PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN 1
kebutuhan energi untuk mendukung keberlangsungan dan kemajuan
perekonomian suatu negara.
Kriteria 3A merupakan indikator energy security dari sisi pengguna energi (end
users) yang mencakup aspek ketersediaan (availability), keterjangkauan
(accessibility), dan akseptabilitas (acceptability). Dalam kriteria 3A ada tiga
kelompok yang terkait dengan kepentingan penyediaan dan pelayanan energi,
yaitu : (1) Kelompok pemasok energi primer (security of energy resources.); (2)
Kelompok yang mengkonversi energi primer menjadi produk energi dan
mendistribusikannya dan (3) Kelompok pengguna produk energi akhir.
Dalam konteks electricity energy security, keterjaminan suplai daya listrik untuk
memenuhi kebutuhan warga negara membutuhkan dukungan sumberdaya
energi primer secara berkelanjutan, sistem konversi dan jaringan distribusi
yanghandal. Sedangkan untuk menjamin pelayanan listrik yang efisien dan
berkelanjutan dibutuhkan sistem transmisi listrik yang baik. Keberadaan
pembangkit listrik yang baik merupakan syarat untuk melakukan konversi energi
primer menjadi energi lisrik.
Sistem ketenagalistrikan merupakan salahsatu infrastruktur utama secara
nasional yang mutlak dibutuhkan untuk mendukung optimalisasi kinerja sektor
ekonomi rill. Oleh karenanya energi listrik merupakan suatu hal penting bagi
masyarakat sebagai pelaku sektor ekonomi riil. Tanpa listrik masyarakat sulit
beraktifitas. Jika masyarakat sulit beraktivitas maka kegiatan ekonomi akan
tertanggu. Keadaan ini tentunya memengaruhi pembangunan ekonomi negara.
Di Indonesia, listrik diproduksi oleh satu perusahaan negara, yaitu Perseroan
Terbatas Perusahaan Listrik Negara (P.T. PLN). Perusahaan tersebut
bertanggung jawab dalam menyediakan listrik bagi seluruh warga negara yang
berada diwilayah Indonesia. Dasar hukum yang digunakan Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 33. Pasal inilah yang kemudian ditafsirkan oleh negara bahwa
pengadaan listrik harus dilakukan oleh perusahaan milik negara. Dengan hak
monopoli listrik, negara berharap P.T. PLN mampu memenuhi dan menjamin
kebutuhan listrik masyarakat Indonesia.
LAPORAN PENDAHULUAN 2
Masyarakat Indonesia hingga saat ini masih mengkonsumsi listrik dengan harga
subsidi pemerintah. Tanpa subsidi, masyarakat harus membeli listrik dengan
harga tinggi. Penyebabnya adalah biaya memproduksi listrik di Indonesia sangat
besar. Penyebabnya adalah tingginya penggunaan bahan bakar minyak untuk
memproduksi listrik. Selain itu subsidi diberikan agar seluruh masyarakat yang
dapat mengunakan listrik.
Kondisi saat ini selain menghadapi masalah subsidi listrik, Indonesia juga
menghadapi krisis listrik. Menurut Dewan Energi Nasional (DEN) ada 13
penyebab utama krisis listrik, yaitu:
1. Kapasitas pembangkit yang tersedia sudah tidak mencukupi tapi
penyambungan pelanggan baru tetap dilakukan.
2. Tidak terlayani pasokan listrik ke konsumen secara baik.
3. Sarana dan prasarana energi, jaringan transmisi, dan jaringan distribusi
sudah tidak memadai.
4. Terjadinya sejumlah pemadaman dengan frekuensi dan durasi yang
menyebabkan terganggunya fungsi pemerintahan, kehidupan sosial
masyarakat, dan kegiatan perekonomian.
5. Harga energi tidak sesuai dengan harga keekonomian dan subsidi tidak
mencukupi.
6. Keterbatasan dana untuk pembangunan pembangkit baru.
7. Biaya porduksi tinggi karena masih besarnya porsi penggunaan bahan
bakar minyak (BBM).
8. Umur sarana dan prasarana pembangkit listrik sudah mengakibatkan
tidak berfungsinya sistem secara optimal.
9. Biaya sewa genset dan pengoperasiannya sangat mahal, sementara
program pembangunan Independen Power Producer (IPP) banyak
terlambat.
10. Sarana dan prasarana transmisi dan distribusi belum memadai.
11. Pasokan energi primer seperti batu bara dan gas mengalami kendala
teknis dan pasar.
12. Adanya pengambilan keputusan terkendala oleh regulasi.
13. Kurangnya koordinasi antara Kepala Dinas Pertambangan dan Energi
dengan PLN dan Pertamina, baik dalam krisis maupun dalam
perencanaan.Dampak dari krisis listrik adalah pemadaman listrik secara
bergilir di berbagai daerah.
LAPORAN PENDAHULUAN 3
Selain mengeluarkan kebijakan di sektor hulu P.T. PLN mengeluarkan kebijakan
di sektor hilir. P.T. PLN melakukan pengggolongan terhadap konsumen. P.T. PLN
melakukan penggolongan listrik menjadi 4 (empat) kelompok yaitu:
1) Rumah Tangga,
Rumah tangga adalah kelompok pelanggan yang menggunakan listrik dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Rumahtangga, terdiri atas:
a. Golongan tarif untuk keperluan rumahtangga kecil pada tegangan
rendah, dengan daya R1/TR/450 VA (Subsidi);
b. Golongan tarif untuk keperluan rumahtangga kecil pada tegangan
rendah, dengan daya R1/TR/900 VA (Subsidi);
c. Golongan tarif untuk keperluan rumahtangga kecil pada tegangan
rendah, dengan daya R1/TR/900 VA-RTM (Rumah Tangga
Mampu);
d. Golongan tarif untuk keperluan rumahtangga kecil pada tegangan
rendah, dengan daya R1/TR/1300 VA;
e. Golongan tarif untuk keperluan rumahtangga kecil pada tegangan
rendah, dengan daya R1/TR/2200 VA;
f. Golongan tarif untuk keperluan rumahtangga menengah pada
tegangan rendah, dengan daya R2/TR/3.500 VA, R2/TR/4400 VA,
R2/TR/5.500 VA;
g. Golongan tarif untuk keperluan rumahtangga besar pada tegangan
rendah,dengan daya R3/TR/6.600 VA ke atas.
2) Bisnis,
Tarif Dasar Listrik untuk keperluan bisnis, terdiri atas:
a. Golongan tarif untuk keperluan bisniskecil pada tegangan rendah,
dengan daya B1/TR/450 VA (Subsidi);
b. Golongan tarif untuk keperluan bisniskecil pada tegangan rendah,
dengan daya B1/TR/900 VA (Subsidi);
c. Golongan tarif untuk keperluan bisniskecil pada tegangan rendah,
dengan daya B1/TR/1300 VA (Subsidi);
d. Golongan tarif untuk keperluan bisniskecil pada tegangan rendah,
dengan daya B1/TR/2200 VA,B1/3500 VA, B1/4400 VA,B1/5500
VA, (Subsidi);
LAPORAN PENDAHULUAN 4
e. Golongan tarif untuk keperluan bisnismenengahpada tegangan
rendah, dengan daya B2/TR/6600 VA s.d B2/TR/200 kVA;
f. Golongan tarif untuk keperluan bisnismenengahpada tegangan
menengah, dengan daya B3/TM/200 kVA;
3) Industri
Tarif Dasar Listrik untuk keperluan industri, terdiri atas:
a. Golongan tarif untuk keperluan industrikecil pada tegangan
rendah, dengan daya I1/TR/450 VA (Subsidi);
b. Golongan tarif untuk keperluan industrikecil pada tegangan
rendah, dengan daya I1/TR/900 VA (Subsidi);
c. Golongan tarif untuk keperluan industrikecil pada tegangan
rendah, dengan daya I1/TR/1300 VA (Subsidi);
d. Golongan tarif untuk keperluan industrikecil pada tegangan
rendah, dengan daya I1/TR/2200 VA (Subsidi);
e. Golongan tarif untuk keperluan industrikecil pada tegangan
rendah, dengan daya I1/TR/3550 VA s.d 14 kVA (Subsidi);
f. Golongan tarif untuk keperluan industrimenengah pada tegangan
rendah, dengan daya I2/TR/14kVA s.d 200 kVA (Subsidi);
g. Golongan tarif untuk keperluan industribesarpada tegangan
menengah, dengan daya I3/TM/200kVA s.d 29500 kVA;
h. Golongan tarif untuk keperluan industribesarpada tegangan tinggi,
dengan daya I4/TT/30000kVA keatas;
4) Pemerintahan/Publik.
Tarif Dasar Listrik untuk keperluan pemerintahan/publik, terdiri atas:
a. Golongan tarif untuk keperluan pemerintahan/Publikpada
tegangan rendah, dengan daya P1/TR/450 VA (Subsidi);
b. Golongan tarif untuk keperluan pemerintahan/Publik pada
tegangan rendah, dengan daya P1/TR/900 VA (Subsidi);
c. Golongan tarif untuk keperluan pemerintahan/Publik pada
tegangan rendah, dengan daya P1/TR/1300 VA (Subsidi);
d. Golongan tarif untuk keperluan pemerintahan/Publik pada
tegangan rendah, dengan daya P1/TR/2200 VA, P1/TR/3500 VA,
P1/TR/4400 VA, P1/TR/5500 VA(Subsidi);
e. Golongan tarif untuk keperluan pemerintahan/Publik pada
tegangan rendah, dengan daya P1/TR/6600 VA s.d 200 kVA;
f. Golongan tarif untuk keperluan pemerintahan/Publik pada
tegangan rendah, dengan daya P2/TM/200 kVA ke atas;
5) Sosial.
LAPORAN PENDAHULUAN 5
Tarif Dasar Listrik untuk keperluan sosial, terdiri atas:
a. Golongan tarif untuk keperluan sosialpada tegangan rendah,
dengan daya S1/TR/220 VA (Subsidi);
b. Golongan tarif untuk keperluan sosial pada tegangan rendah,
dengan daya S2/TR/450 VA (Subsidi);
c. Golongan tarif untuk keperluan sosial pada tegangan rendah,
dengan daya S2/TR/900 VA (Subsidi);
d. Golongan tarif untuk keperluan sosial pada tegangan rendah,
dengan daya S2/TR/1300 VA (Subsidi);
e. Golongan tarif untuk keperluan sosial pada tegangan rendah,
dengan daya S2/TR/2200 VA (Subsidi);
f. Golongan tarif untuk keperluan sosial pada tegangan rendah,
dengan daya S2/TR/3500 VA s.d 200 kVA (Subsidi);
g. Golongan tarif untuk keperluan sosial pada tegangan rendah,
dengan daya S3/TR/ 200 kVA keatas (Subsidi);
Penetapan kebijakan tenaga listrik oleh pemerintah juga merupakan salah satu
langkah pemerintah dalam mengatur perekonomian negara, suatu usahayang
sangat membutuhkan investasi untuk menjamin keberlangsungannya untuk
masa yang akan datang.
Penyediaan tenaga listrik dapat berlangsung dengan baik apabila tersedia dana
investasi yang baru dari pihak lain atau penyedia listrik telah memperoleh laba
(margin) yang dapat dipergunakan untuk investasi. Jika perusahaan penyedia
listrik memperoleh laba, maka penyedia listrik tersebut dapat memberikan
sebagian keuntungan untuk investasi.
Salah satu upaya untuk memperoleh laba dalam penyediaan listrik dapat
dilakukan melalui penetapan tarif. Di dalam menghitung tarif dasar listrik (TDL),
acuan pokok harga jual tenaga listrik yang digunakan adalah biaya pokok
penyediaan (BPP) tenaga listrik, yang meliputi pembangkitan, transmisi dan
distribusi. BPP tenaga listrik merupakan kumpulan biaya yang diperhitungkan
(allowable) dalam perhitungan BPP atau masuk dalam kategori allowable cost
(hanya biaya yang berhubungan saja, yang tidak dapat dipisahkan dalam
menghasilkan tenaga listrik yang dapat dimasukkan) untuk dihitung secara hati-
hati sesuai dengan prinsip wajar, konsisten dan transparan.
LAPORAN PENDAHULUAN 6
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan besaran keseluruhan biaya
pokok penyediaan(BPP) tenaga listrik, menentukan besaran BPP tenaga listrik
per jenis tegangan dan menentukan besaran BPP-TL per golongan pelanggan.
LAPORAN PENDAHULUAN 7
BAB 2
GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
LAPORAN PENDAHULUAN 8
Tangerang (153,93 km2), Kota Cilegon (175,50 km 2), Kota Serang (266,71 km 2),
serta Kota Tangerang Selatan (147,19 km2).
LAPORAN PENDAHULUAN 9
m dpl. Morfologi Perbukitan Bergelombang Rendah - Sedang sebagian besar
menempati daerah bagian tengah wilayah studi. Wilayah perbukitan terletak
pada wilayah yang mempunyai ketinggian minimum 50 m dpl. Di bagian utara
Kota Cilegon terdapat wilayah puncak Gunung Gede yang memiliki ketingian
maksimum 553 m dpl, sedangkan perbukitan di Kabupaten Serang terdapat
wilayah selatan Kecamatan Mancak dan Waringin Kurung dan di Kabupaten
Pandeglang wilayah perbukitan berada di selatan. Di Kabupaten Lebak terdapat
perbukitan di timur berbatasan dengan Bogor dan Sukabumi dengan
karakteristik litologi ditempati oleh satuan litologi sedimen tua yang terintrusi
oleh batuan beku dalam seperti batuan beku granit, granodiorit, diorit dan
andesit. Biasanya pada daerah sekitar terobosaan batuan beku tersebut terjadi
suatu proses remineralisasi yang mengandung nilai sangat ekonomis seperti
cebakan bijih timah dan tembaga.
LAPORAN PENDAHULUAN 10
Kebutuhan listrik di Propinsi Banten dipenuhi dari pembangkit listrik di sistem
interkoneksi Jawa-Madura-Bali, pembangkit captive, serta pembangkit-
pembangkit isolated dalam jumlah yang kecil.
Kapasitas terpasang pembangkit yang sudah ada saat ini yang tersambung ke
jaringan transmisi interkoneksi Jawa-Madura dan Bali sebesar 6.310 MW
a) PLTU Suralaya : 3.400 MW
b) PLTU Suralaya Perluasan : 625 MW
c) PLTU Labuan 1 dan 2 : 600 MW
d) PLTU Lontar : 945 MW
e) PLTGU Bojonegara : 740 MW
Selain pembangkit yang sudah tersambung ke jaringan transmisi interkoneksi
Jawa-Madura dan Bali tersebut diatas, terdapat pula pembangkit Captive
beberapa perusahaan untuk keperluan sendiri (industri), yaitu :
a) PLTGU KDL : 400 MW (100 MW on Grid)
b) PLTU Tifico : 47 MW
c) PLTU Indah Kiat : 132 MW
d) PLTU Nicomas : 8 MW
e) PLTU Chandra Asri : 8 MW
f) PLTD Pulau Panjang : 125 kW (untuk keperluan
masyarakat)
Pada tahun 2015, jumlah pelanggan listrik di wilayah Provinsi Banten sebanyak
2.954.911 pelanggan, dengan daya tersambung sebesar 9.505.674.512 kVA dan
energi yang terjual sebesar 18.641.173.197 MWh.
Tabel 2.1
Jumlah Pelanggan Listrik menurut Kabupaten Kota 2011-2015
LAPORAN PENDAHULUAN 11
Tabel 2.2
Pelanggan Berdasarkan Jenis tariff
LAPORAN PENDAHULUAN 12
BAB 3
PENDEKATAN DAN
METODOLOGI
LAPORAN PENDAHULUAN 13
b. Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif
tenaga listrik untuk konsumen dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
c. Dalam hal pemerintah daerah tidak dapat menetapkan tarif tenaga listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah menetapkan tarif
tenaga listrik untuk daerah tersebut dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
d. Tarif tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan memperhatikan keseimbangan
kepentingan nasional, daerah, konsumen, dan pelaku usaha penyediaan
tenaga listrik.
e. Tarif tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dapat ditetapkan secara berbeda di setiap daerah dalam
suatu wilayah usaha.
f. Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dilarang menerapkan tarif
tenaga listrik untuk konsumen yang tidak sesuai dengan penetapan
Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34.
Dalam dunia kelistrikan, perhitungan tarif listrik umumnya menggunakan dua
metode perhitungan yang biasa digunakan yaitu :
a. Metode Biaya Pokok Penyediaan (COS/RoR) yang memperhitungkan
keuntungan dalam penentuan BPP.
b. Metode Long Run Marginal Cost, sebagai perhitungan ekonomis yang
dipergunakan dalam desain tarif.
c. Metode cost of service rate of return (embedded cost) menggunakan
data-data yang sudah ada (historical data), dalam bentuk laporan
keuangan tahunan, sedangkan pada metode Marginal Cost
menggunakan data perencanaan.
Adapun tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Menentukan revenue requirement, yaitu tingkat penerimaan yang :
a. Dapat menutupi biaya operasi listrik perusahaan
b. Tingkat keuntungan yang wajar dari nilai investasinya (return)
LAPORAN PENDAHULUAN 14
2. Menentukan struktur tarif , yaitu menentukan tingkat dan pola
pembebanan kepada kelas konsumen akibat penggunaan jasa pelaku
Usaha listrik melalui :
a. Alokasi biaya (cost)
b. Desain tarif, menggunakan Long Run Marginal Cost.
LAPORAN PENDAHULUAN 15
Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui bahwa hampir semua faktor
asumsi, baik makro ekonomi maupun industri, mempengaruhi besaran biaya
pembangkit, baik melalui biaya variabel maupun biaya tetap.
Harga ICP, harga batu bara dunia, harga gas dan harga panas bumi akan
mempengaruhi biaya pembangkit melalui biaya bahan bakar. Faktor kurs Rp
terhadap USD ini mempengaruhi besaran biaya pembangkit melalui banyak
komponen biaya. Komponen biaya yang dpengaruhi secara langsung oleh faktor
kurs adalah biaya bahan bakar, biaya material dan jasa borongan yang biasanya
berdenominasi valas, biaya beban bunga pinjaman luar negeri, biaya
pemeliharaan (berdenominasi Rp namun mengikuti pergerakan nilai USD) dan
biaya penyusutan. Sedangkan suku bunga LIBOR hanya mempengaruhi biaya
bunga pinjaman, yang merupakan bagian dari biaya tetap pembangkit listrik.
Selanjutnya, dari sisi industri listrik, faktor alpha Pertamina untuk bahan bakar
HSD, IDO maupun MFO serta Pajak Pertambahan Nilai BBM mempengaruhi
besaran biaya pembangkit melalui biaya bahan bakar.
Biaya Transmisi/Distribusi adalah penjumlahan dari biaya-biaya fungsional di
sistem transmisi/distribusi listrik. Biaya fungsional tersebut meliputi biaya
pemeliharaan (material dan jasaborongan), biaya administrasi, biaya
kepegawaian, biaya penyusutan dan biaya pinjaman
BPP tenaga listrik akan digunakan sebagai dasar perhitungan subsidi listrik.
Biaya Pokok Penyediaan terdiri dari BPP Tegangan Tinggi, BPP Tegangan
Menengah dan BPP Tegangan Rendah. Ketiga jenis BPP tersebut memiliki
formula perhitungan yang berbeda, perhitungan detailnya adalah sebagai
berikut:
LAPORAN PENDAHULUAN 16
Kemudian, berdasarkan persamaan BPP TT, BPP TM dan BPP TR di atas,
maka besaran subsidi listrik yang harus dibayarkan pemerintah adalah sesuai
dengan persamaan sebagai berikut:
Subsidi = - (Harga Jual Tenaga Listrik - BPP (1+Margin)) x KWH terjual
Besaran subsidi ini diperoleh per golongan tarif dan per jenis tegangan (TT, TM,
TR)
Gambar 2.2 Skema diagram kerangka pikir pembiayan sistem tenaga listrik
LAPORAN PENDAHULUAN 17
Gambar 2.3 Komponen pembiayaan untuk perhitungan BPP
Tenaga listrik merupakan komoditas yang memiliki sifat spesifik. Oleh karena itu
penentuan harga jual tenaga listrik juga memiliki sedikit perbedaan jika
dibandingkan dengan komoditi konvensional. Karena hal itulah, dalam suatu
penentuan harga jual tenaga listrik diperlukan suatu mekanisme alokator.
Alokator tersebut berperan untuk menentukan biaya yang akan dibebankan
pada setiap golongan konsumen karena pola konsumsi konsumen akan sangat
berpengaruh pada pembiayaan produksi.
LAPORAN PENDAHULUAN 18
Metode Accounting Based
Metode ini berasumsi bahwa biaya pokok suatu produksi merupakan biaya total
yang dibutuhkan untuk memproduksi. Tenaga listrik dapat pula dipandang
sebagai suatu komoditas sehingga asumsi tersebut dapat dianalogikan pada
usaha penyediaan tenaga listrik
LAPORAN PENDAHULUAN 19
b. Biaya bahan bakar yang terdiri dari Bahan Bakar Minyak (BBM), gas
alam, panas bumi, batubara, minyak pelumas, eksplorasi dan
pemeliharaan air dan biaya retribusi air permukaan
c. Biaya pemeliharaan yang terdiri dari material dan jasa borongan.
d. Biaya kepegawaian dan biaya administrasi dan penyusutan atas aktiva
tetap operasional.
e. Biaya pinjaman yang digunakan untuk penyediaan tenaga listrik.
Perhitungan BPP dengan metode Accounting Based merupakan total biaya
untuk penyediaan tenaga listrik dibagi dengan energi yang tersalurkan. Total
biaya penyediaan tenaga listrik meliputi biaya pembelian tenaga listrik dan sewa
pembangkit, biaya bahan bakar, biaya operasional dan pemeliharaan, biaya
pegawai, biaya administrasi, biaya penyusutan dan biaya pinjaman. Sedangkan
energi yang tersalurkan adalalah energi yang diterima dikurangi dengan susut
energi.
BPP Total = BPP Pembangkit + BPP Transmisi + BPP Distribusi
BPPTotal adalah total biaya untuk penyediaan tenaga listrik (Rp) dan
BPPPembangkit adalah biaya pembelian tenaga listrik dan sewa pembangkit
ditambah dengan biaya bahan bakar, biaya operasi dan pemeliharaan
pembangkit (material dan jasa borongan), biaya kepegawaian pembangkit,
biaya administrasi pembangkit, biaya penyusutan pembangkit dan biaya
pinjaman pembangkit.
LAPORAN PENDAHULUAN 20
Gambar 2.4 Komponen-komponen pembiayaan Metode Accounting Based
BPP Transmisi adalah biaya operasi dan pemeliharaan (material dan jasa
borongan) transmisi ditambah biaya kepegawaian transmisi, biaya administrasi
transmisi, biaya penyusutan transmisi dan biaya pinjaman transmisi(Rp)
BPPDistribusi adalah biaya operasi dan pemeliharaan (material dan jasa
borongan) distribusi ditambah biaya kepegawaian distribusi, biaya administrasi
distribusi, biaya penyusutan distribusi dan biaya pinjaman distribusi(Rp).
Btetap per golongan pelanggan(Rp) = VA Jenis golongan pelanggan/total VA seluruh jenis pelanggan) x B tetap BPP total(Rp)
LAPORAN PENDAHULUAN 21
B variabel pergolongan pelanggan(Rp) = R (kWh golongan pelanggan/kWh total seluruh golongan pelanggan) x Bvariabel BPP total(Rp)
LAPORAN PENDAHULUAN 22
Gambar 2.6 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian
LAPORAN PENDAHULUAN 23
tanpa biaya, biaya rendah, biaya sedang, dan biaya tinggi yang dapat
ditindaklanjuti oleh pihak Pemberi Kerja;
6) Membuat rekomendasi dan usulan yang menyangkut ketentuan, peraturan
dan perundangan yang terkait kegiatan ini;
7) Menentukan penerapan tarif tenaga listrik yang layak untuk petunjuk
teknis berdasarkan rekomendasi hasil Penyusunan Pedoman Penetapan
Tarif Tenaga Listrik yang memerlukan biaya sedang/tinggi dan
dikonsultasikan dengan Pimpinan Instansi/manajemen perusahaan dan
melakukan analisis tekno ekonomi, finansial dan desain teknis.
8) Melaksanakan Fokus Group Discussion (FGD) untuk mempresentasikan
konsep laporan akhir guna mendapatkan masukan-masukan dari
stakeholder.
9) Menyusun laporan hasil kegiatan yang terdiri dari laporan pendahuluan,
konsep laporan akhir dan laporan akhir.
BAB 4
KAJIAN PUSTAKA
LAPORAN PENDAHULUAN 24
4.1 Ekonomi Infrastruktur Kelistrikan
Mulai 1 Januari 2017, pemerintah mencabut subsidi listrik golongan 900 volt
ampere (VA) bagi pelanggan rumah tangga yang tidak termasuk dalam rumah
tangga miskin dan tidak mampu. Pemerintah beranggapan selama ini
masyarakat mampu banyak yang sudah dimanjakan oleh subsidi listrik.Padahal,
alokasi subsidi bisa dialihkan untuk infrastruktur kelistrikan.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT PLN
(Persero), sepanjang 2017 ini terjadi kenaikan tarif listrik bagi pelanggan rumah
tangga golongan 900 VA secara bertahap. Kenaikan terjadi tiga kali setiap dua
bulan, yaitu 1 Januari, 1 Maret, dan 1 Mei hingga akhirnya pada 1 Juli 2017
berlaku tarif keekonomian.
Tarif keekonomian mengacu pada tiga faktor yang memengaruhi biaya pokok
penyediaan tenaga listrik, yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, harga
minyak mentah Indonesia (ICP), dan inflasi. Tarif penyesuaian berdasarkan
ketiga faktor ini akan dievaluasi setiap bulan. Tarif bisa naik, bisa juga turun.
Kebijakan kenaikan tarif listrik secara bertahap ini sudah disetujui DPR dan
ditandatangani oleh Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan pada 13 Oktober
2016. Sejalan dengan kenaikan tarif listrik tersebut, alokasi subsidi listrik dalam
APBN 2017 pun dikurangi menjadi Rp 44,98 triliun. Jumlah ini turun Rp 5,68
triliun (11,2 persen) dibandingkan dengan APBN-P 2016 yang besarnya Rp
50,66 triliun.
Subsidi listrik dialokasikan karena harga jual tenaga listrik lebih rendah dari
biaya pokok penyediaan tenaga listrik pada golongan tarif tertentu.Pemerintah
harus membayar selisih harga jual dan harga pokok penyediaan tersebut
kepada PT PLN (Persero) dalam bentuk subsidi.Alokasi subsidi untuk golongan
pelanggan dengan daya rendah (450 VA) tentu berbeda dengan subsidi untuk
golongan pelanggan dengan daya yang lebih tinggi.
LAPORAN PENDAHULUAN 25
Pencabutan subsidi listrik dan penyesuaian tarif hanya dikenakan pada
pelanggan rumah tangga golongan 900 VA yang tidak layak disubsidi.Jumlah
pelanggan yang subsidinya dicabut didasarkan pada data yang disajikan oleh
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Badan
Pusat Statistik.
LAPORAN PENDAHULUAN 26
,
Data Susenas 2014 menunjukkan, ada sekitar 7 juta pelanggan rumah tangga
golongan 900 VA merupakan kelompok rumah tangga yang telah mampu karena
termasuk dalam kelompok pengeluaran per kapita di atas Rp 1,7 juta per bulan.
Jika subsidi energi Pencabutan subsidi listrik terhadap pelanggan yang
dianggap tidak tepat sasaran ini, sekaligus juga upaya memenuhi prinsip
keadilan bagi masyarakat.Sebab, dengan pola subsidi yang berlaku selama ini,
golongan pengeluaran yang lebih tinggi menerima subsidi listrik per bulan yang
lebih besar.
Oleh karena itu, pencabutan subsidi listrik pada pelanggan yang tidak tepat
sasaran akan mewujudkan keadilan dan bisa menghemat subsidi hingga
triliunan rupiah. Besaran subsidi listrik yang bisa dihemat dapat dialihkan
pemerintah untuk membangun infrastruktur kelistrikan di Indonesia sehingga
masyarakat yang belum memiliki akses listrik bisa mendapatkan keadilan.
Rasio elektrifikasi yang saat ini baru sekitar 85 persen bisa lebih ditingkatkan
agar makin banyak daerah yang bisa menikmati listrik. Selain itu, penyesuaian
tarif listrik juga akan memaksa konsumen untuk hemat menggunakan listrik jika
ia tak ingin membayar tagihan yang besar.
LAPORAN PENDAHULUAN 27
berpotensi menambah kemiskinan hingga menurunkan pertumbuhan ekonomi,
terlebih di kala perekonomian tengah dilanda krisis.
Pada pelanggan rumah tangga golongan 1.300 VA, kenaikan tarif listrik
dilakukan secara bertahap rata-rata 11,36 persen setiap dua bulan. Adapun
pada pelanggan rumah tangga golongan 2.200 VA dan golongan 3.500 VA
sampai dengan 5.500 VA, kenaikan listrik secara bertahap masing-masing 10,43
persen dan 5,7 persen setiap dua bulan.
Selain kenaikan tarif listrik pada pelanggan rumah tangga, pada tahun yang
sama juga berlaku kenaikan berkala terhadap pelanggan industri I-3 non go
public dengan daya di atas 200 kVA, pelanggan pemerintah P-2 dengan daya di
atas 200 kVA, dan pelanggan penerangan jalan umum P-3.Kenaikan tarif listrik
pada 2014 ini berdampak pada berkurangnya realisasi subsidi listrik pada tahun
2015 yang menjadi Rp 73,14 triliun atau turun 30 persen dibandingkan dengan
realisasi 2014. Realisasi subsidi listrik 2016 diperkirakan juga bisa lebih rendah
setelah APBN-P mematok subsidi listrik sebesar Rp 50,66 triliun.
LAPORAN PENDAHULUAN 28
lagi, termasuk biaya investasi awal, operasi, biaya pemeliharaan, biaya
penggantian peralatan dimasa yang akan datang, keamanan, asuransi
dan juga nilai jual kembali. Dengan demikian, biaya siklus hidup sistem
energi dirumuskan sebagai berikut:
Definisi ini dapat diformulasikan dalam rumus LCoE sebagai berikut [13] :
LAPORAN PENDAHULUAN 29
Dimana :
It : biaya investasi pembangkit perioda tahun ke-t
LCCt : Life Cycle Cost pembangkit perioda tahun ke-t
r : nilai suku bunga yang berlaku
Et : pembangkitan energi listrik yang dihasilkan (dalam kWh)
pada tahun ke-t
n : umur pakai pembangkit
LAPORAN PENDAHULUAN 30
dari nilai investasi, maka proyek tidak menguntungkan. Rumusan
matematisnya adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Bt : keuntungan kotor periode-t
Ct : biaya investasi kotor periode-t
n : umur ekonomi proyek
i : tingkat suku bunga
Keterangan :
i : tingkat suku bunga i
1 : tingkat suku bunga yang bisa
menghasilkan nilai positif NPV.
LAPORAN PENDAHULUAN 31
4) Profitability Index atau PI: Parameter profitability index atau PI adalah
perbandingan antara nilai sekarang penerimaan arus kas dengan nilai
sekarang pengeluaran arus kas. Ini juga dikenal dengan nama parameter
benefit cost ratio. Sebagai kriteria dalam menentukan penerimaaan
proyek ditentukan dari nilai PI, proyek dinyatakan diterima apabila nilai PI
nya sama atau lebih besar dari 1, sedangkan sebaliknya proyek ditolak
apabila nilainya lebih kecil dari 1
.
3. Besaran Komponen Hitungan kwh Listrik
Ada 5 faktor yang mempengaruhi biaya pelanggan listrik prabayar
a. Biaya PPJ (Pajak Penerangan Jalan).
b. Biaya admin bank
c. Biaya Materai
d. Biaya PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
e. Tarif Tenaga Listrik
LAPORAN PENDAHULUAN 32
PPJ 10% (Gorontalo, Makassar, Mamuju, Palu, Morowali, Palangkaraya,
Samarinda, Ambon, Mataram, Kupang, Padang, Kendari, Manado,
Bengkulu, Blitar, Kediri, Jember, Probolinggo, Situbondo).
Sejak Oktober 2015, Biaya admin bank tidak dimasukkan lagi ke dalam nominal
voucher listrik. Jika anda membeli voucher listrik 100 ribu melalui bank BCA,
maka anda membayar 103.000. Biaya admin bank berbeda setiap bank /
instansi pembayaran.
3. Biaya Materai
Tidak semua transaksi pembelian pulsa listrik dikenakan bea materai.
Bea materai dikenakan untuk transaksi pembelian pulsa listrik lebih dari Rp
250.000. Jadi bila pembelian pulsa listrik di bawah Rp 250.000 tidak kena bea
materai.
Pembelian pulsa listrik Rp 250.000-Rp 1.000.000 akan dikenakan bea materai
Rp 3.000 per transaksi pembelian. Pembelian pulsa listrik Rp 1.000.000 ke atas
akan dikenakan bea materai Rp 6.000 per transaksi pembelian.
Apa dasarnya pengenaan materai tersebut?
Besaran bea materai tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1985 tentang Bea Materai dan PP Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan
Tarif Bea Materai dan Besarannya Batas Pengenaan Harga Nominal yang
dikenakan bea Materai.
Bea materai ini merupakan salah satu Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
yang masuk ke kas penerimaan negara di Kementerian Keuangan.
LAPORAN PENDAHULUAN 33
5. Tarif Tenaga Listrik
Tarif Tenaga Listrik dikenal dengan istilah Tarif Dasar Listrik atau Tarif Listrik.PLN
Memilik tarif pelanggan subsidi dan non subsidi. Selengkapnya bisa disimak
pada link di bawah mengenai Tarif Dasar Listrik
Rumus Hitung kWh Listrik Prabayar akan diupdate
Bab 5
Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
LAPORAN PENDAHULUAN 34
Bulan Ke :1 Bulan Ke :2 Bulan Ke :3
No Uraian Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Tahap Persiapan
1 Persiapan Tenaga Kerja
2 Persiapan Peralatan dan alat bantu
3 Pemahaman atas KAK dan tahapan kerja
4 Penempatan dan Penentuan tugas dan
tanggungjawab Tenaga Ahli
2. Tahap Survey Kelembagaan dan Lapangan
1 Pengumpulan Data Primer Dan Sekunder
2 Melakukan kajian dan analisa serta formulasi
dalam menentukan tariff tenaga listrik
3 Rekomendasi Awal Penyusunan Rancangan/
Draft Pergub Pedoman Penetapan Tarif Tenaga
listrik
4 Melakukan assistensi dan koordinasi dengan
stake holder terkait ketenagalistrikan;
5 Laporan Pendahuluan
3. Rekomendasi Akhir dan Penyempurnaan
1 Penentuan arah kebijakan dan Peraturan
2 Melakukan rekomendasi dan kesesuaian
keluaran kegiatan
3 Assistensi Penyempurnaan Keluaran
4 Melakuan FGD/Ekspos Rancangan/Draft
LAPORAN PENDAHULUAN 35
Bulan Ke :1 Bulan Ke :2 Bulan Ke :3
No Uraian Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pergub Pedoman Penetapan Tarif Tenaga
listrik dan mengakomodir masukan-masukan
dari stakeholder.
5 Laporan Draft Akhir
4. Penyusunan Laporan Akhir
1 Penentuan Laporan Akhir Pedoman kegiatan
2 Assistensi dan koordinasi semua produk
kegiatan
3 Melaksanakan Focus Group Discussion (FGD)
untuk mempresentasikan Laporan Akhir dan
Draft Final Pergub Pedoman Penetapan Tarif
Tenaga Listrik.
4 Penyerahan semua produk keluaran dan
dokumentasi kegiatan
LAPORAN PENDAHULUAN 36
LAPORAN PENDAHULUAN 37