Anda di halaman 1dari 10

Pengaruh Pemakaian

Bahasa Gaul terhadap


Kemampuan Berbahasa
Indonesia Remaja
Novy Dwy Safika
Universitas Sebelas Maret
novy.safika37@gmail.com

ABSTRACT
Indonesian as a national language must be preserved. The development of slang
can be a threat to Indonesian if the user does not have a love of his own country's
language. Slang can undermine the existence of Indonesian among the people.
The purpose of this study is to explain how much influence the use of slang by
adolescents on Indonesian language skills in accordance with the rules. The
explanation was obtained from the analysis and observation carried out carefully.
Observations are based on the use of language in communication, the delivery of
ideas or ideas both verbally and in writing, as well as on other social relationships
in interacting in public places. The use of Indonesian among students in its
development has begun to be displaced by slang. Mixing slang with standard
language makes a problem or oddity in language. The use of slang actually does
not matter when relying on the nuances of familiarity it evokes, but it would be
nice if you still have to know the limits in order to prevent the adverse impact on
the preservation of the Indonesian language. This study uses a qualitative
descriptive approach, namely by trying to skin social phenomena in an
atmosphere that occurs naturally and naturally without any other control.
KEYWORDS
slang language, indonesian language, language phenomena, Teenagers, Slang
Language.

ABSTRAK
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional haruslah dijaga kelestariannya.
Berkembangnya bahasa gaul bisa saja menjadi sebuah ancaman bagi bahasa
Indonesia jika pemakainya tidak memiliki rasa cinta kepada bahasa negaranya
sendiri. Bahasa gaul dapat menggerus keberadaan bahasa Indonesia di kalangan
masyarakat. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menjelaskan seberapa besar
pengaruh pemakaian bahasa gaul oleh remaja terhadap kemampuan berbahasa
Indonesia yang sesuai dengan kaidah. Penjelasan tersebut didapat dari analisis
dan pengamatan yang dilakukan dengan saksama. Pengamatan didasarkan pada
pemakaian bahasa dalam berkomunikasi, penyampaian ide atau gagasan secara
lisan maupun tertulis, serta pada hubungan sosial lainnya di dalam berinteraksi di
tempat-tempat umum. Pemakaian bahasa Indonesia di kalangan mahasiswa
dalam perkembangannya sudah mulai tergeser oleh bahasa gaul. Percampuran
antara bahasa gaul dengan bahasa yang baku menjadikan sebuah masalah atau
keanehan dalam berbahasa. Penggunaan bahasa gaul sesungguhnya tidak
mengapa ketika disandarkan pada nuansa keakraban yang ditimbulkannya,
namun alangkah baiknya jikatetap harus mengetahui batasan-batasannya agar
dapat mencegah timbulnnya dampak yang buruk bagi kelestarian bahasa
Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yakni
dengan berusaha menguliti fenomena sosial dalam suasana yang berlangsung
secara alamiah dan wajar tanpa kendali hal lain apa pun.
KATA KUNCI
Bahasa Gaul, Bahasa Indonesia, Fenomena Bahasa, Remaja, Bahasa Slang.
PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang fungsinya
menyambungkan atau sebagai media komunikasi yang memiliki peran
penting dalam proses penyampaian informasi. Ketepatan dalam
berbahasa akan mempengaruhi kebenaran informasi. Maka dari itu,
pembahasan mengenai hal-hal yang dapat berdampak buruk pada
keberlangsungkan bahasa—dalam hal ini bahasa Indonesia yang baik dan
benar—haruslah menjadi sebuah topik yang mesti disoroti. Manusia tidak
dapat hidup tanpa bahasa, semua aktivitas manusia pasti membutuhkan
bahasa. Melalui bahasa manusia dapat mengutarakan maksud, saling
berbagi pengalaman, dan meningkatkan kemampuan intelektualnya.
Bahasa menjadi aspek terpenting dalam kehidupan yang harus dipenuhi
dengan baik. Maksudnya yaitu bahasa pun harus diperlakukan sesuai
dengan posisinya masing-masing. Mencampurkan kode bahasa juga akan
menimbulkan kerancuan yang mengganggu kelancaran dari bahasa
dalam menjalankan tugasnya sebagai penyampai informasi di tengah
masyarakat.
Pemakaian bahasa yang baik dan benar merupakan sebuah
konsekuensi atas adanya situasi formal atau resmi dalam lingkungan
berbahasa. Jadi, berbahasa pun harus memperhatikan situasi dan kondisi
yang sedang dialami. Bahasa yang bagaimana yang akan menjadi
prioritas dalam sebuah forum bergantung pada situasi forum tersebut.
Banyak gejala yang menjadi permasalahan berbahasa seperti campur
kode, alih kode, integrasi, interverensi, dan pemakaian bahasa gaul yang
sudah marak di ragam bahasa tulis mauun lisan. Hal tersebut
menimbulkan kerancuan dalam berbahasa. Situasi yang kurang baik
itulah yang menimbulkan munculnya bahasa gaul yang dengan cepat
menyebar di kalangan masyarakat terutama remaja. Hal ini menunjukkan
bahwa pengaruh hal-hal yang berkaitan dengan eksistensi selalu menang
melawan aspek-aspek selainnya.
Variasi atau ragam bahasa merupakan salah satu bahasan pokok
dalam studi linguistik. Munculnya variasi tersebut berdasarkan faktor-
faktor yang berpengaruh di dalamnya (Saddhono & Wijana, 2011).
Sosiolinguistik yang mengkaji ragam bahasa di dalam masyarakat pun tak
terlepas dari kemunculan bahasa-bahasa baru yang populer dan
mendarah-daging di masyarakat. Bahasa gaul muncul sebab kebutuhan
ekspresi diri para remaja dan bahkan kaum selainnya untuk menunjukkan
dirinya di masyarakat. Seseorang yang menggunakan bahasa gaul sering
kali lupa bahwa jati dirinya sedang sedikit demi sedikit luntur dibawa oleh
keadaan. Bahasa gaul bukannya selalu berkonotasi negative, namun
benar adanya jika batasan-batasan yang ada tidak benar-benar dijaga
maka akan kebablasan dan menjadikan hilangnya selera terhadap bahasa
utamanya sendiri.
Seiring perkembangan zaman, pengaruh pemakaian bahasa gaul di
kalangan remaja semakin terlihat. Bahasa gaul justru menjadi lebih
menonjol dan familiar daripada bahasa Indonesia yang semestinya.
Kecintaan yang kurang terhadap bahasa Indonesia yang merupakan
identitas bangsa menjadikan seseorang berbahasa dengan semaunya
sendiri. Penggunaan bahasa gaul seberapa persen pun akan tetap
memberikan pengaruh terhadap eksistensi bahasa Indonesia. Maka dari
itu, penting sekali dilakukan penggalian cinta terhadap bahasa dan
negara sendiri agar terpatri kuat kekuatan untuk mempertahankan
budaya tersebut walaupun seseorang membutuhkan bahasa gaul untuk
eksistensi dan media penghibur diri.

KAJIAN TEORI
Sejak dikumandangkannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, bahasa
Indonesia telah menjadi salah satu pilar bangsa Indonesia untuk
menyatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai latar belakang
kelompok, suku bangsa, bahasa, agama, dan budaya (Sartini, 2014).
Selama 85 tahun memang telah terbukti bahwa bahasa Indonesia telah
menjadi alat komunikasi dalam keberagaman Indonesia. Bahasa
Indonesia tidak hanya dituturkan oleh masyarakat perkotaan, tetapi juga
oleh masyarakat yang tinggal di pedesaan. Bahasa Indonesia digunakan
secara menyeluruh di seluruh lapisan masyarakat. Tanpa suatu tuntutan
tertulis, semua warga Indonesia telah bisa berbahasa Indonesia.
Bahasa gaul merupakan bahasa yang kemunculannya mengikuti
tren yang sedang terjadi di kalangan remaja. Munculnya bahasa alay
sebagai bahasa gaul zaman sekarang memiliki kaitan erat dengan
masyarakat pemakainya (Gunawan, 2011). Kaitan bahasa gaul dengan
masyarakat pemakainya tidak hanya terbatas pada bahasa sebagai alat
komunikasi, tetapi juga merupakan refleksi dari pikiran, sikap, dan
sebuah budaya. Selain beberapa yang telah dijelaskan tersebut, bahasa
juga sebagai pemberi petunjuk tentang bagaimana cara kepada
masyarakat bagaimana dalam membahas pengalaman mereka. Cara-cara
yang terjadi di dalam masyarakat ini berlangsung selama masa hidup
mereka sehingga hampir tidak disadari keberadaannya dalam tuturan.
Beban dalam menjaga kelestarian bahasa ialah bagi semua warga
masyarakat tanpa terkecuali. Seluruh elemen wajib menjaga bahasa
nasionalnya agar tidak terjadi ketimpangan. Kalau generasi negeri ini
semakin tenggelam dalam pudarnya Bahasa Indonesia yang lebih dalam,
mungkin bahasa Indonesia pun akan semakin sempoyongan dalam
memanggul bebannya sebagai bahasa nasional dan identitas bangsa
(Rahayu, 2015). Identitas bangsa terletak pada persatuannya yaitu
dengan mempertahankan bahasanya sebaik mungkin. Bahasa Indonesia
bukanlah didapat dan dipertahankan dengan mudah, melainkan melalui
perjuangan panjang para pahlawan dan pemuda. Jika pemuda zaman
dahulu telah mengerahkan segenap jiwa raganya untuk menjunjung
tinggi bahasa persatuan Indonesia, sudah seharusnya pemuda di zaman
sekarang ini tidak seenaknya saja melakukan hal-hal yang justru
mengancam keberadaan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia sangatlah penting kedudukannya, seperti
tercantum di dalam teks proklamasi kemerdekaan Indonesia yang
dibacakan oleh Bpk. Ir. Soekarno dan ikrar ketiga Sumpah Pemuda yang
berbunyi “Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia”. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai bahasa nasional; yaitu posisinya berada di atas
bahasa daerah. Selain itu , di dalam Undang-Undang Dasar 1945
tercantum pasal khusus (BAB XV, pasal 36) mengenai kedudukan bahasa
Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa negara ialah bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan cerminan dari budaya bangsa
Indonesia. Bahasa Indonesia yang santun dan lestari ialah cita-cita yang
mesti kita perjuangkan demi kelangsungan Indonesia.
Bahasa gaul dapat terbentuk dari seseorang yang menguasai lebih
dari satu bahasa. Dapat pula dikatakan bahwa bahasa ibu dan bahasa
kedua seseorang dapat menimbulkan munculnya istilah baru ketika
penggunanya tidak benar-benar mengetahui batasan-batasan yang
memisahkan antarkeduanya. Bahasa gaul remaja melambangkan
keakraban dan dipengaruhi oleh berbagai bahasa daerah dan bahasa
asing (Wijana, 2012. Bahasa asing dan bahasa daerah sering kali
mempengaruhi bahasa Indonesia dan menimbulkan adanya kesalahan
berbahasa. Ciri khas yang berbeda dari tiap bahasa tentunya yang akan
menjadikan ketidakharmonisan berbahasa ketika aspekk-aspek yang
meliputi dalam ciri-ciri tersebut memaksakan diri untuk menjadi satu
padahal sebenarnya sangat tidak bisa. Akhirnya di sinilah terjadi
percampuran unsur yang bisa menjadi salah satu penyebab munculnya
istilah-istilah baru yang justru dianggap lebih keren.
Secara umum, fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi,
bahkan fungsi komunikasi dapat dipandang sebagai fungsi utama bahasa
(Swandy, 2017). Berkomunikasi merupakan aspek kehidupan yang paling
utama sehingga dapat dinilai bagaimana pentingnya bahasa itu dalam
kelangsungan peradaban dunia. Perbedaan bahasa ialah kekayaan,
namun dapat juga menjadi masalah jika ada hal-hal yang
membenturkannya. Bahasa yang digunakan oleh berbagai kelompok
umur memiliki tujuan tertentu dengan variasi dan struktur bahasa yang
berbeda (Sartini, 2012). Tujuan yang telah tercapai terkadang justru
melebar dan melebihi apa yang awalnya diinginkan. Bahasa gaul tersebut
seharusnya ditinggalkan setelah eksistensi yang diinginkan sudah dirasa
cukup, bukan malah dilanjutkan tanpa tujuan yang lebih jelas lagi.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian bahasa ini ialah metode
deskriptif kualitatif. Metode ini diambil karena dalam penelitian ini
dilakukan telaah terhadap fenomena berbahasa di kalangan masyarakat
terutama remaja, dalam suasana alamiah atau wajar. Hasil pengamatan
yang telah dilakukan kemudian diberi penguatan-penguatan lagi dengan
studi pustaka dari penelitian-penelitian serupa yang sudah ada
sebelumnya. Penguatan melalui referensi-referensi tersebut dapat
meyakinkan akan temuan yang telah didapat oleh peneliti berkaitan
dengan keadaan yang terjadi sebenarnya di masyarakat dalam
pengaplikasian bahasa Indonesia yang baik sesuai konteksnya dan benar
sesuai kaidahnya.
Sumber utama dalam penelitian deskriptif kualitatif ialah
tindakan dan kata-kata. Selain dari itu merupakan data tambahan
yang dapat diperoleh dari dokumen, arsip, dan lain-lain. Data yang
dimaksud dalam penelitian ini ialah objek yang diteliti, realitas yang
dijadikan proses penelitian, termasuk juga partisipan, tempat
penelitian, hingga kejadian-kejadian yang ada di dekat pengamatan
yang telah dilakukan tersebut. Segala macam perilaku dan interaksi
objek dalam penelitian harus diperhitungkan, apa pun data yang
terkumpul akan mempengaruhi hasil akhir dari sebuah penelitian.
Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa tulisan dari
perilaku orang-orang yang telah diamati. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan metode langsung yang digunakan oleh peneliti
secara objektif untuk menyelidiki suatu permasalahan yang ada hingga
yang sudah dipaparkan dalam sebuah penelitian sebelumnya. Hasil dari
keseluruhan tempat mendapat data tersebutlah yang akan menentukan
bagaimana ringkasan dan simpulan akhir dari penelitian ini nantinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Terdapat banyak jenis sampel yang diambil sebagai referensi penelitian
ini. Sampel atau objek penelitian ialah remaja dan dikaitkan dengan
aspek-aspek lain di luar objek tersebut. Eksistensi bahasa Indonesia
dapat dilihat dari seberapa bertahannya bahasa tersebut ketika
dimasuki oleh bahasa-bahasa gaul. Berdasarkan data-data yang
diperoleh, pada bahasa gaul remaja ditemukan abreviasi atau
pemendekan berupa singkatan, akronim, gabungan singkatan dan
akronim, serta pemenggalan (Zakiah, 2018). Akronim merupakan salah
satu faktor yang sangat cepat dalam penerimaan bahasa gaul di kalangan
remaja. Singkatan dianggap praktis dan lebih enak digunakan dalam basa
percakapan dengan teman sebaya. Kenyamanan ini mendukung hal-hal
yang menggantikan bahasa Indonesia yang utama menjadi bahasa gaul
yang utama.
Penggunaan bahasa gaul tidak menjadi ancaman yang begitu
serius bagi penggunaan bahasa Indonesia karena bahasa gaul akan
tumbuh bersamaan dengan perkembangan usia remaja (Setyawati,
2016). Seiring pertambahan usia dan perkembangan zaman, bahasa pun
akan terus mengalami perubahan dan pembaharuan. Tidak menutup
kemungkinan bahasa-bahasa slang justru akan menjadi bagian dari
bahasa Indonesia di masa-masa yang akan datang. Kepanikan memang
selalu terjadi, namun hal ini yang harus dipertahankan ialah bagaimana
bijaknya kita dalam menggunakan bahasa sesuai konteks dan
penempatannya agar tetap terjaga batasan-batasannya. Bahasa gaul
hendaknya digunakan dalam situasi-situasi nonformal yang tidak
terlampau banyak ketimpangannya dengan bahasa Indonesia.
Berbahasa dalam masyarakat dipengaruhi oleh ragam yang sudah
melekat di sana. Bahasa gaul termasuk ke dalam ragam yang tidak resmi
atau rendah. Variasi bahasa dibagi menjadi dua: (a) variasi bahasa tinggi
(resmi) dan (b) variasi bahasa rendah (Lestari, 2018). Variasi bahasa
tinggi digunakan dalam forum-forum resmi atau formal. Percakapan
sehari-hari menggunakan variasi bahasa rendah yang cenderung
menambah keakraban antarpenuturnya. Selain itu juga terdapat
penggunaan variasi semiformal bahasa dalam situasi-situasi tertentu.
Percakapan yang tidak mengharuskan keakraban tidak perlu
menggunakan bahasa gaul.
Keberadaan bahasa slang membawa ketimpangan dalam proses
berkomunikasi, bahasa slang yang notabene mengalami perbedaan mulai
dari pola kosakata sampai ke hal makna kata dapat menimbulkan
pemahaman yang berbeda dari setiap pendengarnya (Setiawan, 2018).
Hal ini dapat terjadi ketika lawan bicara berbeda generasi, suatu
kesalahfahaman maksud bisa saja menjadi pemicu ketimpangan dalam
berkomunikasi. Bahasa gaul akan berguna dengan baik ketika digunakan
dengan lawab bicara yang frekuensi serta pemikirannya cenderung sama.
Penggunaan bahasa slang tidak selamanya salah karena dapat
disesuaikan dengan konteks pembicaraan serta mitra tuturnya.
Penggunaan yang tepat tidak akan berdampak buruk terhadap eksisensi
bahasa Indonesia itu sebagai bahasa kesatuan bangsa.
Perkembangan bahasa Indonesia akan terus berlanjut meskipun
banyak hal-hal yang menghambatnya secara langsung maupun tidak
langsung. Perkembangan bahasa Indonesia tidak hanya ditentukan oleh
para ahli atau kritikus bahasa, tetapi juga dipengaruhi oleh penggunanya,
yakni penggunaannya dalam berbagai sektor (Mursito, 2007). Pengguna
bahasa ialah segala elemen masyarakat yang memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Inilah yang menyebabkan aspek-aspek perkembangan
bahasa menjadi semakin kompleks. Semakin banyaknya bahasan dalam
sebuah studi bahasa dapat menimbulkan suatu ketidakmaksimalan
apabila tidak dilakukan dengan sebaik-baiknya. Bahasa yang digunakan
dalam sector-sektor tertentu hendaknya diaplikasikan dengan semestinya
dengan tidak ditambah dan dikurangi oleh bahasa di luar itu.
Media sosial ialah tempat paling subur bagi pertumbuhan bahasa
slang. Penggunaan media sosial cenderung dalam konteks yang santai
sehingga masyarakat selalu memakai bahasa yang membuat lebih
bergaya sebagai eksistensi diri yang sesungguhnya bakal bisa membunuh
eksistensi bahasa bangsanya sendiri. Bahasa gaul di media sosial, salah
satunya facebook, biasa disebut bahasa alay. Dalam bahasa Alay, remaja
bebas menyingkat bahasa sesuai dengan keinginan mereka (Rendrasari,
2018). Masyarakat sering kali tidak menyadari bahkan masa bodoh
dengan apa yang akan menjadi dampak dari kebiasaan yang mereka
lakukan dalam berbahasa. Padahal, sedikit saja yang dilakukan
berkenaan dengan bahasa pasti memberikan efek yang bisa saja
membesar.
Individu tidak hidup dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia
kegiatan sosial, seperti yang biasa dipahaminya, tetapi sangat ditentukan
oleh bahasa tertentu yang menjadi medium pernyataan bagi
masyarakatnya (Gunawan, 2014). Kebiasaan yang dilakukan terus-
menerus mau tidak mau bisa saja mendarah daging, menjadi sangat sulit
untuk dihilangkan. Langkah terakhir yang bisa dilakukan hanyalah
menyerap istilah-istilah bentukan remaja gaul tersebut menjadi kata
dalam bahasa Indonesia. Proses yang panjang dapat menjadikan mungkin
bagi sesuatu yang semulanya sangat tidak ada kecocokan di dalamnya.
Bab cinta bahasa sudah seharusnya ditanamkan kuat-kuat sejak
dini kepada anak-anak Indonesia. Bekal cinta yang cukup dapat
meminimalisasi terjadinya pencemaran terhadap bahasa Indonesia dalam
penggunaan sehari-harinya. Lunturnya pemakaian bahasa Indonesia
terutama di kalangan remaja merupakan dampak dari kurangnya
kesadaran untuk mencintai dan membiasakan menggunakan Bahasa
Indonesia di negeri (Sari, 2015). Kecintaan kepada bahasa Indonesia
dapat dipupuk dengan membiasakan diri menggunakannya sesuai
konteks yang tersaji.
Bahasa terjadi ketika aktivitas masyarakat terjadi. Di mana
aktivitas masyarakat itu terjadi, di situ terjadi pula aktivitas berbahasa
(Oktaviani, 2014). Dengan kata lain, bahasa terbentuk karena akivitas
keseharian masyarakat. Bahasa dapat berkembang seiring
perkembangan masyarakan penggunanya. Masyarakat mempunyai
tanggung jawab besar dalam perkembangan bahasa Indonesia ke
depannya. Bukan hanya para pakar dan ilmuan yang harus memikirkan
akan dibawa ke mana bahasa Indonesia yang sudah banyak bercampur
dengan bahasa gaul ini, melainkan masyarakat utamanya remaja juga
mempunyai peran kerja sama yang amat penting di dalamnya. Kerja
sama antara masyarakat dan segala pihak merupakan upaya untuk
mempertahankan bahasa Indonesia.
Keberadaan teknologi yang menjadi alat yang cukup besar dalam
dunia eksistensi karena menjangkau ke seluruh belahan dunia akan bisa
berfungsi dengan baik jika masyarakat mau melihat dari segala sisi.
Kemajuan teknologi idealnya dimanfaatkan untuk mempertahankan
bahasa dan budaya, bukan sebaliknya (Gunawan, 2015). Pemanfaatan
yang sebaik mungkin akan menjadi sebuah keuntungan, namun jika
tidak, yang terjadi justru akan sebaliknya. Untung atau rugi itu
tergantung bagaimana teknik masyarakat dalam menghadapi
perkembangan teknologi dewasa ini. Teknologi harus digunakan dengan
cantik agar menguntungkan bukan justru hal-hal negatifnya yang
terambil. Bijak dalam berteknologi juga akan menjadikan bangsa ini lebih
maju dan menuju ketercapaian cita-cita bangsa Indonesia untuk maju.
Setiap orang pasti memiliki ragam bahasa sendiri-sendiri yang
sering tidak disadarinya (Wijiasih, 2016). Ragam dalam berbahasa remaja
membentuk sebuah istilah bahasa gaul yang juga tidak dapat dihindari
kemunculannya. Ragam bahasa gaul (RBG) tidak konsisten digunakan
oleh penuturnya karena bahasa gaul dapat dikatakan sebagai bahasa
musiman (Theodora, 2013). Bahasa gaul dapat hilang dengan sendirinya
dan dapat pula berakhir dengan diadobsi menjadi istilah dalam bahasa
Indonesia. Bahasa gaul iala bahasa populer yang akan hilang seiring
berjalannya waktu. Kebertahanan suatu istilah gaul seberapa lamanya
ditentukan oleh eksistensinya dalam pemakaian sehari-hari oleh
masyarakat pengguna bahasa tersebut.
Pilihan bahasa yang dilakukan oleh masyarakat yang multilingual
ditentukan oleh berbagai faktor dan mempunyai makna sosial tertentu
(Saddhono, 2006). Bahasa gaul bisa saja masuk ke dalam kategori
bahasa terendiri di samping bahasa masyarakat yang telah digunakan
sebelumnya. Kesalahan berbahasa bisa juga terjadi karena adanya
kontak bahasa (Saddhono, 2012). Kontak bahasa dapat menimbulkan
terciptanya bahasa baru yang belum ada sebelumnya. Pertemuan dua
mitra tutur yang berbeda dalam penggunaan bahasanya akan
menimbulkan percampuran antara dua bahasa tersebut. Hal ini tidak
serta merta pasti, namun hanya perlu diwaspasai.
Dewasa ini kesadaran akan pentingnya menjaga dan melestarikan
bahasa ibu kian memudar. Banyak sebagian masyarakat yang lebih
bangga dengan bahasa asing yang dirasa lebih mendunia dan moderat
(Anis & Saddhono, 2016). Maka dari itu, perlu adanya kesadaran bahwa
betapa pentingnya melestarikan bahasa yang telah menjadi identitas kita
sebagai warga negara Indonesia. Bahasa Indonesia sudah semestinya
menjadi sebuah kebanggaan yang sudah menjadi sebuah alasan yang
tidak mungkin tidak dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia.

SIMPULAN
Berdasarkan analisis data di atas, dapat diambil simpulan bahwa bahasa
gaul mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan bahasa
Indonesia dalam masyarakat. Pendukung utama eksisnya bahasa gaul
ialah para remaja. Kenyataannya, tumbuhnya bahasa gaul di tengah-
tengah bahasa Indonesia memang tidak dapat dihindari. Teknologi yang
semakin mudah juga menjadi salah satu faktor yang mendukung adanya
percampuran bahasa gaul dalam penggunaan bahasa Indonesia
masyarakat. Bahasa gaul tidak selalu berkonotasi buruk, namun jika
pemakaiannya tidak berpegang dengan kontrol maka akan menimbulkan
tergesernya posisi bahasa Indonesia dan bisa saja digantinkan oleh
bahasa gaul tersebut dengan tiba-tiba. Ketika bahasa gaul telah
digunakan secara terus-menerus, bisa jadi orang pun akan membawanya
bahkan dalam situasi formal sekali pun. Percampuran bahasa resmi
dengan bahasa gaul pun tidak akan bisa dihindarkan baik hal tersebut
dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Permasalahan ini
hendaknya diselesaikan dengan penanaman rasa cinta terhadap bahasa
Indonesia sejak dini kepada anak-anak. Cinta terhadap bahasa Indonesia
akan memudahkan seseorang dalam mempertahankan tertancapnya
bahasa Indonesia tersebut dalam benaknya sehingga tidak akan bisa
dirancukan oleh bahasa-bahasa lain yang muncul di tengah-tengahnya.

REFERENSI
Anis, M. Y., & Saddhono, K. (2016). Strategi Penerjemahan Arab–Jawa
sebagai Sebuah Upaya dalam Menjaga Kearifan Bahasa Lokal
(Indigenous Language). Akademika: Jurnal Pemikiran Islam, 21(1), 35-
48.
http://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/akademika/article/view/
454
Gunawan, F. (2011). Bahasa alay: Refleksi sebuah budaya. Adabiyyāt:
Jurnal Bahasa dan Sastra, 10(2), 365-386.
DOI: https://doi.org/10.14421/ajbs.2011.10207
Gunawan, F. (2014). Pendidikan karakter, hipotesis Saphir-Whorf dan
bahasa intelek di media sosial. Al-Ta'dib, 7(1), 1-18.
http://ejournal.iainkendari.ac.id/index.php/al-tadib/article/view/
240/230
Gunawan, F. (2015). Implikasi Penggunaan Bahasa Gaul terhadap
Pemakaian Bahasa Indonesia di Kalangan Siswa SMAN 3 Kendari. Al-
Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian, 8(1), 56-72.
http://ejournal.iainkendari.ac.id/al-izzah/article/view/87/78
Lestari, O. (2018). Variasi Ragam Bahasa dalam Kehidupan Remaja.
Kongres Bahasa.
Mursito, B. M. (2007). Konstruksi Realitas dalam (Bahasa) Media. Jurnal
Komunikasi Massa, 1(1).
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/10735/MjQxNDQ=/Konstr
uksi-Realitas-dalam-Bahasa-Media-abstrak.pdf
Oktaviani, F. (2014). Hubungan antara Penggunaan Bahasa Gaul dengan
Keterbukaan Komunikasi di Kalangan Siswa. J-IKA, 1(1), 57-65.
DOI: https://doi.org/10.31294/kom.v1i1.232
Rahayu, A. P. (2015). Menumbuhkan Bahasa Indonesia yang Baik dan
Benar dalam Pendidikan dan Pengajaran. Jurnal Paradigma, 2(1), 1-
15. http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/paradigma/
article/view/886
Rendrasari, R. (2013). Penggunaan Bahasa Alay Di Facebook Siswa Smk
Negeri 1 Labuan. BAHASA DAN SASTRA, 2(2).
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/BDS/article/view/2181
Saddhono, K. (2006). Bahasa Etnik Madura di Lingkungan Sosial: Kajian
Sosiolinguistik di Kota Surakarta. Kajian Linguistik dan Sastra, 18(34),
1-15. http://hdl.handle.net/11617/204
Saddhono, K. (2012). Kajian sosiolingustik pemakaian bahasa mahasiswa
asing dalam pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing
(BIPA) di Universitas Sebelas Maret. Kajian Linguistik dan
Sastra, 24(2), 176-186. DOI: https://doi.org/10.23917/kls.v24i2.96
Saddhono, K. (2018). Bercerita Dengan Media Wayang Kulit Untuk
Meningkatkan Pemahaman Tingkat Tutur Bahasa Jawa Siswa Smp Di
Kabupaten Magelang. https://osf.io/preprints/inarxiv/vhcdf/
Saddhono, K., & Wijana, I. D. P. (2011). Wacana Khotbah Jumat di
Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, 17(4), 433-446.
Sari, B. P. (2015). Dampak Penggunaan Bahasa Gaul di Kalangan Remaja
Terhadap Bahasa Indonesia. http://repository.unib.ac.id/11122/
Sartini, N. W. (2012). Bahasa Pergaulan Remaja: Analisis Fonologi
Generatif. Jurnal Ilmu Humaniora, 12(2), 122-132.
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
mozaik9116dae378full.pdf

Sartini, N. W. (2014). Revitalisasi bahasa Indonesia dalam konteks


kebahasaan. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 27(4), 206-210.
DOI: http://dx.doi.org/10.20473/mkp.V27I42014.206-210
Setiawan, H. (2018, October). Bahasa Slang sebagai Ancaman Nilai
Karakter. In Seminar Nasional Pendidikan dan Kewarganegaraan
IV (pp. 213-221). http://seminar.umpo.ac.id/index.php/SEMNASPPKN/
article/view/179
Setyawati, N. (2016). Pemakaian Bahasa Gaul dalam Komunikasi di
Jejaring Sosial. Sasindo, 2(2 Agustus).
http://journal.upgris.ac.id/index.php/sasindo/article/view/974
Swandy, E. (2017). Bahasa Gaul Remaja Dalam Media Sosial
Facebook. Jurnal Bastra, 1(4), 1-19.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/BASTRA/article/view/2304
Theodora, N. (2013). Studi Tentang Ragam Bahasa Gaul Di Media
Elektronika Radio Pada Penyiar Memora-Fm Manado. Acta
Diurna, 2(1). https://www.neliti.com/publications/93101/studi-
tentang-ragam-bahasa-gaul-di-media-elektronika-radio-pada-penyiar-
memora-f
Wijana, I. (2012). Peranan Bahasa-bahasa Daerah dalam Perkembangan
Bahasa Gaul Remaja Indonesia. http://eprints.undip.ac.id/54157/
Wijiasih, N. (2016). Penggunaan Kata Gaul pada Mahasiswa Pendidikan
Bahasa dan Sastra Jawa Unnes (Doctoral dissertation, Universitas
Negeri Semarang). http://lib.unnes.ac.id/29350/
Zakiah, K. (2018). Abreviasi Bahasa Gaul Remaja. kelasa, 13(1), 1-16.
http://ejurnalbalaibahasa.id/index.php/kelasa/article/view/972

Anda mungkin juga menyukai