Anda di halaman 1dari 26

HAMA-HAMA PADA TANAMAN TERONG (Solanum melongena L.

PAPER

OLEH :

FAJAR RAMADHAN
180301007
AGROTEKNOLOGI
HAMA PENYAKIT TANAMAN 2018

MATA KULIAH HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN HORTIKULTURA

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa berkat

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikanPaper ini tepat pada

waktunya.

Adapun judul dari Paper ini adalah “Hama-hama pada tanaman terong

(Solanum melongena L.)” yang merupakan salah satu sayarat untuk dapat

memenuhi komponen penilaian pada mata kuliah Hama dan Penyakit Tanaman

Hortikultura di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Amelia Zulianti Siregar, M.Si., M.Sc,. Ph.D. selaku dosen mata kuliah Hama

Penyakit Tanaman Hortikultura yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan paper ini.

Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi

terciptanya Paper yang lebih baik kedepannya.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Paper ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
Kegunaan Penulisan................................................................................... 2

HAMA-HAMA PADA TANAMAN TERONG

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Terong (Solanum melongena L.), disebut juga aubergine ataubrinjal,

merupakan salah satu dari sepuluh tanaman sayuran penting di dunia. Luas areal

tanaman terong lebih dari 2 jutaha dengan produksi 33 juta ton. Negara China

merupakan negara penghasil terong terbesar di dunia dan menyediakan kira-kira

setengah kebutuhan terong dunia, kemudian diikutioleh India sebagai penghasil

seperempat terong dunia; India,Mesir, Turki, Irak dan Philipina juga termasuk

negara penghasil terong. Benua Asia tercatat sebagai daerah terluas (94%)

dariluasan areal terong di dunia, dan kira-kira 92% penghasil terongdi dunia

(FAO 2007).

India dan Indochina merupakan daerah pusat asal usul terong. Terong

mudah beradaptasi pada keadaan curah hujan dan temperatur tinggi serta

merupakan salah satu tanaman yang dapat berproduksi tinggi pada lingkungan

basah dan panas (Hanson et al. 2006). Tanaman terong mengandung nutrisi

seperti serat, asam askorbit, Vitamin K, Vitamin B6, asam pantotenik, potasium,

besi, mangan, posfor dan tembaga (Usda2009). Nutrisi yang terdapat pada terong

mempunyai kontribusi sebagai makanan tambahan terutama pada saat

ketersediaan sayuran lain terbatas.

Kendala utama dalam meningkatkan produksi tanaman terong di daerah

tropis adalah serangan hama dan tungau. Hama utama terong diantaranya adalah

penggerek pucuk dan buah terong,wereng daun, kutu putih (whitefly), thrips,

aphid, kumbang lembing, penggulung daun, penggerek batang, kumbang

melepuh, tungau merah dan penyakit daun. Untuk melindungi tanaman terong
para petani masih bertumpu pada penggunaan pestisida, misalnya di Philipina

petani terong menggunakan pestisida selama satu musim dapat mencapai 56 kali

penyemprotan dengan jumlah pestisida lebih kurang 41 liter pestisida dari

berbagai merek dagang yang dikelompokkan kedalam empat kelompok pestisida

(Gapud dan Canapi 1994;Orden et al. 1994).

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui hama-hama

pada tanaman terung (Solanum melongena L.) dan cara pengendaliannya

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan penulisan adalah sebagai salah satu syarat untuk

memnuhi komponen penilaian di mata kuliah hama dan penyakit hortikultura dan

pangan.
HAMA PADA TANAMAN TERONG (Solanum melongena L.)

Serangga Penggerek Pucuk dan Buah Terong (PPBT) Leucinodes orbonalis


Guenee (Lepidoptera: Pyralidae)

Kingdom : Animalia

Divisi : Arthropoda

Ordo : Lepidoptera

Famili : Crambidae

Genus : Leucinodes

Spesies : Leucinoides orbonalis

Serangga penggerek pucuk dan penggerek buah pada tanaman terong

merupakan salah satu hama penting yang merusak tanaman terong di Asia

Tenggara. Hama ini ditemukan juga didaerah tropik seperti di Asia dan Afrika

serta dapat menurunkan hasil panen hingga mencapai 70%.Oleh karena itupetani

di daerah tropis banyak menggunakan insektisida untuk mengendalikan PPBT.

Petani menggunakan insektisida secara berlebihan agar buah terong yang

dipasarkan bebas dari kerusakan hama. Penggunaan insektisida telah dilakukan

secara intensif sehingga hama ini telah menjadi resisten

Biologi

Telur: Serangga betina meletakkan telur secara tunggal atau berkelompok

dibawah permukaan daun, pucuk, kelopak bunga, atau dekat pangkal buah. Setiap

serangga betina dapat meletakkan telur kira-kira 250 butir. Telur yangbaru

diletakkan berwarna agak putih susu, kemudian berubah menjadi merah sebelum

menetas. Lamanya stadia telur berkisar antara 3-5 hari.


Gambar 1. Larva Leucinodes orbonalis

Larva: Larva yang baru menetas berwarna putih susu sampai agak

kemerahan. Setelah beberapa lama kemudian larva berubah warna menjadi

kemerahan dengan kepala berwarna coklat muda dan agak kehitaman (Gambar 2).

Larva instarter akhir panjangnya kira-kira 16-23 mm. Larva biasanya mempunyai

lima instar dan kadang-kadang enaminstar. Lamanya stadia larva biasanya

berlangsung selama dua minggu pada musim panas dan tiga minggu pada musim

dingin.

Pupa: Larva instar terakhir akan membentuk pupa pada bagian tanaman

atau pada pangkal batang dekat dari permukaan tanah. Pupa akan membentuk

benang sutera (Gambar 3), dan berwarna coklat gelap. Pupa berukuran 13 mm.

Lamanya stadia pupa berlangsung antara satu sampai dua minggu.

Gambar 2: Pupa Leucinodes orbonalis

Dewasa: Ngengat berwarna putih atau putih buram dengan warna

kecoklatan atau bintik hitam pada pagian dorsal dari thorak dan abdomen
(Gambar 4). Sayap berwarna putih dengan sedikit warna merah muda atau biru

dan pada sayap luarterdapat bintik berwarna merah. Ukuran abdomen serangga

betina agak lebih besar dari serangga jantan.Serangga betina cendrung

membengkokkan abdomennya keatas. Lama hidup serangga dewasa kira-kira satu

minggu dan biasanya serangga betina agak lebih panjang umurnya dibandingkan

dengan seranggga jantan.

Gambar 3: Ngengat dewasa Leucinodes orbonalis

Gejala Serangan

PPBT kebanyakan adalah serangga monofagus, tetapi kadang kadang

hama ini juga memakan tomat, kentang Solanumindicum L., S. xanthocarpum

Schrad. &Wendl.,S. torvumSwartz., and S. nigrum L. (David 2001; Alam et al.

2003). Setelah menetas, larva segera mulai menggerek titik tumbuhatau masuk

melalui kuncup bunga atau buah. Selama awal fase vegetatif dari tanaman,

serangga ini memakan pucuk (tunas) yang masih muda. Larva setelah masuk ke

pucuk dengan cara menggerek buah dan segera menutup lubang masuk dengan

kotoran serta membuat terowongan di dalam pucuk atau buah kemudian memakan

bagian dalam buah atau pucuk. Serangga ini juga mengisi bekas terowongan yang

digerek dengan kotorannya. Akibatnya tanaman pucuk muda akan menjadi layu

kemudian mongering. Pertumbuhan tanamam akan menjadi lambat. Tanaman


akan menghasilkan pucuk-pucuk muda untuk memperlambat proses kematian

tanaman.

Pada awal fase reproduksi larva kadang-kadang memakan kuncup atau

bunga.Walaupun demikian serangga ini lebih menyukai buah untuk dimakan

dibandingkan dengan kuncup bunga atau bunga pada saat tanaman berbuah.

Kerusakan pada buah dari permukaan luar akan terlihat padabekas lobang

gerakan, yang sering ditutupi olehbekas kotorannya. Larva memakan bagian buah

tanaman dan membentuk terowongan-terongan yang berisi kotorannya. Akhirnya

buah yang terserang tidak layak untuk dikonsumsi dan dijual di pasar.

Pengendalian

Pengendalian yang bertumpu pada satu metode tidakbisa mengendalikan

hama penggerek ini. Teknologi pengendalian hama seraca terpadu lebih sesuai

untuk mengendalikan hama ini diantaranya adalah:

 Hindari menanam satu jenis tanaman terongsaja dan lakukan pergiliran

tananam.Walaupun secara prakteknya hama PPBT monofagus, pergiliran

tanaman terong dapat mengurangi secara nyata populasi hama PPBT.

 Hindari menanam bibit tanaman terong berdekatan dengan lahan tanaman

terong yang sudah ditanam dilapangan atau dekat tumpukan tanaman

yang sudah mengering. Jika benih tanaman terong dibibitkan di areal yang

sama maka tempat guludan pembibitan terong ditutup dengan sungkup

nilon berukuran 30 mesh untuk mencegah masuknya ngengat PPBT.

 Pilihlah varietas tanaman terong yang tahan atau agak tahan yang tersedia

di masing-masing daerah, ,misalnya asesi atau varietas EG 058, Pusa

Purple Long, Pusa Purple Cluster, Pusa Purple Round, H-128, H-129,
Aushey, Thorn Pendy, Black Pendy, H-165, H-407, Dorley, PPC- 17-4,

PVR-195, Shyamla Dhepa, Banaras Long Purple, Arka Kesav, Arka

Kusmakar, Punjab Barsat, Punjab, Chamkila, Kalyanpur-2 dan Gote- 2

telah dilaporkan tahan dan toleran (Parker etal. 1995; Alam et al. 2003;

Shivalingaswamy and Satpathy 2007). Semua varietas tersebut berasal

dari India kecuali EG058, merupakan asesi AVRDC.

Gambar 4: Pucuk terong menjadi kering, akibat dirusak oleh


Leucinodes orbonalis

 Memelihara parasitoid Trathala flavoorbitalis(Cameron), Eriborus sinicu

Holmgren,dan Pristomerus testaceus Morley. Kurangi penggunaan

pestisida sintetik sehingga aktifitas musuh alami dapat meningkat.

Tambahan lagi, lepaskan parasitoid telur Trichogramma chilonis Ishii telur

yang telah terparasit/ha/minggu dan parasitoid larva Bracon habetor Say

sebanyak 800-1000 dewasa/ha/minggu (Alam et al. 2006a)

 Pasang perangkap sex feromon, rata-rata100 perangkap per ha. Letakkan

perangkapsejajar kanopi tanaman atau sedikit diataskanopi tanaman agar

efektif memerangkap PPBT.


Gambar 5: Kerusakan buah terong akibat dimakan Leucinodes orbonalis

Gambar 6: Terowongan makan pada terong yang rusak berisi kotoran


Leucinodes orbonalis

Ulat Grayak Spodoptera litura (Lepidoptera: noctuidae)

Klasifikasi ulat grayak (S. litura F.) menurut Boror et al. (1981) adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Kelas : Insekta

Filum : Arthropoda

Ordo : Lepidoptera

Famili : Noctuidae

Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura F.

Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) merupakan serangga hama

yang banyak menyerang tanaman pangan (kacang tanah, kubis, tomat, tembakau,

kentang, kedelai) dan tanaman herba (Higuchi et al., 1994). Spodoptera litura

menyebabkan kerusakan yang serius pada saat fase pradewasa (larva). Di

Indonesia, serangan hama ini dapat menyebabkan kehilangan hasil produksi

kedelai lebih dari 80% (Marwoto, 2007). Pada fase vegetatif, larva S. litura

memakan daun tanaman yang muda sehingga yang tertinggal hanya epidermis

atas dan tulang-tulang daun. Mendekati instar akhir, larva telah memasuki masa

pembentukan pupa dimana pergerakannya menjadi lamban dan daya makan larva

sudah berkurang. Pada fase generatif, serangga dewasa memakan polong-polong

muda dari tanaman (Hennie et al., 2003; Trizelia et al., 2011).

Biologi

Larva S. litura mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai

kalung atau bulan sabit berwarna hitam pada segmen abdomen yang keempat dan

kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru

menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklat-coklatan

dan hidup berkelompok. Beberapa hari kemudian, larva menyebar dengan

menggunakan benang sutera dari mulutnya. Biasanya ulat berpindah ke tanaman

lain secara bergerombol dalam jumlah besar. Warna dan perilaku ulat instar

terakhir mirip ulat tanah, perbedaan hanya pada tanda bulan sabit, berwarna hijau

gelap dengan garis punggung warna gelap memanjang (Samharinto, 1990).

Perkembangan larva instar awal terutama menyebar ke bagian pucuk-

pucuk tanaman dan membuat lubang gerekan pada daun kemudian masuk ke
dalam kapiler daun. Stadium larva berkisar 9-14 hari. Larva instar akhir bergerak

dan menjatuhkan diri ke tanah dan setelah berada di dalam tanah larva tersebut

memasuki pra pupa dan kemudian berubah menjadi pupa (Kalshoven 1981).

Pupa S. litura berwarna cokelat muda dan pada saat akan menjadi imago

berubah menjadi cokelat kehitam-hitaman. Pupa memiliki panjang 9-12 mm,

dna bertipe obtek, pupa berada di dalam tanah dengan kedalaman ± 1 cm,

dan sering dijumpai pada pangkal batang, terlindung di bawah daun kering atau di

bawah partikel tanah. Pupa berkisar 5-8 hari bergantung pada ketinggian tempat di

atas permukaan laut (Samharinto, 1990).

Imago memliki panjang berkisar 10-14 mm dengan jarak rentangan sayap

24-30 mm. Sayap depan berwarna putih keabu-abuan, pada bagian tengah sayap

depan terdapat tiga pasang bintik-bintik yang berwarna perak. Sayap belakang

berwarna putih dan pada bagian tepi berwarna cokelat gelap (Kalshoven 1981).

Gejala Serangan

Serangan ulat grayak ditandai dengan gejala kerusakan daun, daun

berlubang hannya menyisakan tulang daun, Kerusakan daun tersebut diakibatkan

oleh larva, dimana setelah telur menetas menghasilkan larva instar 1 yang

kemudian menyebar keseluruh permukaan daun. Larva pertama kali memakan

daun, namun apabila terjadi ledakan populasi larva juga memakan buah dan

bunga.

Pengendalian

 Pengendalian kultur teknis dengan cara : a) Pergiliran tanaman dengan

tanaman bukan inang, b) Tanaman serempak dengan selisih waktu antara

tanaman awal dan tanaman akhir tidak lebih dari 10 hari, c) Penanaman
tanaman perangkap imago dan telur S. litura menggunakan MLG 3023.

 Pengendalian fisik dan mekanik dilakukan dengan cara mengumpulkan

dan mematikan kelompok telur, ulat stadia 1 – 2 yang masih berkelompok

dan ulat stadia 4-6 yang terletak pada permukaan bawah daun pada bagian

atas tanaman.

 Pengendalian secara hayati dengan menggunakan musuh alami yang dapat

digunakan sebagai agens hayati adalah Nuclear Polyhedrosis Virus

(NPV). Spodoptera litura Nuclear polyhdrosis (SNPV) merupakan salah

satu virus yang dapat menyerang ulat grayak. Bakteri Bacillis thurngiensis

yang dapat mengendalikan ulat grayak.

Kutu kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae)

Kingdom : Metazoa

Phylum :Arthropoda

Subphylum :Uniramia

Class :Insecta

Order :Hemiptera

Suborder :Sternorrhyncha

Superfamily :Aleyrodoidea

Family :Aleyrodidae

Genus :Bemisia

Species : Bemisia tabaci

Kutu kebul (kutu putih) terdistribusi luas didaerah tropik dan subtropik

serta di daerah temperate ditemukan di rumah kasa. B. tabaci bersifat polifagus

dan memakan tanaman sayurandiantaranya tomat, terong, tanaman di lapangan


dan gulma. Kondisi kering dan panas sangat sesuai bagi perkembangan kutuputih,

sedangkan hujan lebat akan menurunkan perkembangan populasi kutu putih

dengan cepat. Hama ini aktif pada sianghari dan pada malam hari berada dibawah

permukaan daun.

Biologi

Telur: Serangga Betina umumnya meletakkan telur di bawah permukaan daun di

dekat venasi daun. Hama ini lebih menyukai permukaan daun yang banyak

berbulu untuk meletakkan telurnya lebih banyak.Seekor betina selamahidupnya

dapat meletakkan telur kira-kira 300 butir.Telurberukuran kecil kira-kira 0.25

mm, bebentuk seperti buah pir,dan diletakkan dibawah permukaan daun secara

vertical melalui pedicel. Telur yang baru diletakkan berwarna putih dan kemudian

berubah menjadi kecoklatan. Telur tidak mudah dilihat dengan mata telanjang dan

hanya dapat dilihat dibawah mikroskop atau kaca pembesar. Fase telur

berlangsung kirakira tiga sampai lima hari pada musim panas dan 5 sampai 33

hari pada musim dingin (David 2001).

Nimfa: Setelah menetas larva instar pertama (nimfa) pindah dari

permukaan daun ke lokasi yang sesuai untuk diamakan. Nimfa stadia ini disebut

juga dengan “crawler.”Nimfa tersebut segera menusukkan mulutnya dan

mengisap cairan tanaman melalui phloem. Nimfa instar pertama sudah

mempunyai antene, mata dan tiga pasang kaki yang sudah berkembang dengan

baik. Nimfa berbentuk oval,pipih dan berwarna hijau kekuning-kungan.


Gambar 13: Mata merah pada nimfa Bemisia tabaci

Gambar14: Dewasa Bemisia tabaci

Nimfa instar kedua dan ketiga tidak mempunyai kaki dan tidak bergerak

selama stadia ini. Stadia nimfa terakhir mempunyai mata yang berwarna merah.

Stadia ini kadang kadang mirip dengan puparium walaupun pada serangga

Hemiptera merah tidak mempunyai stadia pupa yang nyata (metamorphosis tidak

sempurna). Lamanya periode nimfa berkisar antara 9 sampai 14 hari pada musim

panas dan 17sampai 73 hari (David 2001). Serangga dewasa keluar daripuparia

melalui celah berbentuk huruf T, dan berada disamping bekas kerabang kulit pupa

atau eksuvi.

Dewasa: Serangga dewasa mempunyai tubuh yang lunak,berbentuk seperti

ngengat. Serangga dewasa diselimuti oleh lapisan lilin yang bertepung dan

tubuhnya berwarna kuning terang. Sayapnya terletak diatas tubuh menyerupai

tenda. Serangga jantan sedikit lebih kecil dibandingkan serangga betina.Serangga

dewasa dapat hidup selama satu sampai tiga minggu.


Gejala serangan

Baik nimfa maupun serangga dewasa mengisap cairan tanaman dan mengurangi

vigor tanaman. Pada saat serangan berat daun berubah menjadi kuning dan

kemudian gugur. Jika populasihama ini tinggi (Gambar 15) maka akan terlihat

embun tepung yang berasal dari sekresi serangga. Embun tepung merupakan

tempat yang baik untuk berkembangnya jamur jelaga pada daun tanaman sehingga

akan mengurangi efisiensi fotosintesa dari tanaman.

Pengendalian

 Kutu kebul merupakan serangga polifagus dan untuk kehidupannya

memakan banyak tanaman baik yang dibudidayakan maupun gulma.

Dilapangan tanaman terong ataupun benih yang akan digunakan harus

bersih dan ditanam tidak berdekatan dengan inangnya dan gulma.

 Tanamlah bibit tanaman terong didalam rumahkasa (50–64 mesh), rumah

sereh, naungan atau rumah plastik.

 Jika benih kecambah terong ditanam di lapangan terbuka, gunakan

perangkap kuning rata-rata 1-2 perangkap/50-100 m2 untuk memerangkap

kutukebul. Pasang perangkap sedikit diatas atau sejajar dengan tingginya

kanopi tanaman.

 Bersihkan gulma pada areal pembibitan terong untuk mengurangi inang

alternatif kutu kebul.


 Tanamlah lebih dulu tanaman pinggir sepertijagung, sorgum atau jagung

manis untukmengurangi infestasi kutu kebul. Pantulan plastic mulsa jerami

dapat mengurangi kedatangan kutukebul ke tanaman terong.

 Formulasi neem dan imidakloprid (jika ada ) dapatdiaplikasikan ke tanah

dalam bentuk larutan untuk mengendalikan kutu kebul di

tempatpembibitan.

 Gunakan pestisida sistemik sesuai dengan rekomendasi penyuluh pertanian

setempat. Jangan gunakan kelompok pestisida yang mempunyai senyawa

yang sama secara terus menerus untukmencegah timbulnya resistensi

terhadap pestisida

Thrips Thrips palmi Karny (Thysanoptera: Thripidae)

Hama Thrips parvispinus Karny tergolong Kingdom Animalia, Filum

Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo Thysanoptera, Subordo Terebrantia, Famili

Thripidae, Subfamili Thripinae (Padil, 2010). Ordo Thysanoptera terbagi ke

dalam dua subordo, yaitu Terebrantia dan Tubulifera yang terdiri atas lima famili.

Empat famili termasuk ke dalam subordo Terebrantia, yaitu: Aeolothripidae,

Merothripidae, Heterothripidae, dan Thripidae, sedangkan satu famili yaitu

Phlaeothripidae termasuk ke dalam subordo Tubulifera (Kalshoven, 1981).

Sementara itu, klasifikasi terbaru menurut Mound dan Morris (2007), membagi

thrips ke dalam sembilan famili, delapan famili termasuk ke dalam subordo

Terebrantia, yaitu: Uzelothripidae, Merothripidae, Melanthripidae,

Aeolothripidae, Fauriellidae, Adiheterothripidae, Heterothripidae, dan Thripidae,

sedangkan famili Phlaeothripidae termasuk ke dalam subordo Tubulifera.


Biologi

Siklus hidup thrips terdiri atas telur, dua instar nimfa yang aktif, prapupa

pupa dan imago. Thrips mengalami metamorfosis secara bertahap

(paurometabola) dan metamorfosis sempurna (holometabola) ; dua instar pertama

belum bersayap disebut nimfa; instar ketiga disebut prapupa dan instar keempat

disebut pupa dan tahapan selanjutnya adalah imago. Thrips berkembang biak

secara partenogenesis (seksual dan aseksual) (Indiati, 2004). Reproduksi secara

partenogenesis terbagi menjadi dua tipe yang berbeda, yaitu arrhenotoky dan

thelyotoky. Arrhenotoky terjadi apabila imago betina yang tidak dibuahi

menghasilkan keturunan yang semuanya jantan haploid, sedangkan thelyotoky

terjadi apabila imago betina yang tidak dibuahi menghasilkan keturunan yang

semuanya betina diploid (Subagyo, 2014).

Siklus hidup thrips diawali dengan peletakan telur oleh imago betina.

Imago betina subordo Terebrantia meletakkan telur di dalam jaringan tanaman

dengan ovipositornya, sedangkan imago betina subordo Tubulifera meletakkan

telur pada permukaan substrat (Mound, 2006). Telur Terebrantia berbentuk

silindris, permukaannya mulus, halus, dan berwarna putih pucat atau kuning,

sedangkan telur Tubulifera berbentuk oval, kadang simetris, dan sering memiliki

cangkang, serta berwarna merah muda, kuning atau gelap dengan garis pentagonal

atau heksagonal (Lewis, 1973). Setiap imago betina memiliki kemampuan bertelur

yang berbeda tergantung pada spesies dan kualitas makanan yang tersedia, tetapi

pada umumnya berkisar antara 30 sampai 80 butir telur (Lewis 1973; Lewis

1997).
Telur. Thrips biasanya meletakkan telur pada tanaman muda, berumur 10-

15 hari. Telur diletakkan satu per satu pada jaringan daun muda bagian bawah.

Telur berbentuk oval, berwarna putih keruh saat akan menetas. Jumlah telur yang

dihasilkan 30 - 60 telur tergantung pada nutrisi, suhu dan kelembaban

(Ananthakrishnan, 1993). Telur akan menetas 2 sampai 20 hari setelah diletakkan,

tepatnya bergantung pada suhu lingkungan, dimana semakin tinggi suhu akan

semakin cepat telur menetas (Lewis, 1973).

Nimfa. Nimfa akan terbentuk setelah telur menetas, nimfa instar pertama

keluar berwarna putih transparan dengan mata berwarna merah, mempunyai tiga

pasang kaki dan berukuran 0,50 mm. Fase instar pertama berlangsung 2-3 hari.

Setelah mengalami ganti kulit, nimfa instar kedua muncul dengan warna kuning

tua keruh yang lama kelamaan menjadi agak kecoklatan, berukuran sekitar 0,80

mm. Nimfa instar dua berlangsung 3 - 4 hari (Lewis, 1973).

Prapupa. Nimfa instar akhir akan berganti kulit dan akhirnya muncul

prapupa yang dicirikan dengan terbentuknya kerangka sayap yang belum

sempurna dan gerakannya tidak aktif (Indiati, 2004). Prapupa memiliki kerangka

sayap yang pendek sebatas toraks dan antena tegak ke atas. Pada proses

selanjutnya kerangka sayap menjadi sempurna, tetapi bulu sayap yang berupa

rumbai-rumbai belum terbentuk. Fase prapupa berlangsung selama 1,5 – 2,5 hari.

Warna prapupa akan berubah menjadi cokelat muda dengan beberapa garis

melintang bewarna cokelat tua saat akan memasuki fase pupa (Lewis, 1973).

Pupa. Pupa memiliki kerangka sayap yang panjang mencapai ujung

abdomen, antena tertekuk ke belakang sepanjang kepala. Fase pupa berlangsung

selama 2,0 - 3,5 hari. Fase pupa berlangsung pada bagian tanaman atau jatuh ke
tanah (Ananthakrishnan, 1993). Pada saat ganti kulit yang terakhir, muncul imago

yang berwarna hitam dengan ukuran sekitar 2 mm.

Imago. Imago jantan biasanya berbentuk lebih tumpul pada bagian

posterior dengan ukuran tubuh lebih kecil serta warna yang lebih pucat jika

dibandingkan dengan imago betina (Dibiyantoro, 1998). Pada fase imago, semua

organ telah terbentuk sempurna dan serangga siap bertelur. Imago paling banyak

ditemukan pada bagian dalam bunga dan daun. Lama hidup imago dapat

mencapai 30 hari. Pada kondisi yang optimum, daur hidup memerlukan waktu 15

hari (Hutasoit, 2016).

Gejala Serangan

T. palmi besifat fitopagus dan menyerang tanaman tomat, kentang, terung,

cabai, semangka, melon, labu besar, labu siam,gambas dan lain-lain. Jenis ini

dikenal dengan nama thripsmelon sebab lebih menyukai memakan tanaman labu-

labuan.Serangga dewasa dan larva mengisap cairan tanaman. Thrips lebih

menyukai menyerang daun tanaman dan kadang-kadang menyerang buah. Bila

thrips menyerang daun maka bekas makan pada daun berwarna keperakan

terutama di sepanjang vena dan tulang daun kemudian daun mengeriting dan

dapat menyebabkan tanaman mati. Jika serangan berat maka daun akan berwarna

kuning atau coklat kemudian daun bagian bawah akan mengering. Buah yang

diserang akan bergores-gores dan cacat.

Pengendalian

 Walaupun T. palmi bersifat phitopagous tetapi serangga ini lebih

menyukai memakan tanamanlabu-labuan.Tanaman terong yang dilapangan

danpembibitannya harus terletak lebih jauh daritanaman labu-labuan.


 Tanamlah bibit tanaman terong didalam rumah kasa (50–64 mesh), rumah

sereh, naungan ataurumah plastik terutama pada musim kering.

 Menggunakan predator yang memangsa thrips di alam antara lain

Chrysoperla carnea, Microstigmus tripoctenus, Cocinella transversalis,

Menochillus sexmaculatus

Aphid Aphis gossypii Glover (Hemiptera: Aphididae)

Klasifikasi kutu daun menurut Departemen Pertanian (2009), termasuk

dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Hemiptera,

famili Aphididae, genus Aphis, dan spesies Aphis gossypii. Secara umum kutu

daun berukuran antara 1-6 mm, memiliki tubuh lunak, berbentuk seperti buah pir,

pergerakan rendah dan biasanya hidup secara berkoloni (bergerombol). Satu

generasi berlangsung selama 6-8 hari pada suhu 250C dan 3 minggu pada suhu

150C. Bentuk kutu ada yang bersayap, dan ada yang tidak bersayap, seksual atau

aseksual, menetap atau berpindah-pindah tempat. Kutu dewasa biasanya

berpindah tempat untuk menghasilkan kutu-kutu baru yang belum dewasa dan

membentuk koloni baru.

Gejala kerusakan

Walaupun A. gossypii bersifat polifag, tetapi serangga inilebih menyukai

tanaman kapas dan sayuran cucurbitaceae.Serangga ini lebih umum dikenal

dengan “aphid kapas” atau“aphid melon.”Baik nimfa maupun serangga dewasa

mempunyai tipe mulut menusuk dan mengisap. Serangga ini mengisap cairan

tanaman dan ditemukan dalam jumlah yang banyak pada pucuk yang masih lunak

atau di bawah permukaan daun. Kerusakan ringan akan menyebabkan daun

menguning.
Kerusakan berat oleh Aphid akan menyebabkan daun muda mengeriting

dan menjadi cacat. Sama seperti kutu kebul, Aphid juga menghasilkan embun

tepung dan merupakan tempat yang baik untuk berkembangnya embun jelaga.

Pengendalian

 Meskipun A. gossypii merupakan serangga polifag tetapi serangga ini lebih

menyukai cucurbits dankapas. Oleh karena itu pilihlah lokasi tempat

pembibitan terong yang jauh dari tanaman kapas dan cucurbits.

 Tanamlah bibit tanaman terong di dalam rumah kasa (50–64 mesh), rumah

sereh, naungan atau rumah plastik untuk menghindari dari serangan Aphid.

 Kumbang predator (Menochilus sp. and Coccinellasp.) dan green

lacewings merupakan predator aphid.Untuk menjaga populasi dari

kumbang predator ini janganlah menggunakan pestisida yang

berspektrumluas. Perbanyakan dan pelepasan kumbang predatorsebanyak

200 pasang per ha setiap malam akanmenekan populasi aphid.

 A. gossypii dapat menjadi resisten terhadap pestisida.Gunakan pestisida

sesuai dengan rekomendasi penyuluh pertanian setempat. Jangan gunakan

kelompok pestisida yang mempunyai senyawayang sama secara terus

menerus untuk mencegah timbulnya resistensi terhadap pestisida.

Gambar 21: Kerusakan tanaman dan embun madu yang tertinggal pada
permukaan mulsa yang disebabkan oleh Aphis gossypi
KESIMPULAN

- Hama –hama yang menyerang tanaman terong terdiri dari Serangga

Penggerek Pucuk dan Buah Terong(PPBT) Leucinodes orbonalis Guenee,

Ulat Grayak Spodoptera litura, Kutu kebul Bemisia tabaci Gennadius,

Thrips Thrips palmi Karny, Aphid Aphis gossypii Glover

- Serangga penggerek pucuk dan penggerek buah pada tanamanterong

merupakan salah satu hama penting yang merusaktanaman terong di Asia

Tenggara.

- Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) merupakan serangga hama

yang banyak menyerang tanaman pangan (kacang tanah, kubis, tomat,

terong, tembakau, kentang, kedelai) dan tanaman herba

- B. tabaci bersifat polifagus dan memakan tanaman sayurandiantaranya

tomat, terong, tanaman di lapangan dan gulma.

- T. palmi besifat fitopagus dan menyerang tanaman tomat,kentang, terung,

cabai, semangka, melon, labu besar, labu siam,gambas dan lain-lain.

- Serangga kutu aphid ini mengisap cairan tanaman dan ditemukan dalam

jumlah yangbanyak pada pucuk yang masih lunak atau di bawah

permukaandaun.
DAFTAR PUSTAKA

Alam SN, Hossain MI, Rouf FMA, Jhala RC, Patel MG, Rath LK, SenguptaA,
Baral K, Shylesha AN, Satpathy S, Shivalingaswamy TM, Cork A,Talekar
NS. 2006. Implementation and promotion of an IPM strategyfor control of
eggplant fruit and shoot borer in South Asia. TechnicalBulletin No.
36.AVRDC publication number 06-672.AVRDC –The World Vegetable
Center, Shanhua, Taiwan.74 p.

Alam SN, Dutta NK, Ziaur Rahman AKM, Sarker MA. 2006a. Annualm Report
2005-2006.Division of Entomology, BARIJoydebpur, Gazipur, 86 pp.

Alam SN, Rashid MA, Rouf FMA, Jhala RC, Patel JR, Satpathy
S,Shivalingaswamy TM, Rai S, Wahundeniya I, Cork A, Ammaranan
C,Talekar NS. 2003. Development of an integrated pest
managementstrategy for eggplant fruit and shoot borer in South Asia,
TechnicalBulletin TB28, AVRDC – The World Vegetable Center,
Shanhua,Taiwan. 66 p.

Anupam V, Raychaudhuri SP, Chenulu VV, Singh S, Ghosh SK, PrakashN. 1975.
Yellows type of diseases in India: Eggplant littleleaf. Proceedings of
Indian National Science Academy B(Biological Sciences) 41(4): 355-361.

CAB International. 2007. Crop Protection Compendium.


http://www.cabicompendium.org/NamesLists/CPC/Full/EMPOBI.htm
(accessedon October 30, 2009)

David BV. 2001. Elements of Economic Entomology (Revised andEnlarged


Edition). Popular Book Depot, Chennai, India.590 p.[FAO] Food and
Agriculture Organization. 2007. FAOSTAT. http://faostat.fao.org
[accessed 3 April 2009].

Gapud VP, Canapi BL. 1994. Preliminary survey of insects of onions,eggplant


and string beans in San Jose, Nueva Ecija.Philippines Country Report,
IPM CRSP – First Annual
Report.http://www.oired.vt.edu/ipmcrsp/communications/annrepts/annrep
94/Phil_country_rpt.html

Hanson PM, Yang RY, Tsou SCS, Ledesma D, Engle L,Lee TC. 2006. Diversity
in eggplant(Solanum melongena) for superoxidescavenging activity, total
phenolics, and ascorbic acid.Journal of Food Composition and
Analysis19(6-7): 594-600.

Hazarika LK, Puzari KC, Wahab S. 2001. Biological control oftea pests. In:
Upadhyay RK, Mukerji KG, Chamola BP (eds.),Biocontrol potential and
its exploitation in sustainableagriculture: Insect pests. Springer: USA. p.
159–180.
Ho CC. 2000. Spider-mite problems and control in Taiwan. Experimentaland
Applied Acarology 24: 453-462.

Lall BS, Mandal SC. 1958. Inheritance of spot-variation in Epilachna(Coleoptera:


Coccinellidae). Current Science 27: 458.Mound LA. 1996. The
Thysanoptera vector species of tospoviruses. ActaHorticulturae 431: 298-
309.

Orden MEM, Patricio MG, Canoy VV. 1994. Extent of pesticide use invegetable
production in Nueva Ecija: Empirical evidence and policyimplications.
Research and Development Highlights 1994, CentralLuzon State
University, Republic of the Philippines. p. 196-213.

Parker BL, Talekar NS, Skinner M. 1995. Field guide: Insect pests of selected
vegetables in tropical and subtropical Asia. Asian VegetableResearch and
Development Center, Shanhua, Tainan, Taiwan, ROC.Publication no. 94-
427. 170 p.

Rashid MA, Rahman MA, Ahmad S, Alam SN, Rezaul Karim ANM, LutherG,
Miller S. 2003. Varietal screening of eggplant for resistance tobacterial
wilt, fruit and shoot borer, jassid and root-knot.Tenth Annual Report, IPM
CRSP, Virginia Tech. USA, p. 125-128.

Anda mungkin juga menyukai