Salah satu harapan yang tersisa dari rapuhnya dan rentannya bahasa
daerah yaitu masih ada beberapa bahasa daerah dengan penutur
diatas satu juta jiwa, bahkan berpuluh-pulu juta jiwa. Hal ini
sebenarnya menjadi sebuah refleksi bagi para ahli dan masyarakat
Indonesia. Bahasa ini seperti bahasa Jawa khususnya di Malang,
masih menjadi bahasa yang tetap bertahan di era globalisasi bahkan
era westernisasi yang kini diadapi Indonesia. Konteks era globalisasi
hanya melunturkan batas-batas geografis suatu negara, namun
konteks westernisasi sudah mengarah pada ranah penyerapan suatu
budaya, gaya hidup, dan aktivitas sosial dari negara Barat. Inilah
klimaks dari ancaman budaya yang sebenarnya di hadapi Indonesia
saat ini. Namun beberapa bahasa daerah masih bisa bertahan dan
mampu melawan arus westernisasi yang melanda Indonesia, poin
kunci inilah yang seharusnya dapat menjadi solusi yang efektif dalam
menghadapi degradasi bahasa daerah yang kian masif terjadi.
Usia anak-anak adalah usia yang sangat baik untuk menanamkan nilai-
nilai moral dan budaya pada dirinya. Dalam sosiologi anak-anak akan
mengalami masa preparatory stage (tahap persiapan, usia 1-5 tahun)
dan play stage (tahap meniru, usia 6-12 tahun) yang akan
memungkinkan anak-anak untuk merekognisi hal-hal yang akan
membentuk kebiasaan mereka. Selanjutnyagame stage (tahap mulai
menyadari tindakan, usia 13-17 tahun) dan generalized stage (Tahap
penerimaan norma kolektif, usia 17 tahun ke atas) akan membuat
anak-anak memahami arti penting penggunaan bahasa daerah dan
mampu menjadi agen sosialisasi yang baik terhadap generasi yang
baru dalam suatu masyarakat. Inilah teori normatif yang sebenarnya
aplikatif dalam masyarakat Malang, dan telah terintegrasi dengan baik
melalui pemahaman semua tingkat generasi.
Pihak mahasiswa sebagai agent of change, social control, dan iron stock tidak
kalah penting dalam afirmasi bahasa Walikan. Dalam konteks agent of
changemahasiswa daerah Malang bukan sekelompok penggagas nilai
dan norma yang memperisai daerah Malang dari pengaruh
westernisasi. Mahasiswa Malang memposisikan diri sebagai
sekelompok generalized stage masyarakat intelek, yang menggunakan
bahasa Walikan sehari-hari dan menjaga keutuhan bahasa Walikan
tersebut melalui penelitian, sosialisasi masyarakat langsung, dan
menyadarkan masyarakat akan pentingnya keutuhan bahasa daerah.
Dalam konteks social controlmahasiswa tidak bertindak sebagai agen
keamanan yang menggunakan senjata dalam mengontrol kehidupan
sosial, melainkan menggunakan intelektual sebagai penguat
masyarakat dan keutuhan sosial tanpa menolak pengaruh positif yang
bisa diterima dari luar daerah. Bahkan sampai saat ini sudah banyak
paguyuban-paguyuban yang digagas mahasiswa Malang dalam
menjaga keutuhan bahasa daerah. Tindakan-tindakan mahasiswa
dalam ranahagent of change dan social controlsebenarnya sudah
menunjukkan bahwa mahasiswa malang adalah iron stock yang
berpotensi menjadi pemimpin-pemimpin masa depan dan mempu
mempertahankan bahasa daerah Malang.
Itulah poin-poin penting yang seharusnya digunakan dalam
melestarikan bahasa daerah. Refleksi eksistensi bahasa Walikan
seharusnya mampu menjadi contoh guna mempertahankan keutuhan
bahasa daerah lainnya yang diprediksi akan mengalami kepunahan.
Langkah pertama jika berkaca pada kesuksesan bahasa Walikan yaitu
mulai menggunakan bahasa daerah sehari-hari, utamanya dari
keluarga kecil. Bahasa daerah akan lebih mudah dipahami dan mejadi
kebiasaan bila intensifitas penggunaanya tinggi, dan hal ini sangat
sesuai dengan lingkungan rumah, dimana anak-anak biasanya
menghabiskan 60-80% waktunya dirumah. Selanjutnya intensifitas
penggunaan bahasa daerah oleh pemuda. Jika melakukan analogi
pada bahasa daerah dengan bahasa Walikan, maka kita bisa melihat
bahwa pengaruh arema akan eksistensi bahasa daerah sangat besar,
bahkan lebih besar dari pengaruh pemerintah daerah. Arema
menggunakan bahasa daerah di lingkungan sosial masyarakat, media
sosial, sekolah, kampus, bahkan terkesan menimbulkan fanatisme
yang tinggi. Alhasil bahasa daerah dapat bertahan ditengah arus
westernisasi dan globalisasi. Langkah inilah yang seharusnya menjadi
cerminan bagi daerah lainnya.