Komitmen kembali ke Indonesia, rencana pasca studi, dan
rencana kontribusi di Indonesia
Bahasa daerah di Indonesia memiliki banyak ragam
dan keunikannya sendiri-sendiri. Contohnya, Bahasa Jawa di Indonesia memiliki tiga dialek induk, diantaranya adalah Bahasa Jawa Tengahan, Wetanan, dan Kulonan (Hatley 1984; Nothofer 1980; Nothofer 2006; Ras 1985 dalam Yannuar, 2019). Saya tinggal di Malang, Jawa Timur selama dua puluh tahun dan merupakan penutur asli Bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang digunakan di Malang adalah dialek Kulonan, dan pada akhirnya berkembang menjadi satu aksen sendiri, yaitu Bahasa Jawa Malangan. Bahasa Jawa Malangan sendiri juga merupakan bentuk bahasa yang sangat unik dan memiliki berbagai macam kosakata serta konotasi bahasa yang berbeda dengan bahasa Jawa variasi lain. Adapun hal yang ikonik dari Bahasa Jawa khas Malang adalah Basa Walikan yang merupakan ciri khas dari Bahasa Jawa Malangan dan merupakan penanda universal Arek Malang di seluruh Indonesia. Indonesia adalah negara pemilik bahasa daerah terbanyak ke-2 di dunia. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019, terdapat 801 bahasa daerah di Indonesia. Keberagaman bahasa di Indonesia merupakan salah satu identitas negara yang harus dilestarikan dan merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Namun, beberapa dekade terakhir terdapat fenomena yang cukup mengkhawatirkan berkenaan dengan bahasa daerah di Indonesia. Dari hasil validasi vitalitas bahasa hingga tahun 2019, 11% dari bahasa daerah di Indonesia dinyatakan punah, dan 52% mengarah kepada kepunahan (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, 2020). Angka ini akan bisa menjadi lebih baik atau sebaliknya, tergantung pada upaya pelestarian bahasa daerah di Indonesia. Kemerosotan penggunaan bahasa di Indonesia di dukung oleh berbagai macam faktor. Faktor yang utama ialah berkurangnya regenerasi penutur asli (native speaker) bahasa tersebut (Tondo, 2009; Azhar, 2011; Darwis, 2011; Rosyid, 2013). Dengan tidak adanya penerus dalam penutur suatu bahasa, maka bahasa tersebut akan semakin jarang digunakan, dan akan terancam eksistensinya. Salah satu contohnya, adalah bahasa Tobati asli Papua, yang merupakan salah satu bahasa daerah yang mengalami kemunduran. Menurut para peneliti di Badan Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, bahasa Tobati jarang digunakan karena komunikasi di rumah masyarakat Tobati menggunakan bahasa Indonesia, dan bahasa tersebut tidak digunakan untuk sekolah maupun bekerja (Budiono et al., 2019). Selain itu, pengaruh paparan budaya barat melalui maraknya penggunaan sosial media seperti Tiktok, Instagram, dan Whatsapp juga mempengaruhi penggunaan bahasa di Indonesia. Salah satu contohnya adalah fenomena code-mixing atau percampuran bahasa. Code-mixing sering ditemui di berbagai macam bahasa seperti intervensi bahasa Inggris dan Bahasa Melayu Jakarta ke Bahasa Melayu Manado (Tondo, 2009). Namun contoh terbesar dari fenomena code-mixing di Indonesia adalah Bahasa Jaksel. Menurut sebuah penelitian oleh Jimmi dan Rafelia (2019), komunitas Jakarta Selatan, yang merupakan penutur asli Bahasa Indonesia, tengah menggunakan metode code- mixing Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris secara intra- sentential (di tengah kalimat) dan intra-leksikal (di tengah kata). Adapun hal lain yang menyebabkan kemerosotan suatu bahasa adalah minimnya inovasi pembelajaran bahasa. Salah satu contoh ada pada pembelajaran bahasa Jawa di tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Yogyakarta, dimana bentuk krama dalam Bahasa Jawa seperti krama madya dan inggil tidak memiliki media pembelajaran yang inovatif dan menarik, sehingga terjadi kemerosotan dalam penuturnya (Jarlit, 2005, dalam Aziz, 2020). Instrumen pembelajaran bahasa daerah di Indonesia selalu identik dalam bentuk karya sastra dan seni seperti puisi, cerita pendek, hingga seni pertunjukan. Ini merupakan salah satu media pelestarian bahasa daerah yang paling sering digunakan di Indonesia, karena lekatnya hubungan suatu bahasa daerah di Indonesia dengan budaya di dalamnya. Pada tahun 2019, Badan Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra telah melakukan proses revitalisasi bahasa Tobati asli Papua dengan menggunakan instrumen pengajaran melalui tarian, lagu, dialog, dan drama teatrikal. Hal ini dapat menjadi suatu inspirasi bagi proyek- proyek pelestarian selanjutnya. Contohnya, Balai Bahasa Jawa Timur telah meluncurkan buku cerita anak dwi-bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia sebagai sarana pengembangan bahasa daerah dan untuk mewujudkan pentingnya Bahasa Indonesia pada tahun 2022 silam (BBP Jatim, 2022). Selain itu, usaha yang serupa juga dilakukan Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan mengadakan sayembara untuk pembuatan buku cerita anak berbahasa Jawa pada tahun 2023 (Balai Bahasa DIY, 2023). Untuk mewujudkan suatu pemertahanan bahasa, harus ditumbuhkan suatu sikap bahasa oleh masyarakat. Sikap bahasa merupakan tata keyakinan atau kognisi terhadap suatu bahasa. Ciri sikap bahasa menurut Garvin dan Mathiot (dalam Komariyah et al. 2010) adalah kesetiaan bahasa (language loyalty), kebanggaan bahasa (language pride), kesadaran adanya norma bahasa (awareness to the norm), dan penggunaan bahasa (language use). Seorang pakar bahasa bernama Dr. Ahmar Mahboob dari Sydney University telah mengembangkan sebuah program bertajuk “Subaltern Linguistics”, yang merupakan program untuk mengembangkan sikap bahasa dengan interaksi di luar sekolah. Dalam timnya yang bernama Language Travels, Dr. Mahboob berhasil mengembangkan suatu bahasa daerah bernama Kristang di Kepulauan Malaka. Para anak-anak muda di komunitas tersebut bekerja sama menyusun bahan ajar untuk diajarkan kepada tim Language Travels. Setelah program Language Travels usai, komunitas Kristang telah menjadi mandiri dan membentuk program-program pelestarian bahasa mereka sendiri, menemukan manfaat dari bahasa mereka dengan menjadikannya suatu bentuk mata pencaharian. Berdasarkan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam melestarikan bahasa Indonesia, saya harap dapat ikut serta dalam upaya pelestarian tersebut dengan mengadopsi program Language Travels Dr. Mahboob dalam meningkatkan luaran produktivitas pembelajaran bahasa untuk bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Maka dari itu saya berencana untuk membuat program yang serupa, yaitu menciptakan suatu tim pengembangan bahasa daerah yang terdiri dari akademisi, praktisi, dan awak media untuk pergi ke berbagai macam komunitas daerah yang berisi penutur bahasa daerah tersebut. Komunitas tersebut akan diberi amanah untuk melakukan pembelajaran bahasa daerah kepada tim pengembang. Komunitas tersebut dapat berisikan anak-anak muda untuk mengajarkan bahasa daerah kepada tim pengembang melalui berbagai macam media. Adapun permasalahan yang akan dihadapi dengan program ini adalah kurangnya rasa percaya diri dalam komunitas penutur berbahasa daerah, serta dialek ragam bahasa daerah yang berbeda-beda. Untuk mengatasi persoalan ini, tim pengembangan bahasa daerah akan melakukan berbagai macam pembekalan seperti bengkel menulis karya sastra dan naskah drama, serta pembekalan linguistik untuk menyeragamkan suara serta penulisan kata-kata dalam bahasa daerah tersebut. Pasca pembekalan, para komunitas akan diberi tenggat waktu selama 3 bulan untuk mempersiapkan semua produk bahasa daerah untuk dipresentasikan kepada tim pengembang bahasa daerah. Setelah program selesai, komunitas tersebut akan diberi dana untuk pengembangan produk tersebut dan dapat digunakan untuk upaya pelestarian bahasa daerah secara mandiri, seperti pemasaran buku cerita anak dalam bahasa daerah, hingga pengembangan sanggar untuk drama teatrikal bahasa daerah. Selain itu, komunitas wajib memberikan luaran berupa teks, seperti buku anak, puisi, atau drama teatrikal, dimana teks luaran tersebut dapat digunakan oleh tim pengembangan bahasa daerah dalam penelitian bahasa daerah lanjutan, seperti seperti patologi pertuturan (speech pathology), analisa berbasis korpus (corpus-based analysis) hingga pemrograman neurolinguistik (neurolinguistic programming). Sebagai program tambahan, saya juga akan memberdayakan para penutur bahasa dengan kemampuan bilingual bahasa daerah dan bahasa Indonesia atau Inggris dengan program penerjemahan karya sastra bahasa daerah. Program ini terinspirasi dari Balai Bahasa Jatim yang telah menelurkan buku anak dwi-bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Tujuan dari kelas ini adalah menjembatani bahasa daerah dengan bahasa yang memiliki nilai guna tinggi, seperti bahasa Indonesia dan Inggris, mengenalkan budaya bahasa daerah, memperluas persebaran bahasa daerah, serta membuka prospek lapangan pekerjaan bagi para penutur bahasa daerah. Adapun pembelajaran kelas yang akan dilakukan adalah kiat penerjemahan dari bahasa sumber (Source) dan bahasa sasaran (Target), serta pembelajaran pemakaian CAT (Computer-Assisted Translation). Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan ilmu- ilmu Linguistik Terapan dari Monash University, Australia. Sebagai bagian dari Group of Eight, yang merupakan delapan universitas riset terbaik di Australia, mata kuliah dalam program Magister Linguistik Terapan di Monash University memiliki kualitas yang tinggi dan sangat berguna dalam usaha penelitian saya terhadap bahasa daerah di Indonesia. Fokus penelitian linguistik Monash University mengarah kepada budaya dan bahasa Austronesia (Indonesia dan Oseania), analisa naratif antar bahasa (cross-linguistic narrative analysis), komunikasi interkultural, serta dokumentasi dan analisis bahasa daerah yang terancam punah. Segala ranah penelitian tersebut akan sangat berguna untuk pelestarian bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Sebagai bagian Group of Eight Australia, mata kuliah dalam program Magister Linguistik Terapan di Monash University memiliki kualitas yang tinggi dan sangat berguna dalam usaha penelitian saya terhadap bahasa daerah di Indonesia. Kajian utama program Magister Linguistik Terapan di Monash University yang berisi tentang bahasa dan masyarakat multikultural serta komunikasi interkultural adalah mata kuliah yang mendukung akan keberhasilan program pembelajaran bahasa daerah di Indonesia dengan memperkenalkan teori-teori komunikasi antar budaya. Lalu, penerapan teori tersebut akan dilakukan melalui kajian terapan dan kajian khusus lanjutan yang akan berisi mata kuliah seperti simulasi komunikasi lanjutan, integrasi bahasa dan konten dalam program berbasis konten, dan penataan tim multikultural. Sebuah perubahan memerlukan batu pijakan. Maka dari itu, saya akan membagi rencana kontribusi saya menjadi dua, yaitu dalam jangka waktu pendek dan jangka Panjang. Seusai studi saya, saya akan mulai memperkenalkan konsep tim pengembangan bahasa daerah kepada para praktisi dan akademisi peneliti bahasa di kota kediaman saya, Malang. Lalu, tim pengembangan akan segera membuat sosialisasi mengenai program tersebut dan mengundang sebuah komunitas yang terdiri dari para anak muda yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda untuk menyiapkan bahan ajar bahasa daerah dan keunikannya. Salah satunya adalah Basa Walikan Malangan, yang merupakan sorotan keunikan budaya Malang tersendiri. Tim pengembang akan menarget suatu komunitas di Malang yang terdiri dari praktisi bahasa, desainer grafis, serta pelaku seni pertunjukan untuk membuat karya-karya yang akan dipresentasikan kepada tim pengembang. Setelah program usai, komunitas akan diberi dana pengembangan untuk melanjutkan pelestarian secara mandiri ke masyarakat awam, dan turis-turis mancanegara. Luaran dari komunitas yang berbentuk teks akan diberikan kepada para tim pengembang untuk diteliti secara lebih lanjut melalui metode penelitian linguistik. Program ini akan berjalan selama tiga bulan agar komunitas dapat mempersiapkan bahan ajar dengan baik. Dalam jangka panjang, akan dilakukan program serupa dengan bahasa-bahasa daerah lainnya, dengan harapan untuk mengurangi persentase kemunduran bahasa daerah dalam waktu lima tahun kedepan. Bahasa daerah merupakan warisan budaya yang tak lekang oleh waktu. Maka dari itu, kita sebagai bangsa Indonesia wajib mempertahankannya. Saya harap dengan menjadi kandidat beasiswa LPDP, saya dapat menjadi agen perubahan yang dapat melestarikan serta mengembangkan bahasa daerah di Indonesia, yang tetap menjaga orisinalitas bahasa daerah, melalui cara-cara baru serta inovatif agar membuka peluang bagi anak-anak bangsa untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada dunia. Daftar Pustaka Antara News. (2023). Kemendikbudristek revitalisasi 71 bahasa daerah di Indonesia. https://www.antaranews.com/berita/3467487/kemendikbudri stek-revitalisasi-71-bahasa-daerah-di-indonesia. Dilansir tanggal 16 Juni 2023 Azhar. I. N. (2011). Saat-Saat Kritis Bahasa Cia-Cia. Prosodi. Vol. 5(2). Aziz, G. (2020). Penggunaan Bahasa Jawa Krama Inggil dalam Kehidupan Sehari-Hari yang Hampir Luntur. Balai Bahasa DIY. (2023). Sayembara Penulisan Cerita Anak Berbahasa Jawa. https://balaibahasadiy.kemdikbud.go.id/laman/sayembara- penulisan-cerita-anak-berbahasa-jawa-tahun-2023/. Diakses tanggal 4 Juli 2023. Balai Bahasa Jawa Timur. (2022). BBP Jatim Luncurkan Buku Terjemahan Cerita Anak Berbahasa Daerah-Bahasa Indonesia. https://balaibahasajatim.kemdikbud.go.id/2022/11/29/bbp- jatim-luncurkan-buku-terjemahan-cerita-anak-berbahasa- daerah-bahasa-indonesia/. Diakses tanggal 4 Juli 2023. Budiono, S. & Luthfiah, D. (2019). Revitalisasi Bahasa Tobati Berbasis Sekolah di Kota Jayapura. Jakarta. Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Jimmi, Jimmi & Davistasya, R. (2019). Code-Mixing in Language Style of South Jakarta Community Indonesia. Premise: Journal of English Education. 8. 193. 10.24127/pj.v8i2.2219. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2020). Gambaran Kondisi Vitalitas Bahasa Daerah di Indonesia. Tangerang Selatan. Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Komariyah, S & Ruriana, P. (2010). Bentuk-bentuk Pemertahanan Bahasa Jawa di Suriname. Seminar Nasional Pemertahanan Bahasa Nusantara. Mahboob, A. & Cheng, L. (in preparation). Chapter 2: What is subaltern linguistics. In A.Mahboob & L. Cheng, Doing Subaltern Research & Education. Publisher details to follow. Rosyid. M. (2013). Punahnya Bahasa di Tengah Usaha Mengeksiskan Aksara Nusantara. Arabia. Vol. 5 (1). Tondo, F.H. (2009). Kepunahan Bahasa-Bahasa Daerah: Faktor Penyebab dan Implikasi Etnolinguistis. Jurnal Masyarakat & Budaya. Vol. 11 (2). Yannuar, Nurenzia. (2019). Bòsò Walikan Malangan: Structure and development of a Javanese reversed language. [Doctoral dissertation, Leiden University]. LOT Dissertation Series.