Anda di halaman 1dari 58

Laporan Kasus

STROKE NON HEMORAGIK

INCLUDEPICTURE
"E:\\var\\folders\\rv\\2q_tzn0j2jq9lk1rtbb76vlc0000gn\\T\\com.microsoft.Word\\
WebArchiveCopyPasteTempFiles\\logo-kemenkes-png.png?ssl=1" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"E:\\var\\folders\\rv\\2q_tzn0j2jq9lk1rtbb76vlc0000gn\\T\\com.microsoft.Word\\
WebArchiveCopyPasteTempFiles\\logo-kemenkes-png.png?ssl=1" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"E:\\var\\folders\\rv\\2q_tzn0j2jq9lk1rtbb76vlc0000gn\\T\\com.microsoft.Word\\
WebArchiveCopyPasteTempFiles\\logo-kemenkes-png.png?ssl=1" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"E:\\var\\folders\\rv\\2q_tzn0j2jq9lk1rtbb76vlc0000gn\\T\\com.microsoft.Word\\
WebArchiveCopyPasteTempFiles\\logo-kemenkes-png.png?ssl=1" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"E:\\var\\folders\\rv\\2q_tzn0j2jq9lk1rtbb76vlc0000gn\\T\\com.microsoft.Word\\
WebArchiveCopyPasteTempFiles\\logo-kemenkes-png.png?ssl=1" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"E:\\var\\folders\\rv\\2q_tzn0j2jq9lk1rtbb76vlc0000gn\\T\\com.microsoft.Word\\
WebArchiveCopyPasteTempFiles\\logo-kemenkes-png.png?ssl=1" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"C:\\Users\\var\\folders\\rv\\2q_tzn0j2jq9lk1rtbb76vlc0000gn\\T\\com.microsoft.
Word\\WebArchiveCopyPasteTempFiles\\logo-kemenkes-png.png?ssl=1" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"../../var/folders/rv/2q_tzn0j2jq9lk1rtbb76vlc0000gn/T/com.microsoft.Word/Web
ArchiveCopyPasteTempFiles/logo-kemenkes-png.png%3fssl=1" \*

MERGEFORMAT

Oleh:
dr. Murtiningsih

Pembimbing:
dr. Andika, Sp.S

Pendamping:
dr. Almal Fuad

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


RS PERTAMINA PLAJU PALEMBANG

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul
STROKE NON HEMORAGIK

Oleh:

dr. Murtiningsih

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti progam
dokter internsip di RS Pertamina Plaju Palembang.

Palembang, November 2020

dr. Almal Fuad

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
berkat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus
yang berjudul “STROKE NON HEMORAGIK”. Laporan kasus ini merupakan
salah satu syarat mengikuti Program Dokter Internsip di RS Pertamina Plaju
Palembang.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Almal Fuad
sebagai pembimbing dalam penulisan laporan kasus ini, serta kepada semua pihak
yang telah membantu hingga tulisan ini dapat diselesaikan.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan tulisan ini
dapat memberi ilmu dan manfaat bagi yang membacanya.

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

BAB II STATUS PASIEN NEUROLOGI....................................................... 3

BAB III RESUME............................................................................................ 21

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 24

BAB V ANALISIS KASUS............................................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 51

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke atau Cerebrovascular Disease (CVD) merupakan penyakit yang


paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan
bicara, proses berpikir, daya ingat, dan bentuk–bentuk kecacatan lain sebagai
akibat gangguan fungsi otak. Stroke menempati urutan ketiga penyebab utama
kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas. Terhitung 20% pasien
yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.1
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah tanda-tanda
klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang dengan
cepat atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian,
dengan tidak tampaknya penyebab lain selain penyebab vaskular. Penyakit ini
telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan dua pertiga stroke saat
ini terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Di Amerika Serikat, stroke
menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker.
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0
per mil dan berdasarkan diagnosis gejala sebesar 12,1 per mil. Angka kematian
stroke mencapai 20% pada 3 hari pertama dan 25% pada tahun pertama.13
Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke
baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian
berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur
55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Penderita stroke laki-laki lebih banyak
daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64
tahun 54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia
produktif dan usia lanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam
pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari.8
Stroke menurut patologi anatomi dan penyebab dibagi menjadi stroke non
hemoragik (iskemik) dan stroke hemoragik. Stroke non hemoragik didefinisikan
sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular.

1
2

Sedangkan, stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah di otak pada


daerah tertentu. Stroke non hemoragik sekitar 85% terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak
atau pembuluh organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus. 1
Kasus stroke iskemik menempati 87% dari keseluruhan kasus stroke.16
Berdasarkan SKDI tahun 2015, kompetensi seorang dokter layanan primer
adalah dapat mendiagnosis jenis-jenis stroke dan memberi tatalaksana awal. Oleh
karena itu, laporan kasus ini dibuat untuk lebih mengetahui dasar diagnosis dan
pemberian terapi yang adekuat bagi penderita yang didiagnosis dengan CVD non
Hemoragik.
BAB II
STATUS PASIEN

2.1. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. S

Umur : 56 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Palembang

Agama : Islam

Tanggal MRS : 27 Oktober 2020 (pukul 17.55)

No. RM/Register : 100509

2.2. ANAMNESIS (Autoanamnesis pada 28 Oktober 2020 pukul 06.00 WIB)

Penderita dirawat di ruang Cempaka dikarenakan kelemahan sesisi


tubuh kanan secara tiba-tiba.
Sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit penderita mengalami
kelemahan sesisi tubuh kanan secara tiba-tiba saat istirahat bangun tidur
siang. Sebelumnya penderita mengeluh pusing, mual/muntah -/-, mulut
mengot (+), kejang (-), penurunan kesadaran (-). Gangguan sensibilitas
berupa rasa baal dan kesemutan (+). Sehari-hari penderia bekerja
menggunakan tangan kanan. Penderita masih bisa mengungkapkan
pikirannya secara lisan, tulisan, maupun isyarat. Penderita masih dapat
memahami isi pikiran orang lain dan mengungkapkan isi pikirannya baik
secara lisan, tulisan, dan isyarat. Saat bicara mulut penderita sedikit mengot
ke kiri, tetapi bicaranya tidak pelo.
Saat serangan penderita tidak mengalami jantung yang berdebar-debar
disertai sesak napas. Riwayat hipertensi (+) sejak beberapa bulan terakhir dan

3
4

tidak rutin meminum obat. Riwayat kencing manis (-), Riwayat sakit jantung
(-), Riwayat stroke sebelumnya (-).
Penyakit ini dialami penderita untuk pertama kalinya.

2.3. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS PRESENS
Status Internus

Kesadaran : GCS = 15 (E4M6V5)

Tekanan Darah : 200/130 mmHg

Nadi : 88 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup.

Suhu Badan : 37,4º C

Pernapasan : 20 kali/menit

Saturasi O2 : 98%

Berat Badan : 68 kg

Tinggi Badan : 160 cm

IMT : 26,56 kg/m2

Jantung : HR = 88x/menit, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru : Vesikuler normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Datar, cubitan kulit perut kembali cepat, hepar dan

lien tidak teraba, BU (+) normal.

Anggota Gerak : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema pretibia (-/-)

Genitalia : Tidak diperiksa


5

Status Psikiatrikus

Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : wajar

Perhatian : adekuat Kontak Psikis : ada

Status Neurologikus

KEPALA

Bentuk : normocephali Deformitas : tidak ada

Ukuran : normal Fraktur : tidak ada

Simetris : wajah simetris Nyeri fraktur : tidak ada

Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran

Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada kelainan

LEHER

Sikap : lurus Deformitas : tidak ada

Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada

Kaku kuduk : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada kelainan

SYARAF-SYARAF OTAK

N. Olfaktorius Kanan Kiri

Penciuman tidak ada kelainan tidak ada kelainan

Anosmia tidak ada tidak ada

Hyposmia tidak ada tidak ada


6

Parosmia tidak ada tidak ada

N.Opticus Kanan Kiri

Visus 6/6 6/6

Campus visi V.O.D V.O.S

Anopsia tidak ada tidak ada

Hemianopsia tidak ada tidak ada

Fundus Oculi

Papil edema tidak ada tidak ada

Papil atrofi tidak ada tidak ada

Perdarahan retina tidak ada tidak ada

Nn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens

Kanan Kiri

Diplopia tidak ada tidak ada

Celah mata menutup sempurna menutup sempurna

Ptosis tidak ada tidak ada

Sikap bola mata

Strabismus tidak ada tidak ada


7

Exophtalmus tidak ada tidak ada

Enophtalmus tidak ada tidak ada

Deviation conjugate tidak ada tidak ada

Gerakan bola mata ke segala arah ke segala arah

Pupil

Bentuknya bulat bulat

Besanya 3 mm 3 mm

Isokori/anisokor isokor isokor

Midriasis/miosis tidak ada tidak ada

Refleks cahaya

Langsung ada ada

Konsensuil ada ada

Akomodasi ada ada

Argyll Robertson tidak ada tidak ada

N.Trigeminus

Motorik Kanan Kiri

Menggigit baik baik

Trismus tidak ada tidak ada

Refleks kornea ada ada

Sensorik

Dahi baik baik


8

Pipi baik baik

Dagu baik baik

N.Facialis Kanan Kiri

Motorik

Mengerutkan dahi simetris simetris

Menutup mata lagophtalmus (-) lagophtalmus (-)

Menunjukkan gigi sudut mulut tertinggal tidak ada kelainan

Lipatan nasolabialis sedikit datar tidak ada kelainan

Bentuk Muka

Istirahat simetris

Berbicara/bersiul tidak bisa

Sensorik

2/3 depan lidah tidak ada kelainan

Otonom

Salivasi tidak ada kelainan

Lakrimasi tidak ada kelainan

Chovstek’s sign tidak ditemukan


9

N. Cochlearis Kanan Kiri

Suara bisikan tidak ada kelainan tidak ada kelainan

Detik arloji tidak ada kelainan tidak ada kelainan

Tes Weber tidak ada kelainan tidak ada kelainan

Tes Rinne tidak ada kelainan tidak ada kelainan

N. Vestibularis

Nistagmus tidak ada

Vertigo tidak ada

N. Glossopharingeus dan N. Vagus

Kanan Kiri

Arcus pharingeus simetris

Uvula di tengah

Gangguan menelan tidak ada

Suara serak/sengau tidak ada

Denyut jantung normal

Refleks

Muntah ada

Batuk ada

Okulokardiak ada

Sinus karotikus ada


10

Sensorik

1/3 belakang lidah tidak ada kelainan

N. Accessorius Kanan Kiri

Mengangkat bahu tidak ada kelainan tidak ada kelainan

Memutar kepala tidak ada kelainan tidak ada kelainan

N. Hypoglossus Kanan Kiri

Deviasi lidah tidak ada

Fasikulasi tidak ada

Atrofi papil tidak ada

Disartria tidak ada

MOTORIK

LENGAN Kanan Kiri

Gerakan kurang cukup

Kekuatan 4 5

Tonus hipotoni normal

Refleks fisiologis

- Biceps menurun normal


- Triceps menurun
normal
Refleks patologis
11

- Hoffman Tromner tidak ada


TUNGKAI Kanan Kiri

Gerakan kurang cukup

Kekuatan 4 5

Tonus hipotoni normal

Klonus

- Paha tidak ada tidak ada


- Kaki tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis

- KPR menurun normal


- APR menurun normal
Refleks patologis

- Babinsky ada tidak ada


- Chaddock tidak ada tidak ada
- Oppenheim tidak ada tidak ada
- Gordon tidak ada
tidak ada
- Schaeffer tidak ada tidak ada
- Rossolimo tidak ada tidak ada
- Mendel Bechterew tidak ada tidak ada
Refleks kulit perut

- Atas normal
- Tengah normal
- Bawah normal
Refleks cremaster tidak dilakukan

SENSORIK
12

Hemihipestesi dextra

FUNGSI VEGETATIF

Miksi : normal

Defekasi : normal

KOLUMNA VERTEBRALIS

Kyphosis : tidak ada

Lordosis : tidak ada

Gibbus : tidak ada

Deformitas : tidak ada

Tumor : tidak ada

Meningocele : tidak ada

Hematoma : tidak ada


13

Nyeri ketok : tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL

Kanan Kiri

Kaku kuduk tidak ada

Kernig tidak ada tidak ada

Lasseque tidak ada tidak ada

Brudzinsky

- Neck tidak ada


- Cheek tidak ada
- Symphisis tidak ada
- Leg I tidak ada tidak ada
- Leg II tidak ada tidak ada

GAIT DAN KESEIMBANGAN

Gait Keseimbangan dan Koordinasi

Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

GERAKAN ABNORMAL

Tremor : tidak ada

Chorea : tidak ada

Athetosis : tidak ada

Ballismus : tidak ada

Dystoni : tidak ada

Myocloni : tidak ada


14

FUNGSI LUHUR

Afasia motorik : tidak ada

Afasia sensorik : tidak ada

Apraksia : tidak ada

Agrafia : tidak ada

Alexia : tidak ada

Afasia nominal : tidak ada

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan


Hematologi

Hemoglobin 15,1 g/dL 14,0-18,0 g/dL

Eritrosit 5,00 x106/mm3 4,50-6,20 106/mm3

Leukosit 10,3 x103/mm3 5,0-10,0 103/mm3

Hematokrit 43 % 40-54 %

Trombosit 257 x103/ µL 150-450 103/µL

Hitung Jenis Leukosit

Basofil 0,3 % 0,0-2,5 %

Eosinofil 6,9 % 0.0-7,0 %

Neutrofil 66,7 % 50,0-70,0 %

Limfosit 18, 3 % 20,0-60,0 %


15

Monosit 7,8 % 2,0-15,0 %

Ginjal

Ureum 22 mg/dL 15-39 mg/dL

Kreatinin 1,3 mg/dL 0,9-1,3 mg/dL

Elektrolit

Natrium (Na) 143,6 mEq/L 136,0-145,0 mEq/L

Glukosa Darah

Glukosa darah sewaktu 97 mg/dL 70-105 mg/dL

Lemak Darah

Kolesterol total 258 mg/dL < 200 mg/dL

Kolesterol HDL 0,0 mg/dL 40,0-90,0 mg/dL

Trigliserid 190 mg/dL < 150 mg/dL

LDL Cholesterol 182 mg% < 130 mg%

Rontgen Thorax
16

Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan:

Kesan: Normal

CT Scan Kepala
Tidak dilakukan

EKG

Kesan: Normal Sinus Rhythm

SIRIRAJ STROKE SCORE

= (2,5xS) + (2xM) + (2xN) + (0,1xD) – (3xA) – 12

= (2,5x0) + (2x0) + (2x0) + (0,1x130) – (3x1) – 12

= -2

Interpretasi: Infark Serebri

2.5. DIAGNOSIS
DIAGNOSIS KLINIK

Hemiparese dextra tipe flaksid


17

DIAGNOSIS TOPIK

LACI

DIAGNOSIS ETIOLOGI

Cerebrovaskular disease nonhemoragik

DIAGNOSIS TAMBAHAN :

Krisis hipertensi hipertensi emergensi

2.6. PENGOBATAN
Non Farmakologis

 O2 4 L/min
 Follow up tanda-tanda vital
 Diet rendah garam dan kolesterol
 R/ CT scan kepala
Farmakologis

 IVFD RL gtt XX/m


 Inj. Citicholine 2 x 500 mg (IV)
 Inj. Ranitidin 2 x 50 mg (IV)
 Drip nicardipin 2 amp dalam NaCl 100 cc gtt V/m
 Aspilet 2x160 mg (PO)
 Simvastatin 1x10 mg (PO)

2.7. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam


18

2.8. FOLLOW UP
Rabu, S: Lemah sesisi tubuh kanan

28 Oktober 2020 O: Status Generalis

Sens: Compos Mentis RR: 20x/menit

TD: 180/120 mmHg Suhu: 36,60C

Nadi: 86x/menit SpO2: 99%

Status Lokalis

Kepala: conj anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher: pembesaran KBG (-), JVP (5-2)cmH20

Thorax: Cor: BJ I-II normal, murmur (-) gallop (-)

Pulmo: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-)

Wheezing (-/-)

Abdomen: datar, lemas, hepar dan lien tidak

teraba, BU (+) normal

Ekstremitas: edema (-/-)

Status Neurologis

Parese N. VII dextra sentral

Fungsi motorik:

4+ 5 Reflex fisiologis ↓ Normal

4+ 5

Reflex Patologis (+) (-)


19

Fungsi sensorik:

Hemihipestesi dextra

A:  Stroke non hemoragik


 Krisis hipertensi  Hipertensi Emergensi
Non-Farmakologi
P:
 Follow up tanda-tanda vital
 Diet rendah garam dan kolesterol
Farmakologi

 IVFD RL gtt XX/m


 Inj. Citicholine 2 x 500 mg (IV)
 Inj. Ranitidin 2 x 50 mg (IV)
 Aspilet 2x160 mg (PO)
 Amlodipin 1x10 mg
 Candesartan 1x16 mg
Kamis, S: Kelemahan sesisi tubuh kanan membaik

29 Oktober 2020 O: Status Generalis

Sens: Compos Mentis RR: 20x/menit

TD: 120/80 mmHg Suhu: 36,50C

Nadi: 78x/menit SpO2: 99%

Status Lokalis

Kepala: conj anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher: pembesaran KBG (-), JVP (5-2)cmH20

Thorax: Cor: BJ I-II normal, murmur (-) gallop (-)


20

Pulmo: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-)

Wheezing (-/-)

Abdomen: datar, lemas, hepar dan lien tidak

teraba, BU (+) normal

Ekstremitas: edema (-/-)

Status Neurologis

4+ 5

4+ 5

 Stroke non hemoragik


A:
 Krisis hipertensi  Hipertensi Emergensi
(perbaikan)
Non-Farmakologi

P:  R/pulang
 Diet rendah garam dan kolesterol
Farmakologi

 Aspilet 2x80 mg
 Amlodipin 1x10 mg
 Candesartan 1x16 mg
 Simvastatin 1x10 mg
 Ranitidin 2x150 mg
BAB III
RESUME

Pada anamnesis didapatkan penderita mengalami kelemahan satu sisi


sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba saat beristirahat bangun tidur siang
tanpa disertai penurunan kesadaran. Saat serangan penderita tidak mengeluh sakit
kepala, mual, muntah, tidak disertai kejang. Gangguan sensibilitas berupa rasa
baal dan kesemutan (+). Sehari-hari penderita menggunakan tangan kanan.
Penderita dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan, isyarat, juga
mengerti apa yang diungkapkan orang lain secara lisan, tulisan, isyarat. Saat
bicara mulut penderita sedikit mengot ke kiri, tetapi bicaranya tidak pelo.
Riwayat darah tinggi ada tapi tidak terkontrol. Riwayat kencing manis
tidak ada. Riwayat penyakit jantung tidak ada. Riwayat stroke sebelumnya tidak
ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

Status Internus
Kesadaran : GCS = 15
Tekanan Darah : 200/130 mmHg
Nadi : 88 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
Suhu Badan : 37,4º C
Pernapasan : 20 kali/menit
Berat Badan : 68 kg
Tinggi Badan : 160 cm IMT : 26,56 kg/m2
Jantung : HR = 88 kali/menit, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Datar, cubitan kulit perut kembali cepat, hepar dan
lien tidak teraba, BU (+) normal.
Anggota Gerak : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema pretibia (-/-)
Genitalia : Tidak diperiksa

21
22

Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : adekuat Kontak Psikis : ada

Status Neurologis
Nn. Cranialis
N. III : pupil bulat, isokor, Ø 3 mm / 3 mm, refleks cahaya +/+
N. VII : parese nervus VII dextra tipe sentral
N.XII : deviasi lidah ada, disartria tidak ada

Fungsi Lengan Lengan Tungkai Tungkai


Motorik Kanan Kanan Kiri
Kiri
Gerakan Kurang Cukup Kurang Cukup

Kekuatan 4+ 5 4+ 5

Tonus Hipotoni Normal Hipotoni Normal


Klonus - -
Refleks Menurun Normal Menurun Normal
Fisiologis
Refleks - - Babinsky (+) -
Patologis

Fungsi sensorik : Hemihipestesi dextra


Fungsi vegetatif : tidak ada kelainan
Fungsi luhur : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada
Gejala rangsang meningeal : kaku kuduk (-), kernig’s sign (-), lasseque’s sign (-)
Gait dan keseimbangan : belum dapat dinilai
DIAGNOSIS TOPIK : Lacunar anterior circulation infarct (LACI)
23

DIAGNOSIS ETIOLOGI : Cerebrovaskular disease nonhemoragik


DIAGNOSIS TAMBAHAN : Krisis hipertensi  Hipertensi Emergensi

PENGOBATAN
Non Farmakologis
 O2 4 L/min
 Follow up tanda-tanda vital
 Diet rendah garam dan kolesterol
Farmakologis
 IVFD RL gtt XX/m
 Inj. Citicholine 2 x 500 mg (IV)
 Inj. Ranitidin 2 x 50 mg (IV)
 Drip nicardipin 2 amp dalam NaCl 100 cc gtt V/m
 Aspilet 2x160 mg (PO)
 Simvastatin 1x10 mg (PO)

2.9. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

5.1. Definisi
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO),
diperkenalkan tahun 1970, adalah tanda-tanda klinis dari gangguan fungsi serebri
fokal atau global yang berkembang dengan cepat atau tiba-tiba, berlangsung lebih
dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, dengan tidak tampaknya penyebab
lain selain penyebab vaskular.1
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian.4
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak
atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.5

5.2. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada
tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian
neuron dan infark serebri.6

Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolus yang
dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari plaque
athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima

24
25

arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher. Embolisasi kardiogenik dapat
terjadi pada: penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel; penyakit jantung rheumatoid akut atau
menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis; fibralisi atrium;
infarksio kordis akut; embolus yang berasal dari vena pulmonalis; kadang-kadang
pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus sistemik.
Sedangkan, embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai emboli
septik, misalnya dari abses paru atau metastasis neoplasma yang sudah tiba di
paru bronkiektasis.7
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan,
trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh
infark miokard dan 85 persen diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah
terjadinya infark miokard.6

Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak) dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang
menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).6

5.3. Klasifikasi
26

Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular


serebral, dapat dibagi dalam:5,7
a. Stroke non hemoragik yang mencakup: TIA (Transient Ischemic Attack);
Stroke in-evolution; Stroke trombotik; Stroke embolik.
b. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti
tumor, abses, granuloma.
c. Berdasarkan subtipe penyebab, stroke terbagi menjadi: Stroke lakunar; Stroke
trombotik pembuluh besar; Stroke embolik; dan Stroke kriptogenik.

Klasifikasi modifikasi Marshall, yaitu:8


 Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke Iskemik
1. Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic
Attack/TIA)
2. Trombosis serebri
3. Emboli serebri
b. Stroke Hemoragik
1. Perdarahan intra serebral
2. Perdarahan subarakhnoid
 Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu
1. TIA
2. Stroke-in-evolution
3. Completed stroke
 Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebro-basilar
Stroke mempunyai tanda klinik spesifik, tergantung daerah otak yang
mengalami iskemia atau infark. Serangan pada beberapa arteri akan memberikan
kombinasi gejala yang lebih banyak pula.
27

Bamford (1992), mengajukan klasifikasi klinis saja yang dapat dijadikan


pegangan, yaitu:9
A. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
Gambaran klinik:
 Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)
 Hemianopia (kontralateral sisi lesi)
 Gangguan fungsi luhur: missal, disfasia, gangguan visuo spasial,
hemineglect, agnosia, apraxia
Infark tipe TACI ini penyebabnya adalah emboli kardiak atau trombus
arteri ke arteri, maka dengan segera pada penderita ini dilakukan pemeriksaan
fungsi kardiak (anamnesia penyakit jantung, EKG, foto thorax) dan jika
pemeriksan ke arah emboli arteri ke arteri mendapatkan hasil normal (dengan
bruit leher negatif, dupleks karotis normal), maka dipertimbangkan untuk
pemeriksaan ekhokardiografi.

B. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)


Gejala lebih terbatas pada daerah yang lebih kecil dari sirkulasi serebral pada
sistem karotis, yaitu:
1) Defisit motorik/sensirik dan hemianopia.
2) Defisit motorik/ sensorik disertai gejala fungsi luhur
3) Gejala fungsi luhur dan hemianopia
4) Defisit motorik/sensorik murni yang kurang extensif dibanding infark
lakunar (hanya monoparesis- monosensorik),
5) Gangguan fungsi luhur saja.
Gambaran klinis PACI terbatas secara anatomik pada daerah tertentu dan
percabangan arteri serebri media bagian kortikal, atau pada percabangan arteri
serebri media pada penderita dengan kolateral kompensasi yang baik atau pada
arteri serebri anterior. Pada keadaan ini kemungkinan embolisasi sistematik dari
jantung menjadi penyebab stroke terbesar dan pemeriksaan tambahan dilakukan
seperti pada TACI.
28

C. Lacunar Infarct (LACI)


Disebabkan oleh infark pada arteri kecil dalam otak (small deep infarct) yang
lebih sensitif dilihat dengan MRI dari pada CT scan otak.
Tanda-tanda klinis:
1) Tidak ada defisit visual
2) Tidak ada gangguan fungsi luhur
3) Tidak ada gangguan fungsi batang otak
4) Defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil
5) Gejala:
 Pure motor stroke (PMS)
 Pure sensory stroke (PSS)
 Ataksik hemiparesis (termasuk ataksia dan paresis unilateral, dysarthria-
hand syndrome)
Jenis infark ini bukan disebabkan karena proses emboli karena biasanya
pemeriksaan jantung dan arteri besar normal, sehingga tidak diperlukan
pemeriksaan khusus untuk mencari emboli kardiak.

D. Posterior Circulation Infarct (POCI)


Terjadi oklusi pada batang otak dan atau lobus oksipitalis. Penyebabnya
sangat heterogen dibanding dengan 3 tipe terdahulu.
Gejala klinis:
 Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan gangguan
motorik/sensorik kontralateral.
 Gangguan motorik/ sensorik bilateral.
 Gangguan gerakan konjugat mata (horizontal atau vertikal)
 Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract ipsilateral.
 Isolated hemianopia atau buta kortikal.
Heterogenitas penyebab POCI menyebabkan pemeriksaan kasus harus
lebih teliti dan lebih mendalam. Salah satu jenis POCI yang sering disebabkan
29

emboli kardiak adalah gangguan batang otak yang timbulnya serentak dengan
hemianopia homonim.
Lesi Batang Otak
Batang otak terletak pada bagian posterior (belakang) otak. Batang otak
merupakan sebutan untuk kesatuan dari tiga struktur yaitu medulla oblongata,
pons dan mesencephalon (otak tengah). Batang otak merupakan suatu struktur
yang secara anatomi kompak, secara fungsional bermacam-macam, dan secara
klinis penting. Bahkan suatu lesi tunggal yang relatif kecilpun hampir selalu
merusak beberapa nukleus, pusat refleks, traktus, atau jaras. Lesi seperti itu
seringkali bersifat vaskular (misalnya, perdarahan, iskemia oklusif), tetapi tumor,
trauma, dan proses degeneratif atau demielinasi dapat juga merusak batang otak.7
Di batang otak, daerah susunan piramidal dilintasi oleh akar saraf otak ke-
3, ke-6, ke-7 dan ke-12, sehingga lesi yang merusak kawasan piramidal batang
otak sesisi mengakibatkan hemiplegi yang melibatkan saraf otak secara khas dan
dinamakan hemiplegi alternans.10 Lesi sesisi atau hemilesi yang sering terjadi di
otak jarang dijumpai di medula spinalis, sehingga kelumpuhan UMN akibat lesi di
medula spinalis pada umumnya berupa tetraplegia atau paraplegia. Hemiplegia
alternans akibat hemilesi di batang otak dapat dirinci dalam:

1. Sindrom Hemiplegia alternans di mesencephalon

2. Sindrom Hemiplegia alternans di pons

3. Sindrom Hemiplegia alternans di medula oblongata

Kerusakan unilateral pada jaras kortikobulbar/kortikospinal di tingkat


batang otak menimbulkan sindrom hemiplegia alternans. Sindrom tersebut terdiri
atas kelumpuhan UMN yang melanda otot-otot belahan tubuh kontralateral yang
berada di bawah tingkat lesi, sedangkan setingkat lesinya terdapat kelumpuhan
LMN, yang melanda otot-otot yang disarafi oleh saraf kranial yang terlibat dalam
lesi. Tergantung pada lokasi lesi paralitik, dapatlah dijumpai sindrom hemiplegia
alternans di Mesencephalon, Pons dan Medula Oblongata.7,10
30

Sindrom Hemiplegia Alternans di Mesencephalon

Gambaran penyakit tersebut di atas dijumpai bilamana hemilesi di batang


otak menduduki pedunkulus serebri di tingkat Mesencephalon. Nervus
okulomotorius (N.III) yang hendak meninggalkan Mesencephalon melalui
permukaan ventral melintasi daerah yang terkena lesi, sehingga ikut terganggu
fungsinya. Hemiplegia alternans dimana Nervus Okulomotorius ipsilateral ikut
terlibat dikenal sebagai hemiplegia alternans N.Okulomotorius atau Sindroma
Weber.

Adapun manifestasi kelumpuhan n.III itu ialah (a) paralisis M. Rektus


Internus (medialis), M. Rektus Superior, M. Rektus Inferior, M. Oblikus Inferior
dan M. Levator Palpebrae Superioris sehingga terdapat strabismus divergens,
diplopia jika melihat ke seluruh jurusan dan ptosis (b) paralisis M.Sfingter Pupilae
sehingga terdapat pupil yang melebar (midriasis).

Jika salah satu cabang dari rami Perforantes paramedialis A.Basilaris yang
tersumbat, maka infark akan ditemukan di daerah yang mencakup dua per tiga
bagian lateral pedunkulus serebri dan daerah nukleus ruber. Oleh karena itu, maka
hemiparesis alternans yang ringan sekali tidak saja disertai paresis ringan N.III,
akan tetapi dilengkapi juga dengan adanya gerakan involuntar pada lengan dan
tungkai yang paretik ringan (di sisi kontralateral) itu. Sindrom ini dikenal sebagai
Sindrom Benedikt.7

Sindrom Hemiplegia Alternans di Pons

Disebabkan oleh lesi vaskular unilateral. Selaras dengan pola percabangan


arteri-arteri, maka lesi vaskular di pons dapat dibagi dalam:

1. Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari rami perforantes
medialis a. basilaris
2. Lesi lateral, yang sesuai dengan kawasan pendarahan cabang sirkumferens
yang pendek
31

3. Lesi di tegmentum bagian rostral pons akibat penyumbatan a. serebeli


superior
4. Lesi di tegmentum bagian kaudal pons yang sesuai dengan kawasan
pendarahan cabang sirkumferens yang panjang

Hemiplegia alternans akibat lesi di pons adalah selamanya kelumpuhan


UMN yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada di bawah
tingkat lesi, yang berkombinasi dengan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang
disarafi oleh N. Abdusens (N.VI) atau N. Facialis (N.VII). Jenis-jenis hemiplegia
alternans di pons berbeda karena adanya selisih derajat kelumpuhan UMN yang
melanda lengan dan tungkai berikut dengan gejala pelengkapnya yang terdiri atas
kelumpuhan (LMN) n.VI atau n.VII dan gejala-gejala okular yang akan dibahas di
bawah ini.

Penyumbatan parsial terhadap salah satu cabang dari rami perforantes


medialis a. basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi paramedian. Jika lesi
paramedian bersifat unilateral dan luas adanya, maka jaras
kortikobulbar/kortikospinal berikut dengan inti-inti pes pontis serta serabut
pontoserebelar akan rusak. Tegmentum pontis tidak terlibat dalam lesi tersebut.
Manifestasi lesi semacam itu ialah hemiplegia kontralateral, yang pada lengan
lebih berat ketimbang pada tungkai. Jika lesi paramedian itu terjadi secara
bilateral, maka kelumpuhan terlukis di atas terjadi pada kedua belah tubuh. Jika
lesi paramedian terletak pada bagian kaudal pons, maka akar N. Abdusens tentu
terlibat. Maka dari itu pada sisi lesi terdapat kelumpuhan LMN M. Rektus
lateralis, yang membangkitkan strabismus konvergens ipsilateral dan kelumpuhan
UMN yang melanda belahan tubuh kontralateral, yang mencakup lengan tungkai
sisi kontralateral berikut dengan otot-otot yang disarafi oleh n. VII, n. IX, n. X, n.
XI dan n. XII sisi kontralateral. Dapat juga terjadi suatu lesi unilateral di pes
pontis yang meluas ke samping, sehingga melibatkan juga daerah yang dilintasi n.
Fasialis. Sindrom hemiplegia alternans dimana pada sisi ipsilateral terdapat
kelumpuhan LMN, yang melanda otot-otot yang disarafi n. Abdusens dan n.
32

Fasialis dikenal dengan nama Sindrom Millard Gubler. Jika serabut-serabut


kortikobulbar untuk n. Abdusens ikut terlibat dalam lesi, maka deviation conjugee
mengiringi Sindrom Millard Gubler. Kelumpuhan gerak bola mata yang konyugat
itu dikenal sebagai Sindrom Foville. Sehingga hemiplegia alternans n. Abdusens
et fasialis yang disertai dengan Sindrom Foville itu disebut sindrom Foville-
Millard Gubler.7,10

Sindrom Hempilegia Alternans akibat lesi di Medula Oblongata

Kawasan vaskularisasi di medula oblongata ternyata sesuai dengan area


lesi-lesi yang mendasari sindrom hemiplegia alternans di medula oblongata.
Bagian paramedian medula oblongata diperdarahi oleh cabang a. Vertebralis.
Bagian lateralnya mendapat vaskularisasi dari a. Serebeli Inferior Posterior,
sedangkan bagian dorsalnya diperdarahi oleh a. Spinalis Posterior dan a. Serebeli
Inferior Posterior. Lesi unilateral yang menghasilkan hemiplegia alternans sudah
jelas harus menduduki kawasan piramis sesisi dan harus dilintasi oleh radiks
nervus hipoglosus. Maka dari itu kelumpuhan UMN yang terjadi melanda belahan
tubuh kontralateral yang berada di bawah tingkat leher dan diiringi oleh
kelumpuhan LMN pada belahan lidah ipsilateral. Itulah sindrom hemiplegia
alternans nervus hipoglosus atau Sindrom Medular Medial. Dejerine telah melukis
sindrom tersebut berikut dengan sindrom kuadriplegia UMN, yang disertai oleh
kelumpuhan LMN bilateral pada lidah. Sindrom itu disebabkan oleh lesi median
yang bilateral. Di samping sindrom medular medial, di klinik dikenal Sindrom
medular lateral, yang di kalangan kedokteran kontinental dikenal sebagai Sindrom
Wallenberg.7

5.4. Faktor Risiko


Terdapat beberapa faktor risiko stroke non hemoragik, yakni usia lanjut
(resiko meningkat setiap pertambahan dekade), hipertensi, merokok, penyakit
jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi atrium
kiri), hiperkolesterolemia, riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler.6,7

5.5. Patofisiologi
33

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal
darah mengalir ke otak sebanyak 50-60 ml per 100 gram jaringan otak per menit.
Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit, dari
jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri
karotis dekstra dan sinistra, yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut
sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang
memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum
posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi
arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.7
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri
yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di
daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat
sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering
mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarahi otak diantaranya berupa keadaan penyakit pada pembuluh darah,
seperti pada aterosklerosis dan trombosis; berkurangnya perfusi akibat gangguan
status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; gangguan aliran
darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh
ekstrakranium.5
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan
terjadinya kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat
suplai darah, diantaranya dapat terjadi kelainan di sistem motorik, sensorik, fungsi
luhur, tergantung saraf bagian mana yang terkena.5,7
34

Stroke iskemik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak


tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.
Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan struktur
sel yang diikuti kerusakan fungsi dan integritas susunan sel, selanjutnya berakhir
dengan kematian neuron.11

Gambar 1. Perbedaan patogenesis Stroke Hemoragik dan Stroke non-hemoragik 11

Patogenesis infark otak


Iskemik otak dapat bersifat fokal atau global. Terdapat perbedaan etiologi
keduanya. Pada iskemik global, aliran otak secara keseluruhan menurun akibat
tekanan perfusi (syok ireversible karena henti jantung, perdarahan sistemik yang
masif, fibrilasi atrial berat dan lain-lain). Sedangkan iskemik fokal terjadi akibat
menurunnya tekanan perfusi otak karena sumbatan atau pecahnya salah satu
pembuluh darah otak yang berakibat lumen pembuluh darah yang terkena akan
tertutup sebagian atau seluruhnya. Tertutupnya lumen pembuluh darah oleh
karena iskemik fokal, disebabkan oleh:
- Perubahan patologi pada dinding arteri pembuluh darah otak menimbulkan
trombosis yang diawali oleh proses arteriosklerosis di tempat tersebut. Pada
arteriole dapat terjadi vaskulitis atau lipohialinosis yang akan menyebabkan
stroke iskemik berupa infark lakunar.
35

- Perubahan akibat proses hemodinamik dimana tekanan perfusi sangat


menurun karena sumbatan di bagian proksimal pembuluh arteri seperti
sumbatan arteri karotis atau vertebro-basilar.
- Perubahan yang terjadi akibat dari perubahan sifat sel darah, misalnya:
anemia sickle-cell, leukemia akut, polisitemia, hemoglobinopati dan
makroglobulinemia.
- Tersumbatnya pembuluh akibat emboli daerah proksimal misalnya trombosis
arteri, emboli jantung, dan lain-lain.
Sebagai akibat dari penutupan aliran darah ke bagian otak tertentu, maka
terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemi. Perubahan ini dimulai di
tingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktural sel yang diikuti kerusakan
pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel, selanjutnya akan berakhir
dengan kematian neuron.
Disamping itu, terjadi perubahan dalam ekstraseluler, karena peningkatan
pH jaringan serta kadar gas darah, keluarnya zat neurotransmiter (glutamat) serta
metabolisme sel-sel yang iskemik, disertai kerusakan sawar darah otak. Seluruh
proses ini merupakan perubahan yang terjadi pada stroke iskemik.
Secara umum penyebab terjadinya stroke non hemorhagik dibagi atas tiga
penyebab yaitu:
a. Trombosis
Trombosis adalah pembentukan suatu massa abnormal di dalam
sistem peredaran darah yang berasal dari komponen darah, disebut trombus dan
bila terlepas dari dinding pembuluh darah disebut embolus. Trombosis terjadi
karena kumpulan kelainan tiga faktor yaitu meliputi perubahan dinding pembuluh
darah (disfungsi endotel), perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah.
Trombosis arteri banyak terjadi di daerah percabangan karena ada perubahan
aliran darah sehingga mudah terjadi kerusakan endotel. Hilangnya sifat non-
trombogenik menyebabkan aktivasi trombosit dan sistem pembekuan darah yang
menghasilkan trombus.12
Sebagian besar gejala sindroma koroner akut dan stroke terjadi karena
trombus yang terbentuk pada plak yang robek atau mengalami erosi. Pecahnya
36

plak aterosklerosis menyebabkan aktivasi trombosit, selanjutnya mengaktifkan


kaskade koagulasi. Faktor-faktor koagulasi dalam bentuk prekursor tidak aktif
(zymogen) akan diubah menjadi faktor koagulasi aktif yang secara berurutan
mengaktifkan zymogen berikut dalam kaskade koagulasi. Proses ini mencapai
puncaknya pada pembentukan generasi trombin yang akan mengubah fibrinogen
menjadi fibrin dan membentuk bekuan darah.13
b. Embolus
Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial dapat
lisis menyebabkan terbentuknya emboli yang akan menyumbat arteri yang lebih
kecil di sebelah distal pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah
juga dapat disebabkan oleh kerusakan atau ulserasi endotel sehingga plak menjadi
tidak stabil dan mudah lepas membentuk emboli dan dapat menyebabkan
penyumbatan pada satu atau lebih pembuluh darah. Emboli tersebut terdiri dari
endapan kolesterol, agregasi trombosit, dan fibrin kemudian lisis atau tetap utuh
dan menyumbat pembuluh darah bagian distal tergantung pada ukuran,
komposisi, dan konsistensi plak serta pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan
pada pembuluh darah tersebut akan menyebabkan matinya jaringan otak.14,15
Penyebab emboli terbanyak ialah atrium fibrilasi yang dapat disebabkan
oleh penyakit jantung rematik, protesis mekanik katup jantung merupakan
penyebab strok emboli pasca operasi. Penyebab lain adalah trombosis arteri ke
arteri yaitu terjadi pelepasan elemen metabolik dari pembuluh darah ekstra atau
intrakranial, aterosklerotik di arteri karotis interna, bifurkasio karotis dan
percabangan arteri intrakranial.15
Protesis mekanik katup jantung merupakan penyebab tersering dari stroke
embolik pasca operatif. Sedangkan prolaps mitrai jarang menyebabkan stroke
emboli serebral, tetapi frekuensinya masih belum jelas (kontroversial) terutama
pada katup yang redunden dan menebal. Pada endokarditis bakterial, 3% terjadi
emboli serebral disebabkan oleh lepasnya elemen vegetasi septic katup jantung.5
Penyebab lain dari emboli serebral adalah adanya trombosis arteri ke
arteri, yaitu terjadi pelepasan elemen embolik dari pembuluh-pembuluh
ekstra/intra kranial aterosklerotik yang lepas ke distal menutupi pembuluh distal
37

yang lebih kecil. Lepasnya elemen yang berbentuk mural trombus dari dinding
pembuluh darah arterio-sklerotik di arteri karotis interna, bifurkasio karotis dan
percabangan arteri intrakranial.14
Stroke iskemik ditemukan pada 42,5% kasus berdasarkan pemeriksaan CT
scan otak. Untuk menentukan diagnosa secara pasti suatu stroke iskemik
disebabkan akibat emboli kardiak diperlukan pemeriksaan khusus yang lebih
mendalam, yaitu memastikan sumber emboli di jantung dan emboli tersebut
menjalar ke otak secara sistemik.14
c. Hipoperfusi
Iskemia otak dapat bersifat global atau fokal, pada iskemi global aliran
darah otak secara keseluruhan menurun akibat tekanan perfusi (syok irreversibel
karena henti jantung, perdarahan yang masif, atrium fibrilasi, dan lain-lain),
sedangkan iskemik fokal terjadi akibat menurunnya tekanan perfusi otak karena
sumbatan atau pecahnya salah satu pembuluh darah otak.15

5.5. Penegakkan Diagnosis


Diagnosis stroke dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis16
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat,
kesadaran baik/terganggu, nyeri kepala/tidak, muntah/tidak, kejang/tidak,
kelemahan sesisi tubuh/ tidak, gangguan sensibilitas/tidak, afasia/tidak,
riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung (faktor risiko stroke
lainnya), lamanya (onset), serangan pertama/ulang.
2. Pemeriksaan Fisik16
Status generalis: kesadaran (Glasgow Coma Scale), vital sign (TD, Nadi, RR,
Temperatur) dan pemeriksaan umum lainnya.
Status neurologis: ditemukan adanya defisit neurologis pada salah satu atau
lebih dari pemeriksaan berikut ini: pemeriksaan saraf-saraf kranialis, fungsi
motorik, sensorik, luhur, vegetatif, gejala rangsang meningeal, gerakan
38

abnormal, gait dan keseimbangan. Penentuan stroke dapat dilakukan dengan


menggunakan Skor Stroke Siriraj dan Algoritma Gajah Mada.

3. Pemeriksaan Penunjang6,16,17
- Laboratorium: darah perifer lengkap, faal haemostasis, BSS, fungsi
ginjal, fungsi jantung, fungsi hati, profil lipid, elektrolit, analisa gas darah
- EKG (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B)
- Rontgen Thorak (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B)
- CT Scan kepala tanpa kontras sebagai golden standar (AHA/ASA, Class
II, Level of evidence A). Untuk mendeteksi perdarahan intrakranium,
tetapi kurang peka dalam mendeteksi stroke non hemoragik ringan,
terutama pada tahap paling awal.
- MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala (AHA/ASA, Class II, Level
of evidence A). Lebih sensitif dibandingkan CT scan dalam mendeteksi
stroke non hemoragik ringan, bahkan pada beberapa kasus dalam
mendeteksi stadium dini. Namun, kurang peka dibandingkan CT scan
dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.
- MRA (Magnetic Resonance Angiography) (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence A). Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi
(menggunakan gelombang suara untuk menciptakan citra). MRA
digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan
pada arteri utama, juga bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma
intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.
- CT Angiografi (AHA/ASA, Class II, Level of evidence A)
Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh
darah di leher dan kepala. Untuk memonitor kardioemboli dilakukan
pemeriksaan transthoracic and transoesophageal echocardiography.
Biasanya dilakukan setelah 24 jam serangan stroke.
- Pungsi lumbal
39

- Echocardiography (TTE dan atau TEE) (AHA/ASA, Class III, Level of


evidence B)
- Carotid Doppler (USG Carotis)
- Transcranial Doppler /TCD (AHA/ASA, Class II, Level of evidence A)

Setelah dilakukan pemeriksaan CT-Scan atau ASGM, untuk mengetahui


severitas stroke dan prognosis stroke, dilakukan pemeriksaan Skala Stroke Gadjah
Mada (SSGM), yang diuji reliabilitas dan validitasnya (grade I).
Beberapa pemeriksaan rutin darah dikerjakan untuk mengindetifikasi
kelainan sistemik yang dapat menyebabkan terjadi stroke atau untuk melakukan
pengobatan spesifik pada stroke. Pemeriksaan tersebut adalah kadar gula darah,
elektrolit, haemoglobin, angka eritrosit, leukosit, waktu protrombin, activated
partial thromboplastin time, fungsi hepar dan ginjal. Pemeriksaan analisis gas
darah dilakukan apabila dicurigai ada hipoksia.
Pemeriksaan cairan otak dilakukan apabila dicurigai stroke perdarahan
subarakhnoid dan pada pemeriksaan CT scan tidak terlihat ada perdarahan
subarakhnoid. Pada penderita tertentu dilakukan pemeriksaan tambahan.4,5
Pemeriksaan kardiovaskuler klinis dan pemeriksaan 12-lead EKG harus
dikerjakan pada semua penderita stroke. Biasanya dilakukan selama 48 jam sejak
kejadian stroke. Penderita dengan kondisi gangguan jantung akut harus segera
ditanggulangi. Fibrilasi atrial, sangat potensial untuk terjadi stroke, dapat
terdeteksi awal. Monitor jantung sering dilakukan setelah terjadi stroke untuk
menapis aritmia jantung serius.

5.6. Tatalaksana
Penatalaksanaan umum stroke akut
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
b. Stabilisasi hemodinamik dengan cairan isotonis pemberian cairan kristaloid
intravena
c. Penatalaksanaan hipertensi pada stroke akut dengan menggunakan obat
antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker secara intravena
40

(Nicardipin atau Diltiazem dengan dosis 5 mg/jam 2,5 mg/jam tiap 15 menit
sampai 15 mg/jam) dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pada stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan
darah sistolik >220 mmHg atau tekanan darah diastolik >120 mmHg
(AHA/ASA Class I, Level of evidence B)
2) Pada stroke perdarahan intraserebral akut, apabila tekanan darah sistolik
>200 mmHg atau MAP>150 mmHg, tekanan darah diturunkan sampai
tekanan darah sistolik 140 mmHg. (AHA/ASA, Class IIa, Level of
evidence B)
d. Penatalaksanaan hipotensi pada stroke akut, apabila tekanan darah sistolik
<100 mmHg atau tekanan darah diastolik <70 mmHg dengan pemberian obat
vasopressor intravena (Norepinefrin dengan dosis 4ug/ml dimulai 1ug/menit
dititrasi atau Dopamin dengan dosis >10ug/kgBB/menit)
e. Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK) dengan cara:
- Elevasi kepala 30o
- Posisi pasien menghindari penekanan vena jugular
- Hindari pemberian cairan hipotonik atau glukosa
- Hindari hipertermia, jaga normovolemia
- Osmoterapi dengan pemberian cairan Manitol intravena dengan dosis
0,25-0,5 g/kgBB selama >20 menit diulangi setiap 4-6 jam dengan target
<310mOsm/L (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C)
f. Pengendalian kejang dengan Diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan
diikuti Fenitoin loading dose 15-20 mg/kgBB bolus dengan kecepatan 50
mg/menit jka masih kejang (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C)
g. Pengendalian hiperpireksia dengan antipiretika Asetaminofen 650 mg jika
suhu >38,5°C dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C)
h. Penatalaksanaan hiperglikemia (BSS>180 mg/dl) pada stroke akut dengan
titrasi insulin (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C). Hipoglikemia berat
41

(<50mg/dl) diobati dengan Dekstrosa 40% intravena atau infus glukosa 10-
20%. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia.
i. Pemberian H2 antagonis (Ranitidin) atau penghambat pompa proton
(Omeprazole) secara intravena dengan dosis 80 mg bolus jika terjadi stress
ulcer (Class I, Level of evidence A)
j. Pemberian analgesik dan anti muntah sesuai indikasi.
k. Pemberian Neuroprotektor (Citicholin) dengan dosis 2x1000 mg intravena
selama 3 hari dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu (ICTUS).
Stroke iskemik/infark :
 Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 - 48 jam pada stroke iskemik
akut (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A)
 Pasien stroke iskemik atau TIA yang tidak mendapatkan antikoagulan harus
diberikan antiplatelet Aspirin (80-325 mg) atau Clopidogrel 75 mg, atau
terapi kombinasi Aspirin dosis rendah 25 mg dengan extended release
dipyridamole 200 mg (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A)
 Clopidogrel 75 mg lebih baik dibandingkan dengan aspirin saja (AHA/ASA,
Class II b, Level of evidence B)
 Kombinasi Aspirin dan Clopidogrel tidak direkomendasikan pada pasien
pasien stroke iskemik akut, kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik
(misalnya angina tidak stabil, atau non Q wqve atau recent stenting),
pengobatan diberikan sampai 9 bulan sesudah kejadian (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence A)
 Penambahan Aspirin pada terapi Clopidogrel yang diberikan pada populasi
resiko tinggi akan meningkatkan resiko perdarahan bila dibandingkan dengan
pemakaian Clopidogrel saja, sehingga pemakaian rutin seperti ini tidak
direkomendasikan untuk stroke iskemik atau TIA (AHA/ASA, Class III,
Level of evidence A)
 Pada penderita tidak toleran dengan Aspirin, Clopidogrel 75 mg atau
extended release dipyridamole 2x200 mg dapat digunakan (AHA/ASA, Class
IIa, Level of evidence B)
42

 Pada stroke iskemik aterotrombotik dan arterial stenosis simptomatik


dianjurkan memakai Cilostazol 100 mg 2 kali sehari (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence A)
 Trombolitik (memenuhi kriteria inklusi): pemberian iv rTPA dosis 0,9
mg/kgBB (max. 90 mg), 10% dari dosis total diberikan sebagai bolus inisial,
sisanya sebagai infus selama 60 menit. Direkomendasikan secepat mungkin
dalam rentang waktu 3 jam. (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A)
 Antikoagulan (heparin, LMWH, heparinoid) atau antagonis vitamin K
(warfarin) direkomendasikan untuk stroke iskemik atau TIA yang disertai
denngan fibrilasi atrial intermitten atau permanen yang paroksismal. (target
INR 2,5 dengan rentang 2,0-3,0) (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A)
 Pemberian statin dengan efek penurunan lipid direkomendasikan pada stroke
iskemik dan TIA yang disertai aterosklerosis tanpa PJK dengan LDL
100mg/dl (AHA/ASA, Class I, Level evidence B)

Rehabilitasi untuk stroke


 Direkomendasikan untuk memulai rehabilitasi dini setelah kondisi medis
stabil (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C)
 Setelah keluar dari unit stroke, direkomendasikan untuk melanjutkan
rehabilitasi dengan berobat jalan selama tahun pertama setelah stroke
(AHA/ASA, Class II, Level of evidence A)
 Direkomendasikan untuk meningkatkan durasi dan intensitas rehabilitasi
(AHA/ASA, Class II, Level of evidence B)
Edukasi
Bertujuan melakukan pencegahan sekunder (serangan ulang stroke)
dengan memberikan konseling kepada penderita dan keluarganya, diantaranya:
 Pengaturan diet dengan mengkonsumsi makanan rendah lemak jenuh dan
kolesterol, tinggi serat, tinggi protein, mengandung antioksidan
 Istirahat yang teratur dan tidur yang cukup
 Mengendalikan stress dengan berpikir positif bertujuan respon relaksasi yang
menurunkan denyut jantung dan tekanan darah
43

 Pengendalian faktor-faktor resiko yang telah diketahui dengan obat-obat yang


telah diberikan selama dirawat dan rutin kontrol berobat pasca dirawat
 Memodifikasi gaya hidup (olahraga, tidak merokok, tidak mengkonsumsi
alkohol, penurunan berat badan pada obesitas) dan Melanjutkan fisioterapi
dengan berobat jalan
BAB V
ANALISIS KASUS

Pada anamnesis didapatkan penderita mengalami kelemahan satu sisi


sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba saat beristirahat bangun tidur siang
tanpa disertai penurunan kesadaran. Saat serangan penderita tidak mengeluh sakit
kepala, mual, muntah, tidak disertai kejang. Gangguan sensibilitas berupa rasa
baal dan kesemutan (+). Sehari-hari penderita menggunakan tangan kanan.
Penderita dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan, isyarat, juga
mengerti apa yang diungkapkan orang lain secara lisan, tulisan, isyarat. Saat
bicara mulut penderita sedikit mengot ke kiri, tetapi bicaranya tidak pelo.
Penderita memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Penyakit ini diderita
untuk pertama kalinya.
Dari hasil anamnesis, penderita mengalami defisit neurologis yang
mendadak secara tiba-tiba dengan dugaan vaskular sehingga memunculkan
kecurigaan terjadinya suatu cerebrovascular disease (stroke) dengan diagnosis
topik pada LACI. Dari gejala yang dialami dapat dilakukan penghitungan skor
siriraj dimana didapatkan skor -2 yang mendukung kecurigaan stroke non
hemoragik pada penderita ini. Dari pemeriksaan neurologis didapatkan parese N.
VII dextra tipe sentral, penurunan tonus dan reflek fisiologis pada sisi tubuh
kanan, dan didapatkan reflek patologi (+) pada kaki kanan. Dilakukan
pemeriksaan Rontgen thorax dan EKG dimana didapatkan hasil normal, tidak ada
kelainan. Sehingga dengan demikian dapat ditetapkan diagnosis penderita adalah
CVD Non Hemoragik. Untuk diagnosis lebih lanjut disarankan untuk dilakukan
CT Scan kepala.
Penatalaksaan pada penderita ini adalah pemasangan IV line dengan RL,
diberikan juga injeksi citicholine 2 x 500 mg (IV), injeksi Ranitidin 2 x 50 mg
(IV), aspilet 2 x 160 mg (PO), Simvastatin 1 x 10 mg (PO), dan Drip Nicardipin 2
amp dalam NaCl 100 cc gtt V/m. Pemberian obat antihipertensi secara IV
dikarenakan tekanan darah pasien 200/130 mmHg yang sudah termasuk ke dalam
krisis hipertensi. Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan peningkatan tekanan

44
45

darah yang mendadak (sistol ≥ 180 mmHg dan/atau diastol ≥ 120 mmHg), pada
penderita hipertensi, yang membutuhkan penanggulangan segera. Klasifikasi
krisis hipertensi dibagi menjadi hipertensi mergensi dan hipertensi urgensi. Pada
pasien terdapat kerusakan organ target berupa defisit neurologis fokal sehingga
termasuk dalam hipertensi emergensi. Untuk itu pemberian Nicardipin diperlukan
untuk menurunkan tekanan darah dalam kurun waktu menit/jam. Tekanan darah
diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan langkah sebagai berikut:
a. 5 menit s/d 120 menit pertama TD rata-rata (mean arterial blood pressure)
diturunkan 20-25%
TD awal penderita 200/130 mmHg  MAP : (2*130 + 200) : 3 = 153,33
20 – 25% dari MAP  30,66
Maka TD penderita tidak boleh < 170 mmHg dalam 2 jam pertama
b. 2 s/d 6 jam berikutnya TD diturunkan sampai 160/100 mmHg
c. 6 s/d 24 jam berikutnya diturunkan sampai < 140/90 mmHg bila tidak ada
gejala iskemia organ
Citicholine diberikan untuk membantu memperbaiki sirkulasi darah otak.
Ranitidin diberikan untuk mengurangi stress ulcer yang terjadi akibat peningkatan
produksi HCl lambung yang diinduksi oleh stroke dan sebagai penanganan efek
samping pemberian aspilet. Simvastatin digunakan untuk mengatasi
hyperlipidemia pada pasien.
Prognosis vitam dan functionam pada penderita ini adalah dubia ad
bonam. Pasien direncanakan konsul rehabilitasi medis untuk fisioterapi.
Diagnosis klinis pada kasus ialah hemiparese dextra tipe flaksid. Diagnosis
topik pada Lacunar circulation infarct (LACI). Diagnosis etiologi CVD Non
Hemroagik dan diagnosis tambahan hipertensi emergensi.

Diagnosis Banding Topik


1. Lesi di Korteks Hemisferium Cerebri Sinistra
No. Gejala pada lesi di korteks cerebri Gejala pada penderita
1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese dekstra tipe flaksid
46

kontralateral lesi (typical)


2 Gejala iritatif berupa kejang pada sisi yang Tidak ada kejang
lemah atau lumpuh
3 Gejala fokal berupa kelumpuhan lengan dan Kelemahan pada lengan dan
tungkai yang tidak sama berat tungkai sama berat
4 Defisit sensorik berupa gangguan pada sisi yang Hemihipestesi dextra
lemah/lumpuh
5 Afasia global Tidak ada afasia global

Kesimpulan: kemungkinan lesi di korteks hemisferium cerebri sinistra dapat


disingkirkan.
2. Lesi di Capsula Interna Hemisferium Cerebri Sinistra
No. Gejala pada lesi di capsula interna Gejala pada penderita
1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese dekstra tipe flaksid
kontralateral lesi (typical)
2 Parese N. VII tipe sentral ada parese N. VII sentral
3 Parese N. XII tipe sentral tidak ada parese N. XII sentral
4 Kelemahan/kelumpuhan pada lengan dan Kelemahan lengan dan tungkai
tungkai sama berat kanan sama berat

Kesimpulan: kemungkinan lesi di capsula interna hemisferium cerebri dekstra


belum dapat disingkirkan

3. Lesi di Subkorteks Hemisferium Cerebri Sinistra


No. Gejala pada lesi di subkorteks cerebri Gejala pada penderita
1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese dekstra tipe flaksid
kontralateral lesi (typical)
2 Afasia motorik murni Tidak ada afasia motorik murni

Kesimpulan: kemungkinan lesi di subkorteks hemisferium cerebri sinistra dapat


disingkirkan

4. Lesi di Mesencephalon
No. Gejala pada lesi di mesensefalon Gejala pada penderita
1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese dekstra tipe flaksid
kontralateral lesi (alternans)
47

2 Parese N. III ipsilateral lesi Tidak ada parese N. III

Kesimpulan: kemungkinan lesi di mesensefalon dapat disingkirkan

5. Lesi di Pons
No. Gejala pada lesi di pons Gejala pada penderita
1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese dekstra tipe flaksid
kontralateral lesi (alternans)
2 Parese N. IV, V, VI, VII, VIII Parese N.VII

Kesimpulan: kemungkinan lesi di pons dapat disingkirkan


6. Lesi di Medula Oblongata
No. Gejala pada lesi di medula oblongata Gejala pada penderita
1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese dekstra tipe flaksid
kontralateral lesi (alternans)
2 Parese N. IX, X, XI, XII Tidak ada parese N.XII

Kesimpulan: kemungkinan lesi di medula oblongata dapat disingkirkan

7. Lesi di Decussatio Piramidalis


No. Gejala pada lesi di medula oblongata Gejala pada penderita
1 Defisit motorik berupa monoparese (crusiata) Hemiparese dekstra tipe flaksid

Kesimpulan: kemungkinan lesi di decussatio pyramidalis dapat disingkirkan

Berdasarkan klasifikasi Bamford


1. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
No. Gejala pada lesi TACI Gejala pada penderita
1 Defisit motorik atau sensorik meliputi 2/3 Hanya ada defisit motorik
wajah, lengan, dan tungkai
2 Disfungsi korteks (gangguan fungsi luhur): Tidak terdapat afasia global
- Disfasia
- Gangguan visuospatial
- Hemineglect
48

- Agnosia
- Apraxia
3 Hemianopia (kontralateral sisi lesi) Tidak ada hemianopia

Kesimpulan: kemungkinan lesi TACI dapat disingkirkan

2. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)


No. Gejala pada lesi PACI Gejala pada penderita
1 Dua dari gejala berikut:
1. Defisit motorik atau sensorik meliputi 2/3 Ada defisit motorik
wajah, lengan, dan tungkai
2. Higher disfunction: Tidak terdapat afasia global
Disfasia, Gangguan visuospatial,
Hemineglect, Agnosia, Apraxia, Hemianopia

Kesimpulan: kemungkinan lesi PACI dapat disingkirkan

3. Lacunar Infarct (LACI)


No. Gejala pada lesi LACI Gejala pada penderita
1 Defisit motorik atau sensorik meliputi 2/3 Hanya ada defisit motorik
wajah, lengan, dan tungkai
2 Hemiparese ataksik tanpa hemianopia Disartria tidak ada

Kesimpulan: kemungkinan lesi LACI belum dapat disingkirkan

4. Posterior Circulation Infarct (POCI)


No. Gejala pada lesi POCI Gejala pada penderita
1 Paresis saraf kranial dengan defisit Paresis N. VII dan defisit
motorik/sensorik kontralateral lesi motorik kontralateral
2 Defisit motorik/sensorik bilateral Defisit motorik unilateral
3 Hemianopia terisolasi Belum diketahui
4 Gangguan gerak mata terkonjugasi Tidak ada deviasi konjugat
5 Gangguan serebelar Tidak ada gangguan serebelar

Kesimpulan: kemungkinan lesi POCI dapat disingkirkan


49

Kesimpulan diagnosis topik: Capsula Interna Cerebri Sinistra, LACI

Diagnosis Banding Etiologi


Skor Stroke Siriraj

A. DERAJAT KESADARAN A. TANDA – TANDA ATEROMA


 Koma : 2 1. Angina Pectoris
 Apatis : 1  (+) : 1
 Sadar : 0  (-) : 0
B. MUNTAH 2. Claudicatio Intermitten
 (+) : 1  (+) : 1
 (-) : 0  (-) : 0
C. SAKIT KEPALA 3. DM
 (+) : 1  (+) : 1
 (-) : 0  (-) : 0
SSS = (2,5 × KESADARAN) + (2 × MUNTAH ) + (2 × SAKIT KEPALA) +
(0,1 × TD. DIASTOLE) – (3 × ATEROMA) – 12
JIKA HASILNYA :

 0 : Lihat hasil CT Scan


 ≤ - 1 : Infark / Iskemi / Non hemoragik
 ≥ 1 : Hemoragik
SSS = (2,5 × 0) + (2 × 0) + (2 × 0) + (0,1 × 130) – (3 × 1) – 12
= -2
Kesimpulan: Infark / Iskemi / Non hemoragik

Algoritma Gajah Mada


50

Pada penderita penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-), refleks Babinski (+)
Kesimpulan: Infark

Diagnosis Banding Etiologi Berdasarkan Anamnesis


1. Hemoragik cerebri
Hemoragik cerebri Gejala pada penderita
Kehilangan kesadaran > 30 menit Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat aktivitas Terjadi tiba-tiba saat istirahat
Didahului sakit kepala, mual, dan muntah Tidak ada sakit kepala, mual, muntah
Riwayat hipertensi Ada riwayat hipertensi

Kesimpulan: kemungkinan etiologi hemoragik cerebri dapat disingkirkan

2. Emboli cerebri
Emboli cerebri Gejala pada penderita
Kehilangan kesadaran <30 menit Tidak ada kehilangan kesadaran
Ada atrial fibrilasi Tidak ada atrial fibrilasi
51

Terjadi saat istirahat Terjadi tiba-tiba saat istirahat

Kesimpulan: kemungkinan etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan

3. Trombosis cerebri
Trombosis cerebri Gejala pada penderita
Tidak ada kehilangan kesadaran Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat istirahat Terjadi tiba-tiba saat istirahat

Kesimpulan: kemungkinan etiologi trombosis cerebri belum dapat disingkirkan

Diagnosis etiologi sesuai anamnesis: CVD Non Hemoragik e.c susp Trombosis
cerebri
52

DAFTAR PUSTAKA

1. Aho K, Harmsen P, Hatano S, Marquardsen J, Smirnov VE, Strasser T.


Cerebrovascular disease in the community: results of a WHO collaborative
study. Bull World Health Organ. 1980;58:113–30.
2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes
RI.
3. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR, Connors JJ, Culebras A, et
al. An Updated Definition of Stroke for the 21st Century: A Statement for
Healthcare Professionals From the American Heart Association/American
Stroke Association. Stroke. 2013;44:2064-89.
4. Widjaja AC. Uji diagnostik pemeriksaan kadar d-dimer plasma pada
diagnosis stroke iskemik. UNDIP. Semarang. 2010.
http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf
5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid
2. Jakarta: EGC, 2006; hal. 1110-19.
6. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2013 Sept 01. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
7. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat, 2010; hal 270, 287, 290-3.
8. Cumming, T.B., Marshall, R.S., and Lazar, R.M., 2013. Stroke, Cognitive
Deficits, and Rehabilitation: still an Incomplete Picture. International Journal
of Stroke; Vol 8, pp: 38-45.
9. Bamford, J. 1992. Clinical Examination in Diagnosis and Sub Classification
of Stroke. Lancet 339 (8790): 400-2.
10. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4th ed. Massachusetts:
Blackwell Publishing; 2005: 86-7.
11. Rowland LP. Syndromes caused by weak muscles. In: Merritt’s neurology.
Ed: Rowland LP. 11th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.
53

12. Setiabudy, R.D. 2008. Aspek Trombosis pada Strok. Dalam Pendidikan
Berkesinambungan Patologi Klinik. 2008, Departemen Patologi Klinik FKUI
Jakarta.
13. Bruce, F, Barbara, CF.2008. Mechanism of Thrombus Formation. N Engl J
Med. 359: 20-6.
14. Aminof, J.M., Greenberg, D.A., and Simon, R.P. 2004. Stroke. Clinical
Neurology. 6th Ed. Lange Medical Books/ Mc Graw-Hill. New York. 285-97.
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) 2009. Buku
Modul Induk Neurovaskuler: 20-46.
16. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) 2011. Guideline
Stroke 2011.
17. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke.
Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer; 2011. hal. 29-30.
18. Rubenstein D, Waine D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2005. hal. 98-9.

Anda mungkin juga menyukai