Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

SUBARACHNOID HEMORRHAGE

Disusun oleh:
Afkar Muzakki
04084822326035

Dosen pembimbing:
dr. Nursaenah, Sp.N

KELOMPOK STAF MEDIK NEUROLOGI


RSUD SEKAYU MUSI BANYUASIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Subarachnoid hemorrhage

Disusun oleh:

Afkar Muzakki 04084822326035

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen/Bagian Neurologi Fakultaas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUD Sekayu Musi Banyuasin periode 11 Desember – 15
Desember 2023.

Palembang, Desember 2023


Pembimbing

dr. Nursaenah, Sp.N

2
KATA PENGANTAR

Penulis haturkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Subarachnoid Hemorrage” tepat pada waktunya. Laporan kasus ini dibuat
sebagai salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik di Kelompok Staf Medik
Neurologi RSUD Sekayu Musi Banyuasin Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Nursaenah, Sp.N selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih memiliki kekurangan dan
kesalahan akibat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka
memperbaiki laporan kasus ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sebagai referensi.

Palembang, Desember 2023

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................2

KATA PENGANTAR.............................................................................................3

DAFTAR ISI...........................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................5

BAB II STATUS NEUROLOGIS PASIEN.........................................................6

BAB III TiNJAUAN PUSTAKA.........................................................................21

3.1 Subarachnoid Hemorrhage......................................................................21

3.1.1 Etiologi.............................................................................................21

3.1.2 Epidemiologi....................................................................................23

3.1.3 Klasifikasi........................................................................................23

3.1.4 Patofisiologi.....................................................................................24

3.1.5 Diagnosis..........................................................................................25

3.1.6 Diagnosis Banding...........................................................................27

3.1.7 Tatalaksana.......................................................................................28

3.1.8 Pencegahan dan Edukasi..................................................................29

3.1.9 Prognosa...........................................................................................30

3.1.10 Komplikasi.......................................................................................30

3.1.11 SNPPDI............................................................................................31

BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................34

4
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke hemoragik adalah penyakit deficit neurologis akibat pecahnya


pembuluh darah. Stroke hemoragik dapat dibagi lagi menjadi perdarahan
intraserebral (ICH) dan perdarahan subarachnoid (SAH). 1 Subarachnoid
hemorrhage (SAH) adalah perdarahan di otak yang terjadi pada ruang antara
membran arachnoid dan piamater di sekitar otak yang disebut ruang subarachnoid.
Penyebab dari SAH dapat bersifat non-traumatik atau bersifat traumatik. 2 SAH
merupakan keadaan darurat medis yang perlu ditangani segera. SAH seringkali
disebabkan oleh trauma kepala dan/atau pecahnya aneurisma pembuluh darah,
malformasi arteriovenosa, vasculitis, diseksi arteri dan serebral. Gejala utama
pada SAH adalah sakit kepala parah yang tiba-tiba. Adapun gejala lain yang dapat
dialami yaitu muntah, mual, gangguan penglihatan, gangguan kesadaran, dan
leher kaku (kaku kuduk). 3

Insiden global SAH secara adalah 7,9 per 100.000 orang setiap tahunnya.
Pada tahun 2010 kejadian SAH adalah 6,1 per 100.000 orang setiap tahunnya.
Sebagian besar SAH terjadi antara usia 40-60 tahun. 3 Tujuan penatalaksanaan dari
pasien SAH adalah mencegah terjadinya perdarahan berulang, perawatan suportif,
manajemen nyeri, serta diagnosis dan pengobatan yang akurat. Faktor risiko
terjadinya Stroke hemorragic diantaranya adalah hipertensi, angiopati amyloid
serebral, faktor risiko lainnya seperti merokok. 4

Berdasarkan SNPPDI 2019, Subarachnoid Hemorrhage memiliki kompetensi


3B yaitu lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau
mencegah keparahan dan/atau kecacatan dan mampu menentukan usulan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. 5

5
BAB II
STATUS NEUROLOGIS PENDERITA

IDENTIFIKASI
Nama : Tn. FH
Umur : 71 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Merdeka LK II, Sekayu
Agama : Islam
MRS Tanggal : 28 November 2023

ANAMNESA (Alloanamnnesis pada tanggal 11 Desember 2023 di Instalasi


Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu Ruang Jati Kamar 2 Bed 3
pukul 12.00 WIB dengan adik penderita)

Penderita dirawat di bangsal neurologi akibat sakit kepala dan


ketidakmampuan beraktivitas karena kelemahan pada tubuh sebelah kiri.
Sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien terjatuh saat ingin ke
kamar mandi dan terbentur pintu hingga kepala pasien berdarah, pasien tidak
mengalami penurunan kesadaran. Pasien mengalami sakit kepala yang sangat
sakit karena benturan pada kepala saat jatuh. Pasien dikeluhkan tetap
merasakan sakit kepala walaupun sudah beristirahat. Pasien juga mengeluh
mual dan muntah, muntah 2 kali dan tidak menyemprot. Pasien dikeluhkan
berbicara pelo dan mengalami batuk ada. Keluhan sesak dan demam
sebelumnya tidak ada. Keluhan kesemutan, baal dan rasa nyeri lebih terasa
pada bagian kiri. Karena keluhan tersebut pasien di bawa ke IGD untuk
tatalaksana lebih lanjut.
Penderita memiliki riwayat darah tinggi dan kolesterol tinggi yang sudah
berlangsung sejak lama dan pasien rutin diberikan obat darah tinggi yaitu
captopril dan simvastatin. Riwayat kencing manis sebelumnya disangkal.
Riwayat penurunan berat badan tidak ada. Riwayat nyeri kepala saat pasien
tidak minum obat darah tinggi dengan teratur. Riwayat nyeri dada, sesak nafas,
jantung berdebar-debar disangkal. Riwayat merokok ada sejak pasien usia
muda.

6
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

7
PEMERIKSAAN
Status Internus
GCS : E4M6V5
Gizi : Baik
Suhu badan : 36,7°C
Nadi : 78 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Tekanan darah : 195/92
SpO2 : 98%
BSS : 116 g/dl
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 170 cm
Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-).gallop (-)
Paru-paru : Pergerakan dinding dada simetris, nafas spontan, vesikuler
(+)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Anggota gerak : Akral hangat, edema (-). CRT < 2 detik
Genitalia : Tidak diperiksa

Status Psikiatrikus
Sikap : Wajar
Perhatian : Ada
Ekspresi muka : Wajar
Kontak psikik : Ada

8
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normosefali, terdapat bekas luka pada dahi.
Ukuran : Normal
Simteris : Simetris
Hematom : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Fraktur : Tidak ada
Nyeri fraktur : Tidak ada
Pembuluh darah : Tidak ada
Pulsasi : Tidak ada

LEHER
Sikap : Tidak ada kelainan
Torticolis : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Pembuluh darah : Tidak ada kelainan

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Anosmia Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hyposmia Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Parosmia Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. Opticus Kanan Kiri


Visus Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

9
Campus visi V. O. D V. O. S

Fundus Oculi
Papil edema Tidak ada Tidak ada
Papil Atrofi Tidak ada Tidak ada
Perdarahan retina Tidak ada Tidak ada

Nn. Occulomotorius, Trochlearis, dan Abducens


Kanan Kiri
Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
Deviation conjugae Tidak ada Tidak ada
Pupil
Besarnya 3 mm 3 mm
Bentuknya Bulat Bulat
Isokor/anisokor Isokor Isokor
Midriasis/miosis Tidak ada Tidak ada
Refleks cahaya
Kanan Kiri
Langsung Ada Ada
Konsensuil Ada Ada
Akomodasi Ada Ada

10
Argyl Robertson
Tidak ada Tidak ada
N. Trigeminus Kanan Kiri
Motorik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Menggigit Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Trismus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Refleks kornea Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sensorik
Dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Pipi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Dagu Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

N. Facialis Kanan Kiri


Motorik
Mengerutkan dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Menutup mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Menunjukkan gigi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lipatan nasolabialis Tidak ada kelainan Datar
Bentuk muka
Istirahat Tidak ada kelainan Tertinggal
Berbicara/bersiul Tidak ada kelainan Tertinggal
Sensorik
2/3 depan lidah Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Otonom Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Salivasi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Lakrimasi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Chovstek’s sign Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

N. Statoacusticus
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

11
Detik arloji Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Tes Weber Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Tes Rinner Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

N. Vestibularis Kanan Kiri


Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Vertigo Tidak ada Tidak ada

N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Arcus pharingeus Simetris
Uvula Di tengah
Gangguan menelan Tidak ada
Suara serak/sengau Tidak ada
Denyut jantung Reguler
Refleks
Muntah Positif
Batuk Positif
Sensorik
1/3 belakang lidah Belum dapat dinilai

N. Accessorius
Mengangkat bahu Tidak ada kelainan
Memutar kepala Tidak ada kelainan

N. Hypoglossus
Mengulur lidah Deviasi lidah ke kiri
Fasikulasi Belum dapat dinilai
Atrofi papil Belum dapat dinilai
Disatria Belum dapat dinilai

12
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 4
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis Normal Normal
Refleks Patologis
Hoffman trommer Tidak ada Tidak ada
Leri Tidak ada Tidak ada
Meyer Tidak ada Tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 4
Tonus Normal Normal
Klonus
Paha Tidak ada Tidak ada
Kaki Tidak ada Tidak ada

Refleks fisiologis
KPR Normal Normal
APR Normal Normal
Refleks Patologis
Babinsky Negatif Negatif
Chaddock Negatif Negatif
Oppenheim Negatif Negatif
Gordon Negatif Negatif
Schaeffer Negatif Negatif
Rossolimo Negatif Negatif
Mendel Bechterew Negatif Negatif

13
Refleks kulit perut
Atas Tidak ada
Tengah Tidak ada
Bawah Tidak ada
Refleks cremaster Tidak diperiksa

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk
Kernig Negatif Negatif
Lasseque Negatif Negatif
Brudzinsky Negatif Negatif
Neck Negatif
Cheek Negatif
Symphisis Negatif
Leg I Negatif Negatif
Leg II Negatif Negatif

GAIT DAN KESIMBANGAN


Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia : belum dapat dinilai Romberg : belum dapat dinilai
Hemiplegic : belum dapat dinilai Dysmetri :
Scissor : belum dapat dinilai - jari jari : belum dapat dinilai
Propulsion : belum dapat dinilai - jari hidung : belum dapat dinilai
Histeric : belum dapat dinilai - tumit-tumit : belum dapat dinilai
Limping : belum dapat dinilai Rebound phenomen: tidak diperiksa
Steppage : belum dapat dinilai Dysdiadochokinesis: belum dapat dinilai
Astasia-Abasia: belum dapat dinilai Trunk Ataxia : belum dapat dinilai
Limb Ataxia : belum dapat dinilai

14
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myocloni : Tidak ada

FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : Tidak ada kelainan
Afasia sensorik : Tidak ada kelainan
Apraksia : Tidak ada kelainan
Agrafia : Tidak ada kelainan
Alexia : Tidak ada kelainan
Afasia nominal : Tidak ada kelainan

LABORATORIUM
DARAH
Hb : 14,0 g/dL MCV : Tidak diperiksa
Eritrosit : 4,46 x 106/mm3 MCH : Tidak diperiksa
Leukosit : 12,24 x 103/mm3 MCHC : Tidak diperiksa
Trombosit : 182 x 103/mm3 RDW CV : Tidak diperiksa
Diffcount : 0/0/84/9/7 Natrium : 133 mmol/L
Hematokrit : 40,1%
BSS : 116 mg/dL
Ureum : 28 mg/dl
Kreatinin : 1,07 mg/dl

Siriraj Score

Penurunan Kesadaran: -
Muntah: 2 kali

15
Nyeri kepala: ada
Diastolik: 95
Ateroma: Hipertensi
= (2,5x0) + (2x1) + (2x1) + (92x0,1) – (3x0) -12
= + 1,2 (stroke hemorragik)

RONTGEN FOTO THORAKS

Kesan:

Gambaran pulmo dalam batas normal

Kardiomegali (LVH) tanpa bendungan paru dengan crowded bronkovaskular

Elevasi diafragma kanan

16
CT-SCAN

Kesan:

Infarct cerebri di daerah thalamus bilateral terutama kanan

Sugestif subarachnoid hemorrhages (SAH) yang mengisi fissure interhemisfer


posterior

Sinusitis maksilaris dengan hipertropi concha nasalis inferior bilateral

Cefalhematoma di daerah frontalis kiri

17
RINGKASAN

ANAMNESA

Penderita dirawat di bangsal neurologi akibat sakit kepala dan


ketidakmampuan beraktivitas karena kelemahan pada tubuh sebelah kiri. Sejak 3
jam sebelum masuk rumah sakit, pasien terjatuh saat ingin ke kamar mandi dan
terbentur pintu hingga kepala pasien berdarah, Pasien mengalami sakit kepala
walaupun telah beristirahat. Pasien juga mengeluh mual, muntah, bicara pelo dan
batuk. Keluhan sesak nafas dan nyeri dada disangkal. Terdapat kelemahan pada
sisi kiri tubuh. Pasien memiliki riwayat darah tinggi dan kolesterol tinggi sejak
lama dan mendapat obat berupa captopril dan simvastatin untuk keluhannya.
Riwayat nyeri dada, sesak nafas, jantung berdebar-debar disangkal. Riwayat
merokok ada sejak pasien usia muda.

PEMERIKSAAN

Status Generalis

GCS : 15 (E4 M6 V5) SpO2 : 99%


Gizi : Baik Suhu badan : 36,7oC
Nadi : 78 x/menit Pernapasan : 24x/menit
Tekanan darah : 195/92 mmHg Paru-paru : Vesikular
Status Neurologis
a) Nn. Craniales
 CN VII: plica nasolabialis kiri datar dan sudut mulut kiri tertinggal
 CN.XII: deviasi lidah ke kiri
b) Fungsi Motorik
Paramete Lengan Lengan Tungkai Tungkai
r Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang Cukup Kurang
Kekuatan 5 4 5 4

18
Tonus Normal Normal Normal Normal
Klonus Tidak Tidak ada
ada
Refleks Normal Normal Normal Normal
fisiologis
Refleks Tidak ada Tidak ada Tidak Tidak ada
patologis ada
c) Fungsi Sensoris  Tidak ada kelainan
d) Fungsi Vegetatif  Tidak ada kelainan
e) Fungsi Luhur  Tidak ada kelainan
f) Gejala Rangsang Meningeal  negatif
g) Gait dan Keseimbangan  belum dapat dinilai
h) Gerakan abnormal  tidak ada
DIAGNOSA

DIAGNOSA KLINIK : Cephalgia

Hemiparese sinistra tipe spastik

Parese N.VII dan N.XII Sinistra tipe sentral

DIAGNOSA TOPIK : Subarachnoid Space

DIAGNOSA ETIOLOGI : Subarachnoid Hemorrhage

DIAGNOSA TAMBAHAN : Hipertensi, Sequele CVD,

PENGOBATAN

Rencana Tatalaksana Awal Pasien:

 Stabilisasi airway breathing dan circulation


 Tirah baring
 Cek berkala Tekanan darah
 Rencana CT-Scan toraks dan kepala

19
Nonfarmakologis:

 Observasi kesadaran, GCS, tanda vital, serta monitoring berkala.


 Mobilisasi pasien saat tirah baring (miring kanan, terlentang, miring kiri
dengan durasi setiap posisi per 2 jam sembari ditepuk bahunya untuk
meredakan sesak akibat dahak)

Farmakologis:

 IVFD asering gtt 20 tpm


 Drip Nicardipin 2 amp dalam 100 cc target systole 140 mmhg
 Paracetamol 3x1000 mg PO
 Candesartan 1x16 mg malam PO
 Amlodipine 1x10 mg pagi PO
 Omeprazole 1x40 mg PO
 Inj Kalnex 3x500 mg IV
Edukasi

 Penderita dan keluarga diberikan edukasi mengenai diagnosis penyakit


yang diderita pasien
 Penderita dan keluarga diberikan edukasi mengenai rencana tatalaksana
yang akan diberikan kepada pasien
 Penderita dan keluarga diberikan edukasi mengenai prognosis dari
penyakit yang diderita pasien
 Penderita dan keluarga diberikan edukasi mengenai pemeriksaan lanjutan
lainnya yang akan dilakukan untuk membantu tatalaksana kondisi pasien.

PROGNOSA

Quo ad vitam : dubia ad bonam

20
Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Subarachnoid Hemorrhage


Subarachnid hemorrhage (SAH) didefinisikan sebagai perdarahan di
otak yang terjadi di ruang antara membran arachnoid dan pia mater.
Penyebab SAH biasanya terjadi karena non traumatic yang sering terjadi
akibat pecahnya aneurisma medis atau cedera kepala traumatis (traumatic). 3
Pasien biasanya mengalami sakit kepala yang parah (thunderclap headache)
atau “seperti petir”. SAH merupakan salah satu penyebab terjadinya stroke
hemoragik. 6

III.1.1 Etiologi
Sekitar 85 % kasus SAH terjadi secara nontraumatic yang disebabkan
oleh ruptur aneurisma pembuluh darah. 15-20% sisanya memiliki
penyebab yang beragam, mekanisme perdarahan sering kali tidak
teridentifikasi. Penyebab paling umum terjadinya SAH nontraumatic
adalah: 3

1. Perdarahan Subarachnoid aneurisma


Penyebab dari pecahnya aneurisma otak seringkali memiliki faktor
risiko yang serupa dengan faktor-faktor yang terkait dengan
pembentukan aneurisma itu sendiri. Risiko-risiko utama termasuk
tekanan darah tinggi, kebiasaan merokok, dan riwayat keluarga yang
sering diamati. Selain itu, ada faktor-faktor lain seperti konsumsi
alkohol, penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi sistem saraf
simpatik, serta kekurangan hormon estrogen yang juga dapat
memainkan peran dalam hal ini.

Beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab dari pecahnya


aneurisma otak meliputi usia yang lebih tua, terutama di atas usia 60
tahun, lokasi aneurisma di bagian sirkulasi posterior otak, adanya

22
aterosklerosis (penyakit pembuluh darah), tekanan darah tinggi, serta
ukuran aneurisma yang besar, yaitu lebih dari 5 milimeter. Selain itu,
riwayat keluarga dengan aneurisma otak atau pernah mengalami
perdarahan di otak, sejarah penderitaan perdarahan otak sebelumnya,
atau bahkan adanya penyakit ginjal polikistik autosomal dominan,
semuanya dapat meningkatkan risiko terjadinya pecahnya aneurisma
otak.
2. Perdarahan Subarachnoid Nonneurysmal
a. Perdarahan di bawah araknoid nonaneurysmal perimesencephalic:
Ini ditandai oleh pola spesifik perdarahan yang terlokalisasi pada
CT, hasil angiografi serebral yang normal, dan perkembangan
penyakit yang tidak berbahaya. Jenis ini merupakan mayoritas
kasus, mencakup hingga dua per tiga dari pasien NASAH. Temuan
CT biasanya menunjukkan adanya darah yang terbatas pada ruang
perimesencephalic di bagian depan batang otak.
b. Aneurisma yang tersembunyi: Sebagian kecil kasus tidak terdeteksi
pada pemeriksaan angiografi awal tetapi dapat dikenali pada
pemeriksaan angiografi yang diulang dan termasuk dalam kategori
ini. Hal ini bisa disebabkan oleh kesalahan teknis atau interpretasi,
ukuran aneurisma yang kecil, serta adanya gangguan pada
aneurisma akibat vasospasme, hematoma, atau trombosis di dalam
aneurisma.
c. Malformasi pembuluh darah: Lokasinya dapat berada di dalam
tengkorak atau tulang belakang. Sebagian besar malformasi
pembuluh darah otak yang menyebabkan SAH adalah malformasi
arteriovenosa (AVM) atau fistula arteriovenosa dural. Biasanya
terlihat pada hasil angiografi serebral. Fistula arteriovenosa dural
merupakan jenis malformasi pembuluh darah tulang belakang yang
paling umum. Malformasi pembuluh darah yang terkait dengan
perdarahan biasanya diperlakukan melalui tindakan bedah dan/atau
intervensi endovaskular.

23
d. Diseksi arteri intrakranial: Terjadinya SAH dapat disebabkan oleh
diseksi arteri intrakranial. Ketika terjadi perluasan pada dinding
arteri intrakranial, SAH dapat terjadi. Dalam situasi ini, perdarahan
cenderung sangat berat dan sering kali parah. Kondisi ini
diagnostik melalui angiografi konvensional dan dapat diobati
melalui tindakan bedah atau intervensi endovaskular.
e. Penyebab lain: Penyalahgunaan kokain sering dikaitkan dengan
SAH baik yang berhubungan dengan aneurisma maupun yang
tidak. Angiopati amiloid serebral dapat menjadi penyebab SAH
pada orang dewasa yang lebih tua. Trombosis vena serebral,
kelainan sel sabit, penyakit moyamoya, vaskulitis serebral, dan
kelainan perdarahan adalah beberapa kondisi lain yang dapat
menyebabkan terjadinya SAH.

III.1.2 Epidemiologi
Insiden terjadi SAH secara keseluruhan adalah 7,0 per 100.000
orang pertahun. Berdasarkan tren waktu, pada tahun 2010 kejadian SAH
adlaha 6,1 per 100.000 orang pertahun. SAH biasanya terjadi antara usia
40-60 tahun. Usia rata-rata pecahnya aneurisma pembuluh darah berkisar
antara 50-55 tahun. Penyakit ini lebih umum terjadi pada populasi kulit
hitam dan Hispanik dibandingkan kuit putih Amerika. 3 Perempuan sedikit
lebih tinggi mengalami risiko SAH daripada laki-laki, yang berhubungan
dengan status hormonal. Hipertensi, merokok dan riwayat keluarga
merupakan beberapa faktor risiko paling umum. Faktor risiko lainnya
termasuk penggunaan obat simptomatik, defisiensi estrogen dan terapi
antitrombotik. 7

III.1.3 Klasifikasi
Ada beberapa system klasifikasi SAH. Contohnya skor hunt dan
hess dan system penilaian Federasi Ahli Bedah Saraf Dunia digunakan
untuk memprediksi hasil akhir dengan mengklasifikasikan Tingkat
keparahan SAH berdasarkan kondisi klinis pasien. Skor fisher juga dapat

24
memprediksi dengan skala numerik dari 0 sampai 4 yang memberikan
gambaran tentang jumlah SAH pada CT scan. 4

Klasifikasi ini penting untuk menyelidiki diagnosis SAH. Contoh


pasien SAH dengan skor Hunt dan Hess Tingkat I dan II, lebih sering
terlewatkan karena gejala lebih ringan, dan mungkin memiliki aneurisma
yang lebih kecil dan darah di subarachnoid yang lebih sedikit. Pasien ini
belum tentu memiliki kondisi yang lebih baik atau morbiditas yang lebih
rendah jika terjadi rupture atau ruptur ulang. 4

Gambar 2. 1. Klasifikasi Hunt Hess 2


III.1.4 Patofisiologi
Delapan puluh lima persen dari kasus SAH yang tidak disebabkan
oleh cedera adalah hasil dari pecahnya pembuluh darah aneurisma. Stres
pada sistem hemodinamik menjadi pemicu utama terbentuknya aneurisma
di dalam otak. Hal ini mengindikasikan bahwa aneurisma otak terbentuk di
tempat-tempat di mana pembuluh darah bercabang, di mana tekanan darah
berlebihan mengenai dinding arteri. 4
Lokasi khas meliputi percabangan arteri basilar di persimpangan
arteri cerebellar inferior posterior sebelah yang sama (PICA), arteri

25
vertebralis, dan arteri komunikans anterior. Aneurisma yang besar namun
belum pecah dapat menekan jaringan otak di sekitarnya dan menimbulkan
gejala neurologis. Namun, pecahnya aneurisma ini mengakibatkan
penurunan aliran darah dan vasospasme, yang dapat menyebabkan iskemia
serebral. Meskipun mekanisme patofisiologis terbentuknya dan pecahnya
lesi ini belum sepenuhnya dipahami, tekanan hemodinamik pada dinding
pembuluh darah yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah dan
faktor risiko lainnya mendorong terbentuknya dan pecahnya aneurisma di
dalam otak. 3
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa peradangan memainkan
peran dominan dalam patogenesis aneurisma intrakranial. Gangguan pada
sistem hemodinamik memicu proses inflamasi yang kemudian
mengakibatkan degradasi matriks ekstraseluler melalui mediator seperti
matriks metalloproteinase (MMPs) dan apoptosis sel otot polos (SMC).
SMC adalah sel yang memainkan peran utama dalam pembentukan
matriks pada dinding pembuluh darah. Proses-proses ini secara signifikan
melemahkan dinding arteri, menyebabkan dilatasi, terbentuknya
aneurisma, dan akhirnya pecah. Faktor-faktor kunci dalam respons
inflamasi dan degeneratif terkait adalah makrofag dan SMC. 3

Gambar 2. 2. Ruptur Aneurisma Pembuluh Darah 3

26
III.1.5 Diagnosis 2,3
Pada anamnesis yang gejala yang sering ditemukan pada pasien
SAH adalah pasien mengalami sakit kepala yang tidak pernah dirasakan
sebelumnya “thunderclap headache”, kekakuan leher (kaku kuduk), mual,
muntah proyektil dan penurunan kesadaran, kelemahan pada setengah
tubuh (hemiparese), dan kadang-kadang kejang. Pola sakit kepala yang
khas digambarkan sebagai nyeri berdenyut yang menjalar ke arah oksiput.

Biasanya, kekakuan leher baru terdeteksi sekitar 6 jam setelah


terjadinya perdarahan subarachnoid. Ketidaksimetrisan ukuran pupil dan
kehilangan respons terhadap cahaya dapat menjadi tanda adanya herniasi
otak yang dipicu oleh peningkatan tekanan di dalam tengkorak. Sindrom
Terson, yang menyebabkan perdarahan pada vitreous mata karena
perdarahan subarachnoid yang parah, terjadi pada sekitar 3% hingga 13%
dari kasus tersebut. Peningkatan tekanan di dalam tengkorak bisa memicu
lonjakan aktivitas simpatis karena aktivasi sistem saraf simpatis yang
berasal dari bagian turunannya di medulla. Hal ini mengakibatkan
pelepasan mediator inflamasi secara lokal yang kemudian merangsang
sistem simpatis di dalam sirkulasi perifer. Lonjakan aktivitas simpatis ini
bisa mengakibatkan peningkatan tekanan darah, aritmia jantung, atau
mungkin bahkan serangan jantung.

Dalam anamnesis dapat ditemukan atau tidak riwayat cedera


kepala sebelum gejala muncul atau karena sudah ada riwayat aneurisma
serebral sebelumnya. Beberapa faktor risiko meliputi darah tinggi,
kebiasaan merokok, riwayat keluarga mengalami stroke, serta
penyalahgunaan obat atau alcohol.

Dalam riwayat penyakit bisa saja pasien sebelumnya pernah


mengalami episode perdarahan kecil dengan gejala yang hilang beberapa
bulan terakhir. Keadaan ini sering disebut dengan “perdarahan sentinel’
yang kadang menjadi tanda awal terjadinya SAH. Namun, gejala sakit
kepala seperti ini jarang sekali terjadi dan sulit jarang terdiagnosa.

27
Dalam Pemeriksaan fisik biasanya diperoleh kekakuan pada leher
saat diperiksa (kaku kuduk). Adanya deficit neurologis local seperti
kelemahan pada sisi tubuh yang mengalami SAH.

Evaluasi awal pada pasien yang mengalami perdarahan


subarachnoid (SAH) dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu CT
scan. Umumnya dengan CT scan kepala non-kontras hampir 99% kasus
SAH dapat terdeteksi dengan CT kepala jika dilakukan dalam jangka
waktu 6 jam. CT angiografi juga perlu dilakukakn jika SAH teridentifikasi
untuk menentukan lokasi dan ukuran aneurisma. Namun, jika setelah
dilakukan CT kepala negative, pungsi lumbal dapat dilakukan jika ada
kecurigaan kuat.

Gambar 2. 3. CT Scan SAH 2

III.1.6 Diagnosis Banding 2

1. Meningoensefalitis
2. Cluster headache
3. Kejang pada orang dewasa
4. Perdarahan intrakranial
5. Ischemic cerebrovascular accident

28
6. Migrain
7. Transient ischemic attack

III.1.7 Tatalaksana
Setelah diagnosis SAH ditegakkan, fokus utama yang sangat
sensitif terhadap waktu adalah memastikan keamanan saluran napas dan
stabilisasi hemodinamik (Airway, Breathing dan Circulation). Intubasi
disarankan pada skor rendah dalam Skala GCS atau saat ada kesulitan
melindungi saluran napas, walaupun perlu dilakukan dengan hati-hati
untuk mengurangi peningkatan tekanan rata-rata arteri (MAP) selama
proses intubasi. Hal ini dapat dicapai melalui seleksi agen sedatif yang
hati-hati untuk intubasi yang cepat, serta pemberian agen vasoaktif dalam
dosis tinggi jika tekanan darah meningkat. Pemantauan jantung menjadi
sangat penting, terutama karena pasien dengan cedera otak yang parah
memiliki risiko mengalami gangguan neurokardiogenik. 8

Prioritas berikutnya dengan menurunkan tekanan darah sistolik


untuk mengurangi risiko pecahnya kembali aneurisma selama periode 24
hingga 48 jam. Peningkatan simpatis sentral yang tiba-tiba akibat SAH
menyebabkan hipertensi. Oleh karena itu perlu dipertahankan tekanan
darah hingga sistolik kurang dari 160 mmHg. Risiko perdarahan ulang
ulang paling tinggi pada 24 pertama setelah perdarahan awal dan
menyebabkan angka kematian hingga 78%. 9

Nicardipine (CCB) yang kerjanya dapat mengurangi kontraksi


jantung dan otot polos tanpa berpengaruh pada otot. Nicardipine diberikan
secara infus intravena dengan dosis yang disesuaikan, berkisar antara 5
hingga 15 mg per jam, guna menjaga tekanan darah sistolik di kisaran 150
hingga 160 mm Hg untuk mencegah terjadinya perdarahan ulang.
Beberapa dokter lebih cenderung mempertahankan tekanan darah di
bawah 140 mm Hg sebagai langkah pencegahan terhadap kekambuhan
perdarahan. 3

29
Manajemen bedah dapat dilakukan setelah teridentifikasi SAH atau
aneurisma yang pecah, perbaikan melalui kliping bedah atau
penggulungan endovaskular adalah satu-satunya perawatan yang efektif
dan seharusnya dilakukan secepat mungkin, idealnya dalam rentang waktu
24 jam. Beberapa pusat ahli melaporkan bahwa rata-rata waktu untuk
melakukan perbaikan pada aneurisma adalah sekitar 7 jam sejak pasien
masuk rumah sakit. Pasien yang tidak dapat menjalani atau harus menunda
perawatan aneurisma mereka mungkin menjadi kandidat untuk terapi
antifibrinolitik, namun penggunaan obat ini sebaiknya tidak melebihi 72
jam. 10

III.1.8 Pencegahan dan Edukasi


Pasien yang berisiko perlu memahami kemungkinan gejala dari
perdarahan subarachnoid. Sering kali, pasien yang pernah mengalami
melaporkan bahwa merasakan “sakit kepala terparah yang pernah saya
alami”. Gejala lain yang memerlukan perhatian segera yaitu: 3

1. Kelemahan atau mati rasa pada wajah, lengan atau kaki secara tiba-
tiba, terutama secara unilateral
2. Kebingunangan atau kesulitan berbicara dan memahami orang lain
secara tiba-tiba
3. Hilangnya koordinasi atau kemampuan berjalan atau berdiri secara
tiba-tiba, kesulitan menjaga keseimbangan
4. Sakit kepala yang menyiksa tiba-tiba tanpa sebab yang jelas

Dengan mengetahui gejala seperti diatas, hal yang harus diperhatikan


untuk mencegah SAH yaitu control tekanan darah tinggi, berhenti
merokok atau jauhi asap rokok, menerapkan pola makan sehat, rutin
lakukan aktivitas fisik (olahraga), mengelola stress dengan Teknik
relaksasi, dan aktivitas lainnya yang mengurangi tekanan mental, rutin
cek kesehatana berkala dan lakukan pengobatan sesuai yang
direkomendasikan oleh dokter.

30
III.1.9 Prognosa
SAH dikaitkan dengan angka kematian yang tinggi. Dalam sebuah
penelitian tahun 2017 ditemukan 18% pasien SAH meninggal mendadak
sebelum dievaluasi di rumah sakit. Dalam kelompok pasien yang tiba di
rumah sakit dalam keadaan hidup, sebagian besar dari kematian awal
terjadi akibat sejumlah komplikasi umum yang terkait dengan SAH
aneurisma. Hal ini meliputi perdarahan awal dan ulang, vasospasme serta
iskemia otak yang terlambat, hidrosefalus, peningkatan tekanan di dalam
tengkorak, kejang, serta komplikasi pada jantung. 2

III.1.10 Komplikasi 3

1. Kejang

1/3 pasien yang dibawa ke rumah sakit karena SAH dapat menyebabkan
kejang.

2. Vasospasme

Vasospasme serebral biasanya terjadi setelah hari ketiga dan biasanya


mencapai puncaknya pada hari kelima hingga ketujuh. Prduk darah yang
dilepaskan SAH merangsang jalur tirosin kinase, yang menghasilkan
kontraksi otot polos arteri serebral yang menyebabkan vasospasme

3. Perdarahan berulang
4. Hidrosefalus
5. Peningkatan tekanan intrakranial
6. Herniasi otak
7. Infark serebral
8. Kematian

III.1.11 SNPPDI 5
Subarachnoid Hemorrhage memiliki kompetensi 3B yaitu lulusan dokter
mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan hasil pemeriksaan penunjang dan memberikan terapi pendahuluan pada

31
keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan
dan/atau kecacatan dan mampu menentukan usulan rujukan yang paling tepat
bagi penanganan pasien selanjutnya.

Gambar 2. 4. SNPPDI SAH 5

32
BAB IV
ANALISIS KASUS

Tn. FH, 71 tahun, dibawa ke RSUD Sekayu karena sakit kepala dan kelemahan
sisi tubuh bagian kiri. Sekitar 3 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien terjatuh
saat ingin ke kamar mandi dan terbentur pintu hingga kepala pasien berdarah,
pasien tidak mengalami penurunan kesadaran. Pasien mengalami sakit kepala
yang sangat sakit karena benturan pada kepala saat jatuh. Pasien dikeluhkan tetap
merasakan sakit kepala walaupun sudah beristirahat. Pasien juga mengeluh mual
dan muntah, muntah 2 kali dan tidak menyemprot. Pasien dikeluhkan berbicara
pelo dan mengalami batuk ada. Keluhan sesak dan demam sebelumnya tidak ada.
Keluhan kesemutan, baal dan rasa nyeri lebih terasa pada bagian kiri. Karena
keluhan tersebut pasien di bawa ke IGD untuk tatalaksana lebih lanjut.

Penderita kemungkinan mengalami gejala peningkatan tekanan intrakranial


seperti sakit kepala, mual dan muntah. Pasien tidak mengalami penurunan
kesadaran, namun keluhan sakit kepala, mual dan muntah muncul saat setelah
pasien mengalami benturan. Dari hasil CT-scan kepala tanpa kontras didapatkan
Infarct cerebri di daerah thalamus bilateral terutama kanan. Sugestif subarachnoid
hemorrhages (SAH) yang mengisi fissure interhemisfer posterior. Penderita juga
mengalami memiliki riwayat stroke sejak 1 tahun yang lalu. Sehingga
kemungkinan mendukung kelemahaan yang terjadi pada kaki karena riwayat
stroke lama dan kepala pusing kemungkinan disebabkan adanya sugestif SAH

Diagnosa topik berupa capsula interna serebri hemisfer dextra karena


ditemukan gejala khas lesi pada capsula interna yaitu gejala fokal berupa
hemiparese (kelemahan sisi tubuh kiri) dan parese N cranialis VII/ N facialis dan
NXII/ hipoglosus. Letak lesi pada corteks serebri disingkirkan karena tidak
ditemukan gejala sensori, gangguan iritatif, gangguan fokal dan afasia global.
Letak lesi pada sub corteks juga disingkirkan karena tidak ditemukan afasia
motoric murni pada pasien.

33
Diagnosis etiologi berupa CVD hemoragik ec SAH karena ada keluhan sakit
kepala yang terjadi secara tiba-tiba (nyeri kepala sangat hebat), onsetnya cepat,
muntah, pasien memiliki riwayat hipertensi, tidak ada kaku kuduk dan tidak ada
penurunan kesadaran. Diagnosis banding stroke iskemik bisa disingkirkan karena
berdasarkan gejala dan perhitungan skor Siriraj menunjukkan angka positif +1,2
dengan interpretasi stroke hemoragik. Diagnosis banding ICH bisa disingkirkan
karena tidak ditemukan deficit local yang berat dan dari pemeriksaan CT scan
diperoleh kemungkinan sugestif terjadinya SAH. Hemiparese yang terjadi
kemungkinan merupakan gejala sisa dari stroke yang lama atau bisa terjadi karena
stroke saat ini karena SAH.

Terapi non farmakologi pada penderita berupa observasi kesadaran, GCS, dan
tanda vital terutama pada tekanan darah sistolik harus dibawah 140 mmHg agar
tidak terjadi perdarahan berulang. Mobilisasi pasien saat tirah baring dalam jangka
waktu yang lama selama dirawat (miring kanan, terlentang, dan miring kiri
dengan durasi setiap posisi sekitar 2 jam, kecuali saat malam hari/tidur) yang
penting dilakukan untuk mencegah komplikasi tirah baring jangka lama seperti
ulcus decubitus.

Terapi farmakologi yang diberikan pada penderita berupa terapi drip nicadipin
2 ampul dalam 100 cc dengan target tekanan darah sitolik sampai kurang dari
sama dengan 140 mmHg. Candesartan dapat diberikan pada malam hari untuk
menghambat respon RAAS agar tekanan darah saat malam hari tidak meningkat.
Amlodipin dapat diberikan kapan saja terutama saat pagi hari sebelum beraktivitas
agar tekanan darah dapat diturunkan dengan obat golongan calcium channel
blocker ini. Inj kalnex yang mengandung asam tranexamat yang merupakan obat
anti-fibrinolitik dapat diberikan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Unnithan AKA, Das JM, Mehta P. Hemorrhagic Stroke. StatPearls [Internet]. 2023 May 8
[cited 2023 Dec 13]; Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559173/

2. Kairys N, Das JM, Garg M. Acute Subarachnoid Hemorrhage. Definitions


[Internet]. 2022 Oct 10 [cited 2023 Dec 13]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK518975/

3. Ziu E, Suheb MZK, Mesfin FB. Subarachnoid Hemorrhage. StatPearls [Internet].


2023 Jun 1 [cited 2023 Dec 13]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441958/

4. Marcolini E, Hine J. Approach to the Diagnosis and Management of Subarachnoid


Hemorrhage. Western Journal of Emergency Medicine [Internet]. 2019 Mar 1
[cited 2023 Dec 13];20(2):203. Available from: /pmc/articles/PMC6404699/

5. Kedokteran Indonesia K. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia.


2019.

6. Toth G, Cerejo R. Intracranial aneurysms: Review of current science and


management. Vasc Med [Internet]. 2018 Jun 1 [cited 2023 Dec 13];23(3):276–88.
Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29848228/

7. Feigin V, Parag V, Lawes CMM, Rodgers A, Suh I, Woodward M, et al. Smoking


and elevated blood pressure are the most important risk factors for subarachnoid
hemorrhage in the Asia-Pacific region: an overview of 26 cohorts involving
306,620 participants. Stroke [Internet]. 2005 Jul [cited 2023 Dec 13];36(7):1360–
5. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15933249/

8. Wybraniec M, Mizia-Stec K, Krzych Ł. Neurocardiogenic injury in subarachnoid


hemorrhage: A wide spectrum of catecholamin-mediated brain-heart interactions.
Cardiol J [Internet]. 2014 [cited 2023 Dec 13];21(3):220–8. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24526502/

35
9. D’Souza S. Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. J Neurosurg Anesthesiol
[Internet]. 2015 Jun 24 [cited 2023 Dec 13];27(3):222–40. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25272066/

10. Ikawa F, Michihata N, Matsushige T, Abiko M, Ishii D, Oshita J, et al. In-hospital


mortality and poor outcome after surgical clipping and endovascular coiling for
aneurysmal subarachnoid hemorrhage using nationwide databases: a systematic
review and meta-analysis. Neurosurg Rev [Internet]. 2020 Apr 1 [cited 2023 Dec
13];43(2):655–67. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30941595/

36
37

Anda mungkin juga menyukai