Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang
berarti memutar.13 Secara umum, vertigo dikenal sebagai ilusi bergerak atau
halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam bentuk keluhan berupa rasa berputar
atau rasa bergerak dari lingkungan sekitar (vertigo sirkuler) namun terkadang
ditemukan juga keluhan berupa rasa didorong atau ditarik menjauhi bidang
vertikal (vertikal linier).14

Vertigo merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terjadi akibat


gangguan keseimbangan pada sistem vestibular ataupun gangguan pada sistem
saraf pusat. Selain itu, vertigo dapat pula terjadi akibat gangguan pada alat
keseimbangan tubuh yang terdiri dari reseptor pada visual (retina), vestibulum
(kanalis semisirkularis) dan proprioseptif (tendon, sendi dan sensibilitas
dalam).15,16 Vertigo sendiri dapat disebabkan oleh kelainan di dalam telinga
tengah, pada saraf yang menghubungkan telinga dengan otak, dan kelainan
penglihatan karena adanya perubahan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba.
Prevalensi vertigo di Amerika sebesar 85% yang disebabkan oleh gangguan
sistem vestibular akibat adanya perubahan posisi atau gerakan kepala.17

Prevalensi vertigo di Jerman, berusia 18 tahun hingga 79 tahun adalah


30%, 24% diasumsikan karena kelainan vestibuler. Penelitian di Prancis
menemukan 12 bulan setelahnya prevalensi vertigo 48%.6,7 Prevalensi di
Amerika, disfungsi vestibular sekitar 35% populasi dengan umur 40 tahun ke
atas.13 Di Indonesia angka kejadian vertigo juga sangat tinggi, pada tahun 2010
pada pasien dengan rentang usia 40 sampai 50 tahun terdapat sekitar 50% pasien
yang memiliki gejala vertigo dan merupakan keluhan nomor tiga paling sering
dikeluhkan oleh penderita yang datang ke rumah sakit, setelah nyeri kepala, dan
stroke. Umumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan
hanya 4-7% yang diperiksakan ke dokter.8

1
Survey internasional menemukan bahwa betahistin lebih banyak
digunakan dalam pengobatan berbagai jenis vertigo, termasuk Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV), penyakit meniere, dan vertigo perifer lainnya.9
Betahistin merupakan obat analog histamin dengan fungsi sebagai agonis reseptor
histamin H1 dan antagonis reseptor H3, dengan efek tersebut betahistin bekerja di
sistem syaraf pusat dan secara khusus di sistem neuron yang terlibat dalam
pemulihan gangguan vestibular, dengan mengaktifkan reseptor ini menyebabkan
pembesaran pembuluh darah dan peningkatan sirkulasi darah yang membantu
menghilangkan tekanan di dalam telinga dan frekuensi serangan penyebab vertigo
khususnya penyakit meniere. Berdasarkan sebuah penelitian terbuka menjelaskan
bahwa penggunaan dosis harian 32 mg sampai 36 mg paling efektif dalam
pengobatan gejala vertigo.17

Berdasarkan hal tersebut, penting sebagai dokter untuk mengetahui lebih


dalam mengenai vertigo sehingga kita dapat dengan tepat menegakkan diagnosis
serta memberikan pengobatan kepada pasien.

2
BAB II
STATUS PENDERITA

I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. Norima Ningsih
Tanggal Lahir : 20 September 1987
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Tegal Binangun, Karang Anyar, RT. 032, RW. 007,
Plaju Darat, Palembang.
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Tanggal MRS : 22 Desember 2018
No. RM/Register : PJ18120820

II. ANAMNESIS
Pasien perempuan 31 tahun datang ke RS Pertamina Plaju dengan keluhan
Pusing berputar yang dipengaruhi oleh perubahan posisi kepala.
± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami pusing
berputar. Pasien merasa bahwa lingkungan berputar terhadap dirinya. Pasien
mengatakan bahwa keluhannya dicetuskan oleh perubahan posisi kepala, seperti
saat berdiri setelah duduk, atau berbaring. Keluhan terjadi selama kurang dari satu
menit, dan hilang timbul. Mual (+), muntah (+) frekuensi empat kali, telinga
berdenging (-), gangguan pendengaran (-), keluar cairan dari telinga (-), kejang (-),
penurunan kesadaran (-), kelemahan sesisi tubuh (-), bicara pelo (-), mulut mengot
(-), gangguan sensibilitas (-). Pasien tidak mengeluhkan pandangan ganda. Pasien
tidak mengalami kesulitan dalam mengungkapkan atau memahami dalam bahasa
lisan, tulisan, maupun isyarat. Riwayat demam tidak ada. Riwayat sakit telinga
tidak ada. Riwayat batuk-pilek tidak ada. Tidak ada riwayat mendengar suara
berdenging di telinga, atau perasaan penuh di telinga, yang disertai dengan
penurunan fungsi pendengaran. Tidak ada riwayat trauma kepala. Tidak ada riwayat

3
pemakaian jangka panjang dari obat-obatan seperti streptomisin, gentamisin,
kuinolon.
Keluhan ini diderita untuk pertama kalinya.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Internus
Kesadaran : GCS = 15 (E4M6V5)
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Suhu Badan : 36,5º C
Pernapasan : 20 kali/menit
BB : 55 kg
TB : 165 cm
IMT : 20.2 kg/m2 (Normoweight)
Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-),bibir kering (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax
Cor : I : Ictus kordis tidak terlihat
P : Ictus kordis teraba di 2 jari lateral linea mid
clavicula sinistra ICS V
P : Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea
sternalis dextra, batas kiri 2 jari lateral linea
mid clavicula sinistra ICS V
A : Bunyi jantung I-II (+) normal, HR=
88x/menit, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : I : Gerakan dada simetris kiri = kanan, laju
pernafasan= 20x/menit
P : Stem fremitus kiri = kanan
P : Sonor
A : Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)
Abdomen : I : Datar

4
P : Lemas
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema pretibial (-)
Kulit : Turgor < 2”

Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normochepali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada

LEHER
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Anosmia tidak ada tidak ada
Hiposmia tidak ada tidak ada
Parosmia tidak ada tidak ada

5
N. Optikus Kanan Kiri
Visus 6/6 6/6
Campus visi V.O.D V.O.S

Anopsia tidak ada tidak ada


Hemianopsia tidak ada tidak ada
Fundus Oculi tidak ada tidak ada
- Papil edema tidak ada tidak ada
- Papil atrofi tidak ada tidak ada
- Perdarahan retina tidak ada tidak ada

N. Occulomotorius, Trochlearis, & Abducens Kanan Kiri


Diplopia tidak ada tidak ada
Celah mata tidak ada tidak ada
Ptosis tidak ada tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus tidak ada tidak
(-) ada
- Exophtalmus tidak ada tidak
(-) ada
- Enophtalmus tidak ada tidak
(-) ada
- Deviation conjugae tidak ada tidak ada
Gerakan bola mata Baik ke segala Baik ke segala
arah arah
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Isokor/anisokor Isokor Isokor
- Midriasis/miosis - -

6
- Refleks cahaya + +
 Langsung + +
 Konsensuil + +
 Akomodasi - -
- Argyl Robertson

N. Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Trismus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Refleks kornea Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sensorik
- Dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Pipi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Dagu Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

N. Fasialis Kanan Kiri


Motorik
- Mengerutkan dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Menutup mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Menunjukkan gigi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Lipatan nasolabialis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Bentuk muka Simetris Simetris
Sensorik
- 2/3 depan lidah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Otonom
 Salivasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
 Lakrimasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
 Chvostek’s sign - -

7
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan Tidak ada kelainan
Detik arloji Tidak ada kelainan
Tes Weber Tidak ada kelainan
Tes Rinne Tidak ada kelainan

N. Vestibularis Kanan Kiri


Nistagmus (+) horizontal (+) horizontal
Dix-Hallpike (+) (-)
Head Impulse Test Saccades (+) Saccades (-)

N. Glossopharingeus dan N. Vagus Kanan Kiri


Arcus pharingeus Tidak ada kelainan
Uvula Tidak ada kelainan
Gangguan menelan tidak ada
Suara serak/sengau tidak ada
Denyut jantung Tidak ada kelainan
Refleks
- Muntah Tidak ada kelainan
- Batuk Tidak ada kelainan
- Okulokardiak Tidak ada kelainan
- Sinus karotikus Tidak ada kelainan

Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak ada kelainan

N. Accessorius Kanan Kiri


Mengangkat bahu Tidak ada kelainan
Memutar kepala Tidak ada kelainan

8
N. Hypoglossus Kanan Kiri
Menjulurkan lidah Simetris
Fasikulasi - -
Atrofi papil - -
Disatria -

MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Cukup Cukup
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Normal
- Triceps Normal Normal
- Radius Normal Normal
- Ulnaris Normal Normal
Refleks patologis
- Hoffman Tromner - -
- Leri - -
- Meyer - -
Trofi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan Cukup Cukup
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Klonus
- Paha - -
- Kaki - -
Refleks fisiologis
- KPR Normal Normal

9
- APR Normal Normal
Refleks patologis
- Babinsky - -
- Chaddock - -
- Oppenheim - -
- Gordon - -
- Schaeffer - -
- Rossolimo - -

SENSORIK : tidak ada kelainan

FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan

10
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kaku kuduk : (-)
Kerniq : (-)
Lasseque : (-)
Brudzinsky
- Neck : (-)
- Cheek : (-)
- Symphisis : (-)
- Leg I : (-)
- Leg II : (-)
GAIT DAN KESEIMBANGAN
Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia : tidak ada kelainan Romberg : (+) saat mata tertutup,
arah jatuh ke kanan.
Hemiplegic : tidak ada kelainan Dysmetri : tidak ada kelainan
Scissor : tidak ada kelainan - Jari-jari : tidak ada kelainan
Propulsion : tidak ada kelainan - Jari hidung : tidak ada kelainan
Histeric : tidak ada kelainan - Lutut-tumit : tidak ada kelainan
Limping : tidak ada kelainan Rebound phenomen : tidak ada kelainan
Steppage : tidak ada kelainan Dysdiadochokinesis : tidak ada kelainan
Trunk Ataxia : tidak ada kelainan Limb Ataxia : tidak ada kelainan

11
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Chorea : (-)
Athetosis : (-)
Ballismus : (-)
Dystoni : (-)
Myocloni : (-)

FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : (-)
Afasia sensorik : (-)
Apraksia : (-)
Agrafia : (-)
Alexia : (-)
Afasia nominal : (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


LABORATORIUM (22/12/2018)
DARAH
Hb : 12,3 g/dL
Eritrosit : 5,02 x 106/mm3
Leukosit : 6,9 x 103/mm3
Diff Count : 0/0,1/60/20/2
Trombosit : 256 x 103/μL
Hematokrit : 38%
BSS : 138mg/dL

12
V. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinik : Vertigo Vestibular Perifer


Diagnosis Topik : Kanalis semisirkularis
Diagnosis Etiologi : Idiopatik

VI. PENATALAKSANAAN

A. Norfarmakologis
- Tirah baring
- Edukasi
1. Menginformasikan kepada penderita dan keluarga penderita
tentang penyebab, pemeriksaan fisik, dan terapi medikamentosa
dari penyakit yang dideritanya.
2. Edukasi penderita untuk menghindari faktor pemicu keluhan
yaitu perubahan posisi kepala yang bersifat tiba-tiba.
3. Terapi rehabilitasi berupa latihan fisioterapi.

B. Farmakologis
- IVFD Ringer Laktat gtt xx/menit (makro)
- Betahistin Mesylate 3 x 12 mg
- Flunarizin 2 x 10 mg
- Dimenhidrinat 2 x 50 mg
- Inj. Ondansetron 2 x 1amp ( iv )
- Inj.Ranitidin 2 x 1 amp

VII. Prognosa
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam

13
Follow up

Tanggal (SOAP) Terapi Medikamentosa


Follow up S: Pusing berputar, Mual (+), - IVFD Ringer Laktat gtt
Tanggal 23 Muntah (+) xx/menit (makro)
Desember O: Sens: Composmentis - Betahistin Mesylate 3 x
2018 TD: 120/80 mmHg 12 mg
RR: 20x/menit - Flunarizin 2 x 10 mg
N: 88x/menit - Dimenhidrinat 2 x50 mg
T: 36,5oC - Inj. Ondansetron 2 x
A: Vertigo Vestibular Perifer 1amp ( iv )
P: Tirah baring - Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Follow up S: Pusing berputar berkurang, - IVFD Ringer Laktat gtt
Tanggal 24 Mual (+), Muntah (-) xx/menit (makro)
Desember O: - Betahistin Mesylate 3 x
2018 Sens: Composmentis 12 mg
TD: 120/80 mmHg - Flunarizin 2 x 10 mg
RR: 20x/menit - Dimenhidrinat 2 x50 mg
N: 77x/menit - Inj. Ondansetron 2 x 1
T: 36,5oC amp ( iv )
A: Vertigo Vestibular Perifer - Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
P: - Tirah baring
Follow up S: Pusing berputar(-), Mual (-), - Betahistin Mesylate 3 x
Tanggal 25 Muntah (-) 6 mg
Desember O: - Flunarizin 1 x 10 mg
2018 Sens: Composmentis - Ranitidin 2 x 1 tab
TD: 120/80 mmHg
RR: 20x/menit
N: 77x/menit

14
T: 36,5oC
A: Vertigo Vestibular Perifer
P: - Rawat jalan
- Fisioterapi

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Alat Keseimbangan Tubuh

3.1.1. Anatomi Alat Keseimbangan

Telinga merupakan salah satu organ keseimbangan disamping dipengaruhi


mata dan alat perasa pada tendon dalam. Terdapat tiga sistem yang mengelola
pengaturan keseimbangan tubuh yaitu sistem vestibular, sistem proprioseptik, dan
sistem optik. Sistem vestibular meliputi labirin (aparatus vestibularis), nervus
vestibularis dan vestibular sentral. Labirin terletak dalam pars petrosa os
temporalis dan dibagi atas koklea (alat pendengaran) dan aparatus vestibularis
(alat keseimbangan). Labirin yang merupakan seri saluran, terdiri atas labirin
membran yang berisi endolimfe dan labirin tulang berisi perilimfe, dimana kedua
cairan ini mempunyai komposisi kimia berbeda dan tidak saling berhubungan.4

Gambar 1. Organ pendengaran dan keseimbangan 4

16
Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga
pasang kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang
disebut sakulus dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing
mempunyai suatu penebalan atau makula sebagai mekanoreseptor khusus.
Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel penyokong. Kanalis semisirkularis
adalah saluran labirin tulang yang berisi perilimfe, sedang duktus
semisirkularis adalah saluran labirin selaput berisi endolimfe. Ketiga duktus
semisirkularis terletak saling tegak lurus.4

Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian vestibular nervus


kranialis kedelapan (yaitu,nervus vestibularis, bagian nervus
vestibulokokhlearis), dan nuklei vestibularis di bagian otak, dengan koneksi
sentralnya. Labirin terletak di dalam bagian petrosus os tempolaris dan
terdiri dari utrikulus, sakulus, dan tigan kanalis semisirkularis. Labirin
membranosa terpisah dari labirin tulang oleh rongga kecil yang terisi dengan
perilimf; organ membranosa itu sendiri berisi endolimf. Urtikulus, sakulus, dan
bagian kanalis semisirkularis yang melebar (ampula) mengandung organ reseptor
yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan.4

Tiga kanalis semisirkularis terletak di bidang yang berbeda. Kanalis


semisirkularis lateral terletak di bidang horizontal, dan dua kanalis
semisirkularis lainnya tegak lurus dengannya dan satu sama lain. Kanalis
semisirkularis posterior sejajar dengan aksis os petrosus, sedangkan kanalis
semisirkularis anterior tegak lurus dengannya. Karena aksis os petrosus terletak
pada sudut 450 terhadap garis tengah, kanalis semisirkularis anterior satu
telinga pararel dengan kanalis semisirkularis posterior telinga sisi lainnya, dan
kebalikannya. Kedua kanalis semisirkularis lateralis terletak di bidang yang sama
(bidang horizontal).4

Masing-masing dari ketiga kanalis semisirkularis berhubungan dengan


utrikulus. Setiap kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya
untuk membentuk ampula, yang berisi organ reseptor sistem vestibular, krista

17
ampularis. Rambut-rambut sensorik krista tertanam pada salah satu ujung massa
gelatinosa yang memanjang yang disebut kupula, yang tidak mengandung otolit.
Pergerakan endolimfe di kanalis semisirkularis menstimulasi rambut-rambut
sensorik krista, yang dengan demikian, merupakan reseptor kinetik (reseptor
pergerakan).4

Gambar 2. Krista ampularis

Utrikulus dan sakulus mengandung organ resptor lainnya, makula


utrikularis dan makula sakularis. Makula utrikulus terletak di dasar utrikulus
paralel dengan dasar tengkorak, dan makula sakularis terletak secara vertikal
di dinding medial sakulus. Sel-sel rambut makula tertanam di membrana
gelatinosa yang mengandung kristal kalsium karbonat, disebut statolit. Kristal
tersebut ditopang oleh sel-sel penunjang.4

Gambar 3. Makula Utrikulus dan Sakularis

18
Reseptor ini menghantarkan implus statik, yang menunjukkan posisi
kepala terhadap ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan
pengaruh pada tonus otot. Implus yang berasal dari reseptor labirin membentuk
bagian aferen lengkung refleks yang berfungsi untuk mengkoordinasikan otot
ekstraokular, leher, dan tubuh sehingga keseimbangan tetap terjaga pada
setiap posisi dan setiap jenis pergerakan kepala.4

Stasiun berikutnya untuk transmisi implus di sistem vestibular adalah


nervus vestibulokokhlearis. Ganglion vestibulare terletak di kanalis auditorius
internus; mengandung sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input
dari sel resptor di organ vestibular, dan yang proseus sentral membentuk
nervus vestibularis. Nervus ini bergabung dengan nervus kokhlearis, yang
kemudian melintasi kanalis auditorius internus, menmbus ruang subarakhnoid
di cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di taut pontomedularis.
Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus vestibularis, yang
terletak di dasar ventrikel keempat.4

Kompleks nuklear vestibularis terbentuk oleh :4


1. Nukleus vestibularis superior (Bekhterev)
2. Nukleus vestibularis lateralis (Deiters)
3. Nukleus vestibularis medialis (Schwalbe)
4. Nukleus vestibularis inferior (Roller)

3.1.2. Fisiologi Alat Keseimbangan

Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap


oleh reseptor vestibuler, visual dan propioseptik. Dari ketiga jenis reseptor
tersebut, reseptor vestibuler memiliki kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50%
disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah
propioseptik.2

19
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang
merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat didalam vestibulum labirin
tulang. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap
kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula.
Didalamnya terdapat Krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor
keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut
kupula.5

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan


cairan endolimfe didalam labirin dan selanjutnya silia sel rambut menekuk.
Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membrane sel berubah, sehingga ion
kalsium akan masuk kedalam sel yang menyebabkan implus sensoris melalui saraf
aferen ke pusat keseimbangan di otak.5

Organ vestibuler berfungsi sebagai transuder yang mengubah energy


mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfe didalam kanalis
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi
mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan sudut.5

Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh lain, sehingga


kelainannya dapat menimbulkan gejala pada tubuh yang bersangkutan. Gejala
yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mula dan muntah. Pada jantung berupa
bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat.5

3.2. Vertigo

3.2.1. Definisi Vertigo

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar


mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan
sekitar. Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah
istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4 subtipe tergantung
gejala yang digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa vertigo, presinkop

20
(perasaan lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi cerebral), light-
headness, disequilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang ketika
berdiri).1

Vertigo - berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar -


merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan
seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan.3

3.2.2. Epidemiologi

Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan


prevalensi sebesar 7%. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki
epidemiologi dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness.
Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan yang paling sering diutarakan oleh
pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari keempat jenis dizziness
vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah studi
mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria (2:1),
sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren.1

Prevalensi vertigo di Jerman, berusia 18 tahun hingga 79 tahun adalah


30%, 24% diasumsikan karena kelainan vestibuler. Penelitian di Prancis
menemukan 12 bulan setelahnya prevalensi vertigo 48%.6,7 Prevalensi di
Amerika, disfungsi vestibular sekitar 35% populasi dengan umur 40 tahun ke
atas.13

Di Indonesia angka kejadian vertigo juga sangat tinggi, pada tahun 2010
pada pasien dengan rentang usia 40 sampai 50 tahun terdapat sekitar 50% pasien
yang memiliki gejala vertigo dan merupakan keluhan nomor tiga paling sering
dikeluhkan oleh penderita yang datang ke rumah sakit, setelah nyeri kepala, dan
stroke. Umumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan
hanya 4-7% yang diperiksakan ke dokter.8 Pada sebuah klinik vertigo di London,
Inggris ditemukan sebanyak 17% kasus BPPV dari semua keluhan vertigo.14

21
Vertigo sentral biasanya diderita oleh populasi berusia tua karena adanya
faktor resiko yang berkaitan, diantaranya hipetensi, diabetes melitus,
atherosclerosis, dan stroke. Rata-rata pasien dengan infark serebelum berusia 65
tahun, dengan setengah dari kasus terjadi pada mereka yang berusia 60-80 tahun.
Dalam satu seri, pasien dengan hematoma serebelum rata-rata berusia 70 tahun.
Cedera vaskular dan infark di sirkulasi posterior dapat menyebabkan kerusakan
yang permanen dan kecacatan. Pemulihan seperti yang terjadi pada vertigo perifer
akut tidak dapat diharapkan pada vertigo sentral.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan


vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti
mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala
terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.1

Sekitar 50%, penyebab BPPV adalah idiopatik, selain idiopatik, penyebab


terbanyak adalah trauma kepala (17%) diikuti dengan neuritis vestibularis (15%),
migraine, implantasi gigi dan operasi telinga, dapat juga sebagai akibat dari posisi
tidur yang lama pada pasien post operasi atau bed rest total lama.1

Pada sebuah klinik vertigo di London, Inggris ditemukan sebanyak 17%


kasus BPPV dari semua keluhan vertigo. Keterlibatan kanalis semisirkularis
horizontal hanya sekitar 10-30% dari semua BPPV.4,10,15

3.2.3. Etiologi

Vertigo merupakan suatu gejala, sederet penyebabnya antara lain akibat


kecelakaan,stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu
sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan
posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang
terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan
dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam

22
telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam
otaknya sendiri.5

Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi


tentang posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata.
Penyebab umum dari vertigo:6

1. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.


2. Obat-obatan : alkohol, gentamisin.
3. Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis
semisirkularis di dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan benign
paroxysmal positional
4. Vertigo, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit
maniere,
5. Peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.
6. Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf
vestibularis, sklerosis multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera
pada labirin, persyarafannya atau keduanya.
7. Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena
berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak (transient ischemic
attack) pada arteri vertebral dan arteri basiler.

Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler
sampai ke inti nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII sampai
ke korteks. Berbagai penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo.
Penyebab vertigo serta lokasi lesi:7

 Labirin, telinga dalam


- vertigo posisional paroksisimal benigna
- pasca trauma
- penyakit menierre
- labirinitis (viral, bakteri)
- toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)

23
- oklusi peredaran darah di labirin
- fistula labirin
 Saraf otak ke VIII
- neuritis iskemik (misalnya pada DM)
- infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)
- neuritis vestibular
- neuroma akustikus
- tumor lain di sudut serebelo-pontin
 Telinga luar dan tengah
- Otitis media
- Tumor
 Sentral
Supratentorial
- Trauma
- Epilepsi
Infratentorial
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus
dan hilangnya pendengaran. Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik
loop, antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung
platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin.
Sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid,
asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa penghentian obat
bersangkutan dan terapi fisik, penggunaan obat supresan vestibuler tidak
dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer. Obat
penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan
keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.8

24
3.2.4. Klasifikasi

Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau
otak) atau di perifer (telinga – dalam, atau saraf vestibular).7

1. Fisiologik : ketinggian, mabuk udara.


Vertigo fisiologik adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh stimulasi
dari sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata, dan
somatosensorik berfungsi baik. Yang termasuk dalam kelompok ini antara
lain :
a. Mabuk gerakan (motion sickness)
Mabuk gerakan ini akan ditekan bila dari pandangan sekitar (visual
surround) berlawanan dengan gerakan tubuh yang sebenarnya. Mabuk
gerakan akan sangat bila sekitar individu bergerak searah dengan
gerakan badan. Keadaan yang memperovokasi antara lain duduk di jok
belakang mobil, atau membaca waktu mobil bergerak.
b. Mabuk ruang angkasa (space sickness)
Mabuk ruang angkasa adalah fungsi dari keadaan tanpa berat
(weightlessness). Pada keadaan ini terdapat suatu gangguan dari
keseimbangan antara kanalis semisirkularis dan otolit.
c. Vertigo ketinggian (height vertigo)
Adalah uatu instabilitas subjektif dari keseimbangan postural dan
lokomotor oleh karena induksi visual, disertai rasa takut jatuh, dang
gejala-gejala vegetatif.
2. Patologik: :
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi:2
a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau
cerebellum
b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus
cranialis vestibulocochlear (N. VIII)

25
Kata kunci untuk vertigo yang berasal dari sentral adalah gejala atau tanda
batang otak lainnya atau tanda onset akut misalnya sakit kepala tuli dan temuan
neurologis lainnya misalnya trigeminal sensory loss pada infark arteri cebellar
postero inferior. Pada pasien seperti ini perlu cepat dirujuk dan diinvestigasi. Red
flag pada pasien dengan vertigo meliputi :7

 Sakit kepala
 Gejala neurologis
 Tanda neurologis
Penting juga untuk mengklasifikasikan vertigo menjadi akut dan kronik.
Vertigo akut biasanya memiliki mekanisme yang tunggal sedangkan vertigo
kronik memiliki mekanisme multifaktorial. Dizziness yang kronik lebih sering
terjadi pada usia tua karena insiden penyakit komorbid yang lebih besar.7

Tabel 1. Perbedaan umum Vertigo perifer dan Vertigo sentral

Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo Sentral


Lesi Sistem vestibuler (telinga dalam, Sistem vertebrobasiler dan
saraf perifer) gangguan vaskular (otak,
batang otak, serebelum)
Penyebab Vertigo posisional paroksismal iskemik batang otak,
jinak (BPPV), penyakit meniere, vertebrobasiler
neuronitis vestibuler, labirintis, insufisiensi, neoplasma,
neuroma akustik, trauma migren basiler
Gejala gangguan Tidak ada Diantaranya: diplopia,
SSP parestesi, gangguan
sensibilitas dan fungsi
motorik, disartria,
gangguan serebelar
Masa laten 2-10 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
Fatigabel Ya Tidak

26
Intensitas vertigo Berat Ringan
Telinga
berdenging dan Kadang-kadang Tidak ada
atau tuli
Nistagmus + -
spontan

Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau
di serebelum. Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat gejala
lain yang khas bagi gangguan di batang otak, misalnya diplopia, parestesia,
perubahan sensibilitas dan fungsi motorik, rasa lemah.5

Vertigo perifer memiliki beberapa episode berdasarkan lama waktu


berlangsungnya serangan vertigo :9

a. Episode (serangan) vertigo yang berlangsung beberapa detik

Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Dapat


dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Berlangsung beberapa detik dan
kemudian mereda. Paling sering penyebabnya idiopatik (tidak diketahui),
namun dapat juga diakibatkan oleh trauma di kepala, pembedahan di
telinga atau oleh neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala
menghilang secara spontan.

b. Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam

Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang.


Penyakit meniere mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran
menurun (tuli), vertigo dan tinitus.

c. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu

Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering datang ke unit


gawat darurat. Pada penyakit ini, mulainya vertigo dan nausea serta

27
muntah yang menyertainya ialah mendadak, dan gejala ini dapat
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran
tidak terganggu pada neuronitis vestibular. Pada pemeriksaan fisik
mungkin dijumpai nistagmus.

Tabel 2. Klinis vertigo vestibular, perifer dan sentral

Selain itu kita bisa membedakan vertigo sentral dan perifer berdasarkan
nystagmus. Nystagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya involunter, bolak
balik, ritmis, dengan frekuensi tertentu. Nystagmus merupakan bentuk reaksi dari
refleks vestibulo oculer terhadap aksi tertentu. Nystagmus bisa bersifat fisiologis
atau patologis dan manifes secara spontan atau dengan rangsangan alat bantu
seperti test kalori, tabung berputar, kursi berputar, kedudukan bola mata posisi
netral atau menyimpang atau test posisional atau gerakan kepala.

Tabel 3. Membedakan nystagmus sentral dan perifer adalah sebagai berikut:

No Nystagmus Vertigo Sentral Vertigo Perifer


1 Arah Berubah-ubah Horizontal/
horizontal rotatoar

2 Sifat Unilateral/ bilateral Bilateral


3 Test Posisional
- Latensi Singkat Lebih lama
- Durasi Lama Singkat
- Intensitas Sedang Larut/sedang

28
- Sifat Susah ditimbulkan Mudah
ditimbulkan

4 Test dengan rangsang Dominasi arah Sering ditemukan


(kursi putar, irigasi jarang ditemukan
telinga)

5 Fiksasi mata Tidak terpengaruh Terhambat

Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai
beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring
diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama
sekali. Sesuai kejadiannya, vertigo ada beberapa macam yaitu :

 Vertigo spontan
Vertigo ini timbul tanpa pemberian rangsangan. Rangsangan timbul dari
penyakitnya sendiri, misalnya pada penyakit Meniere oleh sebab tekanan
endolimfa yang meninggi. Vertigo spontan komponen cepatnya mengarah
ke jurusan lirikan kedua bola mata.
 Vertigo posisi
Vertigo ini disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Vertigo timbul
karena perangsangan pada kupula kanalis semisirkularis oleh debris atau
pada kelainan servikal. Debris ialah kotoran yang menempel pada kupula
kanalis semisirkularis.
 Vertigo kalori
Vertigo yang dirasakan pada saat pemeriksaan kalori. Vertigo ini penting
ditanyakan pada pasien sewaktu tes kalori, supaya ia dapat
membandingkan perasaan vertigo ini dengan serangan yang pernah
dialaminya. Bila sama, maka keluhan vertigonya adalah betul, sedangkan
bila ternyata berbeda, maka keluhan vertigo sebelumnya patut diragukan.7

29
3.2.5. Gejala Klinis

Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala
primer, sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh
gangguan pada sensorium. Gejala primer berupa vertigo, impulsion, oscilopsia,
ataxia, gejala pendengaran. Vertigo, diartikan sebagai sensasi berputar. Vertigo
dapat horizontal, vertical atau rotasi. Vertigo horizontal merupa tipe yang paling
sering, disebabkan oleh disfungsi dari telinga dalam. Jika bersamaan dengan
nistagmus, pasien biasanya merasakan sensasi pergerakan dari sisi yang
berlawanan dengan komponen lambat. Vertigo vertical jarang terjadi, jika
sementara biasanya disebabkan oleh BPPV. Namun jika menetap, biasanya
berasal dari sentral dan disertai dengan nistagmus dengan gerakan ke bawah atau
ke atas. Vertigo rotasi merupakan jenis yang paling jarang ditemukan. Jika
sementara biasnaya disebabakan BPPV namun jika menetap disebabakan oleh
sentral dan biasanya disertai dengan rotator nistagmus.10

Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya dideskrepsikan


sebagai sensais didorong atau diangkat. Sensasi impulse mengindikasi disfungsi
apparatus otolitik pada telinga dalam atau proses sentral sinyal otolit.10

Oscilopsia ilusi pergerakan dunia yang dirovokasi dengan pergerakan


kepala. Pasien dengan bilateral vestibular loss akan takut untuk membuka kedua
matanya. Sedangkan pasien dnegan unilateral vestibular loss akan mengeluh
dunia seakan berputar ketika pasien menoleh pada sisi telinga yang mengalami
gangguan.10

Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasanya universal pada pasien


dengan vertigo otologik dan sentral.11 Gejala pendengaran biasanya berupa
tinnitus, pengurangan pendengaran atau distorsi dan sensasi penuh di telinga.12
Gejala sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan
sensiivitas visual.10

30
Gejala nonspesifik berupa giddiness dan light headness. Istilah ini tidak
terlalu memiliki makna pada penggunaan biasanya. Jarang digunakan pada pasien
dengan disfungsi telinga namun sering digunakan pada pasien vertigo yang
berhubungan dengan masalah medik.10

Suatu informasi penting yang didapatkan dari anamnesis dapat digunakan


untuk membedakan perifer atau sentral meliputi:2

 Karekteristk dizziness
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah
sensasi berputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht
headness, atau hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan).
 Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada
acute vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang
dalam beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, pada awalnya
keparahan biasanya meningkat dan kemudian berkurang setelahnya.
Sedangakan pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan konstan mungkin
memilki penyebab psikologis.3
 Onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan,
semakin lama durasi vertigo maka kemungkinan kearah vertigo sentral
menjadi lebih besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut
dibandingkan vertigo sentral kecuali pada cerebrovascular attack.
Perbedaan onset dan durasi masing-masing penyebab vertigo dapat dilihat
pada table 4.2
Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali pada vertigo
sentral yang berasal dari vascular misalnya CVA). Lesi sentral biasanya
menyebabkan tanda neurologis tambahan selain vertigonya, menyebabkan
ketidakseimbangan yang parah, nystagmus murni vertical, horizontal atau
torsional dan tidak dapat dihambat oleh fiksasi mata pada objek.

31
Tabel 4. Perbedaan durasi gejala untuk berbagai penyebab vertigo

 Faktor Pencetus
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis banding pada
vertigo vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan
posisi, penyebab yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus yang
baru pada saluran pernapasan atas kemungkinan berhubungan dnegan
acute vestibular neutritis atau acute labyrhinti. Faktor yang mencetuskan
migraine dapat menyebabkan vertigo jika pasien vertigo bersamaan
dengan migraine. Vertigo dapat disebabkan oleh fistula perilimfatik.
Fistula perimfatik dapat disebabkan oleh trauma baik langsung ataupun
barotraumas, mengejan, bersin atau gerakan yang mengakibatkan telinga
ke bawah akan memprovokasi vertigo pada pasien dengan fistula
perilimfatik. Adanya fenomena Tullio’s (nistagmus dan vertigo yang
disebabkan suara bising pada frekuensi tertentu) mengarah kepada
penyebab perifer. Stres psikis yang berat dapat menyebabkan vertigo,
menanyakan tentang stress psikologis atau psikiatri terutama pada pasien

32
yang pada anamsesis tidak cocok dengan penyebab fisik vertigo
manapun.3
Tabel 5. Perbandingan faktor pencetus dari masing-masing penyebab vertigo

 Gejala Penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendengaran, nyeri, mual, muntah
dan gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis penyebab
vertigo. Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran
berasal dari perifer, kecuali pada penyakit serebrovaskular yang mengenai
arteri auditorius interna atau arteri anterior inferior cebellar. Nyeri yang
menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan dengan infeksi akut telinga
tengah, penyakit invasive pada tulang temporal, atau iritasi meningeal.
Vertigo sering bersamaan dengan muntah dan mual pada acute vestibular
neuronitis dan pada meniere disease yang parah dan BPPV.

33
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala
neurologis berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan
pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan lain
pada fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo
sentral misalnya penyakit cerebrovascular, neoplasma, atau multiple
sklerosis. Pasien denga migraine biasanya merasakan gejala lain yang
berhubungan dengan migraine misalnya sakit kepala yang tipikal
(throbbing, unilateral, kadnag disertai aura), mual, muntah, fotofobia, dan
fonofobia. 21-35 persen pasien dengan migraine mengeluhkan vertigo.3

3.2.6. Patofisiologi

Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang


mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat
kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik
dan proprioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N.III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual, dan proprioseptik. Reseptor vestibuler memberikan kontribusi
paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan yang
paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.9

Dalam kondisi fisiologis, informasi yang tiba di pusat integrasi alat


keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik
kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan
wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-
otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang
menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi
alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/tidak

34
fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga
muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat
berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.12

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian


ketidakseimbangan tubuh:

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)


Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal
dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus,
vestibulum dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan
sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan
kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat
berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan
(gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang
berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan,
teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai
penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori
ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu;
sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai
dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan
saraf otonom.Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-
ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak
lagi timbul gejala.

35
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai
usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim
simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis
mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Diantaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinaps
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan
stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor),
peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat,
berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang
berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah
beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

3.3. Pemeriksaan Fisik Pada Vertigo

3.3.1. Pemeriksaan Neurologik

Pemeriksaan neurologic meliputi :

 Pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli


sensorineural, nistagmus.2

36
 Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus vestibular atau vermis
cerebellar. Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa
nistagmus rotator konsisten dengan acute vestibular neuronitis.

3.3.2. Pemeriksaan Keseimbangan

1. Romberg’s sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan
namun masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral
memilki instabilitas yang parah dan seringkali tidak dapat berjalan.3
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama
20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan
posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada
kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan
penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita
akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

Gambar 5. Uji Romberg

37
2. Heel-to- toe walking test
Pasien disuruh berjalan dalam garis lurus, dengan ujung tumit kaki
yang di depan menyentuh ujung jari kaki yang di belakang. Tes ini
dimulai dengan mata terbuka, kemudian mata tertutup. Jika pasien
gagal mempertahankan posisi tubuh lurus saat berjalan, maka dikatakan
hasil tes positif.
3. Unterberger's stepping test1
Pasien disuruh untuk berjalan spot dengan mata tertutup, jika
pasien berputar ke salah satu sisi maka pasien memilki lesi labirin pada
sisi tersebut.2 Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan
dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama
1 menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang ke
arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram, kepala dan
badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan
lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

Gambar 6. Uji Unterberger


4. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita
disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai
menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang

38
dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat
penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

Gambar 7. Uji Tunjuk Barany

3.3.3. Pemeriksaan untuk menentukan letak lesi di sentral atau perifer.

Dix-Hallpike Manuever

Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke


belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah
garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini
dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.

Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul


setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit,
akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali
(fatigue).

Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo


berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti
semula (non-fatigue).

39
Gambar 8. Manuver Dix-Hallpike

3.3.4. Tes Hiperventilasi

Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain hasilnya


normal. Pasien diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30 kali. Lalu
diperiksa nistagmus dan tanyakan pasien apakah prosedur tersebut
menginduksi terjadinya vertigo. Jika pasien merasakan vertigo tanpa
nistagmus maka didiagnosis sebagai sindrom hiperventilasi. Jika nistagmus
terjadi setelah hiperventilasi menandakan adanya tumor pada nervus VIII.5

40
3.3.5. Tes Kalori

Tes ini membutuhkan peralatan yang sederhana. Kepala penderita


diangkat ke belakang (menengadah) sebanyak 60º. (Tujuannya ialah agar
bejana lateral di labirin berada dalam posisi vertikal, dengan demikian dapat
dipengaruhi secara maksimal oleh aliran konveksi akibat endolimfe).
Tabung suntik berukuran 20 mL dengan ujung jarum yang dilindungi oleh
karet ukuran no 15 diisi dengan air bersuhu 30ºC (kira-kira 7º di bawah suhu
badan) air disemprotkan ke liang telinga dengan kecepatan 1 mL/detik,
dengan demikian gendang telinga tersiram air selama kira-kira 20 detik.

Bola mata penderita segera diamati terhadap adanya nistagmus. Arah


gerak nistagmus ialah ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang
dialiri (karena air yang disuntikkan lebih dingin dari suhu badan) Arah
gerak dicatat, demikian juga frekuensinya (biasanya 3-5 kali/detik) dan
lamanya nistagmus berlangsung dicatat. Lamanya nistagmus berlangsung
berbeda pada tiap penderita. Biasanya antara ½ - 2 menit. Setelah istirahat 5
menit, telinga ke-2 dites.

Hal yang penting diperhatikan ialah membandingkan lamanya


nistagmus pada kedua sisi, yang pada keadaan normal hampir serupa. Pada
penderita sedemikian 5 mL air es diinjeksikan ke telinga, secara lambat,
sehingga lamanya injeksi berlangsung ialah 20 detik. Pada keadaan normal
hal ini akan mencetuskan nistagmus yang berlangsung 2-2,5 menit. Bila
tidak timbul nistagmus, dapat disuntikkan air es 20 mL selama 30 detik. Bila ini
juga tidak menimbulkan nistagmus, maka dapat dianggap bahwa
labirin tidak berfungsi.

Tes ini memungkinkan kita menentukan apakah keadaan labirin


normal hipoaktif atau tidak berfungsi. Pemeriksaan ini juga dapat ditinjau
dengan melakukan :

41
1. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus
tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Posturografi
Dalam mempertahankan keseimbangan terdapat 3 unsur yang
mempunyai peranan penting: sistem visual, vestibular, dan
somatosensorik. Tes ini dilakukan dengan 6 tahap:
1. Pada tahap ini tempat berdiri penderita terfiksasi dan pandangan pun
dalam keadaan biasa (normal)
2. Pandangan dihalangi (mata ditutup) dan tempat berdiri terfiksasi
(serupa dengan tes romberg)
3. Pandangan melihat pemandangan yang bergoyang dan ia berdiri pada
tempat yang terfiksasi. Dengan bergeraknya yang dipandang, maka
input visus tidak dapat digunakan sebagai patokan untuk orientasi
ruangan.
4. Pandangan yang dilihat biasa, namun tumpuan untuk berdiri digoyang.
Dengan bergoyangnya tempat berpijak, maka input somatosensorik
dari badan bagian bawah dapat diganggu.
5. Mata ditutup dan tempat berpijak digoyang.
6. Pandangan melihat pemandangan yang bergoyang dan tumpuan berpijak
digoyang. Dengan menggoyang maka informasi sensorik menjadi rancu
(kacau/tidak akurat) sehingga penderita harus menggunakan sistem
sensorik lainnya untuk input (informasi).
3.3.6. Fungsi Pendengaran

a. Tes garpu tala: Rinne, Weber, Swabach. Untuk membedakan tuli


konduktif dan tuli perseptif.

b. Audiometri: Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone


Decay.

42
3.3.7. Pemeriksaan Kepala dan Leher

Pemeriksaan kepala dan leher meliputi :

1. Pemeriksaan membrane timpani untuk menemukan vesikel (misalnya


herpes zoster auticus (Ramsay Hunt Syndrome)) atau kolesteaatoma (Sura
et Newell, 2010).
2. Hennebert sign (vertigo atau nistagmus yang terjadi ketika mendorong
tragus dan meatus akustikus eksternus pada siis yang bermasalah)
mengindikasikan fistula perikimfatik.2
3. Valsava maneuver (exhalasi dengan mulut dan hidung ditutup untuk
meningkat tekanan melawan tuba eusthacius dan telinga dalam) dapat
menyebabkan vertigo pada pasien dengan fistula perilimfatik atau
dehiscence kanalis semisirkularis anterior. Namun nilai diagnostic
berdasarkan klinis ini masih terbatas. 3
4. Head impulses test
Pasien duduk tegak dengan mata terfiksasi pada objek sejauh 3 m dan
diinstruksikan untuk tetap melihat objek ketika pemeriksa menolehkan
kepala pasien. Dimulai dengan pemeriksa menolehkan kepala pasien ke
salah satu sisi pelan-pelan setelah itu pemeriksa menolehkan kepala pasien
sisi lainnya horizontal dengan cepat. Pada orang yang normal tidak ada
saccades mengindikasikan pandangan mereka terfiksasi di objek. Jika ada
saccades setelahnya maka mengindikasikan bahwa terdapat lesi pada
vestibular perifer pada sisi itu (Allen, 2008).

43
Gambar 9. Head impulses test

3.3.8. Pemeriksaan Cardiovascular

Perubahan orthostatic pada tekanan darah sistolik (misalnya turun 20


mmHg atau lebih) dan nadi (misalnya meningkat 10 denyutan per menit)
pada pasien dengan vertigo dapat menentukan masalah dehidrasi dan
disfungsi otonom.

3.4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular


testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis. Tes audiologik tidak selalu
diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien mengeluhkan gangguan pendengaran.
Namun jika diagnosis tidak jelas maka dapat dilakukan audiometric pada semua
pasien meskipun tidak mengelhkan gangguan pendengaran.

Vestibular testing tidak dilakukan pada semua pasieen dengan keluhan


dizziness. Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas.
Pemeriksaan laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah, fungsi
thyroid dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen pasien.11

44
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo
yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada faktor resiko untuk terjadinya
CVA, tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan
integritas batang otak, cerebellum, dan periventrikular white matter, dan
kompleks nervus VIII.11

3.5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar


20-40% pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis juga dapat ditentukan berdasarkan komplek gejala yang terdapat pada
pasien.

3.6. Diagnosis Banding

Dianosis banding dari vertigo dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 7. Diagnosis banding Vertigo

Vertigo dengan tanda


Vertigo dengan tuli Vertigo tanpa tuli
intracranial
Meniere disease Vestibular neuritis Tumor Cerebellopontine
angle
Labyrinthitis Benign positional Vertebrobasilar
vertigo insufficiency
dan thromboembolism
Labyrinthine trauma Acute vestiblar Tumor otak-> Misalnya,
dysfunction epyndimoma atau
metastasis pada ventrikel
keempat
Acoustic neuroma Medication induced Migraine
vertigo e.g

45
aminoglycosides
Acute cochleovestibular Cervical spondylosis Multiple sklerosis
dysfunction
Syphilis (rare) Following Aura epileptic attack-
flexionextension injury terutama
temporal lobe epilepsy
Obat-obatan- misalnya,
phenytoin, barbiturate
Syringobulosa

3.7. Penatalaksanaan Vertigo

3.7.1. Prinsip umum medikasi terapi vertigo

Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa


sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan
pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus
terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering
digunakan:

a. Antihistamin

Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin


yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin,
meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki
aktivitas anti kholinergik di susunan saraf pusat. Mungkin sifat anti kholinergik
ini ada kaitannya dengan kemampuannya sebagai obat anti vertigo. Efek samping
yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat
efek samping ini memberikan dampak yang positif. Beberapa antihistamin yang
digunakan adalah :

46
1. Betahistin

Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan


sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo. Efek
samping Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa mual, dan kadang
menimbulkan kemerahan pada kulit.

 Betahistin Mesylate (Merislon) Dengan dosis 6 mg – 12 mg, 3 kali sehari


per oral.
 Betahistin di Hcl (Betaserc) Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari.
Maksimum 6 tablet dibagi dalam beberapa dosis.
2. Dimenhidrinat (Dramamine)

Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25 mg –
50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk.

3. Difhenhidramin Hcl (Benadryl)

Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1


kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga diberikan
parenteral. Efek samping mengantuk.

b. Antagonis Kalsium

Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium


Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan. Merupakan
obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung banyak
terowongan kalsium. Namun, antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain
seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini
berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.

 Cinnarizine (Stugerone)

47
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi respons
terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15 – 30 mg, 3
kali sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk
(sedasi), rasa lelah, diare atau konstipasi, mulut rasa kering dan kemerahan
di kulit.

c. Fenotiazine

Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah).
Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan
Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh
bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo.

 Promethazine (Phenergan)
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo.
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5 mg –
25 mg, 4 kali sehari per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau
intravena). Efek samping yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk),
sedangkan efek samping ekstrapiramidal lebih sedikit dibanding obat
Fenotiazine lainnya.
 Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan
akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan
intramuscular atau intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) – 50
mg, 3 – 4 kali sehari. Efek samping ialah sedasi (mengantuk).

d. Obat Simpatomimetik

Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat


simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.

48
 Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali
sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti
vertigo lainnya. Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi)
dan menjadi gelisah – gugup.

e. Obat Penenang Minor

Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan


yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti mulut
kering dan penglihatan menjadi kabur.

 Lorazepam
Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg
 Diazepam
Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.

f. Obat Anti Kholinergik

Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem


vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.

 Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan
mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6 mg,
3– 4 kali sehari.

3.7.2. Terapi Fisik

Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi


gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa penderita
yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan

49
oleh adanya gangguan lain di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem
visual atau proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak banyak membantu,
sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan bertujuan untuk mengatasi
gangguan vestibular, membiasakan atau mengadaptasi diri terhadap gangguan
keseimbangan.12
Tujuan latihan ialah :

1. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium


untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
2. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
Contoh latihan :

1. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.


2. Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi,
gerak miring).
3. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian dengan
mata tertutup.
4. Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata
tertutup.
5. Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang satu
menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).
6. Jalan menaiki dan menuruni lereng.
7. Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.
8. Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan juga
memfiksasi pada objek yang diam.

50
3.7.3. Latihan Brand-Darrof

Ada berbagai macam latihan fisik, salah satunya adalah latihan Brand-Darrof.12

Gambar 10. Gerakan Brand-Darrof

Keterangan Gambar:

1. Ambil posisi duduk.


2. Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik
posisi duduk.
3. Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-masing
gerakan lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan berulang kali.
4. Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin bertambah.

51
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien perempuan 31 tahun datang ke RS Pertamina Plaju dengan keluhan


Pusing berputar yang dipengaruhi oleh perubahan posisi kepala.
± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami pusing
berputar. Pasien merasa bahwa lingkungan berputar terhadap dirinya. Pasien
mengatakan bahwa keluhannya dicetuskan oleh perubahan posisi kepala, seperti
saat berdiri setelah duduk, atau berbaring, yang terutama terjadi saat kepala
bergerak ke arah kanan. Keluhan terjadi selama kurang dari 1 menit, dan hilang
timbul. Keluhan mereda jika pasien menggerakkan kepalanya ke posisi sebelum
keluhan timbul. Mual (+), muntah (+) frekuensi empat kali, telinga berdenging (-),
gangguan pendengaran (-), keluar cairan dari telinga (-), kejang (-), penurunan
kesadaran (-), kelemahan sesisi tubuh (-), bicara pelo (-), mulut mengot (-),
gangguan sensibilitas (-).
Pasien tidak mengeluhkan pandangan ganda atau kelemahan pada mata.
Pasien tidak mengalami kesulitan dalam mengungkapkan atau memahami dalam
bahasa lisan, tulisan, maupun isyarat. Riwayat demam tidak ada. Riwayat sakit
telinga tidak ada. Riwayat batuk-pilek tidak ada. Tidak ada riwayat mendengar
suara berdenging di telinga, atau perasaan penuh di telinga, yang disertai dengan
penurunan fungsi pendengaran. Tidak ada riwayat trauma kepala. Tidak ada
riwayat pemakaian jangka panjang dari obat-obatan seperti streptomisin,
gentamisin, kuinin, atau obat-obatan anti-neoplastik.
Berdasarkan hasil anamnesis, pasien mengalami pusing berputar yg timbul
secara tiba-tiba saat pasien melakukan perubahan posisi kepala, keluhan tersebut
dapat mengarahkan kita kepada gejala vertigo dari 4 subtipe gejala dizziness yaitu
vertigo, lightheadness, pre sinkop, dan disequilibrium atau gait unsteadiness.
Keluhan pusing tersebut dirasakan timbul secara tiba-tiba, hilang timbul dan di
provokasi oleh perubahan posisi, juga disertai oleh mual dan muntah sehingga
dapat dipikirkan adanya gangguan pada sistem vestibular perifer, karena sangat

52
berlawanan dengan gejala yang ditimbulkan pada gangguan vestibular sentral,
yaitu onset yang datang secara perlahan dan bertambah berat, serta pusing dapat
menetap dalam waktu yang lama. Pasien tidak memiliki gangguan pendengaran,
telinga berdenging maupun rasa penuh didalam telinga sehingga diagnosis
penyakit meniere dapat disingkirkan. Riwayat demam, batuk-pilek, dan keluar
cairan dari telinga tidak ada sehingga dugaan penyebab infeksi pada telinga dapat
disingkirkan. Pasien tidak memiliki riwayat mengkonsumsi obat-obatan seperti
streptomisin, gentamisin, kuinolon, maupun obat anti neoplastik sehingga
penyebab ototoksik dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tes romberg positif saat mata tertutup,
hal tersebut menunjukkan adanya gangguan pada sistem vestibular perifer, apabila
tes romberg positif pada saat mata terbuka menunjukkan adanya gangguan sistem
vestibular sentral. Pada pemeriksaan Dix-hallpike didapatkan hasil positif pada
saat kepala menoleh ke kanan, timbul nystagmus setelah periode laten kurang
lebih 2-10 detik, arah nystagmus horizontal yang menunjukkan bahwa terdapat
gangguan pada sistem vestibular perifer, berdasarkan teori hasil pemeriksaan
tersebut menunjukkan adanya debris otolith yg bergerak bebas di kanalis
semisirkularis posterior. Pada pemeriksaan Head impulse tes didapatkan saccades
(+) pada saat kepala menoleh ke kanan, hal tersebut menunjukkan adanya
gangguan pada sistem vestibular perifer. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
adanya dysmetri, rebound phenomenon maupun disdiadokinesis sehingga
gangguan vestibular sentral daapt disingkirkan. Pada pemeriksaan Penunjang
tidak didapatkan kelainan,
Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa non farmakologi berupa
istirahat, dan edukasi mengenai penyakit BPPV, perjalanan penyakit, terapi
medikamentosa dan terapi rehabilitatif. Untuk tatalaksana farmakologi diberikan
IVFD RL gtt 20x/menit(makro), Betahistin Mesylate 3 x 12 mg, Flunarizin 2 x 10
mg, Dimenhidrinat 2 x 50 mg, dan Inj, Ondansetron 2 x1 amp.
Prognosis pasien ini untuk quo ad vitam adalah bonam, quo ad fungsionam
adalah bonam, dan quo ad sanationam adalah dubia ad bonam.

53
Diagnosis banding Diagnosis Klinik:
1. Vertigo Lesi Perifer
2. Vertigo Lesi Sentral
1. Lesi Perifer Gejala pada pasien adalah:
- Onset tiba-tiba. - Onset tiba-tiba
- Pusing berputar berat. - Pusing berputar hebat.
- Mual dan muntah hebat. - Mual (+), muntah (-).
- Pusing tergantung pada - Perubahan posisi mencetuskan
perubahan posisi dan pergerakan pusing, diperparah dengan
kepala. menggerakkan kepala ke kanan.
- Pada manuver Dix-Hallpike - Nystagmus (+) pada maneuver
nystagmus (+) dengan arah Dix-Hallpike ke arah kanan,
horizontal, latensi (+), fatigabel dengan arah horizontal, latensi
(+). (+), fatigabel (+).
Kemungkinan lesi perifer tidak dapat disingkirkan.

2. Lesi Sentral Gejala pada pasien adalah:


- Pusing berputar, biasanya terjadi - Onset tiba-tiba
perlahan-lahan, dan bertambah - Pusing berputar hebat.
berat. - Mual (+), muntah (-).
- Pusing menetap dalam beberapa - Perubahan posisi mencetuskan
hari hingga beberapa minggu pusing, diperparah dengan
(permanen). menggerakkan kepala ke kanan.
- Pusing tidak bergantung pada - Nystagmus (+) pada maneuver
perubahan posisi dan gerakan Dix-Hallpike ke arah kanan,
kepala. dengan arah horizontal, latensi
- Nystagmus (+) dengan arah (+), fatiabel (+), habituasi (+).
vertical atau rotatoar, fatigabel - Tidak ada gejala batang otak.
(-), latensi (-), habituasi (-). - Tidak ada gejala kelaianan
- Disertai dengan kelainan batang serebellum.
otak: diplopia, disartria, disfagia,
difonia.
- Disertai dengan kelaianan
serebellum: kelaianan
koordinasi, kesulitan dan
gemetaran saat melakukan
aktivitas.
Kemungkinan lesi sentral dapat disingkirkan.

54
Diagnosis banding berdasarkan etiologi:
1. Penyakit Meniere
2. Vestibularis neuritis
3. Obat-obatan ototoksik
4. Infeksi telinga
5. Trauma kepala
6. Idiopatik (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)
1. Penyakit Meniere Gejala pada pasien adalah:
- Pusing berputar episodik, - Pasien merasakan pusing
kehilangan pendengaran, bunyi berputar tanpa tinnitus, tanpa
berdenging di telinga (tinnitus), kehilangan pendengaran, dan
dan sensasi penuh pada telinga tanpa rasa penuh di telinga.
yang terkena.
- Vertigo, tinnitus, dan sensasi - Serangan pusing berputar berat
penuh pada telinga dapat hilang dan hilang timbul, tergantung
timbul sejalan dengan gerakan kepala.
kehilangan
pendengaran, yang dapat
menetap atau sembuh tanpa
pengobatan.
Kemungkinan etiologi penyakit Meniere dapat disangkal.

2. Vestibularis neuritis Gejala pada pasien adalah:


- Onset pusing berputar selama - Pusing berputar tiba-tiba.
beberapa hari sampai minggu.
- Mual dan muntah - Mual (+), muntah (+).
- Keluhan timbul dan diperparah - Keluhan timbul pada pergerakan
oleh pergerakan kepala, namun kepala ke kanan.
tidak tergantung pada posisi
kepala.
- Nyeri mastoid disertai demam - Tidak terdapat nyeri mastoid
tinggi, riwayat batuk-pilek maupun demam tinggi.
- Nystagmus dengan arah - Nystagmus (+) ke arah kanan,
multipel, fatigabel (-). fatigabel (+).

Kemungkinan etiologi penyakit vestibular neuritis dapat disangkal.

55
3. Medikasi (ototoksisitas) Gejala pada pasien adalah:
Terdapat riwayat penggunaan jangka Tidak terdapat riwayat
panjang streptomisin, kuinolon dan penggunaan jangka panjang
anti-neoplasma. streptomisin, kuninin dan anti
neoplasma.

Kemungkinan etiologi ototoksisitas dapat disangkal.

4. Infeksi telinga (otitis media) Gejala pada pasien adalah:


- Terdapat riwayat keluar cairan - Tidak terdapat riwayat keluar
berbau dari telinga. cairan berbau dari telinga.
- Terdapat riwayat rasa penuh - Tidak terdapat riwayat rasa
ditelinga. penuh di telinga.
Kemungkinan etiologi infeksi telinga dapat disangkal.

5. Trauma kepala Gejala pada pasien adalah:


- Terdapat riwayat trauma kepala - Tidak ada riwayat trauma
kepala.
Kemungkinan etiologi cedera kepala dapat disangkal.

56
DAFTAR PUSTAKA

1. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary


care, Journal: BJMP 2010; 3(4): a351.
2. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and
vestibular migraine. Journal of Nerology 2009: 25: 333-338.
3. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo . Journal : American
Family Physician January 15, 2006 Volume 73, Number 2.
4. Wibowo, Daniel S. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. .Singapore : Elsevier.
5. Arsyad Soepardi, Efiaty, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung tenggorokan Kepal & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
6. Marril, KA. (2011). Central Vertigo. Diunduh dari.
http://emedicine.medscape.com/article/794789-clinical#a0217.
7. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach
that Needed for establish of Vetigo. The Practitioner Journal September
2010 - 254 (1732): 19-23.
8. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical
Assesment and Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June 2008,
Vol 69, No 6.
9. Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign
10. Paroxysmal Positional Vertigo. Journal Gerontological of Nursing.
December: 2006.
11. Antunes MB. CNS Causes of Vertigo. WebMD LLC. 2009. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/884048-overview#a0104.
12. Chain, TC. 2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient
with Dizziness and Vertigo. Illnois Journal :Wolter kluwerlippincot William
and wilkins. Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo. Journal of
American Family Physician March 15, 2005: 71:6.
13. Joesoef AA, Kusmastuti K, editor. Neurootologi klinis vertigo. Jakarta:
Airlangga University Press; 2002.

57
14. Lumbantobing SM. Vertigo tujuh keliling. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2003.
15. Copeland BJ, Pillsbury III CH. Vertigo. Dalam: Runge MS, Greganti MA,
editor. Netter internal medicine. Edisi ke-1. New Jersey: Icon Learning
System; 2005. hlm. 725–7.
16. Joesoef AA. Etiologi dan patofisiologi vertigo. Dalam: Leksmono P, Islam
MS, Yudha H, editor. Kumpulan makalah pertemuan ilmiah nasional ii
nyeri kepala, nyeri dan vertigo. Jakarta: Airlangga University Press; 2006.
hlm. 209–14.
17. Sumarilyah, E., 2010. Jurnal Penelitian Pengaruh Senam Vertigo Terhadap
Keseimbangan Tubuh pada Pasien Vertigo di RS Siti Khodijah Sepanjang.
RS Siti Khodijah Sepanjang: Jawa Timur.

58

Anda mungkin juga menyukai