Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE

Oleh:
Afkar Muzakki, S. Ked 04084822326035

Pembimbing:
dr. Diah Syafriani, Sp.PD, K-P, FINASIM

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD SITI FATIMAH AZ-ZAHRA SUMATERA SELATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Chronic Obstructive Pulmonary Disease

Oleh:

Afkar Muzakki, S. Ked 04084822326035

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya/RSUD Siti Fatimah Az-Zahra Sumatera Selatan Periode 27
Maret – 18 Juni 2023.

Palembang, Mei 2023

dr. Diah Syafriani, Sp.PD, K-P, FINASIM

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karenaberkah dan
rahmat-Nya laporan kasus berjudul “Chronic Obstructive Pulmonary Disease” ini dapat
diselesaikan dengan baik. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam
mengikuti ujian kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Siti Fatimah Az-
Zahra, Sumatera Selatan, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 27 Maret – 18 Juni
2023.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Diah Syafriani, Sp.PD, K-P,
FINASIM, karena bimbingannya laporan kasus ini menjadi lebih baik. Penulis juga ingin
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya
laporan kasus ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan kasus
ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan
yang lebih baik di masa yang akan datang.

Palembang, Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN…..………………………………………………..i
KATA PENGANTAR .………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI …………………………...………………………………………..iii
DAFTAR GAMBAR …………..…………………………………………….….iv
BAB I PENDAHULUAN……..…………………………………………………3
BAB II STATUS PASIEN…..……….…………………………………………..4
2.1. Identifikasi……………………..……………………………………………4
2.2. Anamnesis………………...…………………………………………………4
2.3 Pemeriksaan Fisik………………...…………………………………………6
2.4 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………..9
2.5 Diagnosis..…………………………………………………………………11
2.6 Diagnosis Banding…...…………………………………………………….11
2.7 Tatalaksana...………………………………………………………………12
2.8 Prognosis…………………………………………………………………..12
2.9 Rencana Pemeriksaan……………………………………………………...12
2.10 Follow Up…………………………………………………...……………..12
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..…………………………………………….15
3.1 PPOK…………...………………………………………………………15
BAB IV ANALISIS KASUS.………………………………………………….29
DAFTAR PUSTAKA.…………………………………………………………31

i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerusakan pada alveolus ....................................................................17
Gambar 2. Kerusakan pada jalan nafas ................................................................17
Gambar 3. Patofisiologi PPOK.............................................................................18
Gambar 4. Penilaian hambatan saluran nafas dengan FEV1................................19
Gambar 5. Skor dispnea mMRC ..........................................................................21
Gambar 6. Uji penilaian CAT...............................................................................23
Gambar 7. Penilaian gejala atau risiko eksaserbasi PPOK...................................21
Gambar 8. Terapi non farmakologi PPOK ...........................................................23
Gambar 9. Terapi farmakologi PPOK ..................................................................21
Gambar 10. Follow up terapi PPOK .....................................................................23
Gambar 11. SNPPDI PPOK .................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah penyakit paru-paru yang
ditandai dengan keterbatasan aliran udara secara progresif dan kerusakan jaringan.1
PPOK adalah kondisi paru yang ditandai dengan gejala pernapasan kronis yaitu dispnea
(sesak), batuk, produksi sputum akibat kelainan dari saluran nafas (bronkitis, bronkiolitis)
dan/atau kerusakan pada alveolus (emfisema) yang berlangsung menetap, progresif, dan
terjadi kerusakan pada aliran udara. Peradangan kronis menyebabkan penyempitan saluran
napas dan penurunan rekoil paru.2 PPOK disebabkan karena paparan partikel atau gas
berbahaya.3
Menurut WHO, PPOK merupakan penyebab kematian terbanyak ketiga di dunia,
menyebabkan 3,23 juta kematian pada tahun 2019. 90% kematian PPOK terjadi pada
seorang yang telah berusia kurang dari 70 tahun yang terjadi di negara berkembang. PPOK
menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas ketiga terbanyak di dunia.4
Diagnosis PPOK diperoleh dari anamnesis dengan gejala sesak yang progresif, sesak
terus menerus, sesak memberat saat aktivitas, batuk lama, produksi sputum berlebih,
riwayat infeksi, riwayat paparan polutan berbahaya, dan riwayat merokok. Pemeriksaan
yang diperlukan untuk menegakkan PPOK adalah spirometri. Ketika diperoleh FEV/FVC
<0,7 atau FEV1 <12% menandakan adanya keterbatasan aliran udara persisten.5
Prinsip pengobatan PPOK adalah mencegah sebelum terjadi perburukan, yaitu
berhenti merokok menghindari polusi zat-zat berbahaya.6 Karena PPOK adalah penyakit
kronis, pengobatan PPOK untuk mengurangi gejala dan menurunkan risiko kekambuhan.5
Standar kompetensi dokter umum pada PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi adalah 3B yaitu
yaitu lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau
kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan usulan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.7

3
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identifikasi
Nama : Tn. S
Tanggal Lahir : 8 Maret 1957
Umur : 66
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Lubuk Keliat
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Suku Bangsa : Indonesia
Bangsal : Paviliun Meranti
MRS : 2 Mei 2023

2.2 Anamnesis
Informasi diperoleh secara autoanamnesis dan alloanamnesis dari pasien
dan istri pasien sejak tanggal 10 Mei 2023.

Keluhan Utama:
Sesak nafas yang memberat sejak 2 hari SMRS.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak 1 tahun yang lalu, pasien mengeluhkan sesak yang terjadi secara
terus-menerus. Sesak terjadi saat melakukan aktivitas kecil dan menghilang
saat istirahat. Sesak dirasakan seperti terhimpit. Sesak tidak dipengaruhi oleh
posisi. Pasien juga mengeluhkan batuk. Batuk dirasakan hilang timbul. Batuk
disertai dengan dahak berwarna jernih. Pasien juga mengeluhkan demam
yang hilang timbul. Pasien mengobati demam dengan minum obat
paracetamol. Pasien tidak mengeluhkan masalah makan dan minum. Pasien

4
5

tidak mengeluhkan saat BAK dan BAB. Pasien pernah dirawat selama 4 hari
karena keluhan sesak yang dialami. Saat pulang, pasien diresepkan obat dan
setiap bulan harus mengambil obat yang sudah diresepkan dari dokter, namun
resep yang diberikan hilang sehingga pasien tidak berobat lagi.
Sejak 2 bulan SMRS, pasien mengeluhkan sesak dirasakan semakin
memberat. Sesak masih dirasakan walaupun sudah beristirahat. Pasien
mengeluhkan batuk dengan dahak berwarna putih. Pasien memutuskan untuk
pergi ke bidan dekat rumah untuk diberikan pengobatan. Pasien mendapatkan
pil grafalin. Pasien mengkonsumsi pil tersebut saat sesak. Sesak berkurang
dengan pil yang diberikan.
Sejak 2 hari SMRS, pasien mengeluh sesak napas yang semakin
memberat, sesak masih dirasakan saat beristirahat. Pasien juga mengeluhkan
batuk disertai dahak berwarna putih. Karena sesak dan batuk tidak
menghilang walaupun telah minum obat akhirnya pasien berobat ke IGD
RSUD Siti Fatimah.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat sakit paru setahun yang lalu
• Riwayat darah tinggi tidak ada
• Riwayat kencing manis tidak ada
• Riwayat batuk darah tidak ada
• Riwayat penyakit asma tidak ada
Riwayat Penyakit pada Keluarga
• Keluhan yang sama dengan keluarga tidak ada
• Riwayat darah tinggi tidak ada
• Riwayat penyakit asma tidak ada
• Riwayat kencing manis tidak ada
• Riwayat keluhan batuk darah pada keluarga disangkal
Riwayat Kebiasaan
• Riwayat merokok selama 27 tahun, 18 batang/hari (Indeks
Brinkman=486, perokok sedang)
6

• Pasien selalu menggunakan mesin untuk bekerja dengan polusi dari


mesin yang selalu terhirup setiap harinya selama 27 tahun
• Riwayat minum kopi ada
• Riwayat minum alkohol tidak ada
Riwayat Pengobatan
• Paracetamol 500 mg 3x1 tab
• Berobat ke bidan dan mendapatkan pil grafalin
• Tidak pernah minum OAT
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal di lingkungan tidak padat penduduk
• Pasien bekerja setiap hari sebagai petani
• Pasien BPJS kelas 3
Kesan sosial ekonomi menengah kebawah
2.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum (Tanggal 10 Mei 2023)
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 102 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup, kualitas
baik
Pernafasan : 24 x/menit, regular, tipe pernafasan abdominal torakal
dengan nasal canule
Suhu : 37,1 oC
SpO2 : 99 % on nasal canule
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 18,36 kg/m2 (Underweight)

Pemeriksaan Khusus
Kepala
Bentuk : Normocephali
7

Ekspresi : Wajar
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
Alopecia : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Perdarahan temporal : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
Wajah sembab : tidak ada

Mata
Eksoftalmus : tidak ada
Endoftalmus : tidak ada
Palpebral : Edema (-/-)
Konjungtiva palpebral : Pucat (+/+)
Konjungtiva bulbi : injeksi (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Kornea : Jernih
Pupil : Bulat, isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)

Hidung
Deformitas : tidak ada
Sekret : tidak ada
Epistaksis : tidak ada
Napas cuping hidung : tidak ada
Septum : deviasi tidak ada

Telinga
Meatus akustikus eksternus : lapang
Nyeri tekan : processus mastoideus (-), tragus (-)
Nyeri tarik : aurikula (-/-)
8

Sekret : tidak ada


Pendengaran : baik

Mulut
Bibir : sianosis sentral (+) cheilitis (-), pucat (-), stomatitis(-),
ulkus (-) pursed lip breathing (-)
Gigi-geligi : lengkap normal
Gusi : hipertrofi (-), berdarah (-)
Lidah : sianosis sentral (+), oral thrush (-), atrofi papil (-)

Leher
Inspeksi : simetris, scar (-), trakea deviasi (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar tiroid/struma (-), pembesaran
KGB (-), tekanan vena jugularis: (5-2) cmH2O
Thoraks

Paru-paru (Anterior)

Inspeksi : bentuk dada (barrel chest), sela iga melebar (+), retraksi
dinding dada (+), spider nevi (-), venektasi (-),

- Statis : simetris kanan sama dengan kiri

- Dinamis : simetris kanan sama dengan kiri

Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri menurun, nyeri tekan (-),
krepitasi (-)

Perkusi : Hipersonor pada seluruh lapangan paru. Batas paru


lambung linea aksilaris anterior ICS VIII. Batas paru hepar
linea aksilaris anterior ICS VII

Auskultasi : vesikuler paru menurun, rhonki (+/+), wheezing (-)

Paru-Paru (Posterior)
9

Inspeksi : bentuk dada barrel chest (+), sela iga melebar (+), retraksi
dinding dada (+), Pergerakan dinding dada statis dan dinamis
simetris, spider nevi (-), venerktasi (-)

Palpasi : Stem fremitus kiri dan kanan menurun, nyeri tekan (-),
krepitasi (-)

Perkusi : hipersonor pada seluruh lapangan paru. Batas paru lambung


linea aksilaris anterior ICS VIII. Batas paru hepar linea
aksilaris anterior ICS VII

Auskultasi : vesikuler paru menurun, rhonki (+/+), wheezing (-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat, voussure cardiaque (-)
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung atas ICS II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan ICS IV linea sternalis dextra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : HR 102 Bunyi jantung I-II (reguler), M1>M2, T1>T2,
A2>A1, P2>P1, murmur (-), gallop (-), ejection click (-),
opening snap (-), friction rub (-)

Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, venektasi (-), striae (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit (-)
Palpasi : nyeri tekan suprapubic (-), hepar teraba (+) , lien tidak
teraba, nyeri ketok CVA (-), ginjal kanan dan kiri
ballotement (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Ekstremitas
Lengan : gerakan baik ke segala arah, eutonia
10

Tangan : akral hangat, pucat (-/-) edema (-/-), koilonikia (-/-),


palmar eritema (-/-), sianosis (-/-), sianosis (-), clubbing
finger (+)
Tungkai dan kaki : Akral hangat, pucat (/-), ptekie (-/-), pitting edema (-/-
), sianosis (-), ikterik (-), turgor (-), edema pretibial (-/-),
pembesaran KGB inguinal (-), lateralisasi (-)

Genitalia : Tidak diperiksa

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium dari RSUD Siti Fatimah Az-Zahra
Sumatera Selatan (3 Mei 2023)
Pemeriksaan Laboratorium (3/05/2023)

Hb : 16,8 g/dL (N : 13.00 – 18.00 g/dL)

RBC : 5,4 x 106/mm3 (N : 4,5 – 6,5 x 106/mm3)

Leukosit : 9,12 x 103/mm3 (N : 5 - 10 x 103/mm3)

Hematokrit : 47,8% (N : 40 - 52 %)

Trombosit : 265 x 103/µL (N : 150 - 450 x 103/µL)

MCV : 89 fL (N : 80 - 100 fL)

MCH : 31 pg (N : 26 - 34 pg)

MCHC : 35 g/dL (N : 32 - 36 g/dL)

Hitung Jenis :

Basofil : 0% (N : 0 - 1 %)

Eosinofil : 1% (N : 2 - 4 %)

Neutrofil : 73% (N : 50 - 70 %)

Limfosit : 13% (N : 25 - 40 %)

Monosit : 14% (N : 2 - 8 %)
11

Laju Endap Darah : 6 mm/jam (N : 0 – 10 mm/jam)

Kimia Klinik

Glukosa darah puasa : 143 mg/dL (N : 80 – 120 mg/dL)

Ureum : 41 mg/dl (N : 15 – 39 mg/dl)

Creatinin : 0,9 mg/dl (N : < 1,1 mg/dl)

Klorida : 98 mmol/L (N : 98 - 108 mmol/L)

Kalium : 4,3 mmol/L (N : 3.6 – 5.5 mmol/L)

Natrium : 144 mmol/L (N : 130 – 155 mmol/L)

Sinus takikardia
Axis ke kiri
P Pulmonal
12

Susp right ventricular hypertropy

2.5 Diagnosis Sementara


PPOK eksaserbasi + efusi pleura kiri
13

2.6 Diagnosis Banding


1. Tuberkulosis + efusi pleura kiri minimal

2. Pneumonia + efusi pleura kiri minimal

3. Asma + efusi pleura kiri minimal

4. Gagal jantung + efusi pleura kiri minimal

5. Bronkitis +efusi pleura kiri minimal

2.7 Tatalaksana
Non Farmakologis:

Hindari pencetus eksaserbasi, berhenti merokok, aktivitas fisik, perbaiki


status gizi, vaksin influenza dan pneumokokus sebagai profilaksis

Farmakologis:

- Pemberian oksigen dititrasi dengan taget saturasi oksigen hingga 88-92%.

- Bronkodilator: inhalasi SABA (salbutamol, fenoterol 100 μg) tanpa SAMA

- Kotrtikosteroid: prednisone PO 40 mg selama 5 hari atau metilprednisolon


32 mg dalam bentuk IV, berikan metil prednisolone 3x30 mg sampai bisa
ke sediaan oral

- Antibiotik: diindikasikan pada pasien PPOK eksaserbasi dengan 3 gejala


cardinal. Pilihan antibiotic disesuaikan pola mikroba dan resistensi
setempat. Antibiotik dapat diberikan golongan beta lactam dan inhibitor
beta-lactamase (ko-amoksiklav PO 2x875 mg selama 5 hari), kuinolon
(levofloxacin PO 1x500 mg selama 5 hari), atau makrolid (azitromisin 500
mg pada hari pertama diikuit 250 mg/hari selama 4 hari

2.8 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad malam
Quo ad Functionam : Dubia ad malam
Quo ad Sanationam : Dubia ad malam
14

2.9 Rencana Pemeriksaan


• Tes spirometri

2.10 Follow up

Follow up tanggal 10 Mei 2023 pukul 09.00 WIB

S : Sesak ada muncul saat beraktivitas, batuk ada, berdahak, demam tidak
ada
O : Sens = Compos Mentis
RR = 27 x/menit T = 36,6º C NRS = 2
TD = 120/70mmHg N = 92 x/menit SpO2= 99%
Kepala = Konj. Palpebra pucat (+/+), Sklera Ikterik (-/-)
Leher = JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid(-)
Thorax = Cor = BJ I/II Reguler. Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Bentuk dada barrel chest, sela iga melebar (+), hipersonor saat
dilakukan perkusi, Vesikuler lapang paru menurun, Ronkhi (-/-), Wheezing (-
/-)
Abdomen = datar, lemas, BU (+) normal, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, shifting dullness (-), timpani
Ekstremitas = palmar pucat tidak ada, edema pretibial (-/-), akral hangat (+)
clubbing finger pada tangan (+)

A :
● PPOK
● Efusi Pleura

P :
Nonfarmakologis Farmakologis
Hindari ● Pemberian oksigen dititrasi dengan taget
pencetus saturasi oksigen hingga 88-92%.
15

eksaserbasi, ● Bronkodilator: inhalasi SABA


berhenti merokok, (salbutamol, fenoterol 100 μg) tanpa
aktivitas fisik, SAMA
perbaiki status gizi,
● Kotrtikosteroid: prednisone PO 40 mg
vaksin influenza dan
selama 5 hari atau metilprednisolon 32 mg
pneumokokus
dalam bentuk IV, berikan metil
sebagai profilaksis
prednisolone 3x30 mg sampai bisa ke
sediaan oral

● Antibiotik: diindikasikan pada pasien


PPOK eksaserbasi dengan 3 gejala
cardinal. Pilihan antibiotic disesuaikan
pola mikroba dan resistensi setempat.
Antibiotik dapat diberikan golongan beta
lactam dan inhibitor beta-lactamase (ko-
amoksiklav PO 2x875 mg selama 5 hari),
kuinolon (levofloxacin PO 1x500 mg
selama 5 hari), atau makrolid (azitromisin
500 mg pada hari pertama diikuit 250
mg/hari selama 4 hari

Follow up tanggal 11 Mei 2023 pukul 7.10 WIB

S : Sesak ada muncul saat beraktivitas, batuk ada, berdahak, demam


tidak ada
O : Sens = Compos Mentis
RR = 24 x/menit T = 37,1º C NRS = 2
TD = 110/70mmHg N = 102 x/menit SpO2= 97% room air
Kepala = Konj. Palpebra pucat (+/+), Sklera Ikterik (-/-)
Leher = JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid(-)
16

Thorax = Cor = BJ I/II Reguler. Murmur (-), Gallop (-)


Pulmo = Bentuk dada barrel chest, sela iga melebar (+), hipersonor saat
dilakukan perkusi, Vesikuler lapang paru menurun, Ronkhi (-/-), Wheezing (-
/-)
Abdomen = datar, lemas, BU (+) normal, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, shifting dullness (-), timpani
Ekstremitas = palmar pucat tidak ada, edema pretibial (-/-), akral hangat (+)
clubbing finger pada tangan (+)

A :
● PPOK
● Efusi pleura

P :
Nonfarmakologis Farmakologis
Hindari ● Pemberian oksigen dititrasi dengan taget
pencetus saturasi oksigen hingga 88-92%.
eksaserbasi,
● Bronkodilator: inhalasi SABA (salbutamol,
berhenti merokok,
fenoterol 100 μg) tanpa SAMA
aktivitas fisik,
perbaiki status ● Kotrtikosteroid: prednisone PO 40 mg

gizi, vaksin selama 5 hari atau metilprednisolon 32 mg

influenza dan dalam bentuk IV, berikan metil

pneumokokus prednisolone 3x30 mg sampai bisa ke

sebagai profilaksis sediaan oral

● Antibiotik: diindikasikan pada pasien


PPOK eksaserbasi dengan 3 gejala cardinal.
Pilihan antibiotic disesuaikan pola mikroba
dan resistensi setempat. Antibiotik dapat
diberikan golongan beta lactam dan
17

inhibitor beta-lactamase (ko-amoksiklav


PO 2x875 mg selama 5 hari), kuinolon
(levofloxacin PO 1x500 mg selama 5 hari),
atau makrolid (azitromisin 500 mg pada
hari pertama diikuit 250 mg/hari selama 4
hari
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

5.1 PPOK
3.1.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru-
paru yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara progresif dan
kerusakan jaringan.1 PPOK adalah kondisi paru yang ditandai dengan
gejala pernapasan kronis yaitu dispnea (sesak), batuk, produksi
sputum) akibat kelainan dari saluran nafas (bronkitis, bronkiolitis)
dan/atau kerusakan pada alveolus (emfisema) yang berlangsung
menetap, progresif, dan terjadi kerusakan pada aliran udara.
Peradangan kronis menyebabkan penyempitan saluran napas dan
penurunan rekoil paru.2 PPOK disebabkan karena paparan partikel
atau gas berbahaya.3
3.1.2 Epidemiologi
Menurut WHO, PPOK merupakan penyebab kematian terbanyak
ketiga di dunia, menyebabkan 3,23 juta kematian pada tahun 2019.
90% kematian PPOK terjadi pada seorang yang telah berusia kurang
dari 70 tahun yang terjadi di negara berkembang.4 Prevalensi PPOK
meningkat pada perokok (70% kasus PPOK terjadi karena perokok)
dan seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun. PPOK menjadi
penyebab morbiditas dan mortalitas ketiga terbanyak di dunia.1
Prevalensi pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita. Penelitian
tahun 2013 pada perokok >40 tahun menunjukkan prevalensi PPOK
di DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat adalah 5,4% di perkotaan dan
7,2% di pedesaan. 3
3.1.3 Faktor Risiko
Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih
tinggi untuk mengalami PPOK, kelompok tersebut adalah :3,8

18
19

1. Merokok: merokok merupakan faktor risiko utama PPOK.


2. Lingkungan: hal ini terjadi karena paparan polusi jangka
panjang, asap kimia dan debu dari lingkungan atau tempat
kerja, asap dari masakan rumah dan bahan bakar pemanas
tanpa ventilasi dan asap rokok atau asap dari perokok aktif
meningkatkan risiko PPOK
3. Tumbuh kembang: gangguan tumbuh kembang paru yang
dipengaruhi oleh berat badan lahir dan riwayat penyakit
infeksi paru saat masih bayi meningkatkan risiko PPOK
4. Infeksi: kondisi penyakit immunodefisiensi (HIV) dan
riwayat tuberculosis meningkatkan risiko PPOK
5. Usia dan jenis kelamin: pasien dengan usia lebih dari 40 tahun
meningkatkan risiko dan laki-laki lebih berisiko mengalami
PPOK.
6. Komorbiditas: 1 dari 5 orang yang menderita PPOK
menderita asma dan hiperaktivitas saluran napas
7. Genetik: defisiensi alfa-1 antitripsin (AAT)
3.1.4 Etiologi
Beberapa faktor berperan dapat menyebabkan terjadinya PPOK.
PPOK terjadi karena paparan pajanan asap rokok dan partikel
berbahaya yang terus menerus sehingga menyebabkan inflamasi
kronis saluran nafas. Inflamasi kronis pada saluran nafas
menyebabkan perubahan pada struktural, kerusakan dan penyempitan
saluran napas (bronkitis dan bronkiolitis).2 Peradangan ini
menghancurkan silia. Silia berguna untuk membuang debu dan kuman
dari udara luar yang terperangkap pada saluran napas untuk mencegah
kuman sampai ke paru-paru.6 Peradangan pada alveolus karena
paparan zat berbahaya menyebabkan destruksi pada parenkim paru

19
20

(emfisema, yang mengurangi daya rekoil dan elastis normal parenkim


paru).2,3

Gambar 1. Kerusakan pada alveolus.6

Gambar 2. Kerusakan pada jalan nafas.6

20
21

3.1.5 Patofisiologi
PPOK terjadi karena paparan zat rokok dan polutan berbahaya
lainnya dalam jangka panjang yang menyebabkan terjadinya respon
pada sistem imun pada saluran nafas. Respon ini menyebabkan
inflamasi pada saluran nafas. Inflamasi memicu datangnya neutrofil
ke bronkiolus dan alveolus sehingga meningkatkan enzim neutrophil
etalase dan matrix metalloproteinase yang mendegradasi. Akibatnya
elastisitas pada paru hilang. Karena elastisitas berkurang, compliance
paru meningkat. Akibatnya akan terjadi peningkatan volume residu
dan terjadi air trapping (udara tidak dapat keluar karena hilangnya
elastisitas pada paru sehingga saluran udara tidak dapat terbuka) dan
gangguan difusi gas (kerusakan pada dinding alveolus).2

Gambar 3. Patofisologi PPOK10

21
22

3.1.6 Klasifikasi
PPOK diklasifikasikan berdasarkan penilaian hambatan saluran
nafas menggunakan persentase FEV1 terhadap FEV1 prediksi untuk
menentukan klasifikasi GOLD 1, 2, 3, 4.5

Gambar 4. Penilaian hambatan saluran nafas dengan FEV15


Setelah dinilai hambatan saluran nafas selanjutnya nilai gejala
atau risiko eksaserbasi dari dengan penentuan skor COPD assessment
test (CAT) dan Modified Medical Research Council (mMRC) untuk
menentukan grup A, B, C, D.

Gambar 5. Skor dispnea mMRC5

22
23

Gambar 6. Uji penilaian CAT5

Gambar 7. Penilaian gejala atau risiko eksaserbasi PPOK5

23
24

Kriteria PPOK eksaserbasi berdasarkan 3 gejala cardinal yaitu


sputum berubah warna, sputum bertambah banyak dan sesak yang
semakin memberat. PPOK eksaserbasi diklasifikasikan sebagai
berikut:3

1. Eksaserbasi berat ditandai dengan ada tiga gejala cardinal


2. Eksaserbasi sedang terdapat dua dari tiga gejala cardinal
3. Eksaserbasi ringan terdapat satu dari tiga gejala cardinal
dengan satu gejala tambahan yaitu infeksi saluran napas > 5
hari, demam tanpa sebab, batuk semakin banyak, mengi,
peningkatan laju nafas dan peningkatan tekanan darah lebih
20% nilai normal
3.1.7 Diagnosis
Diagnosis PPOK didapatkan pada anamnesis berupa gejala
dispnea (sesak) yang progresif setiap saat, sesak dirasakan memberat
ketika beraktivitas dan sesak bersifat persisten (menetap), batuk lama
(batuk kronis) yang dapat terjadi hilang timbul, batuk dapat dirasakan
dengan mengi, produksi sputum berlebih, riwayat infeksi saluran
nafas bawah, riwayat pajanan (riwayat merokok, dan riwayat terpapar
bahan polutan yang berbahaya) dan riwayat penyakit infeksi
pernapasan saat bayi.5
Hal yang diperlukan dalam menegakkan PPOK dengan tes
spirometri. Apabila diperoleh FEV1/FVC <0,7 atau FEV1 <12%
menandakan adanya keterbatasan aliran udara persisten (kapasitas
fungsi paru mengalami penurunan). Spirometri adalah pemeriksaan
yang dilakukan untuk mengukur secara objektif kapasitas atau fungsi
paru pada pasien dengan suatu indikasi medis, untuk mengetahui ada
tidaknya gangguan yang terjadi pada paru-paru dan saluran
pernapasan.5
Pemeriksaan lain yang digunakan adalah rontgen thoraks.
Rontgen thorax dilakukan untuk mencari apakah ada emfisema yang
menjadi penyebab utama PPOK. Gambaran khas lainnya pada PPOK

24
25

ditemukan hyperairasi pada paru dengan gambaran paru berwarna


hitam. Rontgen thorax dilakukan juga untuk menyingkirkan masalah
paru lainnya seperti gagal jantung. Pemeriksaan CT scan dapat
dilakukan untuk mendeteksi emfisema.9

3.1.8 Diagnosis Banding


PPOK terjadi pada usia golongan tua, gejala yang terjadi secara
perlahan dan progresif. PPOK paling sering terjadi pada orang dengan
riwayat perokok aktif maupun pasif. Berikut diagnosis banding dari
PPOK adalah:5

1. Asma: onset kejadian pada golongan muda (saat usia anak-


anak), gejala sangat bervariasi dari hari ke hari, gejala asma
memberat saat malam dan pagi. Asma dapat disertai alergi,
rhinitis dan eczema. Asma
2. Gagal jantung kongestif: pada gambaran rontgen thorax
terdapat pembesaran jantung, dan terlihat volume restriksi,
bukan obstruksi nafas
3. Bronkiektasis: umumnya didapatkan sputum purulen yang
banyak dan disertai infeksi bakteri
4. Obliterative bronkitis: umumnya terjadi pada golongan muda,
terjadi karena komplikasi transplantasi paru-paru, terjadi
bukan pada perokok.
3.1.9 Terapi dan Pencegahan
1. Non Farmakologi
Prinsip pengobatan penyakit PPOK adalah cegah sebelum
terjadi perburukan. Cara paling efektif untuk mencegah PPOK
adalah berhenti merokok dan menghindari polusi zat-zat
berbahaya di lingkungan atau di tempat kerja yang dapat
meningkatkan risiko terkena PPOK.6

25
26

Rehabilitasi paru perlu dilakukan karena terjadi penurunan


kapasitas fungsi pada pasien PPOK. Caranya adalah mulai
lakukan aktivitas fisik untuk memperbaiki kualitas hidup. Status
nutrisi perlu dijaga. Karena PPOK merupakan penyakit kronis
disarankan untuk vaksin pneumokokus dan influenza yang
tujuannya agar mengurangi kejadian eksaserbasi pada PPOK.3,5

Gambar 8. Terapi non farmakologi PPOK5


2. Farmakologi
Salah satu tujuan pengobatan PPOK adalah meredakan
gejala, dan meningkatkan kualitas hidup. Untuk jangka Panjang
pengobatan PPOK dilakukan untuk memperlambat progresivitas
penyakit dan mencegah eksaserbasi.5
1. Bronkodilator
Bronkodilator dapat meningkatkan FEV1 dan atau
merubah pada spirometri. Bronkodilator selalu
digunakan untuk mencegah dan mengurangi gejala pada
PPOK. Contoh bronkodilator adalah beta agonis. Prinsip
kerja dari beta agonis adalah relaksasi otot polos
pernapasan dengan menstimulasi reseptor beta
adrenergik yang akan meningkatkan cyclic AMP dan
menyebabkan pelebaran pada bronkus (bronkodilatasi).
Ada dua macam kerja obat yaitu short-acting beta

26
27

agonist (SABA) dan long-acting beta agonist (LABA).


Efek dari penggunaan SABA terjadi dalam waktu 4-6
jam. Sedangkan efek dari penggunaan LABA lebih lama
yaitu terjadi dalam waktu 12 jam atau lebih.
2. Antimuskarinik
Prinsip kerja antimuskarinik dengan memblok efek
bronkokonstriktor dari asetilkolin di M3 reseptor
muskarinik yang diekspresikan ke otot polos saluran
pernapasan menimbulkan efek bronkodilator jalan nafas.
Ada dua macam kerja obat yaitu short-acting
antimuscarinic (SAMA) dan long-acting antimuscarinic
(LAMA).
3. Methylxantine
4. Kombinasi bronkodilator terapi
5. Kortikosteroid inhalasi (ICS)
Mengurangi respon inflamasi saluran nafas terhadap
alergen.
Terapi farmakologi PPOK dibagi menjadi dua yaitu terapi
farmakologi pada PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi.5
1. Terapi pada PPOK stabil
Tujuan pengobatan PPOK stabil untuk mengurangi gejala,
menurunkan risiko dan keparahan serangan/eksaserbasi, serta
meningkatkan kualitas hidup pasien. Pengobatan awal PPOK
didasarkan pada gejala dan periode serangan menggunakan
skema ABCD. Kriteria PPOK stabil yaitu pasien tidak dalam
kondisi gagal napas akut, dahak berwarna jernih, aktivitas
terbatas tidak disertai sesak, penggunaan bronkodilator sesuai
rencana pengobatan, tidak menggunakan bronkodilator
tambahan.

27
28

a. Terapi PPOK grup A: berikan bronkodilator (kerja


pendek, kerja Panjang), evaluasi efeknya, lanjutkan bila
ada perbaikan pada gejala
b. Terapi PPOK grup B: berikan bronkodilator jangka
panjang (LABA atau LAMA) jika gejala tetap ada berikan
kedua bronkodilator sekaligus. Jika gejala belum
berkurang evaluasi kemungkinan penyebab lainnya
(penyakit kardiovaskuler dan kanker paru)
c. Terapi PPOK grup C: berikan bronkodilator jangka
panjang tunggal (LAMA atau LABA). LAMA lebih baik
dibanding LABA dalam mencegah eksaserbasi. Jika
gejala tetap ada berikan LAMA+LABA atau LABA+ICS
d. Terapi PPOK grup D: terapi awal menggunakan LAMA,
namun jika CAT ≥20 berikan kombinasi LAMA dan
LABA. Alternatif lainnya jika ditemukan eosinofil ≥300
sel/μL dapat diberikan kombinasi LABA+ICS. Jika tidak
ada respon berikan triple therapy LABA+LAMA=ICS.
Jika gejala masih memberat pertimbangkan pemberian
azitromisin jika pasien dulu merokok, dan roflumilast jika
FEV1 <50%.

Gambar 9. Terapi farmakologi PPOK5

28
29

Apabila ada respon baik dengan pengobatan awal, maka


pengobatan dilanjutkan. Apabila tidak membaik,
pertimbangkan kebutuhan untuk mengatasi sesak nafas atau
mencegah eksaserbasi lebih lanjut
2. Terapi pada PPOK eksaserbasi
Gejala eksaserbasi yaitu sesak bertambah berat, produksi
sputum meningkat dan perubahan warna sputum.
a. Sesak nafas
Pasien yang mengalami sesak nafas menetap dapat
diberikan bronkodilator kerja panjang monoterapi,
penggunaan 2 bronkodilator direkomendasikan. Apabila
penggunaan 2 bronkodilator tidak ada perbaikan, balikan
penggunaan bronkodilator monoterapi.
Pasien dengan sesak yang menetap dapat diberikan
kombinasi LABA dan ICS, dapat diberikan LAMA.
Sebagai alternatif, dapat dipertimbangkan penggantian
kombinasi LABA dan ICS dengan kombinasi LABA dan
LAMA apabila terdapat ketidaktepatan indikasi
penggunaan ICS (sebagai contoh, ICS digunakan untuk
mengatasi gejala tanpa adanya riwayat eksaserbasi,
kurangnya respon dari penggunaan ICS atau adanya efek
samping ICS).
Adanya sesak karena penyakit lain harus dicari lebih
dalam serta Teknik inhalasi dan kepatuhan pasien harus
pertimbangkan sebagai respon terapi tidak adekuat
b. Eksaserbasi
Pasien dengan eksaserbasi dapat diberikan
monoterapi LABA atau LAMA. kombinasi LABA dan
LAMA atau LABA dan ICS dapat diberikan pada pasien
dengan riwayat asma. Jumlah eosinofil darah tinggi dapat
digunakan ICS karena berespon baik dengan ICS.

29
30

Pemberian LABA dan LAMA diperbolehkan untuk


mengatasi eksaserbasi. Apabila eosinofil ≥100 sel/μL
dapat diberikan tambahan ICS. Apabila eosinofil <100
sel/μL dapat diberikan roflumilast atau azithromycin.
Pasien yang masih mengalami eksaserbasi dengan
kombinasi triple therapy dapat diberikan roflumilast jika
FEV1<50%. Penambahan makrolida atau azitromisin
dapat diberikan, terutama pada mereka yang mantan
perokok. Penghentian pemberian ICS apabila efikasi
berkurang. Namun jika pasien dengan jumlah eosinofil
>300 sel/μL ICS tetap diberikan.

Gambar 10. Follow up terapi PPOK5

3.1.10 Prognosis
Beberapa yang menjadi indikator prognosis PPOK adalah FEV1,
tingkat respons jalan nafas, IMT rendah, infeksi HIV, penurunan

30
31

kapasitas olahraga, peningkatan CRP, dan emfisema pada


pemeriksaan CT.5
3.1.11 Komplikasi3
1. Pneumothoraks: risiko sekitar 20-60% pada pasien PPOK
2. Aritmia: dua kali lebih berisiko daripada pasien tanpa PPOK
3. Cor-pulmonale: 28,7% pada pasein PPOK
4. Malnutrisi: 25-40% pada pasien PPOK
3.1.12 SNPPDI
Standar kompetensi PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi adalah
3B, yaitu lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan
penunjang dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan darurat
demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau
kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan usulan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.7

Gambar 11. SNPPDI PPOK7

31
32

BAB IV
ANALISIS KASUS

Sejak 1 tahun yang lalu, pasien mengeluhkan sesak yang terjadi secara
terus-menerus. Sesak terjadi saat melakukan aktivitas kecil dan menghilang
saat istirahat. Sesak dirasakan seperti terhimpit. Sesak tidak dipengaruhi oleh
posisi. Pasien juga mengeluhkan batuk. Batuk dirasakan hilang timbul. Batuk
disertai dengan dahak berwarna jernih. Pasien juga mengeluhkan demam
yang hilang timbul. Pasien mengobati demam dengan minum obat
paracetamol. Pasien tidak mengeluhkan masalah makan dan minum. Pasien
tidak mengeluhkan saat BAK dan BAB. Pasien pernah dirawat selama 4 hari
karena keluhan sesak yang dialami. Saat pulang, pasien diresepkan obat dan
setiap bulan harus mengambil obat yang sudah diresepkan dari dokter, namun
resep yang diberikan hilang sehingga pasien tidak berobat lagi.
Sejak 2 bulan SMRS, pasien mengeluhkan sesak dirasakan semakin
memberat. Sesak masih dirasakan walaupun sudah beristirahat. Pasien
mengeluhkan batuk dengan dahak berwarna putih. Pasien memutuskan untuk
pergi ke bidan dekat rumah untuk diberikan pengobatan. Pasien mendapatkan
pil grafalin. Pasien mengkonsumsi pil tersebut saat sesak. Sesak berkurang
dengan pil yang diberikan. Namun, efeknya hanya sebentar karena pasien
masih merasakan sesak walaupun saat beristirahat, akhirnya pasien berobat
ke IGD RSUD Siti Fatimah.
Sejak 27 tahun yang lalu, pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok
dan sudah berhenti saat pasien mulai sakit. Pasien juga memiliki pekerjaan
petani yang sehari-hari menggunakan mesin uap yang selalu terhirup setiap
harinya. Pasien bekerja menjadi petani selama 20 tahun.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran compos mentis, dengan
tanda vital dalam batas normal, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 102 denyut
per menit, laju pernapasan 24x/menit, SpO2 97% dan temperature 37,1⁰C,
IMT 18,36 kg/m² (underweight). Pada pemeriksaan fisik kepala didapatkan
sklera ikterik (-), konjungtiva pucat (+), lidah sianosis (+). Pada pemeriksaan

32
33

thoraks didapatkan bentuk dada abnormal (barrel chest), sela iga melebar,
terdapat retraksi dinding dada dan tipe pernapasan abdominal torakal. Pada
perkusi diperoleh hipersonor pada seluruh lapang paru. Batas paru lambung
linea aksilaris anterior ICS VII. Batas paru hepar linea aksilaris anterior ICS
VII. Pada auskultasi didapatkan bunyi vesikular lapang paru menurun, rhonki
tidak ada. Jantung dalam batas normal dan pada pemeriksaan abdomen
didapatkan datar, bising usus normal (+), nyeri tekan (-), shifting dullness (-
). Pada ekstremitas atas didapatkan akral hangat dengan clubbing finger pada
jari. Pada ekstremitas bawah akral hangat, CRT <2 detik.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
disimpulkan bahwa pasien PPOK, dengan efusi pleura.
Dari anamnesa pasien mengalami sesak yang tidak dipengaruhi oleh
aktivitas. Sesak terjadi akibat obstruksi saluran nafas dan parenkim paru
karena inflamasi kronis. Inflamasi kronis pada saluran nafas menyebabkan
dinding pada bronkus menjadi merah, bengkak dan berlendir. Lendir ini yang
menyumbat saluran napas dan membuat bernapas menjadi lebih sulit. Lendir
yang banyak ini akan menyebabkan batuk. Kerusakan pada parenkim paru
membuat alveolus semakin sedikit di dalam paru-paru. Akibatnya oksigen
yang harusnya bergerak ke alveolus dan bertukar dengan karbon dioksida
tidak berjalan dengan lancar. Hal ini menyebabkan difusi oksigen tidak
berjalan dengan baik.
Pada pemeriksaan fisik paru, dada pasien tampak seperti tong (barrel
chest). Hal ini terjadi karena kerusakan pada paru sehingga udara yang masuk
ke paru sulit untuk keluar karena penyempitan saluran napas dan gangguan
difusi pada parenkim paru. Akibatnya udara akan terperangkap di paru dan
terbentuk gambaran barrel chest pada dada pasien. Udara yang terperangkap
pada paru membuat paru menjadi besar dan sela iga akan melebar. Sianosis
sentral pada lidah, konjungtiva palpebra pucat dan clubbing finger pada
tangan merupakan tanda oksigen pada jaringan yang rendah dikarenakan
kurangnya suplai oksigen.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Agarwal AK, Raja A, Brown BD. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD).
PubMed. Published online August 8, 2022.
2. GOLD. Gobal Initiative For COPD Global Strategy For The Diagnosis,
Management, And Prevention of COPD (2023 REPORT).; 2022.
www.goldcopd.org
3. Liwang F, Yuswar PW, Wijaya E, Sanjaya NP. Kapita Selekta Kedokteran Jili 1
Edisi Ke-5.; 2020.
4. WHO. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Published 2023. Accessed
May 14, 2023. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/chronic-
obstructive-pulmonary-disease-(copd)
5. GOLD. Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention A Guide
for Health Care Professionals.; 2020. www.goldcopd.org
6. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD): Overview - InformedHealth.org -
NCBI Bookshelf. Published 2022. Accessed May 14, 2023.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK315789/
7. Kedokteran Indonesia K. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia.;
2019.
8. COPD - Causes and Risk Factors. NHLBI. Published 2022. Accessed May 14, 2023.
https://www.nhlbi.nih.gov/health/copd/causes
9. Mayo Clinic. COPD Diagnosis and treatment. Published 2020. Accessed May 13,
2023. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/copd/diagnosis-
treatment/drc-20353685
10. Hikichi M, Mizumura K, Maruoka S, Gon Y. Pathogenesis of chronic obstructive
pulmonary disease (COPD) induce by cigarette smoke. Published online 2019.

3
4

Anda mungkin juga menyukai