Oleh:
Oleh :
Pitantio Sagi S, S.Ked
Pembimbing:
dr. Irma Yanti, Sp. S
i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Judul :
Hemiparese Dextra Tipe Flaksid Et Causa CVD Hemoragik
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Syaraf
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang periode 23 Oktober – 5
November 2023.
ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Hemiparese Dextra Tipe Flaksid Et Causa CVD Hemoragik”. Penulisan
laporan kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Syaraf Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa kepaniteraan klinik sampai pada penyusunan referat ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan referat ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr.Irma Yanti, Sp. S, selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan referat ini.
2. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral.
3. Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan referat ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga referat ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. i
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH.................. ii
DAFTRA ISI............................................................................................. iii
iv
2.3.6. Cara Diagnosis.......................................................................50
2.3.7. Tatalaksana............................................................................53
2.3.8. Komplikasi.............................................................................53
2.3.9. Prognosis................................................................................53
v
BAB I
STATUS PENDERITA NEUROLOGI
1.2. Anamnesis
Penderita dirawat di bagian saraf RS Muhammadiyah Palembang karena
mengalami kelemahan pada lengan sebelah kanan yang terjadi secara
tiba- tiba. 1 hari SMRS, penderita sedang beristirahat tiba tiba keluhan
kelemahan pada lengan & tungkai kanan yang terjadi secara tiba-tiba.
Gangguan rasa pada sisi kanan kelemahan tidak ada. Keluhan ini tidak
disertai dengan nyeri kepala. Penderita tidak mengalami muntah.
Penurunan kesadaran tidak ada, bicara pelo ada. Keluhan tidak disertai
dengan kejang. Keluhan jantung berdebar ada sesak napas tidak ada.
Sehari-hari penderita beraktivitas menggunakan tangan kiri. Penderita
Bisa mengungkapkan isi pikiran secara lisan,Dan masi dapat mengerti isi
pikiran orang. Riwayat hipertensi dan riwayat diabetes melitus ada namun
tidak terkontrol sejak ±1 tahun yang lalu. Riwayat trauma kepala tidak
ada. Riwayat penyakit jantung tidak ada. Riwayat menderita stroke tidak
ada. Riwayat keluarga yang memiliki keluhan serupa tidak ada. Penyakit
seperti ini diderita untuk pertama kalinya.
1
A. Status Presens
Kesadaran : E4M5V6
Suhu Badan : 36,6oC
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Status Internus
Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak: Akral hangat, pucat (-), edema (-), CRT <2 detik
Genitalia : Tidak diperiksa
Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif
Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Baik
Kontak Psikis : Ada
B. Status Neurologikus
1. Kepala
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normocephali
Simetris : Simetris
2
2. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada
Troticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku Kuduk : Tidak ada Pembuluh darah : Normal
C. Syaraf-Syaraf Otak
1. N. Olfactorius
Kanan Kiri
Penciuman Normosmia Normosmia
Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hyposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada
2. N. Opticus
Kanan Kiri
Visus Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Campus Visi
3
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus Tidak ada Tidak ada
- Exopthalmus Tidak ada Tidak ada
- Endopthalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation conjugae Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Iso/Anisokor Isokor Isokor
- Midriasis/Miosis Normal Normal
- Reflex Cahaya
Langsung Positif Positif
Konsensuil Positif Positif
Akomodasi Positif Positif
- Argyl Robetson Negatif Negatif
4. N. Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit Kuat Kuat
- Trismus Tidak ada Tidak ada
- Reflex kornea Positif Positif
Sensorik
- Dahi Normal Normal
- Pipi Normal Normal
- Dagu Normal Normal
4
5. N. Facialis
Kanan Kiri
Motorik
- Mengerutkan dahi Simetris
- Menutup mata Simetris
- Menunjukkan gigi Sudut mulut kanan tetinggal
- Lipat nasolabialis Simetris
- Bentuk muka
Istirahat Tidak Simetris
Bicara/bersiul Tidak Simetris
Sensorik
- 2/3 depan lidah Tidak diperiksa
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan
- Chvostek’s Sign Negatif
6. N. Cochlearis
Kanan Kiri
Suara bisikan Terdengar Terdengar
Detik arloji Terdengar Terdengar
Tes Weber Tidak Tidak diperiksa
diperiksa
Tes Rinne Tidak Tidak diperiksa
diperiksa
5
Refleks
- Muntah negatif
- Batuk Positif
- Oculocardiac Belum dapat diperiksa
- Sinus caroticus Belum dapat diperiksa
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak diperiksa
8. N. Accessorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu Kuat, simetris Kuat,
simetris
Memutar kepala Tidak ada tahanan dan normal
9. N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Menjulurkan lidah Deviasi ke Kanan
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil lidah Tidak ada
Dysarthria Tidak ada
D. Columna Vertebralis
Kyphosis : Tidak ada kelainan
Scoliosis : Tidak ada kelainan
Lordosis : Tidak ada kelainan
Gibbus : Tidak ada kelainan
Deformitas : Tidak ada kelainan
Tumor : Tidak ada kelainan
Meningocele : Tidak ada kelainan
Hematoma : Tidak ada kelainan
Nyeri ketok : Tidak ada kelainan
6
E. Badan dan Anggota Gerak
Kanan Kiri
Lengan
- Gerakan Kurang Cukup
- Kekuatan 3 5
- Tonus Hipotoni Eutoni
- Refleks fisiologis
Biceps Hiporefleks Normorefleks
Triceps Hiporefleks Normorefleks
Periost Radius Hiporefleks Normorefleks
Periost Ulna Hiporefleks Normorefleks
- Refleks patologis
Hoffman Negatif Negatif
Trommner
Tungkai
- Gerakan Kurang Cukup
- Kekuatan 3 5
- Tonus Hipotoni Eutoni
- Klonus
Paha Negatif Negatif
Kaki Negatif Negatif
- Refleks fisiologis
KPR
Hiporefleks Normal
APR
Hiporefleks Normal
- Refleks patologis
Babinsky Negatif
Positif
Chaddock Negatif
Negatif
Oppenheim Negatif
Negatif
Gordon Negatif
Negatif
Schaeffer Negatif
Negatif
Rossolimo Negatif
Negatif
Mendel Negatif
Negatif
Bechtereyev Negatif
Negatif
7
Sensorik
Tidak ada kelainan
8
- Jari-hidung : Belum dapat dinilai
- Tumit-tumit : Belum dapat dinilai
- Dysdiadochokinesis : Belum dapat dinilai
- Trunk Ataxia : Belum dapat dinilai
- Limb Ataxia : Belum dapat dinilai
H. Gerakan Abnormal
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Baltismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myocloni : Tidak ada
I. Fungsi Vegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Ereksi : Tidak diperiksa
J. Fungsi Luhur
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada
K. Siriraj Stroke Score
1. Kesadaran (x2,5) Composmentis 0
Somnolen 1
Semi koma, koma 2
2. Muntah (x2) Tidak 0
Ya 1
3. Nyeri kepala dalam 2 jam (x2) Tidak 0
9
Ya 1
4. Tekanan Diastolik (DBP) DBP x 0,1
5. Atheroma markers (x3) Tidak ada 0
Diabetes, angina, claudication intermitten 1/> 1
Konstanta -12
Interpretasi :
Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-), reflex Babinski (+)
=> Stroke Iskemik Akut atau Stroke Infark
10
1.4. Diagnosa
Diagnosa Klinis : Hemiparese Dextra
1.6. Tatalaksana
1.6.1. Non-Farmakologis
a. Bed rest
b. Elevasi kepala 30o
c. Edukasi diet rendah garam
d. Fisioterapi
e. Menggunakan masker
1.6.2. Farmakologis
a. IVFD asering gtt 20X/menit
b. Inj. Citicoline 3 x 500Mg
c. Amlodipine 1x10Mg PO
d. CPG 1x75Mg PO
11
e. Aspilet 1x80Mg PO
f. Megabal 3x500Mg PO
Edukasi :
1) Konsultasi fisioterapi (latihan motorik, latihan berjalan)
2) Modifikasi gaya hidup dan faktor resiko (pola makan,
istirahat cukup, mengelola stres, mengurangi makan
berlebihan, mengurangi makan makanan yang banyak
mengandung lemak jenuh, aktif berolahraga).
3) Rutin kontrol tekanan darah dan gula darah.
4) Rutin mengkonsumsi obat antihipertensi.
5) Menjelaskan mengenai stroke non-hemoragik, resiko, dan
komplikasi selamaperawatan.
6) Menjelaskan gejala stroke berulang dan tindakan yang
harus dilakukan sebelum ke RS.
12
1.7. Diskusi Kasus
A. DIAGNOSIS BANDING TIPE KELEMAHAN
Kesimpulan :
Jadi, tipe kelemahan yaitu tipe Flaksid atau adanya gangguan LMN.
13
Lesi di subkorteks hemisfer Pada penderita ditemukan gejala:
serebri:
Defisit motorik Defisit motorik (hemiparese Dextra
tipe Flaksid)
Afasia motoric subkortikal Tidak ada afasia motorik
Kelemahan lengan dan tungkai Kelemahan lengan dan tungkai
sama berat sama berat
Kemungkinan lesi di korteks hemisfer serebri tidak dapat ditegakkan
14
Trombosis Serebri Pada penderita ditemukan gejala:
Tidak ada kehilangan Tidak ada penurunan kesadaran
kesadaran
Terjadi saat istirahat Terjadi saat Istirahat
Kemungkinan etiologi thrombosis cerebri dapat dipertimbangkan
Pemeriksaan Penunjang :
CT-Scan Kepala
15
-Tak tampak soft tissue swelling di extracranial Pada window tulang, tak
tampak diskontinurtas Gyn, sulci dan fissura sylvi tidak prominent Batas
corteks dan medulla tegas
-Tampak lesi hiperdens di thalamus sinistra volume Ik. 4 cc
-Sistera ventricio dan cistema tidak menyempit maupun melebar
-Midline ditengah, tidak terdeviasi Air cellulae mastoidea normodens
-Sinus paranasalis normodens
Kesan: Intracerebral hemorrhage (ICH) di thalamus Sinistra
Pem.Laboratorium
Hematologi
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hemoglobin 13,7 g/dL 12-14
Eritrosit - juta/uL 4.0-5.0
Leukosit 14,5 ribu/uL 5.000-10.000
Trombosit 307 ribu/mm3 150.000-400.000
Hematokrit 39,3 % 35-47
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 0 % 1-3
Neutrofil 86 % 40-60
- - % -
Limfosit 10 % 20-40
Monosit 3 % 2-8
Kimia Klinik
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Ureum 29 mg/dL 20-40
Kreatinin 1.0 mg/dL 0.6-1.1
Glucosa Darah Sewaktu 99 mg/dL < 180
Cholesterol Total 218 mg//dL < 200
Cholesterol HDL 62 mg//dL > 65
Cholesterol LDL 129 mg//dL < 130
Trigliserida 132 mg//dL < 200
Bss Stick 147 mg/dl 70-140 mg/dl
Elektrolit
16
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Natrium 142 mmol/L 135-155
Kalium 3.9 mmol/L 3.5-5.5
17
1.8. Follow Up
Tanggal/Pkl Perjalanan Penyakit Instruksi/Rencana Therapy
Kekuatan 3 5
18
Refleks Negatif Negatif
Patologis
Tungkai
Kekuatan 3 5
A/
DK : Hemiparese Dextra
DT : Capsula Interna Hemisfer Cerebri
Dextra Tipe Flaksid
DE : CVD Hemoragik
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
20
Susunan Saraf Pusat
Susunan sistem saraf terbagi secara anatomi menjadi sistem saraf
pusat (otak dan medula spinalis) dan sistem saraf tepi (saraf kranial dan
spinal) dan secara fisiologi yaitu sistem saraf otonom dan sistem saraf
somatik (Mardjono, 2009).
Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan medula spinalis. SSP
dibungkus oleh selaput meningen yang berfungsi untuk melindungi otak
dan medula spinalis dari benturan atau trauma. Meningen terdiri atas tiga
lapisan yaitu durameter, arachnoid dan piamater (Tobing, 2007).
1) Rongga epidural
Berada diantara tulang tengkorak dan durameter. Rongga ini berisi
pembuluh darah dan jaringan lemak yang berfungsi sebagai
bantalan. Bila cidera mencapai lokasi ini akan menyebabkan
perdarahan yang hebat oleh karena pada lokasi ini banyak
pembuluh darah sehingga mengakibatkan perdarahan epidural
(Tobing, 2007).
2) Rongga subdural
Berada diantara durameter dan arachnoid, rongga ini berisi berisi
cairanserosa (Tobing, 2007).
3) Rongga subarachnoid
Terdapat diantara arachnoid dan piameter. Berisi cairan
cerebrospinalis yang salah satu fungsinya adalah menyerap
guncangan atau shock absorber.
21
Otak
Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis, yang merupakan
pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh (Mardjono, 2009). Otak
merupakan pusat pengatur segala kegiatan manusia yang terletak di dalam
rongga tengkorak. Beberapa karateristik khas otak orang dewasa yaitu
mempunyai berat lebih kurang 2% dari berat badan dan mendapat sirkulasi
darah sebanyak 20% daricardiac output serta membutuhkan kalori sebesar
400 Kkal setiap hari. Otak merupakan jaringan yang paling banyak
menggunakan energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa.
Kebutuhan oksigen dan glukosa otak relatif konstan, hal ini disebabkan
oleh metabolisme otak yang merupakan proses yang terus menerus tanpa
periode istirahat yang berarti. Bila kadar oksigen dan glukosa kurang
dalam jaringan otak maka metabolisme menjadi terganggu dan jaringan
saraf akan mengalami kerusakan (Tobing, 2007).
22
oblongata adalah struktur yang menghubungkan otak dengan
medula spinalis (Goldstein et al, 2006).
Batang otak merupakan tempat berbagai macam pusat vital seperti
pusat pernafasan, pusat vasomotor, pusat pengatur kegiatan jantung
dan pusat muntah, bersin dan batuk (Tobing, 2007).
23
posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla,
sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan dari
pons dan medulla.
2) Cerebellum
Gambar 4. Cerebellum
Terletak di bagian belakang kranium menempati fosa cerebri
posterior di bawah lapisan durameter Tentorium Cerebelli. Di
bagian depannya terdapat batang otak. Berat cerebellum sekitar
150 gr atau 8- 8% dari berat batang otak seluruhnya. Cerebellum
dapat dibagi menjadi hemisfer cerebelli kanan dan kiri yang
dipisahkan oleh vermis. Fungsi cerebellum pada umumnya adalah
mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot sehingga gerakan dapat
terlaksana dengan sempurna (Tobing, 2007).
Serebelum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih
banyakneuron. Serebelum memiliki peran koordinasi yang penting
dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
24
somatosensori yang diterima inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Serebelum terdiri dari tiga bagian fungsional
yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke
bagian lain dari sistem saraf pusat. Serebelum merupakan pusat
koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan
kontraksi otot-otot volunter secara optimal. Bagian- bagian dari
serebelum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus
fluccolonodularis (Feigin, 2006).
Serebelum memiliki fungsi sebagai berikut (Tobing, 2007).
1) Mempertahankan keseimbangan.
2) Meningkatkan tonus otot
3) Mengkoordinasikan dan merencanakan aktivitas otot sadar
terampil
3) Otak depan
25
1. Diensefalon
Diensefalon menghubungkan belahan otak ke batang otak
dan terdiri dari epitalamus, talamus kiri dan kanan, serta
hipotalamus. Epitalamus merupakan atap ventrikel ketiga
yang terdiri dari trigonum habenulae, korpus pineale, dan
komisura posterior. Sedangkan talamus adalah masa abu-
abu berbentuk oval yang terdapat pada tiap-tiap hemisfer
otak dan masing-masing memiliki lima kelompok inti yaitu
kelompok inti anterior, median (midline), medial, lateral,
dan posterior. Pada bagian bawah dan depan talamus,
terdapat hipotalamus yang merupakan lantai dan dinding
bawah dariventrikel III (Goldstein et al, 2006).
a. Hipotalamus
Hipotalamus adalah bagian otak yang paling terlibat
dalampengaturan langsung lingkungan internal yang terletak
di bawahtalamus. Hipotalamus memiliki fungsi sebagai
berikut (Tobing, 2007).
a) Regulasi banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu,
haus, pengeluaran urine dan asupan makanan.
b) Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin.
c) Banyak terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.
b. Thalamus
Talamus berperan penting dalam kontrol motorik dengan
secara positif memperkuat perilaku motorik volunter yang
dimulai di korteks.Thalamus memiliki fungsi sebagai
berikut (Tobing, 2007).
a) Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps.
b) Kesadaran kasar terhadap sensasi.
c) Berperan dalam kesadaran.
d) Berperan dalam kontol motorik.
26
2. Cerebrum
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia.
Dipisahkan dua bagian oleh fissure longitudinal menjadi
hemisfer serebrum kiri dan kanan. Keduanya saling
berhubungan melalui korpus kalosum, suatu pita tebal yang
diperkirakan terdiri dari 300 juta akson neuron yang
menghubungkan kedua hemisfer. Korpus kolosum adalah
“information superhighway” tubuh (Tobing, 2007).
a) Nucleus basal
Nukleus basal atau ganglia basal terdiri dari striatum
(nukleus kaudatus dan putamen), globus palidus (eksterna
dan interna), substansia nigra dan nukleus sub-thalamik.
Nukleus pedunkulopontin tidak termasuk bagian dari basal
ganglia, meskipun dia memiliki koneksi yang signifikan
dengan basal ganglia. Korpus striatum terdiri dari nukleus
kaudatus, putamen dan globus palidus. Striatum dibentuk
oleh nukleus kaudatus dan putamen. Nukleus lentiformis
dibentuk oleh putamen dan kedua segmen dari globus
palidius. Tetapi letak anatomis perdarahan basal ganglia
yang dibahas disini hanya meliputi nukleus kaudatus dan
nukleus lentiformis. Kapsula interna terletak diantara
nukleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula intema
adalah tempat relay dari traktus motorik volunter,
sehingga jika ada lesi pada lokasi ini akan
27
menyebabkan gangguan motorik seperti hemiparesis
ataupun gangguan motorik lain (Aliah et al, 2005).
Nukleus basal memiliki fungsi sebagai berikut (Tobing,
2007).
1. Inhibisi tonus otot.
2. Koordinasi gerakan lambat menetap.
3. Menekan pola gerakan yang tidak bermanfaat.
b) Korteks serebrum
Korteks serebrum merupakan lapisan permukaan hemisfer
yang disusun oleh substansia grisea. Beberapa daerah
tertentu dari korteks serebri telah diketahui memiliki
fungsi spesifik. Korteks serebri dibagi menjadi 47 area
berdasarkan struktur selular (Mardjono, 2009).
Bagian-bagian dari korteks serebri yaitu (Tobing, 2007) :
1. Lobus Frontalis Area 4 (area motorik primer) sebagian
besar girus presentralis dan bagian anterior lobus
parasentralis); area 6 bagian sirkuit traktus piramidalis
(area premotorik) mengatur gerakan motorik dan
premotorik, area 8 mengatur gerakan mata dan
perubahan pupil; dan area 9, 10, 11, 12 (area asosiasi
frontalis). Lobus frontalis terletak di depan serebrum,
bagian belakang dibatasi oleh sulkus sentralis rolandi
(Tobing, 2007).
2. Lobus Perietalis Area 3, 1, 2 adalah area sensorik primer
(area postsentral) meliputi girus sentralis dan meluas ke
arah anterior sampai mencapai dasar sulkus sentralis dan
28
area 5, 7 (area asosiasi somatosensorik) meliputi sebagian
permukaan medial hemisfer serebri (Tobing, 2007).
3. Lobus Oksipitalis Area 17 (korteks visual primer)
permukaan medial lobus oksipitalis sepanjang bibir
superior dan inferior sulkus kalkanius; area 18, 19 (area
asosiasi visual) sejajar dengan area 17 meluas sampai
meliputi permukaan lateral lobus oksipitalis (Tobing,
2007).
4. Lobus Temporalis Area 41 (korteks auditori primer)
meliputi girus temporalis superior meluas sampai ke
permukaan lateral girus temporalis; area 42 (area asosiasi
auditorik) korteks area sedikit meluas sampai pada
permukaan girus temporalis superior; dan area 38, 40, 20,
21, 22 (area asosiasi) permukaan lateral dibagi menjadi
girus temporalis superior, girus temporalis media dan girus
temporalis inferior. Pada bagian basal terdapat girus
fusiformis (Tobing, 2007).
5. Area broka (area bicara motoris) terletak di atas sulkus
lateralis, mengatur gerakan berbicara (Tobing, 2007).
6. Area visualis terdapat pada polus posterior dan aspek
medial hemisfer serebri di daerah sulkus kalkaneus,
merupakan daerah menerima visual. Gangguan dalam
ingatan untuk peristiwa yang belum lama (Tobing, 2007).
29
7. Insula reili yaitu bagian serebrum yang membentuk dasar
fisura silvi yang terdapat di antara lobus frontalis, lobus
parietalis dan lobus oksipitalis. Bagian otak ini ditutupi
oleh girus temporalis dan girus frontalis inferior (Tobing,
2007).
8. Girus singuli yaitu bagian medial hemisfer terletak di atas
korpus kolosum (Tobing, 2007).
Korteks serebrum memiliki fungsi sebagai berikut
(Tobing, 2007).
1. Persepsi sensorik.
2. Kontrol gerakan sadar.
3. Bahasa dan sifat kepribadian.
4. Proses mental canggih, misalnya berpikir, mengingat,
mengambil keputusan, kreativitas dan kesadaran diri.
c) Sistem limbik
Rhinensefalon merupakan bagian otak yang terdiri atas
jaringan alo-korteks yang melingkar sekeliling hilus
hemisfer serebri serta berbagai struktur lain yang lebih
dalam yaitu amiglada, hipokampus, dan nuklei septal.
Rinensefalon berperan dalam fungsi penghidu, perilaku
makan dan bersama dengan hipotalamus berfungsi dalam
perilaku seksual, emosi takut, marah dan motivasi (Heiss
et al, 2005).
30
Vaskularisasi Otak
31
b) Arteri vertebralis
Arteri vertebralis berasal dari arteri subclavia yang membawa
darah untuk mensuplai bagian lapisan otak (meningen) dan area
infra tentorial yang berisi cerebellum, batang otak, bagian
belakang dan bawah hemisfer otak (Corwin, 2000).
Tiga pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri
permukaanotak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-cabang
yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling
berhubungan dengan cabangcabang arteri serebri lainya. Untuk menjamin
pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara
sistem karotis dan sitem vertebral (Stoll, 2008).
Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh
arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang
menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri
media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan
arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini
terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri
karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika
dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sistem
vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial)
(Stoll, 2008).
Medulla Spinalis
32
Medula spinalis (Spinal cord) merupakan suatu silinder panjang jaringan
saraf yang berjalan dari batang otak yang memiliki panjang 45 cm (18 inci)
dan garis tengah 2 cm. Medula spinalis terletak di dalam kanalis
vertebralis dan menjulur dari foramen magnum ke bagian atas region
lumbalis (Mardjono, 2009).
Saraf spinalis diberi nama sesuai dengan bagian kolumna vertebralis
tempat mereka keluar. Terdapat 8 pasang saraf servikalis (leher; C1-C8),
12 saraf torakalis (dada), 5 saraf lumbalis (abdomen), 5 saraf sakralis
(panggul) dan 1 saraf koksigeus (tulang ekor). Medula spinalis memiliki
fungsi sebagai berikut (Tobing, 2007).
1. Pusat kontrol kardiovaskular, respirasi dan pencernaan.
2. Regulasi refleks otot yang berperan dalam keseimbangan dan
postur.
3. Penerimaan dan integrasi semua masukan sinaps dari korda
spinalis;pengaktifan korteks serebrum dan keadaan terjaga.
4. Berperan dalam siklus tidur-bangun.
Medula spinalis merupakan perpanjangan medula oblongata ke
arah kaudal di dalam kanalis vertebralis mulai setinggi cornu vertebralis
cervicalis I memanjang hingga setinggi cornu vertebralis lumbalis I - II.
Terdiri dari 31segmen yang setiap segmennya terdiri dari satu pasang saraf
spinal. Seperti halnya otak, medula spinalis pun terbungkus oleh selaput
meninges yang berfungsi melindungi saraf spinal dari benturan atau cedera
(Tobing, 2007).
Gambaran penampang medula spinalis memperlihatkan bagian-
bagian substansia grissea dan substansia alba. Substansia grisea ini
mengelilingi canalis centralis sehingga membentuk columna dorsalis,
columna lateralis dan columna ventralis. Massa grisea dikelilingi oleh
substansia alba atau badan putih yang mengandung serabut-serabut saraf
yang diselubungi oleh myelin. Substansi alba berisi berkas-berkas saraf
yang membawa impuls sensorik dari SST menuju SSP dan impuls motorik
dari SSP menuju SST. Substansia grisea berfungsi sebagai pusat
33
koordinasi refleks yang berpusat dimedula spinalis. Disepanjang medulla
spinalis terdapat jaras saraf yangberjalan dari medula spinalis menuju otak
yang disebut sebagai jaras ascendens dan dari otak menuju medula spinalis
yang disebut sebagai jaras desendens. Subsatansia alba berisi berkas-
berkas saraf yang berfungsi membawa impuls sensorik dari sistem tepi
saraf tepi ke otak dan impuls motorik dari otak ke saraf tepi. Substansia
grisea berfungsi sebagai pusat koordinasi refleks yang berpusat dimeudla
spinalis (Tobing, 2007).
Refleks-refleks yang berpusat di sistem saraf puast yang bukan
medula spinalis, pusat koordinasinya tidak di substansia grisea medula
spinalis. Pada umumnya penghantaran impuls sensorik di substansia alba
medula spinalis berjalan menyilang garis tengah. Impuls sensorik dari
tubuh sisi kiri akan dihantarkan ke otak sisi kanan dan sebaliknya.
Demikian juga dengan impuls motorik. Seluruh impuls motorik dari otak
yang dihantarkan ke saraf tepi melalui medula spinalis akan menyilang
(Tobing, 2007).
34
saraf otonom dan sistem saraf somatik (Ropper, 2005)
1. Sistem saraf otonom
Sistem saraf otonom bekerja involunter, bertujuan untuk mengatur
organ internal tubuh (jantung, saluran cerna, saluran nafas, hepar,
sistem sekresi dan pembuluh darah). Pusat kontrol saraf otonom
terletak di hipotalamus, batang otak dan medulla spinalis. Contoh
aktivitas tubuh yang diatur oleh saraf otonom adalah refleksi
peritoneal, denyut jantung,gerak usus, defeksi, miksi, tekanan
darah dan ereksi. Sistem saraf otonom dibagi menjadi dua, yaitu
saraf simpatis dan saraf parasimpatis (Ropper, 2005)
a) Sistem saraf simpatis
Sistem saraf simpatis dan sistem parasimpatis bergantung
pada neurotransmiter yang dilepaskan oleh sistem otonom.
Sistem simpatis akan terpacu bila tubuh stress atau
emergency. Stimulasi simpatis dihantarkan melalui serabut
saraf yang keluar dari medulla spinalis dan sistem saraf
perifer ke organ target. Neurotransmiter yang disekresi
untuk memacu sistem simpatis adalah epinefrin atau
adrenalin dan noreprinefrin atau noreadrenalin (Ropper,
2005).
35
b) Sistem saraf parasimpatis
Sistem parasimpatis Disebut juga sistem saraf kraniosakra.
Sistem parasimpatis akan terpacu bila tubuh dalam keadaan
istirahat atau recovery (pemulihan). Stimulasi parasimpatis
dihantarkan oleh serabut saraf kranial (nervi kraniales) III,
V, VII dan X langsung menuju organ target.pada beberapa
organ, stimulus dihantarkan melalui medulla spinalis
tingkat sakralis. Neurotransmiter yang disekresi untuk
memacu sistem parasimpatis adalah asetilkolin (Ropper,
2005).
36
maxilaris danmandibularis.
6) Saraf Abducens (Nervus VI)
Saraf ini menginervasi otot rektus lateralis.
7) Saraf Fasialis (Nervus VII)
Saraf ini mengontrol otot pada kulit kepala dan
wajah. Saraf fasialis juga menyediakan sensasi pada
wajah dan menginervasi2/3 bagian depan lidah.
8) Saraf Vestibulocochlearis (Nervus VIII)
Saraf yang terdiri dari saraf vestibular (sebagai
monitor sensasi keseimbangan, posisi dan gerakan),
dan saraf cochlearis (sebagai monitor reseptor
pendengaran).
9) Saraf Glossopharyngealis (Nervus IX)
Saraf ini menginervasi 1/3 bagian belakang lidah,
faring dan mengontrol proses menelan.
10) Saraf Vagus (Nervus X)
Saraf ini mengontrol fungsi otonom organ dalam
dan variasi komponen motorik
37
manusia yaitu pleksus brachialis dan pleksus
lumbosacralis. Satu saraf perifer dan satu saraf
spinalis dapat melayani beberapa otot. Satu otot
tertentu dapat memperoleh peran dari beberapa saraf
spinalis yang berbeda (Corwin, 2009).
2) Susunan saraf tepi sensorik
Seluruh modalitas rasa dari reseptor kulit dikirim ke
pusat melalui saraf perifer, saraf spinalis, pleksus,
radiks posterior dan kemudian akan membentuk
ganglion dorsalis yang berada pada foramen
intervetebralis, selanjutnya akan menuju ke medula
spinalis untuk diteruskan ke otak. Susunan saraf tepi
sensoris terdapat di sepanjang jalur sensoris antara
reseptor pada kulit hingga sampai pada ganglion
dorsalis. Ganglion dorsalis merupakan neuron
sensoris yang tidak berada dalam medula spinalis
seperti neuron motorik. Beberapa saraf tepi sensoris
akan mendapatkan inervasi dari beberapa saraf
spinalis (Corwin, 2009).
38
medulla spinalis anggota badan. Jalur ini
juga mengontrol
penyesuaian postur tubuh
normal
Traktus Dari korteks motoric Terlibat dalam control
kortikobulbar ke beberapanucleus otot-otot wajah dan
di pons dan medulla rahang, gerakan menelan
oblongata dan lidah
Traktus Dari colliculus Terlibat dalam
colliculospinal superior ke penyesuaian posisi kepala
(saluran neuron motoric yang involuntersebagai
tektospinal) bawah respon terhadap informasi
visual
Traktus Dari inti merah Terlibat dalam
rubrospinal ke neuron penyesuaian posisi
motoric bawah lengan yang involunter
dalam menanggapi
informasi keseimbangan,
dukungan tubuh
Traktus Dari inti vestibular, Bertanggung jawab
vestibulospinal dimana memproses untuk menyesuaikan
rangsangan dari postur tubuh untuk
kanal menjaga keseimbangan
semicircular
Traktus Dari formasiretikuler Mengatur berbagai
retikulospinal aktivitasmotorik tak sadar
dan membantu
keseimbangan
Tabel 1. Jaras Upper Motor Neuron
Lesi UMN dikenal sebagai insufisiensi piramidal yang terjadi di
jalur saraf di atas cornu anterior sumsum tulang belakang yang dapat
timbul akibat stroke, multiple sclerosis, cedera tulang belakang atau
39
cedera otak yang didapat lainnya. Gejala dapat berupa kelemahan otot,
penurunan kontrol motorik termasuk hilangnya kemampuan untuk
melakukan gerakan halus (Pines, 2002).
Terminologi UMN pada anggota gerak adalah kelemahan pada
distribusi piramidalis. Dimana akan terjadi kelemahan ekstensor yang
lebih berat daripada fleksor, sedangkan pada ekstremitas bawah
kelemahan fleksor lebih berat. Sehingga, pada pasien yang menderita
hemiparesis setelah serangan stroke pada satu sisi hemisfer serebri
biasanya mengalami fleksi lengan dan ekstensi kaki pada sisi
kontralateral dari lesi (Caplan, 1986).
Lower Motor Neuron (LMN) terletak di inti spesifik di batang otak
danjuga di ventral sumsum tulang belakang letaknya sama dengan seperti
UMN, berada di dalam SSP. Karakteristik luar biasa dari LMN adalah
ekstensi aksonal dan koneksi di luar SSP. MN yang lebih rendah bersifat
kolinergik dan menerima masukan dari UMN, neuron sensorik (SN),
serta dari interneuron (IN). Kelumpuhan adalah gejala klinis khas dari lesi
MN bagian bawah karena sekali rusak tidak ada rute alternatif untuk
menyampaikan informasi ke target otot di perifer (Caplan, 1986).
2.2. Stroke
2.2.1. Definisi Stroke
Berdasarkan World Health Organization, stroke adalah
suatu tanda klinis dari yang berkembang secara cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal atau global dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular
(Adam et al, 2015)
Berdasarkan kelainan patologisnya, stroke dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik
(stroke iskemik). Stroke hemoragik diakibatkan oleh pecahnya
pembuluh darah di otak, sedangkan stroke non hemoragik
40
disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak yang kemudian
menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan glukosa ke otak
(Adam et al, 2015)
41
2.2.3. Klasifikasi Stroke
Secara garis besar, stroke dibagi menjadi stroke hemoragik
(stroke perdarahan) yang ditandai dengan terlalu banyak darah
dalam rongga tengkorak tertutup, dan stroke non hemoragik (stroke
iskemik) yang ditandai dengan terlalu sedikit darah untuk
memasok oksigen dan nutrisi supaya cukup ke bagian otak.
Pembedaan antara stroke hemoragik dengan stroke non hemoragik
dalam mendiagnosis sangatlah penting untuk manajemen stroke
dan penentuan terapi. Dari keseluruhan kasus stroke yang terjadi
88% di antaranya merupakan stroke non hemoragik dan 12%
sisanya adalah stroke hemoragik (Hinckle et al, 2007).
Klasifikasi stroke menurut Corwin (2009) adalah :
a. Stroke non hemoragik
1) Trombosis cerebri, terjadi penyempitan lumen
pembuluh darah otak perlahan karena proses
arterosklerosis cerebral dan perlambatan sirkulasi
serebral.
2) Embolisme cerebral, penyempitan pembuluh darah
terjadi mendadak akibat abnormalitas patologik
pada jantung Embolus biasanya menyumbat arteri
cerebral tengah atau cabang-cabangnya yang
merusak sirkulasi cerebral.
b. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik merupakan pendarahan serebral dan
mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Kejadiannya biasanya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran psien
umunya dapat menurun.
42
2.3. Stroke Hemoragik
2.3.1. Definisi Stroke Hemoragik
Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan
kedalam jaringan otak (disebut hemoregia intra sereblum atau
hematom intraserebrum) perdarahan ke dalam ruang subaracnoid.
Stroke hemoregik merupakan jenis stroke yang paling mematikan
dan merupakan sebagian kecil dari keseluruhan stroke yaitu
sebesar 10-15% untuk perdarahan intra serebrum dan sekitar 5%
untuk perdarahan subarachnoid..
43
menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke.
Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia
menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian
stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya
meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-
laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke.
Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam
kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas
menengah atas di California.
44
mendapat iskemia serebral melalui percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti
arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
d. Obesitas
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass
indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan
berikutnya stroke. Asosiasi dengan stroke dapat
dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan
diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas
rata-rata kontributor independen keatherosklerotik
infark otak berikutnya
e. Merokok
Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka
studi, menunjukkan bahwa merokok jelas
menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk
segala usia dan kedua jenis kelamin, tingkat risiko
berhubungan dengan jumlah batang rokok yang
dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok
dalam masa lima tahun setelah penghentian.
48
1 Kesadaran ( x 2,5 ) Bersiaga 0
Pingsan 1
Semi koma, koma 2
2 Muntah ( x 2 ) No 0
Yes 1
3 Nyeri kepala dalam No 0
2 jam ( x 2 ) Yes 1
4 Tekanan Diastolik ( DBP ) DBP x 0,1
49
unggulan lainnya yang dalam penggunaannya saling melengkapi dengan CT
scan.
a. Gambaran CT-Scan pada Intra Cerebral Hemoragik (ICH)
ICH akut akan tampak sebagai lesi hiperdens oval atau bulat pada CT
scan kepala tanpa kontras. ICH sering mengalami ekstensi ke
intraventrikel, terutama jika berasal dari ganglia basalis dan batang
otak. Pada fase hiperakut, densitas lesi akan berkisar antara 40-60
Hounsfield Unit (HU).
Gambaran hiperdens ICH disebabkan oleh kandungan proteinnya yang
tinggi dan massa jenisnya yang berat. Namun terkadang ICH akut dapat
tampak isodens atau bahkan hipodens. Hal ini disebabkan oleh anemia
atau gangguan koagulasi.
50
Pada pencitraan CT scan tanpa kontras, subarachnoid hemmorage
(SAH) akan tampak sebagai pita hiperdens berlekuk-lekuk seperti ular
(serpingeous) mengisi sub-arachnoid space yang terdapat pada sulcii
dan sisterna. ada pasien dengan ruptur aneurysma,darah bisanya
berkumpul pada sisterna basalis, sementara jika penyebab SAH adalah
trauma, darah akan berkumpul pada konveksitas otak. Pada pasien
dengan hematokrit < 30%, darah pada SAH dapat terlihat isodens
terhadap parenkim otak. SAH akan tampak sebagai lesi hiperdens
mengisi sisterna basalis (A) dan fissura sylvii kanan (B). Tampak
kalsifikasi pada dinding aneurisma sisi kiri (B). Pada gambar C, tampak
SAH akibat ruptur a. perikallosal.
51
jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada
gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit
dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis
terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik,
sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala
stroke yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health
Stroke Scale).
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
- Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada
pasien dengan defisit neurologis yang nyata (ESO, Class IV, GCP).
- Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi
oksigen < 95% (ESO, Class V, GCP).
- Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada
pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan
napas (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C)
- Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence C).
- Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan
terapi oksigen 41 (AHA/ASA, Class III, Level of evidence B).
- Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 50 mmHg), atau syok,
atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
- Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu.
Jika pipa terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan
trakeostomi.
b. Stabilisasi Hemodinamik
- Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian
cairan hipotonik seperti glukosa).
52
- Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan
tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk
rnemasukkan cairan dan nutrisi.
- Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
c. Pemeriksaan Awal Fisik Umum
- Tekanan darah
- Pemeriksaan jantung
- Pemeriksaan neurologi umum awal: 1) Derajat kesadaran 2)
Pemeriksaan pupil dan okulomotor 3) Keparahan hemiparesis.
d. Pengendalian Tekanan Darah
Bila terdapat hipertensi, tekanan darah harus dikurangi secara bertahap
menjadi 150 / 90mmHg, menggunakan beta-blocker (labetalol, esmolol), ACE
inhibitor (enalapril), calcium channel blocker (nicardipine) atau hydralazine.
TD harus diperiksa setiap 10-15 menit. Studi ATACH mengamati hubungan
yang tidak signifikan antara besarnya penurunan tekanan darah sistolik dan
ekspansi hematoma dan hasil dalam 3 bulan. Tetapi studi INTERACT
menunjukkan bahwa pengobatan penurun BP intensif dini melemahkan
pertumbuhan hematoma selama 72 jam. Telah ditemukan bahwa tekanan
diastolik yang tinggi dikaitkan dengan gangguan neurologis dan kematian.
Pada keadaan didapatkan hipertensi emergensi yaitu dengan melakukan
penurunan TD maksimal 25% dalam jam pertama, kemudian target penurunan
TD mencapai 160/100-110 mm Hg dalam 2 sampai 6 jam, selanjutnya TD
mencapai normal dalam 24 sampai 48 jam. Penurunan TD yang lebih agresif
dilakukan bila didapatkan compelling condition (aorta dissekan, pre-eclampsia
berat atau eclampsia, dan krisis pheochromocytoma). Sedangkan penurunan
TD yang kurang agresif dilakukan pada HT dengan kondisi komorbid penyakit
serebro-vaskuler (perdarahan intraserebral akut dan stroke iskhemik akut).
53
Gambar 2.8. Algoritma Manajemen Hipertensi Emergensi Pada Stroke
Pendarahan
54
dengan kateter parenkim atau ventrikel untuk semua pasien dengan Glasgow
coma scale (GCS) <8 atau mereka dengan bukti herniasi transtentorial atau
hidrosefalus. Kateter ventrikel memiliki keuntungan drainase cairan
serebrospinal (CSF) dalam kasus hidrosefalus. Tujuannya adalah untuk
menjaga tekanan perfusi serebral (CPP) antara 50 hingga 70 mmHg.
f. Pengendalian Kejang
- Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan
diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
- Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
g. Pengendalian Suhu Tubuh
- Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA, Class I, Level of evidence
C).
- Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC
(AHA/ASA Guideline)1 atau 37,5oC (ESO Guideline).
- Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika
memakai kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan
untuk mendeteksi meningitis.
- Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic
(AHA/ASA Guideline).
h. Neuroprotektor
Cedera sekunder akibat stroke hemoragik terdiri dari inflamasi, stres
oksidatif, dan toksisitas lisat eritrosit dan trombin. Jadi, strategi untuk
menguranginya sedang dicoba. Pioglitazone, misoprostol, dan celecoxib dicoba
untuk mengurangi kerusakan inflamasi. Edaravone, flavanoid, dan
nicotinamide mononucleotide dapat mengurangi stres oksidatif. Besi chelator
deferoxamine juga dalam tahap percobaan. Kemanjuran keamanan dan
pelindung saraf dari komponen membran sel citicoline (cytidine-5-
diphosphocholine) telah ditunjukkan dalam beberapa penelitian. Rosuvastatin,
penghambat kompetitif enzim 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase,
dikaitkan dengan hasil yang lebih baik dalam percobaan. Penghambat saluran
kalsium nimodipine meningkatkan hasil pada SAH dengan efek neuroprotektif.
55
B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat
1. Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
b. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral
maupun enteral).
c. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari
ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi
300 ml per derajat Celcius pada penderita panas).
d. Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu
diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
e. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa
gas darah.
f. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah
dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia.
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,
nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan,
nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi:
- Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
- Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);
- Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/KgBB/hari)
d. Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasigastrik diperkirakan >6
minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi.
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
f. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan
yang diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung
vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin.
56
3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
(aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru,
dekubitus, komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan (AHA/ASA,
Level of evidence B and C).
b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes
kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola
kuman (AHA/ASA, Level of evidence A).
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai
kasur antidekubitus.
d. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.
e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena
dalam, heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid
perlu diberikan (AHA/ASA, Level of evidence A). Resiko perdarahan sistemik
dan perdarahan intraserebral perlu diperhatikan. Pada pasien imobilisasi yang
tidak bias menerima antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau aspirin
direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam. (AHA/ASA, Level
of evidence A and B).
4. Penatalaksanaan Medis Lain
a. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia
(kadar glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi
insulin (AHA/ASA,Class I, Level of evidence C). Target yang harus dicapai
adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan
dekstrosa 40% intravena atau infus glukosa 10-20%.
b. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalua perlu diberikan minor
dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bias
digunakan.
c. Analgesic dan antimuntah sesuai indikasi.
d. Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan lambung)
e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau
memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK.
f. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermitem.
57
h. Rehabilitasi
i. Edukasi
j. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien diluar rumah sakit).
C. Operatif
Berbagai jenis perawatan bedah untuk stroke hemoragik adalah
kraniotomi, kraniektomi dekompresi, aspirasi stereotaktik, aspirasi endoskopi,
dan aspirasi kateter. Uji coba STICH menunjukkan bahwa tidak ada manfaat
keseluruhan dari operasi dini untuk perdarahan intraserebral supratentorial bila
dibandingkan dengan pengobatan konservatif awal. Mereka yang mengalami
perdarahan lobar dalam jarak 1 cm dari permukaan otak dan defisit klinis yang
lebih ringan (GCS> 9) dapat memperoleh manfaat dari pembedahan dini.
Evakuasi bedah darurat diindikasikan pada perdarahan serebelar dengan
hidrosefalus atau kompresi batang otak. Pasien dengan perdarahan otak besar
dengan diameter > 3 cm akan mendapatkan hasil yang lebih baik dengan
pembedahan. Hematoma serebelar dievakuasi dengan kraniektomi suboksipital.
Evakuasi perdarahan batang otak bisa berbahaya dan tidak dianjurkan.
Prosedur invasif minimal seperti aspirasi stereotaktik juga sedang dalam uji
coba. Hattori dkk. menunjukkan dalam penelitian acak bahwa evakuasi
stereotaktik bermanfaat pada pasien dengan perdarahan putaminal spontan,
yang matanya akan terbuka sebagai respons terhadap rangsangan yang kuat.
Operasi invasif
Operasi invasif minimal ditambah aktivator plasminogen jaringan
rekombinan (rt-PA) untuk Evakuasi Perdarahan Intracerebral (MISTIE) adalah
uji coba prospektif acak yang menguji pengangkatan bekuan darah berbasis
kateter. Ini menunjukkan penurunan edema perihematomal dengan evakuasi
bekuan darah.
The Clot Lysis: Evaluating Accelerated Resolution of IntraVentricularr
Hemorrhage (CLEAR IVH) trial menunjukkan bahwa rt-PA dosis rendah dapat
dengan aman diberikan ke gumpalan intraventrikular yang stabil dan dapat
meningkatkan laju lisis. Kraniektomi dekompresi dan evakuasi hematoma
sekarang lebih sering dilakukan untuk stroke hemoragik. Moussa dan Khedr
menunjukkan peningkatan hasil yang diperoleh dengan menambahkan
kraniektomi dekompresi dengan duraplasty ekspansif untuk evakuasi ICH
58
hemisfer hipertensi besar dalam uji coba terkontrol secara acak.
Hemikraniektomi dekompresi dengan evakuasi hematoma dilakukan pada
pasien dengan skor GCS 8 atau kurang dan hematoma besar dengan volume
lebih dari 60 ml. Ini mengurangi mortalitas dan dapat meningkatkan hasil
fungsional.
59
60
BAB III
ANALISA KASUS
Pada kasus ini membahas pasien Ny.M usia 50 tahun dirawat di bagian
saraf RS Muhammadiyah Palembang karena mengalami kelemahan pada
lengan kanan dan tungkai kanan yang terjadi secara tiba-tiba. Hal ini sesuai
teori bahwa pasien mengalami stroke. Menurut World Health Organisation
stroke didefinisikan sebagai tanda klinis yang berkembang secara cepat dan
tiba-tiba dari gangguan fokal atau global pada fungsi otak, yang berlangsung
lebih dari 24 jam dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab
yang jelas selain vaskular.
±1 Hari SMRS, saat penderita sedang Istirahat Setelah mandi penderita
mengalami kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan (tidak bisa
digerakkan) tanpa disertai kehilangan kesadaran. Saat serangan penderita tidak
merasa sakit kepala, tanpa disertai mual muntah, tanpa disertai kejang, tanpa
disertai gangguan rasa pada sisi yang lemah, tanpa disertai gangguan rasa baal,
nyeri, kesemutan pada sisi yang lemah. Kelemahan pada lengan kanan dan
tungkai kanan dirasakan sama berat. Sehari-hari penderita bekerja
menggunakan tangan kiri. Penderita masih dapat mengungkapkan isi
pikirannya secara lisan dan isyarat. Penderita masih dapat mengerti pikiran
orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Saat bicara
mulut pasien mengot ke kiri dan bicaranya pelo. Hal ini merupakan suatu
gejala dari stroke.
Kelemahan pada sisi kanan merupakan gambaran dari deficit neurologi
motoric atau gejala fokal. Sisi yang kanan menunjukkan bahwa area otak yang
mengalami masalah adalah sisi yang berlawanan/kontralateral, yang mana pada
kasus ini yang mengalami gangguan adalah hemisfer cerebri sinsitra.
Kelemahan yang dialami pasien dirasakan saat sedang Istirahat Serangan
stroke yang terjadi saat sedang Istirahat tidak disertai sakit kepala dapat
merujuk pada stroke hemoragic. Stroke hemoragik merupakan penyakit
serebrovaskular mengacu kepada gangguan neurologic mendadak yang terjadi
akibat rupturnya aneurisma atau pembuluh darah pada otak.
61
Kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan dirasakan sama berat.
Hal ini menunjukkan bahwa lesinya berasal dari capsula interna hemisferium
serebri. Dimana pada lesi capsula interna hemisferium serebri menimbulkan
gejala adanya hemiparese/hemiplegia tipikal, kelemahan ditungkai dan lengan
sama berat, Pasien masih dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan,
tulisan dan isyarat. Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang
diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Hal ini menandakan pasien tidak
mengalami afasia motorik dan sensorik. Saat bicara mulut pasien mengot ke
kiri dan bicaranya pelo menandakan adanya paresis pada N.XII.
Pada kasus ini saat dilakukan pemeriksaan nervus facialis mengerutkan
dahi didapatkan pasien masih dapat mengerutkan dahi secara simetris,
ditemukan sudut kanan bibir sedikit tertinggal bagian, lipatan nasolabialis datar
bagian kanan, dan deviasi lidah ke kanan sehingga gangguan yang terjadi
merupakan tipe sentral karena sekitar mata dan dahi mendapatkan persarafan
dari kedua sisi jadi tidak lumpuh, akibatnya yang lumpuh hanya bagian bawah
wajah. Hal ini juga menandakan bahwa pasien mengalami hemiparese sinistra
dan parase n. VII dextra dan n. XII sinistra tipe sentral.
Saat serangan pasien tidak mengalami jantung yang berdebar-debar
disertai sesak napas. Pasien tidak pernah mengalami sakit kepala bagian
belakang yang timbul pada pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita
tidak pernah mengalami koreng dikemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri, dan
sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami bercak merah dikulit yang
tidak gatal, tidak nyeri, dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami
nyeri pada tulang panjang. Hal ini dapat menyingkirkan beberapa kemungkinan
faktor pencetus dari stroke yang dirasakan.
Pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 1 tahun yang
lalu. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah pasien
150/100 mmHg. Hal ini menandakan jika pasien mengalami hipertensi gr 1.
Sesuai teori jika hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik >140
mmHg dan/atau tekanan darah diastolic >90 mmHg Hipertensi merupakan
faktor risiko utama terjadinya stroke baik stroke iskemik ataupun stroke
hemoragik. Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh
darah yang sudah lemah menjadi pecah, dapat juga mengakibatkan sumbatan
dari gumpalan darah di pembuluh darah yang sudah menyempit. Bila tekanan
62
darah meningkat cukup tinggi selama bertahun-tahun, akan menyebabkan
hialinisasi pada lapisan oto pembuluh darah serebral. Akibatnya, diameter
lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya karena
pembuluh draah serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan
leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi
kenaikan tekanan darah sistemi maka tekanan perfusi pada dinding kapiler
menjadi tinggi. Akibatnya, terjadi mikroaneurisma dengan diameter 1 mm
( terutama terjadi pada arteri lentikulostriata). Pada lonjakan tekanan darah
sistemik, aneurisma bisa pecah, dan dapat menyebabkan stroke.
Penyakit seperti ini diderita untuk pertama kalinya. Prognosis akan lebih
baik jika dibandingkan dengan stroke berulang. Stroke berulang sering
mengakibatkan status fungsional yang lebih buruk daripada stroke pertama, hal
ini karena semakin bertambah luasnya kerusakan otak yang terjadi akibat
serangan stroke sebelumnya. Stroke berulang merupakan penyebab penting
kesakitan dan kematian yang tinggi sebanyak 1,2% sampai 9%. Stroke
berulang sering mengakibatkan status fungsional yang lebih buruk daripada
stroke serangan pertama.
Setelah dilakukan penilaian menggunakan siriraj stroke score pasien
didapatkan hasil -3. Dari penilaian siriraj stroke skor didapatkan hasil nilai <-1
dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa pasien mengalami stroke non
hemoragik (stroke iskemik). Siriraj stroke skore adalah skor untuk membantu
penegakan diagnosis stroke baik hemoragik ataupun non hemoragik. Siriraj
stroke skor terdiri dari bagaimana tingkat kesadaran pasien, ada tidaknya
muntah, ada tidaknya nyeri kepala, nilai tekanan darah diastolik serta ada
tidaknya atheroma markers. Hasil perhitungan skor kemudian di intepretasikan
sebagai stroke non hemoragik jika skor ≤-1 dan stroke hemoragik jika skor ≥ -
1. Sedangkan alogoritma Gadjah Mada terdiri dari 3 penilaian, yaitu ada
tidaknya penurunan kesadaran, ada tidaknya nyeri kepala dan ada tidaknya
refleks Babinski. Pada Algoritma Stroke Gadjah Mada didapatkan nyeri kepala
(-), babinsky (+), dan penurunan kesadaran (-) dengan interpretasi stroke
iskemik (stroke non hemoragik).
Namun dari hasil pemeriksaan CT Scan kepala non-kontras didapatkan
perdarahan intracerebral. Pemeriksaan CT-scan merupakan gold standard untuk
diagnosis stroke. CT Scan kepala berguna untuk menentukan jenis patologi,
63
lokasi lesi, ukuran lesi, menyingkirkan lesi non vaskuler. Pada stroke karena
infark, gambaran CT-scannya secara umum adalah didapatkan gambaran
hipodens sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi
dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses). Sehingga
etiologi pada kasus yaitu CVD hemoragik.
Tatalaksana yang diberikan Asering (RL) gtt 20x/menit, dimana Pasien
menerima Infus Asering untuk mengatasi deplesi volume berat saat tidak dapat
diberikan rehidrasi oral. Pasien juga diberikan Megabal (mecobalamin)
merupakan Vitaamin B 12 untuk Defisiensi. Sebagai antihipertensi diberikan
Amlodipin 1 x10 mg tab/oral yang merupakan golongan (Calcium Channel
Blocker). Selain itu diberikan Clopidogrel 1 x 75mg tab/oral Dan Aspilet 1 x
80 Mg Tab/ Oral. Yang Merupakan antiplatelet yang di kombinasi. Citicolin
3x500 mg IV yang merupakan neuroprotektor. Neurorotektor bertujuan untuk
memperbiaki aliran darah otak serta metabolism regional di daerah iskemia
otak,
64
DAFTAR PUSTAKA
World Health Organization. Global burden of stroke, the atlas of heart disease and
stroke. Geneva, WHO Sept. 2004.
Johnson W, Onuma O, Owolabi M, Sachdev S. Stroke: a global response is
needed. Bulletin of the World Health Organization. 2016 Sep 1;94(9):634.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. 2013.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Indonesia: sample registration
system 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014.
Pangaribuan L. Laporan akhir penelitian peningkatan sistem registrasi kematian
dan penyebab kematian di 15 kab/kota di Indonesia. Jakarta: s.n.; 2010
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
kesehatan dasar 2013. Jakarta: PERDOSSI; 2013. hlm. 91-4.
Persatuan Dokter Saraf Indonesia. Guideline stroke. Jakarta: PERDOSSI; 2011.
hlm. 32-41.
Hinkle JL, Guanci MM. Acute ischemic stroke review. J Neurosci Nurs. 2007;
39(5):285-93, 310.
Mardjono M, Priguna S. Neurologi klinis dasar. Edisi ke-6. Jakarta: Dian Rakyat;
2009. hlm. 270–90.
Tobing L. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: FKUI; 2007
65
Goldstein LB, Adams R, Alberts MJ, Appel L. Primary prevention of ischemic
stroke: a guideline from the american heart association. American Stroke
Association Stroke Counsil. 2006; 37:1583-633.
Nuartha AABN, Samatra DPGP, Kondra W. Penyakit serebrovaskular: pedoman
diagnosis dan terapi penyakit saraf. Denpasar: UPF Ilmu Penyakit Saraf
FK UNUD; 1992. hlm. 31-43.
Gubitz G, Sandercock P. Extracts from clinical evidence: acute ischemic stroke.
BMJ. 2000; 320:692-6.
Feigin V. Stroke panduan bergambart tentang pencegahan dan pemulihan stroke.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer; 2006.
Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak. Dalam: Harsono, Editor. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke- 2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005.
hlm. 81-2.
Heiss WD, Thiel A, Grond M, Graf R. Which targets are relevant for therapy of
acute ischemic stroke. Stroke. 1999; 30:1486-9.
Jan, S. Trombosis of cerebral vein and sinuses. N Engl J Med. 2005; 352:1791-8.
Stoll, G. Kleinschnitz, C. Nieswandt, B. Molecular mechanisms of thrombus
formation in ischemic stroke: novel insights and targets for treatment. The
American Society of Hematology. Blood. 2008; 112(9):3555-62.
Corwin EJ. Stroke. Dalam: Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2000. hlm.
181-2.
66
Maas MB, Safdieh JE. Ischemic stroke: pathophysiology and principles of
localization. Dalam: Atri A, Tracey A, Editor. Neurology Board Review
Manual. Neurology. 2009; 13(1):2-16.
Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular diseases. Dalam: Adams RD, Editor.
Adam and Victor’s Priciples of Neurology. Edisi ke-6. New York : Mc
Graw-Hill; 2005.
Pines A, Bornstein NM, Shapira I. Menopause and ischemic stroke: basic, clinical
and epidemiological consederations. Dalam: The Role of Hormone
Replacement. Human Reproduction Update. 2002; 8(2):161-8.
Caplan LR, Gorelick PB, Hier DB. Race, sex and occlusive cerebrovascular
disease: a review. Stroke. 1986; 17:648-65.
67