SUBARACHNOID HEMORRHAGE
Disusun oleh:
Afkar Muzakki
04084822326035
Dosen pembimbing:
dr. Nursaenah, Sp.N
Laporan Kasus
Subarachnoid hemorrhage
Disusun oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen/Bagian Neurologi Fakultaas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUD Sekayu Musi Banyuasin periode 11 Desember – 15
Desember 2023.
2
KATA PENGANTAR
Penulis haturkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Subarachnoid Hemorrage” tepat pada waktunya. Laporan kasus ini dibuat
sebagai salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik di Kelompok Staf Medik
Neurologi RSUD Sekayu Musi Banyuasin Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Nursaenah, Sp.N selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih memiliki kekurangan dan
kesalahan akibat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka
memperbaiki laporan kasus ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sebagai referensi.
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................2
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................5
3.1.1 Etiologi.............................................................................................21
3.1.2 Epidemiologi....................................................................................23
3.1.3 Klasifikasi........................................................................................23
3.1.4 Patofisiologi.....................................................................................24
3.1.5 Diagnosis..........................................................................................25
3.1.7 Tatalaksana.......................................................................................28
3.1.9 Prognosa...........................................................................................30
3.1.10 Komplikasi.......................................................................................30
3.1.11 SNPPDI............................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................34
4
BAB I
PENDAHULUAN
Insiden global SAH secara adalah 7,9 per 100.000 orang setiap tahunnya.
Pada tahun 2010 kejadian SAH adalah 6,1 per 100.000 orang setiap tahunnya.
Sebagian besar SAH terjadi antara usia 40-60 tahun. 3 Tujuan penatalaksanaan dari
pasien SAH adalah mencegah terjadinya perdarahan berulang, perawatan suportif,
manajemen nyeri, serta diagnosis dan pengobatan yang akurat. Faktor risiko
terjadinya Stroke hemorragic diantaranya adalah hipertensi, angiopati amyloid
serebral, faktor risiko lainnya seperti merokok. 4
5
BAB II
STATUS NEUROLOGIS PENDERITA
IDENTIFIKASI
Nama : Tn. FH
Umur : 71 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Merdeka LK II, Sekayu
Agama : Islam
MRS Tanggal : 28 November 2023
6
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.
7
PEMERIKSAAN
Status Internus
GCS : E4M6V5
Gizi : Baik
Suhu badan : 36,7°C
Nadi : 78 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Tekanan darah : 195/92
SpO2 : 98%
BSS : 116 g/dl
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 170 cm
Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-).gallop (-)
Paru-paru : Pergerakan dinding dada simetris, nafas spontan, vesikuler
(+)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Anggota gerak : Akral hangat, edema (-). CRT < 2 detik
Genitalia : Tidak diperiksa
Status Psikiatrikus
Sikap : Wajar
Perhatian : Ada
Ekspresi muka : Wajar
Kontak psikik : Ada
8
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normosefali, terdapat bekas luka pada dahi.
Ukuran : Normal
Simteris : Simetris
Hematom : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Fraktur : Tidak ada
Nyeri fraktur : Tidak ada
Pembuluh darah : Tidak ada
Pulsasi : Tidak ada
LEHER
Sikap : Tidak ada kelainan
Torticolis : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Pembuluh darah : Tidak ada kelainan
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Anosmia Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hyposmia Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Parosmia Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9
Campus visi V. O. D V. O. S
Fundus Oculi
Papil edema Tidak ada Tidak ada
Papil Atrofi Tidak ada Tidak ada
Perdarahan retina Tidak ada Tidak ada
10
Argyl Robertson
Tidak ada Tidak ada
N. Trigeminus Kanan Kiri
Motorik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Menggigit Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Trismus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Refleks kornea Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sensorik
Dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Pipi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Dagu Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
N. Statoacusticus
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
11
Detik arloji Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Tes Weber Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Tes Rinner Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
N. Accessorius
Mengangkat bahu Tidak ada kelainan
Memutar kepala Tidak ada kelainan
N. Hypoglossus
Mengulur lidah Deviasi lidah ke kiri
Fasikulasi Belum dapat dinilai
Atrofi papil Belum dapat dinilai
Disatria Belum dapat dinilai
12
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 4
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis Normal Normal
Refleks Patologis
Hoffman trommer Tidak ada Tidak ada
Leri Tidak ada Tidak ada
Meyer Tidak ada Tidak ada
Refleks fisiologis
KPR Normal Normal
APR Normal Normal
Refleks Patologis
Babinsky Negatif Negatif
Chaddock Negatif Negatif
Oppenheim Negatif Negatif
Gordon Negatif Negatif
Schaeffer Negatif Negatif
Rossolimo Negatif Negatif
Mendel Bechterew Negatif Negatif
13
Refleks kulit perut
Atas Tidak ada
Tengah Tidak ada
Bawah Tidak ada
Refleks cremaster Tidak diperiksa
14
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myocloni : Tidak ada
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : Tidak ada kelainan
Afasia sensorik : Tidak ada kelainan
Apraksia : Tidak ada kelainan
Agrafia : Tidak ada kelainan
Alexia : Tidak ada kelainan
Afasia nominal : Tidak ada kelainan
LABORATORIUM
DARAH
Hb : 14,0 g/dL MCV : Tidak diperiksa
Eritrosit : 4,46 x 106/mm3 MCH : Tidak diperiksa
Leukosit : 12,24 x 103/mm3 MCHC : Tidak diperiksa
Trombosit : 182 x 103/mm3 RDW CV : Tidak diperiksa
Diffcount : 0/0/84/9/7 Natrium : 133 mmol/L
Hematokrit : 40,1%
BSS : 116 mg/dL
Ureum : 28 mg/dl
Kreatinin : 1,07 mg/dl
Siriraj Score
Penurunan Kesadaran: -
Muntah: 2 kali
15
Nyeri kepala: ada
Diastolik: 95
Ateroma: Hipertensi
= (2,5x0) + (2x1) + (2x1) + (92x0,1) – (3x0) -12
= + 1,2 (stroke hemorragik)
Kesan:
16
CT-SCAN
Kesan:
17
RINGKASAN
ANAMNESA
PEMERIKSAAN
Status Generalis
18
Tonus Normal Normal Normal Normal
Klonus Tidak Tidak ada
ada
Refleks Normal Normal Normal Normal
fisiologis
Refleks Tidak ada Tidak ada Tidak Tidak ada
patologis ada
c) Fungsi Sensoris Tidak ada kelainan
d) Fungsi Vegetatif Tidak ada kelainan
e) Fungsi Luhur Tidak ada kelainan
f) Gejala Rangsang Meningeal negatif
g) Gait dan Keseimbangan belum dapat dinilai
h) Gerakan abnormal tidak ada
DIAGNOSA
PENGOBATAN
19
Nonfarmakologis:
Farmakologis:
PROGNOSA
20
Quo ad functionam : dubia ad malam
21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1.1 Etiologi
Sekitar 85 % kasus SAH terjadi secara nontraumatic yang disebabkan
oleh ruptur aneurisma pembuluh darah. 15-20% sisanya memiliki
penyebab yang beragam, mekanisme perdarahan sering kali tidak
teridentifikasi. Penyebab paling umum terjadinya SAH nontraumatic
adalah: 3
22
aterosklerosis (penyakit pembuluh darah), tekanan darah tinggi, serta
ukuran aneurisma yang besar, yaitu lebih dari 5 milimeter. Selain itu,
riwayat keluarga dengan aneurisma otak atau pernah mengalami
perdarahan di otak, sejarah penderitaan perdarahan otak sebelumnya,
atau bahkan adanya penyakit ginjal polikistik autosomal dominan,
semuanya dapat meningkatkan risiko terjadinya pecahnya aneurisma
otak.
2. Perdarahan Subarachnoid Nonneurysmal
a. Perdarahan di bawah araknoid nonaneurysmal perimesencephalic:
Ini ditandai oleh pola spesifik perdarahan yang terlokalisasi pada
CT, hasil angiografi serebral yang normal, dan perkembangan
penyakit yang tidak berbahaya. Jenis ini merupakan mayoritas
kasus, mencakup hingga dua per tiga dari pasien NASAH. Temuan
CT biasanya menunjukkan adanya darah yang terbatas pada ruang
perimesencephalic di bagian depan batang otak.
b. Aneurisma yang tersembunyi: Sebagian kecil kasus tidak terdeteksi
pada pemeriksaan angiografi awal tetapi dapat dikenali pada
pemeriksaan angiografi yang diulang dan termasuk dalam kategori
ini. Hal ini bisa disebabkan oleh kesalahan teknis atau interpretasi,
ukuran aneurisma yang kecil, serta adanya gangguan pada
aneurisma akibat vasospasme, hematoma, atau trombosis di dalam
aneurisma.
c. Malformasi pembuluh darah: Lokasinya dapat berada di dalam
tengkorak atau tulang belakang. Sebagian besar malformasi
pembuluh darah otak yang menyebabkan SAH adalah malformasi
arteriovenosa (AVM) atau fistula arteriovenosa dural. Biasanya
terlihat pada hasil angiografi serebral. Fistula arteriovenosa dural
merupakan jenis malformasi pembuluh darah tulang belakang yang
paling umum. Malformasi pembuluh darah yang terkait dengan
perdarahan biasanya diperlakukan melalui tindakan bedah dan/atau
intervensi endovaskular.
23
d. Diseksi arteri intrakranial: Terjadinya SAH dapat disebabkan oleh
diseksi arteri intrakranial. Ketika terjadi perluasan pada dinding
arteri intrakranial, SAH dapat terjadi. Dalam situasi ini, perdarahan
cenderung sangat berat dan sering kali parah. Kondisi ini
diagnostik melalui angiografi konvensional dan dapat diobati
melalui tindakan bedah atau intervensi endovaskular.
e. Penyebab lain: Penyalahgunaan kokain sering dikaitkan dengan
SAH baik yang berhubungan dengan aneurisma maupun yang
tidak. Angiopati amiloid serebral dapat menjadi penyebab SAH
pada orang dewasa yang lebih tua. Trombosis vena serebral,
kelainan sel sabit, penyakit moyamoya, vaskulitis serebral, dan
kelainan perdarahan adalah beberapa kondisi lain yang dapat
menyebabkan terjadinya SAH.
III.1.2 Epidemiologi
Insiden terjadi SAH secara keseluruhan adalah 7,0 per 100.000
orang pertahun. Berdasarkan tren waktu, pada tahun 2010 kejadian SAH
adlaha 6,1 per 100.000 orang pertahun. SAH biasanya terjadi antara usia
40-60 tahun. Usia rata-rata pecahnya aneurisma pembuluh darah berkisar
antara 50-55 tahun. Penyakit ini lebih umum terjadi pada populasi kulit
hitam dan Hispanik dibandingkan kuit putih Amerika. 3 Perempuan sedikit
lebih tinggi mengalami risiko SAH daripada laki-laki, yang berhubungan
dengan status hormonal. Hipertensi, merokok dan riwayat keluarga
merupakan beberapa faktor risiko paling umum. Faktor risiko lainnya
termasuk penggunaan obat simptomatik, defisiensi estrogen dan terapi
antitrombotik. 7
III.1.3 Klasifikasi
Ada beberapa system klasifikasi SAH. Contohnya skor hunt dan
hess dan system penilaian Federasi Ahli Bedah Saraf Dunia digunakan
untuk memprediksi hasil akhir dengan mengklasifikasikan Tingkat
keparahan SAH berdasarkan kondisi klinis pasien. Skor fisher juga dapat
24
memprediksi dengan skala numerik dari 0 sampai 4 yang memberikan
gambaran tentang jumlah SAH pada CT scan. 4
25
vertebralis, dan arteri komunikans anterior. Aneurisma yang besar namun
belum pecah dapat menekan jaringan otak di sekitarnya dan menimbulkan
gejala neurologis. Namun, pecahnya aneurisma ini mengakibatkan
penurunan aliran darah dan vasospasme, yang dapat menyebabkan iskemia
serebral. Meskipun mekanisme patofisiologis terbentuknya dan pecahnya
lesi ini belum sepenuhnya dipahami, tekanan hemodinamik pada dinding
pembuluh darah yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah dan
faktor risiko lainnya mendorong terbentuknya dan pecahnya aneurisma di
dalam otak. 3
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa peradangan memainkan
peran dominan dalam patogenesis aneurisma intrakranial. Gangguan pada
sistem hemodinamik memicu proses inflamasi yang kemudian
mengakibatkan degradasi matriks ekstraseluler melalui mediator seperti
matriks metalloproteinase (MMPs) dan apoptosis sel otot polos (SMC).
SMC adalah sel yang memainkan peran utama dalam pembentukan
matriks pada dinding pembuluh darah. Proses-proses ini secara signifikan
melemahkan dinding arteri, menyebabkan dilatasi, terbentuknya
aneurisma, dan akhirnya pecah. Faktor-faktor kunci dalam respons
inflamasi dan degeneratif terkait adalah makrofag dan SMC. 3
26
III.1.5 Diagnosis 2,3
Pada anamnesis yang gejala yang sering ditemukan pada pasien
SAH adalah pasien mengalami sakit kepala yang tidak pernah dirasakan
sebelumnya “thunderclap headache”, kekakuan leher (kaku kuduk), mual,
muntah proyektil dan penurunan kesadaran, kelemahan pada setengah
tubuh (hemiparese), dan kadang-kadang kejang. Pola sakit kepala yang
khas digambarkan sebagai nyeri berdenyut yang menjalar ke arah oksiput.
27
Dalam Pemeriksaan fisik biasanya diperoleh kekakuan pada leher
saat diperiksa (kaku kuduk). Adanya deficit neurologis local seperti
kelemahan pada sisi tubuh yang mengalami SAH.
1. Meningoensefalitis
2. Cluster headache
3. Kejang pada orang dewasa
4. Perdarahan intrakranial
5. Ischemic cerebrovascular accident
28
6. Migrain
7. Transient ischemic attack
III.1.7 Tatalaksana
Setelah diagnosis SAH ditegakkan, fokus utama yang sangat
sensitif terhadap waktu adalah memastikan keamanan saluran napas dan
stabilisasi hemodinamik (Airway, Breathing dan Circulation). Intubasi
disarankan pada skor rendah dalam Skala GCS atau saat ada kesulitan
melindungi saluran napas, walaupun perlu dilakukan dengan hati-hati
untuk mengurangi peningkatan tekanan rata-rata arteri (MAP) selama
proses intubasi. Hal ini dapat dicapai melalui seleksi agen sedatif yang
hati-hati untuk intubasi yang cepat, serta pemberian agen vasoaktif dalam
dosis tinggi jika tekanan darah meningkat. Pemantauan jantung menjadi
sangat penting, terutama karena pasien dengan cedera otak yang parah
memiliki risiko mengalami gangguan neurokardiogenik. 8
29
Manajemen bedah dapat dilakukan setelah teridentifikasi SAH atau
aneurisma yang pecah, perbaikan melalui kliping bedah atau
penggulungan endovaskular adalah satu-satunya perawatan yang efektif
dan seharusnya dilakukan secepat mungkin, idealnya dalam rentang waktu
24 jam. Beberapa pusat ahli melaporkan bahwa rata-rata waktu untuk
melakukan perbaikan pada aneurisma adalah sekitar 7 jam sejak pasien
masuk rumah sakit. Pasien yang tidak dapat menjalani atau harus menunda
perawatan aneurisma mereka mungkin menjadi kandidat untuk terapi
antifibrinolitik, namun penggunaan obat ini sebaiknya tidak melebihi 72
jam. 10
1. Kelemahan atau mati rasa pada wajah, lengan atau kaki secara tiba-
tiba, terutama secara unilateral
2. Kebingunangan atau kesulitan berbicara dan memahami orang lain
secara tiba-tiba
3. Hilangnya koordinasi atau kemampuan berjalan atau berdiri secara
tiba-tiba, kesulitan menjaga keseimbangan
4. Sakit kepala yang menyiksa tiba-tiba tanpa sebab yang jelas
30
III.1.9 Prognosa
SAH dikaitkan dengan angka kematian yang tinggi. Dalam sebuah
penelitian tahun 2017 ditemukan 18% pasien SAH meninggal mendadak
sebelum dievaluasi di rumah sakit. Dalam kelompok pasien yang tiba di
rumah sakit dalam keadaan hidup, sebagian besar dari kematian awal
terjadi akibat sejumlah komplikasi umum yang terkait dengan SAH
aneurisma. Hal ini meliputi perdarahan awal dan ulang, vasospasme serta
iskemia otak yang terlambat, hidrosefalus, peningkatan tekanan di dalam
tengkorak, kejang, serta komplikasi pada jantung. 2
III.1.10 Komplikasi 3
1. Kejang
1/3 pasien yang dibawa ke rumah sakit karena SAH dapat menyebabkan
kejang.
2. Vasospasme
3. Perdarahan berulang
4. Hidrosefalus
5. Peningkatan tekanan intrakranial
6. Herniasi otak
7. Infark serebral
8. Kematian
III.1.11 SNPPDI 5
Subarachnoid Hemorrhage memiliki kompetensi 3B yaitu lulusan dokter
mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan hasil pemeriksaan penunjang dan memberikan terapi pendahuluan pada
31
keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan
dan/atau kecacatan dan mampu menentukan usulan rujukan yang paling tepat
bagi penanganan pasien selanjutnya.
32
BAB IV
ANALISIS KASUS
Tn. FH, 71 tahun, dibawa ke RSUD Sekayu karena sakit kepala dan kelemahan
sisi tubuh bagian kiri. Sekitar 3 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien terjatuh
saat ingin ke kamar mandi dan terbentur pintu hingga kepala pasien berdarah,
pasien tidak mengalami penurunan kesadaran. Pasien mengalami sakit kepala
yang sangat sakit karena benturan pada kepala saat jatuh. Pasien dikeluhkan tetap
merasakan sakit kepala walaupun sudah beristirahat. Pasien juga mengeluh mual
dan muntah, muntah 2 kali dan tidak menyemprot. Pasien dikeluhkan berbicara
pelo dan mengalami batuk ada. Keluhan sesak dan demam sebelumnya tidak ada.
Keluhan kesemutan, baal dan rasa nyeri lebih terasa pada bagian kiri. Karena
keluhan tersebut pasien di bawa ke IGD untuk tatalaksana lebih lanjut.
33
Diagnosis etiologi berupa CVD hemoragik ec SAH karena ada keluhan sakit
kepala yang terjadi secara tiba-tiba (nyeri kepala sangat hebat), onsetnya cepat,
muntah, pasien memiliki riwayat hipertensi, tidak ada kaku kuduk dan tidak ada
penurunan kesadaran. Diagnosis banding stroke iskemik bisa disingkirkan karena
berdasarkan gejala dan perhitungan skor Siriraj menunjukkan angka positif +1,2
dengan interpretasi stroke hemoragik. Diagnosis banding ICH bisa disingkirkan
karena tidak ditemukan deficit local yang berat dan dari pemeriksaan CT scan
diperoleh kemungkinan sugestif terjadinya SAH. Hemiparese yang terjadi
kemungkinan merupakan gejala sisa dari stroke yang lama atau bisa terjadi karena
stroke saat ini karena SAH.
Terapi non farmakologi pada penderita berupa observasi kesadaran, GCS, dan
tanda vital terutama pada tekanan darah sistolik harus dibawah 140 mmHg agar
tidak terjadi perdarahan berulang. Mobilisasi pasien saat tirah baring dalam jangka
waktu yang lama selama dirawat (miring kanan, terlentang, dan miring kiri
dengan durasi setiap posisi sekitar 2 jam, kecuali saat malam hari/tidur) yang
penting dilakukan untuk mencegah komplikasi tirah baring jangka lama seperti
ulcus decubitus.
Terapi farmakologi yang diberikan pada penderita berupa terapi drip nicadipin
2 ampul dalam 100 cc dengan target tekanan darah sitolik sampai kurang dari
sama dengan 140 mmHg. Candesartan dapat diberikan pada malam hari untuk
menghambat respon RAAS agar tekanan darah saat malam hari tidak meningkat.
Amlodipin dapat diberikan kapan saja terutama saat pagi hari sebelum beraktivitas
agar tekanan darah dapat diturunkan dengan obat golongan calcium channel
blocker ini. Inj kalnex yang mengandung asam tranexamat yang merupakan obat
anti-fibrinolitik dapat diberikan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Unnithan AKA, Das JM, Mehta P. Hemorrhagic Stroke. StatPearls [Internet]. 2023 May 8
[cited 2023 Dec 13]; Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559173/
35
9. D’Souza S. Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. J Neurosurg Anesthesiol
[Internet]. 2015 Jun 24 [cited 2023 Dec 13];27(3):222–40. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25272066/
36
37