseri
yaitu dengan suntikan streptomisin, lidokain, alkohol. Prosedur pada ganglion
gasseri ialah rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekuensi
termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum
Meckel. Terapi gamma knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada
radiks nervus trigeminus di fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah
kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa posterior dengan tujuan
memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus. 2
31
BAB IV
ANALISIS KASUS
32
untuk mengatasi rasa nyeri tersebut, namun 1 bulan terakhir nyeri tidak hilang
dengan obat anti nyeri.
Trigeminal neuralgia menurut International Association for the study of
Pain (IASP), ialah nyeri di wajah yang timbulnya mendadak, biasanya
unilateral. Nyeri terjadi secara singkat dan berat seperti ditusuk di salah satu
atau lebih cabang nervus trigeminus. Sementara menurut International Headache
Society (IHS), trigeminal neuralgia adalah nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri
singkat seperti tersengat listrik pada satu atau lebih cabang nervus trigeminus.
Nyeri biasanya muncul akibat stimulus ringan seperti mencuci muka, bercukur,
gosok gigi, berbicara.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital didapatkan tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 80x/menit, RR 18x/menit, suhu 36,5oC. Pada status
generalis didapatkan pemeriksaan dalam batas normal. Pada pemeriksaan tanda
perangsangan selaput otak didapatkan hasil negatif. Pada pemeriksaan motorik,
sensibilitas, saraf otonom, dan fungsi luhur dalam batas normal.
Dari keluhan utama, maka kita dapat mengarahkan diagnosis bahwa
penderita mengalami trigeminal neuralgia. Banyak literatur yang menyebutkan
bahwa 60% penderita neuralgia adalah wanita. Insidensi kejadian untuk wanita
sekitar 5,9 per 100.000 wanita; untuk pria sekitar 3,4 kasus per 100.000 pria.
Kejadian juga berhubungan dengan usia, dimana neuralgia banyak diderita pada
usia antara 50 sampai 70 tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum baik, tidak terdapat
kelainan pada pemeriksaan fisik umum dan spesifik. Pada pemeriksaan neurologi
tidak ditemukan kelainan. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien menderita trigeminal neuralgia.
Maka diagnosis klinis pasien adalah trigeminal neuralgia. Diagnosis topiknya
adalah nervus trigeminal sinistra dan diagnosis etiologi masih idiopatik.
Penatalaksanaan pada kasus ini dengan dapat dilakukan dengan pemberian nacl
0,9% intravenous, karbamazepin 2 x 200 mg per hari, sukralfat, gabapentin,
33
omeprazole dan neurodex. Serta edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang
diderita dan diet sesuai kebutuhan kalori pasien.
DAFTAR PUSTAKA
3. Meraj NS, Siddiqui S, Ranashinghe JS, et al. Pain management: trigeminal neuralgia.
Hospital Physician 2003; 3: 64-70.
34
7. Bryce DD. Trigeminal Neuralgia. [online] Facial Neuralgia Rerources 2006
[cited 2013 June 1]; Availabe from: URL: http://www.Facial Neuralgia,
org/conditins/tn.html.
11. Ropper, Allan and Robert Brown. Adams and Victors Principles of Neurology.
McGraw-Hill Publishing. 2005.
12. Mardjono M, Shidarta P. Saraf otak kelima atau nervus trigeminus dalam
neurologi klinis dasar. Diar Rakyat: Jakarta. 2008.
15. Passos JH et al. Trigeminal Neuralgia. [online] Journal of Dentistry & Oral
Medicine 2001. [cited 2013 June 1]; Available from: URL:
http://www.epub.org.br.
16. Kleef MV, Genderen WE, Narouze S. Evidence based medicine trigeminal
neuralgia. World Institute of Pain 2009; 9(4): 252-259.
17. Manish KS. Trigeminal neuralgia. [online] Medscape 2013. [cited 2013 June
1]; Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/1145144-
overview.
``
35