Abstrak
Jati diri bangsa adalah sesuatu yang membuat kita lekas mengenali kebangsaan seseorang
dari tutur kata, perilaku dan pandangannya. Jati diri, singkatnya, adalah semacam moralitas
publik yang menjadi pegangan kehidupan orang per orang dalam sebuah bangsa . bahasa
merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh sebuah peradaban. Globalisasi selain
membuat keuntungan juga membawa keburukan. Salah satunya dapat melunturkan jati diri
bangsa itu sendiri. Jati diri bangsa bisa dirawat dengan bahasa. Dengan menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, pastinya tetap akan menjaga jati diri dan identitas bangsa
Indonesia.
PENDAHULUAN
1
Menurut penulis, salah satu identitas sebuah negara adalah bahasa. Bahasa juga
merupakan budaya dari setiap bangsa. Hal ini sejalan dengan pernyataan Alwasilah
(1993:70), bahasa itu sendiri sebagai sistem yang kita warisi atau peroleh dari
kebudayaan/masyarakat tempat kita tumbuh. Demikianlah bahasa itu sudah kuat melembaga;
hingga individu ‘tidak’ bisa merubahnya. Namun, kenyataannya bahasa Indonesia semakin
tergeser oleh bahasa asing yang cenderung dianggap lebih keren dan memudahkan untuk
berkomunikasi secara global. Padahal, semakin berkembangnya IPTEK pada era globalisasi
ini, upaya untuk menginternasionalkan bahasa Indonesia juga ada peluang. Salah satu fungsi
bahasa Indonesia adalah alat pemersatu bangsa Indonesia yang multikultural. Amanat
menginternasionalkan bahasa bahasa Indonesia tertuang dalam Pasal 44 UU Nomor 24 Tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta lagu kebangsaan yang
menegaskan pemerintah meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional
secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan. Peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi
bahasa Internasional dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan.
Selain berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, dan sarana pemersatu
berbagai suku bangsa, bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa resmi kenegaraan,
pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional,
transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa. Namun kenyataannya, pada era
globalisasi sekarang bahasa Indonesia semakin dipinggirkan. Bahkan bahasa Indonesia sudah
kehilangan fungsinya, contohnya banyak sekali sekolah yang menggunakan bahasa asing
sebagai bahasa pengantar pendidikan sehingga semakin melunturkan penghormatan dan
kebanggaan sebagian besar masyarakat Indonesia. Akibatnya, kemampuan berbahasa
Indonesia yang baik dan benar, baik lisan maupun tulisan mengalami penurunan yang
memprihatinkan. Padalah pendidikan adalah unsur terpenting dalam pembangunan bangsa
dan negara. Dan sekarang semua anak pun bisa merasakan sekolah. Sudah seharusnya
pembelajaran bahasa Indonesia harus dimaksimalkan. Berbeda dengan zaman dahulu yang
hanya kaum bangsawan saja yang bisa mengenyam bangku sekolah. Hal ini selaras dengan
pernyataan Aliana, dkk (1996:15), pada saat itu telah tumbuh sarana pendidikan, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sayangnya, pasa saat itu tidak semua orang
dapat menikmati pendidikan karena hanya terbatas pada anak-anak priyayi ata bangsawan,
seperti terjadi pada sekolah HIS atau MULO yang diselenggarakan oleh Belanda.
Tidak hanya terjadi pada pendidikan formal, pendidikan informal seperti kursus juga
semakin menyingkirkan bahasa Indonesia. Penulis pernah menemukan beberapa mahasiswa
2
yang belajar kursus bahasa Inggris di Pare, Kediri, menyatakan bahwa dia tidak menyukai
bahasa Indonesia, maka dari itu dia ingin belajar bahasa Inggris. Hal ini sangat
memperihatinkan bagi penulis sendiri. Perkembangan IPTEK tidak selalu menimbulkan
dampak positif, namun banyak pula dampak negatifnya. Sebagai pengguna internet yang baik
sudah selayaknya kita bisa memanfaatkan internet dengan bijak. Terlebih ditujukan kepada
mahasiswa yang seharusnya tidak mementingkan dirinya saja, namun juga untuk mengabdi
pada masyarakat dan bangsanya sendiri. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa yang melek
teknologi tidak hanya memakai media sosial untuk kepentingannya sendiri, namun juga harus
untuk para pengguna lain dengan menyebarkan hal positif sesuai dengan kebutuhan.
Untuk menjawab persoalan di atas, melalui penulisan artikel ini, penulis akan
memaparkan bahasa Indonesia sebagai budaya dan jati diri bangsa, kendala dalam merawat
jati diri bangsa dengan bahasa, dan upaya mencegah lunturnya jati diri bangsa dengan bahasa
pada era globalisasi.
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Hal ini didasarkan pada hal
berikut (1) data penelitian ini diambil dari observasi atau pengamatan oleh penulis dan studi
pustaka, (2) instrumen kunci penelitian ini adalah peneliti sendiri, (3) data penelitian ini
berupa data lunak (soft data), bukan angka, yaitu berupa kumpulan data dari buku dan jurnal
serta pengamatan langsung oleh penulis, dan (4) penelitian ini bersifat deskriptif. Data ini
menggunakan alur analisis kualitatif, yaitu penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan
cenderung menggunakan analisis.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan fokus penelitian dan teknik pengumpulan data yang sudah dipaparkan,
dapat ditemukan hasil sebagai berikut. (1) Pertama, berkaitan dengan bahasa sebagai jati diri
dan budaya bangsa dapat diketahui bahwa jati diri bangsa adalah sesuatu yang membuat kita
lekas mengenali kebangsaan seseorang dari tutur kata, perilaku dan pandangannya. Jati diri,
singkatnya, adalah semacam moralitas publik yang menjadi pegangan kehidupan orang per
orang dalam sebuah bangsa. bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh sebuah
peradaban. Dengan bahasa, peradaban bisa membuat budaya. (2) Kedua berkaitan dengan
kendala dalam merawat jati diri bangsa dengan bahasa adalah sebagian besar masyarakat
Indonesia tidak memihak bahasa Indonesia, justru memihak bahasa asing dan lebih
3
mengunggulkan bahasa asing di atas bahasa Indonesia. Selain itu, di kalangan anak muda
sering terjadi campuran bahasa, yakni bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Sebagian besar
bahasa campuran ini digunakan oleh remaja di Jakarta Selatan, sehingga banyak yang
menyebut bahasa campuran ini sebagai Bahasa Anak Jaksel. Dan jika dicermati banyak
sekali tempat umum yang memakai bahasa asing untuk menamainya. (3) Ketiga, berkaitan
dengan upaya merawat jati diri bangsa diketahui bahwa dengan pendidikan dan penggunaan
nama tempat.
PEMBAHASAN
UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu
Kebangsaan ini disahkan pada 9 Juli 2009. UU 24/2009 ini secara umum memiliki 9 Bab dan
74 pasal yang pada pokoknya mengatur tentang praktik penetapan dan tata cara penggunaan
bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan berikut ketentuan – ketentuan
pidananya. Dibentuknya UU ini adalah untuk (a) memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b) menjaga kehormatan yang menunjukkan
kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan (c) menciptakan ketertiban,
kepastian, dan standarisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan. Jati diri bangsa adalah sesuatu yang membuat kita lekas mengenali kebangsaan
seseorang dari tutur kata, perilaku dan pandangannya. Jati diri, singkatnya, adalah semacam
moralitas publik yang menjadi pegangan kehidupan orang per orang dalam sebuah bangsa.
Bahasa Indonesia telah menjadi bahasa persatuan antar suku yang multikultural di Indonesia.
Hal ini telah terikrar sejak 1928, yakni pada Kongres Pemoeda II yang menghasilkan
Soempah Pemoeda. Isi Soempah Pemoeda :
1. Pertama : kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe,
tanah Indonesia.
2. Kedua : kami poeetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa
Indonesia.
3. Ketiga : kami poetra dan poetri Indonesia mendjoengdjoeng bahasa persatoean bahasa
Indonesia.
Setiap bahasa pada dasarnya merupakan sebuah simbol atau identitas penuturnya. Jadi
bahasa Indonesia merupakan identitas atau jadi diri bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia
sebagai jati diri bangsa Indonesia secara tegas dirumuskan dalam produk hukum. Produk
hukum yang merumuskan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa tertera sebagai berikut.
4
(1) pasal 36 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara adalah bahasa Indonesia. (2) Hasil
dari Seminar Politik Bahasa Nasional yang melahirkan konsep tentang kedudukan bahasa
Indonesia seabagai bahasa nasional dan bahasa Indonesia sebagai bahasa daerah. (3) Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1989 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyatakan penggunaan bahasa Indonesia yang diwajibkan dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia. (4) Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2009 tentang Bendera Negara, Bahasa Negara, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan.
Bahasa Indonesia memiliki 3 fungsi, yakni : (1) Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional,
maksudnya bahasa Indonesia sangat universal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di
Bahasa Indonesia Sebagai Lambang identitas Nasional serta Bahasa Indonesia Sebagai Alat
pemersatu seluruh Bangsa Indonesia, Bahasa Indonesia Sebagai Alat penghubung antar
Budaya dan antar Daerah (2) Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, artinya Bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan, Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam
dunia pendidikan., Bahasa Indonesia sebagai alat penghubung pada tingkat Nasional untuk
kepentingan tata-cara perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta
pemerintahan, dan Bahasa Indonesia Sebagai pengembangan kebudayaan Nasional, Ilmu dan
Teknologi (iptek). (3) Fungsi bahasa secara khusus, yakni mewujudkan interaksi sehari-hari,
mewujudkan seni, mempelajari bahasa-bahasa kuno, dan memahami ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Terkait dengan hambatan dalam upaya mencegah lunturnya jati diri bangsa dengan
bahasa pada era globalisasi banyak yang kita temui. Pertama, sebagian besar masyarakat
Indonesia tidak memihak bahasa Indonesia. Contohnya saja, dalam dunia pendidikan banyak
sekolahan yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya dengan alih-alih
membuat nama yang keren, yakni kelas billingual ( dua bahasa ). Lama kelamaan, bahasa
Indonesia tersingkirkan. Sekolah di perkotaan juga banyak yang sudah memakai bahasa
Inggris sebagai bahasa pengantar, meskipun sudah bertentangan dengan Undang-undang.
Dulu bahasa Inggris diajarkan pada saat SMP, pada masa sekarang bahkan TK ( Taman
Kanak-kanak ) sudah diberi materi berupa pendidikan bahasa Inggris. Banyak orangtua yang
berlomba-lomba mendaftarkan anaknya yang masih kecil untuk belajar bahasa Inggris.
Padahal, untuk memahami bahasa asing, diperlukan juga kemampuan belajar bahasa ibu,
yakni bahasa Indonesia. Mereka akan sangat bangga dengan anaknya yang telah fasih
berbahasa Inggris. Sementara itu, sejumlah kajian yang dilakukan oleh UNESCO (badan
PBB yang mengurusi masalah-masalah pendidikan, sains dan kebudayaan) menunjukkan
bahwa pengajaran bahasa asing kepada anak sejak dini sejauh ini hanya berdampak kepada
5
kefasihan pengucapan kata-kata saja dan tidak memiliki dampak berarti pada penguasaan
bahasa itu secara keseluruhan. Menurut saya, pengajaran bahasa Inggris kepada anak usia
dini, menyebabkan anak merasa terbebani dan membuat mereka kehilangan rasa bangga dan
rasa memiliki akan bahasa Indonesia. Selama mereka masih berusia dini, inilah masa-masa
emas untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam berbahasa Indonesia baik lisan
maupun tulis. Kedua, sistem campur aduk antara bahasa Indonesia dan bahasa asing ( bahasa
Inggris ). Pada zaman sekarang, sudah banyak ditemukan penggunaan bahasa Indonesia
dengan bahasa Inggris dengan cara mencampuradukkan. Fenomena ini disebabkan karena
pengaruh globalisasi dan belum kematangan mereka dalam bidang linguisitik. Padahal
kematangan linguistik sangat dibutuhkan untuk mempelajari bahasa asing. Hal ini
menimbulkan gado-gado bahasa baik struktur maupun kosa kata. Bahasa campur aduk ini
biasa disebut dengan Bahasa Anak Jaksel. Contohnya seperti ungkapan berikut :
(a) Aku OTW ( On The Way )
Yang bermakna : aku sedang dalam perjalanan.
(b) Aku sih fine-fine aja.
Yang bermakna : aku sih baik-baik saja.
(c) Aku tuh prefer yang ini.
Yang bermakna : aku tuh lebih suka yang ini. dsb
Jika kita cermati, tempat-tempat umum seperti rumah sakit, penginapan, kafe, restoran, dan
toko-toko di perkotaan sudah memakai bahasa Inggris untuk menamai tempatnya. Temapat
yang seharusnya menggunakan bahasa Indonesia, kini memakai bahasa asing yang tidak
menunjukkan jati diri atau identitas kita. Mereka mengganggap jika tempat itu diberi dengan
bahasa asing, terutama bahasa Inggris, terlihat sangatlah keren.
Terkait dengan upaya mencegah lunturnya jati diri bangsa dengan bahasa dapat
dibahas bahwa, pembekalan bahasa dapat dilakukan dalam dunia pendidikan. Pendidikan
merupakan unsur pembangun suatu negara dan sangat berpengaruh untuk sumber daya
manusianya. Sumber daya manusia yang memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang
baik dan benar baik berupa lisan maupun tulisan, pastinya juga bisa mengangkat derajat
bahasa Indonesia di dunia. Bahasa Indonesia sudah dicanangkan dalam kurikulum pendidikan
saat ini. Di setiap jenjang pendidikan siswa diberi mata pelajaran bahasa Indonesia. Bahkan
jumlah jam pelajaran bahasa Indonesia setiap minggu di setiap jenjang pendidikan jumlahnya
paling banyak. Jika dihitung dari jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas,
mereka sudah belajar bahasa Indonesia selama 12 tahun. Ditambah lagi, sejak diberlakukan
ujian nasional (UN) bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang sejak awal di-UNkan.
6
Namun, hal ini sangatlah tidak cukup. Perlu adanya kerjasama dengan pendidik dan
masyarakat sekitar. Musyawarah antar guru di sekolah juga sangat berpengaruh dalam
menggunakan bahasa pengantar dalam kegiatan belajar dan pembelajaran. Menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar sangatlah diperlukan. Juga perlu adanya
pembinaan bahasa Indonesia kepada masyarakat agar lebih menyadari bahwa bahasa
Indonesia merupakan identitas jati diri bangsa. Selain itu untuk para pengusaha atau pemilik
tempat umum, sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia sebagai nama dari tempat
kepemilikannya. Penggunaan bahasa asing sebagai nama tempat telah menghilangkan dan
tidak menunjukkan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa.
SIMPULAN
DAFTAR RUJUKAN
Aliana, dkk. 1996. Unsur Kekerabatan dalam Tutur Sastra Nusantara di Sumatera Selatan.
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Alwasilah. 1993. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung : Angkasa
7
Arifin, M. 2015. Mempertahankan Bahasa Indonesia Sebagai Jati Diri Bangsa.
http://repository.unib.ac.id/11113/1/8-M.%20Arifin.pdf
Universitas Negeri Malang. 2017 . Pedoman Peulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertai,
Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan penelitan. Edisi Kelima. Malang :
Universitas Negeri Malang.
UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu
Kebangsaan. Solo: CV. Beringin