Anda di halaman 1dari 54

II

TIM REDAKSI

Pemimpin Redaksi

Fathan Tri Rajendra S.

Editor Bahasa

Allendra Amala Haqqi, Fauzi Rahmadani, Filzatuz Zahro Ibrahim,


Fathan Tri Rajendra S.

Layouter

Adnan Nauli Harahap, Amalia Andhini K., Shakira Amirah

Non-konten

Hani Rafifah, Nova Ria Astuti

Sampul

Andika Naufal Hilmy

III
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah


swt. dan solawat serta salam kami sampaikan kepada Nabi
Muhammad saw. Bersyukur kepada Allah swt. karena atas kuasa dan
rido-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan antologi biografi guru
MAN Insan Cendekia Serpong ini dengan baik dan tepat waktu.
Buku ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas Bahasa
Indonesia. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak-pihak
yang telah berkontribusi dalam penulisan buku ini:
1. Ibu Dra. Persahini Sidik, M.Si sebagai kepala MAN Insan
Cendekia Serpong.
2. Rapiq, M.Pd sebagai guru Bahasa Indonesia sekaligus
pemimbing antologi biografi guru MAN Insan Cendekia
Serpong.
3. Rekan sejawat penulis, Aksatriya Dumilah Upakara
Ganitrikundha, yang tak henti saling memberi dukungan
dalam penyelesaian buku ini.
4. Semua pihak yang tidak disebutkan satu per satu.
Akhirnya, semoga amal perbuatan baik yang kita lakukan di
terima oleh Allah swt. dan buku ini memberikan manfaat kepada
siapa saja yang mempelajarinya. Kami menyadari bahwa abuku ini
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, sumbang saran dan kritik demi
perbaikan buku ini sangat diharapkan.

Tangerang Selatan, 20 Agustus 2019

Penulis

IV
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ......................................................................................... i

Tim Redaksi ................................................................................................ ii

Kata Pengantar .......................................................................................... iii

Daftar Isi ..................................................................................................... iv

Isi ....................................................................................................................

Chairul Huda ................................................................................ 1


Ilma Halimatus Sadiah ................................................................ 5
Abdul Jalil ................................................................................... 10
Yelnita Nova ............................................................................... 15
Suhendra ..................................................................................... 18
Eva Novita .................................................................................. 22
Away Baidhowy ......................................................................... 28
Reisa Suci Arimbi ....................................................................... 31
Muhammad Ihsanudin ............................................................. 36
Pahrurroji M. Bukhori ............................................................... 44

Tentang Penulis ........................................................................................ 49

V
BAPAK ASRAMA
Nova Ria Astuti - Vania Amara W

Chairul Huda adalah


seorang guru agama di MAN Insan
Cendekia Serpong. Beliau telah
mengajar selama 16 tahun lebih satu
bulan di sekolah tersebut sejak Juli
2003. Bapak yang kerap disapa Pak
Huda ini lahir pada tanggal 27 Mei
1972. Beliau merupakan lulusan S1
Peradilan Agama STAIN Surakarta.
Pria kelahiran Rembang ini sudah mengikat janji suci
bersama guru biologi, Tina Yulistania, pada 3 Juli 2005. Awal
pertemuan mereka bermula ketika mengajar di sekolah berasrama,
MAN Insan Cendekia Serpong. Tidak ada yang dapat menduga
bahwa kisah asrama ini berujung menjadi asmara. Sekarang pasangan
suami istri ini telah dikaruniai dua putri dan satu putra.
Putri pertamanya bernama Izzatu Ulya Nur Huda yang lahir
pada tanggal 5 Juni 2006. Putri keduanya bernama Isyiqa Irfania Nur
Huda lahir 4 Agustus 2008. Kemudian putra terakhirnya bernama
Irsyad Muhammad Nur Huda lahir tanggal 15 Desember 2012.
Menurut sang istri, bapak tiga anak ini merupakan pribadi
yang penyayang dan perhatian. Beliau juga merupakan seorang guru
yang sabar dan telaten dalam menghadapi murid-muridnya. Oleh
karena itu, beliau terpilih menjadi wakil kepala madrasah bidang
keasramaan. Selain itu, beliau juga dinobatkan sebagai Wali Asrama
Ter-Ayah pada saat Civitas Day, acara yang diselenggarakan siswa
untuk menghormati civitas yang telah berjasa selama ini.

1
Pertama kali mengenal beliau, mungkin kebanyakan orang
berpikir bahwa beliau adalah orang yang kaku dan sangat serius.
Namun ketika sudah mengenal lebih dekat, beliau merupakan sosok
yang hangat dan ramah. Beliau sering mengingatkan siswa-siswa
dengan tegas tetapi penuh dengan kasih sayang.
Perjalanan hidup beliau bukanlah jalan yang mudah untuk
dilalui. Beliau menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghambat
beliau baik dalam mencari ilmu maupun dalam kehidupan berumah
tangga. Saat beliau menempuh pendidikan di Madrasah Tsanawiyah
(MTs), beliau berusaha keras untuk masuk di Madrasah Aliyah
Program Keagamaan (MA PK). Beliau merupakan satu-satunya orang
di kampungnya yang berhasil kuliah pada saat itu.
Kesusahan beliau tidak berhenti di situ. Pekerjaan pertama
beliau di pesantren tidak berakhir baik. Beliau tidak diberikan gaji
meskipun telah bekerja dengan baik. Hal ini tidak membuat beliau
berkecil hati. Beliau tetap berusaha dengan sepenuh hati. Beliau
sampai bekerja kasar. Dan ternyata kejadian lama terulang kembali.
Beliau kembali tidak mendapatkan sepeser uang pun dari hasil kerja
kerasnya.
Beliau memberanikan diri menginjakkan kaki ke kota Jakarta
hanya dengan uang pas-pasan. Beliau tidak tau kemana nasib
membawanya. Namun dengan istiqamah dan pertolongan dari Allah,
beliau akhirnya dapat bekerja di MAN Insan Cendekia Serpong.
Selain pria yang inspiratif, beliau juga merupakan ayah dan
suami yang tangguh hatinya. Pertemuan pertama beliau bertemu
dengan sang istri. Tidak ada yang pernah menyangka bahwa
keduanya bisa bersatu karena sangat berbeda.
Bu Tina yang saat itu tinggal di depan kamar Pak Huda di
asrama guru. Bu Tina, yang tidak menyukai pria berkulit hitam, dan
Pak Huda, yang tidak ingin menikahi perempuan sunda, termakan

2
perkataan sendiri. Dengan perantara Bu Nova, beliau berdua
dihubungkan untuk lebih mengenal.
Bu Tina awalnya mengira Pak Huda kaku. Namun
keramahan Pak Huda terasa setelah menikah. Pak Huda sangat ramah
kepada keluarga sang istri. Beliau juga dekat dengan saudara mertua.
Berdasarkan penuturan istrinya, beliau sangat dekat dan
menyayangi anak-anaknya. Kebesaran dan ketangguhan beliau
dibuktikan saat masa-masa terberat selama berumah tangga.
Pada saat kelahiran anak kedua, Pak Huda dan Bu Tina,
sapaan akrab siswa MAN Insan Cendekia Serpong, mendapat ujian.
Bayi yang baru saja lahir itu mengalami kejang-kejang (step). Bayi ini
pun segera ditangani secara khusus oleh dokter. Siapa sangka bahwa
bayi tersebut terindikasi terserang penyakit torch. Bu Tina dan Pak
Huda pun merasa shock dan tertekan saat mengetahui hal tersebut.
Meskipun demikian, Pak Huda selalu ada untuk mendampingi
istrinya dan menguatkannya. Pasangan suami istri tersebut berjuang
bersama untuk menghadapi ujian yang menerpa rumah tangga
beliau.
Selama proses pencarian obat untuk si buah hati, mereka
rela berkelana dari satu kota ke kota lain dari rumah sakit satu ke
rumah sakit yang lain. Mereka juga rela mengorbankan harta dan
tenaga demi menemukan obat untuk kesembuhan si anak. Kota
hujanlah yang menjadi titik terang dari pencarian tersebut. Ya,
Bogor, itulah kota yang menyediakan obat herbal yang mampu
menyembuhkan penyakit tersebut. Mulailah kehidupan terapi dan
pengobatan yang wajib mereka jalani. Rutinitas BSD - Bogor seakan
sudah mendarah daging dalam cerita kehidupan mereka. Pasangan
suami istri tersebut bahkan kerap kali harus izin dan mengosongkan
jadwal demi pengobatan hingga akhirnya usaha mereka mulai
menampakkan hasilnya. Bayi yang awalnya mengalami kesulitan

3
melakukan kegiatan-kegiatan yang menggunakan saraf motorik
akhirnya membaik. Anak kedua tersebut akhirnya bisa berjalan
dengan normal meskipun mengalami keterlambatan perkembangan
motorik.
4 tahun berikutnya, ujian kembali datang menghampiri
mereka. Bu Tina hamil anak ketiga. Awalnya Bu Tina merasa agak
takut untuk hamil lagi karena pengalaman masa lalunya tentang
anak keduanya. Namun, Pak Huda selalu meyakinkan Bu Tina
bahwa semua akan baik-baik saja. Akhirnya, Bu Tina pun berani
untuk hamil lagi. Di kehamilan ketiganya ini, Bu Tina dan Pak Huda
lebih berhati-hati dan mempersiapkan segalanya sebagai upaya agar
anak tersebut dapat lahir dengan sehat.
Semesta seakan tidak merestui jika keinginan mereka
terkabul dengan cepat. Bayi ketiga ini awalnya lahir dengan sehat dan
baik-baik saja tetapi beberapa hari kemudian gejala yang sama yang
pernah dialami anak kedua muncul di anak ketiga ini. Pasangan
suami istri ini kembali diuji dengan penyakit yang sama. Namun,
karena penyakit ini sudah pernah dialami anak kedua,
penanganannya dilakukan dengan cepat dan anak tersebut segera
pulih walau mengalami keterlambatan bicara.

4
Jatuh Bangun Sang Pemimpi
Amalia Andhini K - Shakira Amirah

Ilma Halimatus Sadiah atau yang akrab dipanggil Kak Ilma


ini adalah guru Bimbingan dan Konseling di MAN Insan Cendekia
Serpong. Perempuan yang lahir pada hari ke 24 di Bulan November
50 tahun setelah Indonesia Merdeka ini sering kali mendapat
panggilan kak dibanding bu. Hal itu kerap ia keluhkan karena ia
merasa panggilan bu lebih cocok untuknya, apalagi sebagai seorang
guru. Kak Ilma memiliki kisah menarik mengenai perjalanan
hidupnya. Mulai dari minat yang awalnya tidak jatuh di bidang
konseling sampai akhirnya ia memutuskan untuk mendalami bidang
tersebut. Jauh sekali dari minat awalnya yaitu masuk di jurusan
Hubungan Internasional, perjalanan tak terduga perempuan bernama
Ilma ini terbilang panjang dengan alasan yang sangat menginspirasi.
Kerja keras dan pantang menyerah adalah frasa yang bisa
ditangkap dari perjalanan hidupnya. Semua yang beliau capai bukan
muncul secara tiba-tiba, melainkan terdapat pekerjaan dari kerja keras
juga doa yang terus menerus ia panjatkan. Gap year bukan suatu hal
yang membuat beliau menyerah, justru mendatangkan semangat
disertai hal-hal baru yang tidak beliau sadari sebelumnya.
Lulus dari boarding school di Banten disertai keaktifan beliau
dalam mengikuti berbagai acara-acara yang beragam, tentu beliau
sosok yang patut diteladani. Setelah menunggu selama satu tahun, ia
kembali berjuang untuk masuk jurusan yang ia minati. Minat itu
muncul ketika beliau mengikuti sebuah acara sosial untuk mengenal
diri sendiri yang diadakan oleh Forum Rumah Dunia. Beliau mulai
tertarik untuk lebih mengenal dan mempelajari orang lain, bukan
hanya itu, mindset beliau yang sebelumnya, orang berguna adalah
orang yang besar pun berubah. Sejak itu beliau menyadari bahwa hal-

5
hal kecil yang kadang tidak disadari juga merupakan suatu manfaat
bagi orang lain.
Dukungan dari orang tua yang ia dapatkan menjadi nilai
semangat tersendiri bagi beliau. Tidak marah ataupun menekan dan
justru menjadi teman cerita adalah bentuk dukungan lain yang beliau
dapatkan.
Pada akhirnya Beliau berhasil mencapai apa yang Beliau
inginkan. Masuk ke jurusan yang sesuai dengan keinginannya dan
aktif dalam BEM minat bakat menjadikan beliau orang yang berguna
bagi orang lain. Seperti yang beliau katakan “Orang berguna tidak
harus menjadi orang yang besar”.
Pilihan yang jatuh Bimbingan Konseling dimulai dari keinginan
yang kuat pada jurusan Hubungan Internasional. Jarak nilai yang
cenderung tinggi pada jurusan tersebut membuat Beliau tidak masuk
pada jalur selain Mandiri. Beliau yang sangat ingin untuk
mendapatkan jurusan tersebut mendaftar universitas dengan tujuan
yang sama. Namun takdir memang berkata lain, beliau hanya
diterima dengan jurusan mandiri tentunya dengan biaya yang cukup
tinggi.
Beliau pun memutuskan untuk beristirahat sambil memantapkan
diri selama setahun kedepan. Beliau bertanya kepada teman-
temannya tentang bagaimana itu kuliah dan apa yang akan Beliau
lakukan. Suatu pelatihan dari konseling daerah yang diadakan oleh
rumah dunia menarik minat Beliau. Pelatihan ini dihadiri berbagai
psikolog, guru bimbingan konseling dan konselor yang sudah
berpengalaman. Dari pelatihan ini Beliau mendapatkan pelajaran
mengenai mereduksi stress dan juga cara memahami diri sendiri. Sejak
pelatihan tersebut Beliau mulai memiliki ketertarikan di bidang
psikologi. Keinginannya untuk masuk Jurusan Hubungan
Internasional pun Beliau urungkan.

6
Mengubah mindset dan mulai fokus pada hal-hal kecil yang sangat
berguna, kurang lebih begitu yang akhirnya beliau tanamkan. Setelah
mulai memahami dirinya sendiri, Beliau mencari jurusan yang
memang mengarah pada psikologi, pilihan Beliau jatuh pada jurusan
bimbingan dan konseling. Pada saat itu di Banten dan sekitarnya
hanya ada dua universitas yang menyediakan jurusan BK. Yang
pertama adalah Universitas Ageng Tirtaysa (Untirta) dan yang kedua
adalah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Beliau pun
akhirnya memilih Untirta sebagai kampus tujuannya.
Pertama kali datang ke Man Insan Cendekia Serpong untuk
praktik kerja lapangan sebagai salah satu mahasiswa jurusan
bimbingan dan konseling. Saat itu beliau terkenal dikalangan murid-
murid kelas 10. Dan Akhirnya mulai bulan Juli 2019, Beliau aktif
sebagai salah satu guru BK di Man Insan Cendekia Serpong.
Panggilan Kak yang cenderung lebih sering ia dapatkan karena
usianya yang terbilang cukup muda dan tidak berbeda jauh dengan
murid-murid di MAN Insan Cendekia Serpong.
Selama berkuliah beliau aktif sebagai salah satu anggota BEM
dalam bidang minat bakat. Senyum adalah hal yang tak jarang
didaptkan murid-murid ketika menemui Beliau. Dengan ilmu yang
sekarang Beliau miliki, Beliau lebih mudah memahami siswa-siswa di
MAN Insan Cendekia. Beliau juga tak jarang memberikan motivasi
disertai kata-kata semangat juga saran bagi anak-anak yang
mengunjunginya di ruangan Bimbingan Konseling.
Ketika beliau menginjak masa-masa akhir kuliah, beliau
diwajibkan mengikuti sebuah kegiatan bernama kuliah kerja nyata
atau KKN. KKN adalah sebuah bentuk kegiatan pengabdian kepada
masyarakat oleh mahasiswa dengan pendekatan lintas keilmuan dan
sektoral pada waktu dan daerah tertentu. Bu Ilma melaksanakan
kegiatan KKN ini selama satu bulan. Beliau melakukan kegiatan KKN

7
bersama dengan teman – teman satu kuliahnya. Ketika KKN mereka
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, satu kelompok terdiri
dari beragam mahasiswa yang berbeda jurusan seperti konseling,
pertanian, sospol, hukum, dan Pendidikan.
KKN ini dilakukan di daerah Pandeglang, Banten. Di daerah
pandeglang terdapat suatu daerah yang masih kurang perhatian dari
pemerintah ataupun masyarakat. Saat itu beliau ditugaskan untuk
menjadi guru konseling di sebuah sekolah di daerah tersebut. Ketika
beliau menjadi guru konseling disana, beliau mendapati seorang anak
perempuan berumur 11 tahun tidak bersekolah. Bukan hanya tidak
bersekolah, anak perempuan ini juga tidak dapat membaca. Bu Ilma
yang melihat keadaan ini langsung memiliki tekad yang terlintas di
kepalanya saat itu, beliau ingin mengajarkan anak perempuan ini agar
ia dapat membaca dan memberi penjelasan bahwa sekolah itu
penting.
Tak hanya itu, beliau merasa iba dikarenakan anak perempuan ini
tidak memiliki teman karena ia tidak bersekolah. Ketika sedang sesi
konseling, Bu Ilma menjelaskan betapa pentingnya menimba ilmu
melalui sekolah. Keesokan harinya beliau baru mengetahui bahwa
anak ini tidak bersekolah karena orangtuanya menganggap sekolah
itu tidak penting dan ia tidak membutuhkan sekolah. Anak
perempuan itu berkata bahwa ia dimarahi kedua orangtuanya ketika
menyampaikan kata-kata Bu Ilma mengenai pentingnya Pendidikan.
Bu Ilma memberikan perhatian khusus kepada anak perempuan
ini. Tiap hari ia mengajarkan membaca dan menghitung. Mulai dari
huruf alfabeth maupun huruf arab. Setiap hari anak perempuan
tersebut datang ke pos Bu Ilma untuk belajar banyak hal-hal dasar
yang seharusnya sudah dikuasai oleh anak seusianya.
Orangtua dari anak perempuan ini bekerja sebagai petani. Tiap
harinya, orangtua dari anak ini berangkat ke sawah sejak dini hari.

8
Hal tersebut menjadi penghalang bagi beliau untuk bertemu orangtua
anak perempuan itu. Padahal, Bu Ilma memiliki keinginan yang kuat
untuk memberikan penjelasan kepada kedua orangtua itu. Bu Ilma
berharap dengan penjelasan yang beliau berikan pemikiran orangtua
itu akan berubah menjadi lebih terbuka. Harapan itu pupus seketika
ketika tidak ada waktu yang dapat digunakan untuk berbincang
dengan orangtua dari anak tersebut. Sampai saat ini Bu Ilma berharap
anak itu dapat memulai pembelajaran yang seharusnya, begitupula
untuk semua anak dengan nasib yang sama.

9
Abdul Jalil
Andika Naufal H. - Fathan Tri R. S.

H. Abdul Jalil, S.Ag., MA. atau yang


akrab disapa Pak Jalil adalah seorang guru Quran
Hadist di MAN Insan Cendekia Serpong.
Namanya berasal dari dua kata Bahasa Arab,
yaitu abdu yang berarti “hamba” dan Al-Jaliil
yang berarti “Tuhan Yang Maha Agung”. Secara
keseluruhan, namanya memiliki arti “hamba
Tuhan Yang Maha Agung”.
Ia lahir di sebuah kota kecil yang terkenal
sebagai salah satu penghasil bawang di
Indonesia, Nganjuk, tepat pada hari pertama di
tahun 1973. Tepat pada usianya yang menginjak
26 tahun, ia merantau ke sebuah tempat yang terletak jauh dari Jakarta
di mana tempat itu masih penuh dengan hutan karet yang kelak akan
menjadi komplek perumahan Bumi Serpong Damai. Hingga saat ini,
Pak Jalil telah mengabdi selama 22 tahun di MAN Insan Cendekia
Serpong yang sudah menjadi rumah kedua baginya. Selama masa
abdinya, ia penah menjadi Wakil Kepala Madrasah Bidang
Keasramaan selama dua tahun dan Wakil Kepala Madrasah Bidang
Hubungan Masyarakat selama empat tahun. Pak Jalil dikenal sebagai
guru yang lemah lembut, rajin, dan penyabar dalam mengajar murid-
muridnya. Beliau juga aktif dalam kegiatan eksternal madrasah dan
penyambutan tamu di madrasah. Selain itu, ia juga berperan sebagai
penyeleksi guru baru MAN Insan Cendekia Serpong.
Sebagai guru Quran Hadist, Pak Jalil menekankan penulisan
Alquran dengan baik dan benar karena ia mengetahui bahwa menulis
Alquran memerlukan kehati-hatian untuk menghindari pengubahan

10
arti kata Alquran akibat kesalahan penulisan. Selain itu, ia juga
menekankan pemahaman tentang arti kata-kata dalam Alquran agar
memudahkan pembaca Alquran memahami maksud dari ayat-ayat
dalam Alquran.
Ia memiliki riwayat pendidikan yang gemilang. Pada tahun
2008, ia mendapat gelar magister dari jurusan Dakwah dan
Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta dan saat ini ia sedang
melanjutkan pendidikannya di jenjang doktoral. Pak Jalil memiliki
seorang istri bernama Muzdalifah yang juga bekerja di tempat yang
sama sebagai seorang perawat jaga di poliklinik. Mereka berdua
sering terlihat berangkat ke tempat kerjanya menggunakan mobil HR-
V hitam milik mereka.
Bermula dari tahun 1992 saat ia lulus dari SMEA Negeri
Nganjuk, ia memutuskan untuk menempuh jalan yang berbeda dari
jurusan ekonomi yang ia ambil semasa SMA. Ia pun merantau ke
sebuah pesantren yang bernama Al-Amin di Sumenep. Di sana, ia
benar-benar merasakan berbagai hal baru, terutama nilai-nilai dan
pengetahuan hidup serta kehidupan berorganisasi di pesantren itu.
Sambil mondok, ia melanjutkan pendidikannya di STAI Al-Amin
yang tidak lain adalah sekolah tinggi agama Islam yang terletak di
pesantren tersebut. Pada saat itu, ia mengambil jurusan Bimbingan
Penyuluhan Islam di Fakultas Dakwah STAI Al-Amin.
Empat tahun kemudian, ia lulus dari tempat kuliahnya
sekaligus pesantren yang sudah menjadi bagian dari hidupnya. Pada
suatu hari, ia membaca harian Republika dan menemukan sebuah
penawaran pekerjaan yang sangat prestisius pada waktu itu. Dalam
rubrik penawaran pekerjaan itu, ia melihat sebuah kesempatan besar
untuk mengajar di sekolah yang baru dicetus oleh BPPT, yaitu SMU
Insan Cendekia Serpong. Ia pun mencoba mengikuti tes seleksi di
Surabaya untuk mendapat kesempatan mengajar yang sangat

11
berharga. Namun, sesampainya di Surabaya, rasa percaya dirinya
mendadak turun. Betapa banyak pesaingnya yang berasal dari
lulusan universitas yang lebih ternama di seantero Jawa Timur dan
daerah lainnya. Apa boleh buat, ia tetap memutuskan untuk mencoba
dan menyerahkan jerih payah usahanya kepada Sang Ilahi. Dengan
tekadnya, ia pun mengikuti serangkaian tes yang sangat panjang dan
melelahkan.
Beberapa waktu kemudian, ia menerima berita yang sangat
mengejutkan dari BPPT. Benar saja, ia diterima d SMU Insan Cendekia
Serpong, tempat bekerja yang akan menjadi cerita baru bagi
hidupnya. Ia benar-benar senang mendapat kesempatan bekerja di
ibukota yang didambakan oleh setiap orang. Betapa tidak, ia hanya
salah satu dari lima orang yang diterima di sekolah itu bersama
dengan Pak Bahrul Ulum, guru Bahasa Arab dan Pak Tubagus
Sedyayunta, guru Komputer. Mulanya ia mengira bahwa lingkungan
tempat bekerjanya akan dikelilingi oleh hiruk pikuk perkotaan
dengan segala isinya di Jakarta. Namun, ia kembali dikejutkan oleh
fakta yang ada setelah ia datang ke sekolah itu. Rupanya sekolah itu
terletak di perkampungan Serpong yang letaknya jauh dari semua
yang awalnya ia bayangkan. Ia pun memutuskan untuk tinggal di
asrama guru selama delapan tahun sambil beradaptasi dengan
lingkungan barunya. Walaupun ia terkejut, ia yakin ada banyak hal
tidak terduga yang akan terjadi. Siapa yang mengira bahwa
perkampungan yang jauh dari ibukota itu akan menjadi sebuah pusat
perumahan dan perbelanjaan yang terkenal di Jabodetabek? Benar
saja, lama kelamaan gedung-gedung bermunculan, pasar-pasar dan
perumahan berkembang menjadi kawasan Bumi Serpong Damai yang
benar-benar modern.
Setelah empat tahun tinggal di asrama guru, tepat pada tahun
2001, ada seorang perawat poliklinik diterima di sekolah yang sudah

12
berubah status menjadi Madrasah Aliyah tersebut. Rupanya, perawat
poliklinik itu menarik hati Pak Jalil untuk dijadikan sebagai istrinya.
Tanpa berlama-lama, Pak Jalil menandai perawat itu sebagai peluang
untuk dijadikan sebagai teman hidupnya. Ia pun meminta tolong ke
salah seorang wali asrama, Pak Dadang Hasbullah, untuk
dihubungkan dengan perawat itu. Ia juga mencari-cari data perawat
pujaan hatinya di kumpulan data karyawan untuk dikirim ke orang
tuanya sebagai permohonan restu untuk melamar pujaan hatinya.
Dari data karyawan itulah ia mengenali nama pujaan hatinya,
Muzdalifah.
Beberapa waktu kemudian, Pak Jalil meminta untuk ta’aruf
dengan pujaan hatinya dengan diperantarai oleh Pak Dadang.
Prosesnya tidak mudah begitu saja. Bu Muzda harus meyakinkan
orang tua dan kakeknya untuk mendapat restu untuk menikah
dengan pria yang telah mencoba untuk melamarnya, terutama
dengan kondisi fisiknya. Namun, dengan keinginan yang kuat,
akhirnya orang tua dari Pak Jalil dan Bu Muzda menyetujui
pernikahan tersebut. Pada tahun 2003, mereka berdua menikah
sebagai tanda kebahagiaan untuk mereka berdua.
Di luar dugaan, mereka mendapat cobaan dalam menjalani
kehidupan mereka. Sampai saat ini, mereka belum dikaruniai anak.
Mereka juga sudah mencoba berbagai cara untuk mendapat
momongan, namun berulang kali pula mereka memperoleh
kegagalan. Namun, dengan kesabaran yang dimiliki oleh Pak Jalil,
mereka tetap bisa melanjutkan hubungan pernikahan mereka.
Menurut Bu Muzda, Pak Jalil adalah seorang suami yang benar-benar
istimewa karena kesabaran dan kesetiaan yang dimilikinya serta ia
merupakan sosok yang selama ini menguatkan sang istri dengan
segala hal yang dimiliki.

13
Di samping kehidupan rumah tangganya, Pak Jalil juga
memiliki banyak pengalaman di pekerjaannya. Ia pernah menjadi
tonggak utama kehidupan asrama sebagai Wakil Kepala Madrasah
bidang Keasramaan selama dua tahun. Selama itu, ia merasakan lebih
banyak hal-hal baru tentang kehidupan asrama. Ia mengurusi
berbagai ragam masalah yang ada di kehidupan asrama, bahkan
harus rela tidur larut malam hampir setiap hari. Namun, perannya
membawa sebuah keasyikan tersendiri yang mewarnai
kehidupannya.
Ia juga pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Madrasah
bidang Humas selama dua tahun. Lain bidang lain rasa, begitu pula
di bidang humas yang membawa keasyikan lain yang mewarnai
kehidupannya. Berbagai macam orang biasa ia temui, dari sekolah
umum, madrasah, bahkan dari lembaga kampus sekalipun.
Keramahannya benar-benar menunjang perannya sebagai orang
humas. Ia juga biasa mewakili kepala madrasah, Bu Penny saat beliau
sedang ada tugas di luar madrasah.

14
Yelnita Nova
Allendra Amala -Adnan Nauli H.

Kisah mengajarnya di Insan Cendekia dimulai ketika Ibu


Nova mengikuti tes masuk guru untuk Insan Cendekia yang pertama
kali di tahun 1995. Ibu nova tidak mendaftarkan dirinya sendiri, tetapi
didaftarkan oleh teman-temannya ketika di sumbar. Sebelumnya, Ibu
Nova adalah seorang asisten dosen di IAIN dan juga sebagai dosen di
Sekolah Tinggi Agama Islam dan di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah.
Berawal dari paksaan teman-temannya, Ibu Nova pun
akhirnya mengikuti tes tersebut. Tak disangka-sangka Ibu Nova lolos
tes tahap pertama tapi teman-temannya tidak ada yang lolos tes
tersebut. Kemudian, tes tahap dua dilaksanakan di kantor pemerintah
yang bagi Ibu Nova saat itu sangat bagus dan megah.
Kemudian, surat keputusan tes tahap dua dikeluarkan dan
tersebutlah Ibu Nova sebagai peserta untuk tes tahap tiga yang akan
dilaksanakan di Jakarta. Awalnya, Ibu Nova tidak mau karena teman-
temannya dari Padang tidak ada yang lolos sampai tes tahap tiga,
hanya Ibu Nova seorang yang lolos dari Padang. Tetapi, teman-teman
Ibu Nova lagi-lagi memaksa Ibu Nova untuk melanjutkan tes tersebut.
“sayang banget kan, sudah sampai disini masa enggak
diambil kesempatan itu.” Kurang lebih begitulah teman-teman Ibu
Nova ‘memaksa’nya untuk melanjutkan tes tahap tiga di Jakarta.
Akhirnya, meskipun sedikit berat hati, Ibu Nova pergi ke Jakarta
untuk tes tahap tiga disana.
Tes tahap tiga akan menguji peserta tes, termasuk Ibu Nova,
dalam prakter mengajar di depan para dewan juri. Seperti peserta
lainnya Ibu Nova mengajar seperti biasanya karena sudah terbiasa
menjadi dosen yang mengajar para mahasiswa di sumbar. Yang baru

15
diketahui setelahnya bahwa salah seorang juri diantara para dewan
juri tersebut adalah Direktur Jendral Kementrian BPPT saat itu.
“Alhamdulillah…” kata Ibu Nova ketika diwawancara “Ibu
baru mengetahuinya setelah tes jadi Ibu enggak terlalu gugup.”
Akhirnya, sekitar bulan Januari, keluarlah surat keputusan
dari panitia pelaksana ujian di tanggal 4 Januari 1996, yang
menyatakan bahwa Ibu Nova diminta berangkat ke Jakarta. Dengan
kata lain, Ibu Nova lulus tes tahap tiga dan secara legal dan resmi
menjadi guru SMA Magnet School (nama sekolah sebelum menjadi
Insan Cendekia) pada tanggal 9 Januari 1996 dan akan melaksanakan
pelatihan guru sebelum mengajar nanti di bulan Juli mendatang.
Sebelum berangkat ke Jakarta, tidak ketinggalan kebahagiaan bagi Ibu
Nova dalam akad serta walimah pada tanggal 5 Januari 1996, tepat
sehari setelah pengumuman lolos tes tahap tiga dan empat hari
sebelum berangkat ke Jakarta.
Begitulah perjalanan panjang Ibu Nova menjadi guru SMA
Magnet School. Ketika wawancara kami bertanya “Kenapa Ibu Nova
mau menjadi seorang guru?”.
Kemudian Ibu Nova menjawab “Pada awalnya ibu itu
maunya jadi dokter, pokoknya orang-orang yang menyelamatkan
orang begitu, tapi karena ayah memaksa, akhirnya Ibu Nova memilih
untuk membenamkan pemikiran menjadi dokter.”
“Lalu, bagaimana caranya kok bisa Ibu Nova setuju akan
kehendak ayah Ibu Nova yang menenggelamkan cita-cita Ibu Nova
yang begitu besar?” tanya kami penasaran.
“Jadi ceritanya Ibu sudah mendaftar di SMA yang mahsyur
di Padang. Ibu tes masuk seperti biasanya dan akhirnya muncullah
pengumuman tes tersebut dan Ibu dinyatakan masuk SMA yang
mahsyur tersebut. Namun, pada suatu sore yang ganjil, ayah Ibu
Nova mengajak Ibu Nova jalan-jalan, yang mana ketika itu Ibu sedang

16
senang diterima di SMA tersebut. Ibu diajak berkeliling dan makan di
restoran tanpa Ibu sadari itu adalah udang dibalik batu. Padahal, Ibu
jarang pergi ke restoran, terlalu mahal saat itu. Kemudian, ketika di
restoran, ayah Ibu (Nova) bercerita tentang seorang kakek yang
ditinggal mati oleh istrinya dan anak-anaknya semua sedang pergi
merantau. Kakek tersebut sedang sakit-sakitan, namanya juga sudah
berumur. Lalu Si Bungsu mendengar berita tentang kakeknya yang
sakit-sakitan, ‘Menurutmu apa yang akan Si Bungsu lakukan?’ tanya
ayah Ibu Nova, Ibu menjawab ‘ya kalau gitu, Si Bungsu harus
menemani si kakeklah yah’ wajarlah ibu berkata seperti itu, orang Ibu
masih kecil. Kemudian hari, baru Ibu ketahui bahwa kakek yang sakit
tersebut itu adalah kakek ibu dari pihak mama dan si bungsu adalah
mama Ibu. Jadi, Ibu terpaksa dengat berat hati dan tak terima ini
terjadi, bahwa Ibu harus kembali ke kampung kakek yang disana tak
ada sekolah jurusan IPA yang berarti Ibu harus sekolah jurusan IPS.
Dan akhirnya, Ibu harus menenggelamkan cita-cita Ibu menjadi
dokter. Kemudian Ibu sekolah SMA di kampung kakek Ibu, lalu ke
masuk ke IAIN (Institut Agama Islam Negeri yang sekarang disebut
UIN) fakultas PAI jurusan Dakwah Islam. Kemudian menjadi Asisten
Dosen sekaligus nyantren di sumbar. Jadi siang bantuin dosen, malam
ngaji. Lalu dipromosikan menjadi dosen STIT dan STAI lalu
terdampar menjadi guru IC dari Angkatan pertam di wisma hingga
sekarang. Begitulah ceritanya. Tapi ibu tetap bersyukur, karena itu
juga Ibu bisa disini, di IC. Bersama keluarga Ibu juga dan sebagainya.
Intinya Ibu tetap mensyukuri meskipun Ibu tidak bisa jadi dokter.”
Kurang lebih itulah yang dikatakan Ibu Nova saat kami memancarai
beliau.

17
SUHENDRA
Hani Rafifah - Izza Fekrat

Suhendra atau lebih senang


dipanggil lebih lengkap dengan
tambahan Hasan Assirbuni, adalah
seorang guru agama sekaligus pembina
keasramaan di MAN Insan Cendekia
Serpong. Bernama lahir semula Hendra
Suhendra, namun dengan berbagai
alasan akhirnya orang tuanya
memutuskan memberi nama Suhendra
saja. Merasa bahwa namanya sama sekali
tidak mengandung kata Arab, Bapak
Suhendra merasa lebih senang dengan
menambahkan kata “Hasan” sebagai nama tengah yang diambil dari
nama kakeknya. Lahir di Cirebon pada 7 Agustus 1986 membuatnya
ingin menambahkan ‘Assirbuni’ sebagai nama belakangnya pula.
Pria yang saat ini berusia 33 tahun, mulai bekerja di MAN
Insan Cendekia Serpong sejak 1 Juli 2017 setelah menjalani
pendidikan terakhirnya S1 di PAI STAI Al-Hikmah Jakarta pada
tahun 2017. Hingga saat tulisan ini dibuat, pria yang kini sudah
memiliki istri ini, masih aktif mengajar di MAN Insan Cendekia
Serpong. Semenjak menjadi guru di MAN Insan Cendekia Serpong,
Pak Suhendra menetap di asrama guru gedung G di dalam area MAN
ICS.
Pak Suhendra mengajar bahasa Arab dan cara membaca
kitab-kitab kuning di malam hari. Hal itu dikarenakan kecintaannya
terhadap ilmu-ilmu agama. Pak Suhendra atau yang lebih akrab
dipanggil Pak Hendra sejak dulu mempunyai mimpi untuk dapat

18
melanjutkan pendidikan di sebuah kota di Yaman yang bernama
Hadramaut. Hal ini disebabkan banyak habib (keturunan nabi yang
berilmu tinggi) yang tinggal di Yaman.
Di MAN Insan Cendekia Serpong, Pak Hendra dikenal
sebagai salah satu guru yang gemar bermain sepak bola. Tak jarang
di setiap kegiatan ke luar seperti homestay dan LDK, Pak Hendra ikut
bermain bola bersama murid-murid asuhnya, Aksatriya. Dengan
umur 33 tahun, Pak Hendra merupakan sosok bapak yang sangat
akrab dengan murid-murid asuhnya. Beliau selalu ingin terlihat
sebaya dengan para muridnya. Dalam setiap pelajarannya pun tak
jarang beliau mengeluarkan guyonan-guyonan. Di setiap kesempatan
berbicara di depan umum, Pak Hendra selalu menekankan adab
terhadap murid-muridnya, seperti sering mengingatkan agar selalu
menunduk dan mengangkat tangan setiap berdoa dan betapa
pentingnya adab berpakaian saat pergi ke masjid, serta banyak hal
lainnya.
Apa yang diajarkan Pak Hendra kepada murid-muridnya,
beliau dapatkan ketika beliau ‘mondok’ di pesantren salaf. Pesantren
salaf merupakan pesantren tradisional yang masih aktif mengajarkan
kajian kitab-kitab kuning kepada santri-santrinya. Kegiatan selama di
pesantren salaf itu sangat berarti bagi Pak Hendra. Beliau mengakui
bahwa pesantren salaf tersebut adalah salah satu hal yang paling
berkesan dari setiap fase hidup yang telah beliau jalani. Rasa
kekeluargaan yang tinggi dirasakan Pak Hendra selama hari-hari
beliau menimba ilmu di pondok pesantren salaf tersebut. Pak Hendra
merasakan kedekatan dengan kyai-kyainya. Makan bersama para
kyai, diajak menemui rekan kyai, serta membantu keperluan-
keperluan gurunya adalah bukti kedekatan Pak Hendra dengan kyai-
kyainya tersebut. Pak Hendra sangat menyenangi betapa para
kyainya menunjukkan nilai-nilai uswatun hasanah dalam setiap

19
perilaku mereka. Hal ini menginspirasi Pak Hendra dalam mendidik
murid-murid asuhannya di MAN Insan Cendekia Serpong.
Selain para kyai, rasa kekeluargaan bersama teman-teman
sebaya Pak Hendra juga merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan pesantren salaf tersebut begitu berkesan baginya.
Kesehariannya bersama teman-temannya selalu diliputi ukhuwah
islamiyah yang kuat. Dalam setiap kegiatan bahkan canda sekalipun
Pak Hendra dan teman-temannya tetap berada dalam ruang lingkup
islamiyah. “Sangat berkesan, hingga ingin rasanya kembali ke
kehidupan itu.” sebut Pak Hendra dalam wawancara kami.
Setelah lulus dari pesantren salaf tersebut, Pak Hendra
melanjutkan pendidikannya di PAI STAI Al-Hikmah Jakarta. Dari
kampusnya itulah Pak Hendra mendengar tentang MAN Insan
Cendekia Serpong, tempat beliau mengajar saat ini. Pak Suhendra
pertama kali mengetahui MAN Insan Cendekia Serpong dari grup
kampusnya. Hanya dengan itu, beliau memutuskan untuk
mendaftarkan diri menjadi pengajar di MAN Insan Cendekia
Serpong. Beliau segera menyerahkan CV ke MAN Insan Cendekia
Serpong. Saat itu, yang menerima CV Pak Hendra adalah Pak Abdul
Jalil, yang saat ini sudah menjadi rekannya dalam mengajar di MAN
Insan Cendekia Serpong, yaitu sebagai guru al-Qur’an dan Hadits.
Awalnya, Pak Hendra merasa pesimis mengenai hasil yang
akan didapatnya karena kompetitor lainnya kebanyakan merupukan
lulusan universitas islam ternama seperti Universitas Islam Negeri
(UIN). Namun, hal itu tidak menjadikan Pak Hendra gentar dan
lantas memutuskan untuk menyerah. Hal ini berbuah manis, hasil
menyatakan bahwa Pak Hendra yang terpilih menjadi pengajar
sekaligus wali asrama di MAN Insan Cendekia Serpong.
Bagi Pak Hendra menjadi bagian dari IC itu sendiri sudah
merupakan satu hal yang berkesan. Ketika diwawancarai Pak Hendra

20
mengatakan bahwa orang-orang IC sangat ramah dan membuat
beliau merasa menjadi bagian dari sebuah keluarga besar. Menurut
Pak Hendra, secara keseluruhan siswa-siswi MAN Insan Cendekia
Serpong memiliki kepribadian yang baik dan ramah serta sopan.
Walaupun, masih saja dapat ditemukan segelintir anak yang nakal
dan memerlukan bimbingan dan perhatian yang lebih dari anak
lainnya. Dalam menyikapi hal ini, Pak Suhendra mengatakan bahwa
beliau sebisa mungkin menyikapinya dengan tenang. Menurut Pak
Hendra, hal ini menjadi lumrah dialami bagi remaja usia SMA seperti
yang diasuh oleh Pak Hendra. Ketika ditanyakan tentang bagaimana
cara menyikapi anak-anak seperti ini, Pak Hendra berkata, “Step by
step, karena saya pribadi memperlakukan mereka sama halnya seperti
sahabat, karena ada tuntunan beberapa fase umur dalam
penyikapannya.”
Begitulah, biografi singkat dari seorang Suhendra. Seseorang
yang begitu mencintai ilmu agama. Semoga dengan ini, kita dapat
meneladani beliau.

21
SANG PEMIMPI UNGU
Fitranda K. T. - Imam D. H.

Tersebutlah seorang wanita kelahiran Bumi Tangerang yang


sangat menyukai apapun yang berwarna ungu, Eva Novita namanya.
Ia diberi nama dengan bulan kelahirannya, yaitu di bulan November
pada tanggal 20 tahun 1978. Menjadi guru bahasa arab di salah satu
sekolah ternama di Banten, tepatnya di MAN Insan Cendekia
Serpong. Beliau bertemu dengan pujaan hati pertama dan terakhir
beliau di tempat ini juga, Muhammad Zaenuri. Sekarang, beliau telah
dikaruniai anak pertama. Di sekolah tersebut beliau mengajar bahasa
arab, sama seperti pelangkap hidupnya. Namun, beliau bukanlah
penyuka bahasa pada awalnya.
Rasa cintanya terhadap bahasa berawal dari sebuah
kebimbangan ketika ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang
perguruan tinggi, antara memilih jurusan yang disukai atau tetap
dekat dengan orang tua. Pada akhirnya, jurusan sastra arab yang
menjadi pilihannya. Dengan statusnya sebagai anak pesantren, beliau
tidak merasa kesulitan dengan program studi sastra arab yang
semakin lama semakin beliau sukai. Kesukaan beliau terhadap bahasa
arab tertulis di blog milik beliau, novitaungu. Di sana tertulis seluruh
kisah hidup beliau, yang berasal dari diary yang telah lama beliau
tulis. Beliau juga seorang penulis. Karya beliau cukup banyak,
terutama tentang bahasa arab, keibuan dan lain-lain. Beliau juga
sangat gemar membaca. Hal ini dibuktikan dengan dalamnya
pemahaman beliau tentang pembelajaran bahasa arab dan al-Quran
dari buku-buku dengan penulis-penulis ternama
Beliau lulus dari SMA pada tahun 1996, kemudian
melanjutkan pendidikan tingginya ke Universitas Padjajaran,
Bandung selama 4 tahun hingga tahun 2000. Setelah lulus, beliau

22
langsung mendaftar sebagai pengajar bahasa arab di Islamic Village
School Tangerang untuk jenjang SD dan SMP hingga tahun 2004
dengan gaji yang pada tahun itu hanya berkisar di angka 500 ribuan
setiap bulannya. Beliau punya mimpi yang besar, yaitu bisa naik haji
di usia muda dengan uangnya sendiri.
Langkah pertama yang beliau lakukan adalah mendaftar haji
di salah satu bank yang menyediakan program tabungan haji. Setiap
bulan, beliau menyisihkan uang 100 ribu dari penghasilannya untuk
ditabung. Pada waktu itu, dengan uang 100 ribu per bulan beliau baru
akan bisa naik haji dalam kurun 10 – 12 tahun. Tidak cukup sampai
disitu, beliau juga masih mencari sumber pendapatan lain. Hatinya
merasa 12 tahun terlalu lama untuk ditunggu, dan ingin lebih cepat
bisa naik haji. Beliau pun memutuskan untuk bekerja lebih. Setiap
akhir pekan beliau berjualan baju keililing, dan penghasilannya lebih
banyak daripada gaji menjadi guru bahasa arab. Namun beliau tetap
mengajar bahasa arab. Semakin lama tabungannya semakin banyak.
Pada tahun 2004 beliau membuka toko baju di Tangerang. Disana,
beliau mendapat suatu kabar mengenai MAN Insan Cendekia
Serpong dan memutuskan untuk mendaftar menjadi guru bahasa
arab. Banyak sekali calon guru yang mendaftar, namun pada saat itu
hanya ada tujuh calon guru yang medaftar sebagai pengajar bahasa
arab dan beliau bertanding di sana. Bukanlah sebuah keberuntungan
beliau bisa menjadi pengajar di sana, melainkan usaha dan kerja keras
yang beliau kerahkan. Pada awalnya terdapat tujuh pesaing.
Kemudian berkurang menjadi empat dan menyisakan dua, yaitu
beliau dan satu orang pesaing beliau. Namun kemudian pesaing
beliau mengundurkan diri, dan akhirnya beliau mendapat posisi
sebagai guru bahasa arab. Di sana penghasilan yang beliau dapatkan
lebih banyak dari pada sebelumnya. Karena beliau menjadi guru di
lingkungan madrasah yang berasrama, maka ia memutuskan untuk

23
berhenti menjual baju dan memutuskan untuk fokus menjadi
pengajar bahasa arab.
Tabungan beliau semakin banyak dan beliau semakin ingin
cepat naik haji, apalagi setelah mendapatkan bimbingan haji dari
pembimbing. Namun tabungannya masih kurang sedikit lagi agar
bisa membayar ongkos naik haji. Orang tua beliau yang mengetahui
masalah ini, langsung memberikan talangan untuk tabunganya yang
kurang. Pada tahun 2005 beliau dapat berangkat pergi naik haji
setelah upaya berat yang harus dialaminya. Namun beliau harus
berada di pesawat selama satu tahun lamanya. Berangkat di bulan
Desember akhir dan sampai di negeri di Mesir tanggal 1 Januari 2006.
Setahun kemudian syekh dari Mesir datang ke Insan Cendekia untuk
mengajar pelajaran bahasa arab dan sekaligus sebagai native speaker
bahasa arab. Namun, syekh itu berada di IC hanya untuk tiga tahun
saja, yang kemudian akan digantikan syekh yang lain
Tahun 2011 awal, Universitas Padjajaran membuka
pendaftaran short course belajar bahasa arab di Mesir. Beliau tertarik
sekali pergi ke Mesir dan bertemu dengan para syekh di sana. Beliau
mendaftar dan telah menyiapkan biayanya. Ketika itu juga beliau
meminta izin kepada pihak sekolah untuk meninggalkan kampus
MAN Insan Cendekia selama satu bulan ke Mesir, dan disetujui oleh
sekolah dengan keluarnya surat izin untuk tidak mengajar. Seketika
itu juga beliau langsung menghubungi murid beliau yang berada di
Mesir. Saying sekali, program short course tersebut dibatalkan
dikarenakan jumlah pendaftar yang tidak memenuhi syarat untuk
melaksanakan program tersebut. Padahal, beliau sudah mendapatkan
surat izin dan sudah berkomunikasi dengan murid beliau. Jadilah
beliau memutuskan untuk menguras tabungan beliau dan pergi beli
tiket pesawat sendiri bolak-balik ke Mesir dengan tanggal yang sama
dan pada hari itu juga.

24
Berangkatlah beliau menuju Mesir sendiri. Beliau langsung
menghubungi murid beliau. Ternyata, muridnya telah memberitahu
kepada salah seorang syekh bahwa beliau sudah ada di sana.
Dijemputlah beliau di bandara dan kemudian langsung berangkat
menuju rumah sang syekh, yang dari Ibukota Kairo yang lama
tempuhnya kira-kira tiga jam perjalanan darat. Rumah syekh tersebut
berada di kampung tradisional, yang masih memiliki kendaraan
seperti gerobak yang ditarik oleh hewan. Disana, beliau diajak
berjalan-jalan keliling kota dan dijamu dengan sangat baik. Bahkan,
beliau diajak ke Alexandria Padahal anak dari sang syekh sendiri
belum pernah diajak pergi ke sana. Ketika akan pulang, beliau
bersama teman-teman beliau yang lain, satu perempuan dan dua laki-
laki terjebak kerumunan massa yang sedang berdemo. Mereka
menginginkan Husni Mubarok mundur dari jabatan presiden pada
waktu itu. Di sisi kanan kiri beliau banyak tentara yang berjaga dan
mobil polisi yang sedang siap siaga.
Militer Mesir telah menguasai daerah yang beliau akan lewati
untuk bisa pulang. Pada akhirnya beliau terjebak di suatu daerah dan
tidak bisa pergi. Beruntung, di tempat beliau terjebak ada masjid
untuk perlindungan. Saat itu, bila keluar dari masjid maka akan
terdengar suara tembakan, banyaknya teriakan, dan aksi pembakaran
mobil karena terlalu dekatnya dengan tempat kerusuhan. Beliau
berusaha untuk mencari angkutan umum atau kendaraan yang berani
mengangkut beliau bersama teman-temannya. Sudah berjam-jam
beliau hanya diam menunggu keadaan menjadi stabil, namun hal
tersebut tak kunjung terjadi.
Jalanan sangat sepi. Tidak ada satupun kendaraan yang
berani untuk mengangkut penumpang atau pergi lalu-lalang.
Padahal, dua hari lagi beliau harus sudah pulang sesuai dengan
jadwal tiket. Akhirnya beliau menemukan salah satu taksi yang berani

25
mengantar beliau, namun dengan harga yang lebih mahal. Daripada
terjebak lebih lama lagi, beliau memutuskan untuk mengambilnya
dan segera pergi dari sana. Jalanan luas dan sepi, tapi di kanan dan
kiri jalan mobil polisi bertebaran. Sampailah beliau bisa sampai ke
Kairo. namun di sana juga tidak aman. Beliau mendapat kabar dari
teman-teman di Indonesia, bahwa mereka digeledah yang padahal
hanya mengambil kesempatan untuk mengambil barang-barangnya.
Jadi beliau meminta salah satu teman laki-laki beliau untuk tinggal
bersama beliau dan teman perempuan yang lain. Meskipun terdapat
perasaan tidak nyaman namun lebih baik daripada mengambil risiko
lebih. Besok harinya di pagi hari, keadaan jalanan sangat sepi. Warga
Mesir belum memulai aktivitasnya. Jadi pagi hari adalah waktu yang
sangat rentan terjadi kejahatan.
Di Mesir kegiatan sekolah dan aktivitas perdagangan mulai
aktif menjelang siang hari dan berakhir hingga larut malam. Keesokan
harinya beliau tiba di bandara dengan aman. Namun, di sana
kondisinya sangat ramai akan para penumpang yang ingin segera
kembali ke negaranya demi menghindari konflik yang tidak menentu.
Tetapi syukurlah, tidak terjadi pembatalan atau penundaan jadwal
penerbangan akibat situasi ini. Berdesak-desakan menuju maskapai
masing-masing membuat suasana semakin menegang, seakan-akan
seperti jalan terakhir untuk keluar dari Mesir.
Cerita beliau di Insan Cendekia dimulai dari tahun 2011
setelah pergi ke Mesir. Melewati beberapa tes antara lain yang
diujikan yaitu: teori, praktik, kesehatan, dan psikotes. Beliau satu
angkatan dengan Bapak Pahruroji dan Bapak Agung. Ketika itu,
beliau mendaftar sebagai guru asrama putri dengan tujuh calon
lainnya. Namun, tidak ada kata kebetulan. Beberapa dari pendaftar
didapati bahwa mereka beberapa sudah berumah tangga dan punya
anak sehingga tidak dapat tinggal di lingkungan IC. Hal ini

26
menyisakan tiga calon pendaftar, tapi salah satu orang
mengundurkan diri. Akhirnya beliau dipanggil untuk bisa menjadi
guru asrama di Insan Cendekia dan di sini beliau menemukan pujaan
hatinya yang masih sampai tulisan ini dibuat tetap bersama di IC. Di
tahun 2013 anak pertama beliau lahir.
Pada awalnya dibutuhkan waktu 10-12 tahun untuk bisa
berangkat naik haji, namun berkat usaha dan doalah yang dapat
mewujudkannya hanya menjadi 2 tahun saja. Dalam berusaha beliau
juga yakin dengan impiannya untuk tetap teguh dan percaya bahwa
Allah lah pemberi jalan yang terbaik bagi hamba-hambanya. Dari
semua kejadian yang dialami, beliau percaya bahwa segala mimpi
yang kita inginkan akan terwujud bila disertai usaha yang maksimal
dan doa yang selalu dipanjatkan maka tidak ada yang tidak bisa
dilakukan di dunia ini karena hanya berkat Allah kita mendapatkan
apa yang kita inginkan.

27
Away Baidhowy
Achmad Ghifari – Saddam Galih

Pak Away Baidhowy mengawali karirnya tentunya diawali


dari perjuangannya menimba ilmu. Pada tahun 1990, Pak Away
menempuh Pendidikan di LIPIA atau Lembaga Ilmu Pengetahuan
Islam dan Arab. LIPIA bertempat di Jakarta Selatan. Ketika di LIPIA,
Pak Away sama sekali tidak mengeluarkan isi dompetnya sepeser
pun karena beliau mendapat beasiswa penuh. Sampai sekarang Pak
Away masih bersyukur karena ia tak harus merepotkan orang tuanya
lagi terkait biaya kuliah. Ditambah lagi, saat menempuh Pendidikan
di LIPIA Pak Away juga mendapat uang saku, lumayan untuk uang
bensin dan uang jajan. Program studi yang ia tekuni saat di LIPIA
ialah program Bahasa dan Syariah. Selama di LIPIA beliau menjalani
kehidupannya dengan sungguh-sungguh karena rasa syukur yang
beliau miliki. Alhamdulillah, beliau lulus dari LIPIA pada tahun 1997.
Sebelum memasuki area Madrasah Aliyah Negeri Insan
Cendekia Serpong, Pak Away sempat mengajar di suatu Lembaga
Pendidikan selama kurang lebih satu tahun. Hingga akhirnya beliau
ditawarkan oleh kawannya, sebelum Pak Away sendiri yang
mendapati berita tentang lowongan di Madrasah Aliyah Negeri Insan
Cendekia Serpong yang pada saat itu Madrasah Aliyah Negeri Insan
Cendekia Serpong masih bernama SMU Insan Cendekia. Banyak hal
yang menjadi daya tarik SMU Insan Cendekia kala itu, salah satunya
ialah pelopor sekolah tersebut yaitu Bapak Prof. Dr. Ing. H.
Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng, yakni presiden RI ke-4 atau Pak
Away yang memang berpikir merasa nyaman untuk mengajar anak
remaja setara SMA. Namun, yang menjadi momok utama yang
menarik dari SMU Insan Cendekia yang kala itu hanyalah sekolah
yang baru berdiri dua tahun ialah visi misi yang dimiliki sekolah

28
tersebut yaitu menjadi tempat untuk menempa, mendidik, dan
mempersiapkan pemimpin-pemimpin masa depan yang memiliki
bekal kerohanian dan tangguh dalam ilmu pengetahuan. Beliau
sangat ikhlas dan bersemangat serta bersyukur saat mengajar di
Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong.
Kala itu, Pak Away harus bersaing dengan 30-an pesaing
yang lain. Bumi Serpong yang pada masa itu masih berupa hutan, dan
akses menuju kesana terhitung tidak mudah. Namun, tampaknya hal-
hal seperti itu tidak menggugurkan niat Pak Away untuk mengabdi
di Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong. Beliau harus
menjalani tes yang diberikan dengan baik, seingat beliau tes untuk
mengajar di Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong ada
dua kategori yang pertama ujian tulis lalu dilanjut dengan tes
wawancara.
Perjuangan dan niat beliau ternyata tidak sia-sia,
alhamdulillah beliau diterima untuk membagi pengetahuan dan
mendidik para calon pemimpin bangsa ini. Bidang yang beliau geluti
saat ini ialah Akidah Akhlaq. Sebuah tanggungjawab yang cukup
berat memang untuk mengajar Akidah Akhlaq, bisa dibayangkan
beban moral dan materiil yang harus beliau emban selama mengajar
di Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong. Dengan gaya
beliau yang santai dan selalu berusaha membuat situasi kelas yang
menyenangkan. Namun, materi atau pelajaran yang harus
disampaikan tetap dapat diterima murid dengan baik.
Selain mengajar Akidah Akhlaq beliau juga pernah menjabat
sebagai Wakamad Kesiswaan, atau wakil kepala madrasah bidang
kesiswaan. Hal inilah yang membuat Pak Away Baidhowy terkesan
sangat dekat dengan siswa. Karena seperti izin mengadakan acara
atau saat pelaksanaannya para siswa yang berkepentingan harus
menghadap beliau.

29
Beliau juga menciptakan banyak slogan di Madrasah Aliyah
Negeri Insan Cendekia Serpong, kita ambil contoh Belajar adalah
Ibadah, Prestasi untuk Dakwah. Slogan ini awalnya beliau dapat dari
motivasi seorang dosen fisikanya yang kerap dipanggil Pak Thomas
Alva Edison. “Kamu itu belajar udah bagian dari ibadah, dan kalo
kamu memenangkan olimpiade ini, kamu bisa menjadikan
kemenanganmu sebagai ladang untuk berdakwah.” ujarnya. Nah, Pak
Away yang terkesima dengan kalimat itu langsung berpikir
bagaimana bila kalimat tersebut lebih ringkas untuk dijadikan slogan.
Maka muncullah kalimat Belajar adalah Ibadah, Prestasi untuk Dakwah.
Sebagai slogan yang dikenal hingga kini. Bahkan, salah satu guru
Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong pernah melihat
slogan yang sama terpampang di plat sekolah-sekolah lain.
Hal yang sama berlaku untuk slogan Prestigious Education
Starts Here. Slogan tersebut ia dapat dari salah satu iklan susu anak
yang berslogan Life starts here, slogan Nutrilon Royal. Kemudian ia
berkonsultasi dengan Ms. Yuna dan memberitahukan idenya tentang
membuat sebuah slogan yang mirip dengan “Life Starts Here” untuk
digunakan di Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong.
Maka didapatlah kalimat Prestigious Education Starts Here.
Namun hebatnya beliau, hal yang patut menjadi contoh dari beliau
ialah sosok beliau yang tenang, sabar, supel, friendly dan sangat doyan
bersyukur serta selalu berusaha melihat sesuatu dari sisi positifnya.

30
Reisa Suci Arimbi
Hafia Luma - Salma Indah

Reisa Suci
Arimbi, biasa dipanggil
Reisa. Lahir di Jakarta, 31
Maret 1991. Dibesarkan
di Pamulang bersama
ketiga kakak
perempuannya yang
bernama Anita Qauniah,
Dewi Aulia, dan Riana Anom Sari. Beliau sekarang tinggal di rumah
dinas MAN Insan Cendekia Serpong. Beliau tinggal bersama
suaminya sejak menikah pada tanggal 17 bulan Desember tahun 2017.
Suami beliau bernama Zaenal Muttaqien. Saat ini beliau sedang
mengandung calon anak pertamanya. Dulu hobinya adalah
membaca, namun sejak hamil beliau merasa hobinya bergeser
menjadi tidur. Makanan kesukaan beliau adalah bakmi dan semua
jenis mie.
Bu Reisa merupakan guru Bimbingan Konseling yang
bertugas di asrama di MAN Insan Cendekia Serpong sejak bulan Juli
2015. Sekarang, beliau telah bekerja di IC kurang lebih selama 4 tahun
1 bulan. Sebelumnya, beliau bekerja di sekolah Madaniyah sebagai
guru BK pada tingkat SMP setelah lulus S1 Psikologi di UIN Jakarta
pada tahun 2014. Beliau juga lulus SIMAK UI untuk jenjang S2-nya
dan masuk di jurusan Psikologi Intervensi Sosial Universitas
Indonesia pada tahun 2015. Beliau sekarang sudah lulus dari
pendidikan S2-nya saat bekerja di MAN Insan Cendekia Serpong.
Walaupun Bu Reisa belum mempunyai anak, Bu Reisa
merupakan seorang guru yang sangat baik dan penuh perhatian

31
seperti seorang ibu bagi siswa-siswi MAN Insan Cendekia Serpong.
Beliau juga adalah orang yang dapat menjaga rahasia, mempunyai
komitmen dalam pekerjaannya, dan selalu berusaha untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang didengarnya. Selain itu, beliau
mampu membuat siswa-siswanya nyaman saat berkonsultasi
dengannya.
Bu Reisa aktif dalam mengikuti organisasi yang berhubungan
dengan psikologi. Beliau menangani beberapa kasus yang
menyangkut narkoba, terorisme, seks bebas, radikalisme remaja, dan
pendidikan serta pengembangan psikologi. Salah satu organisasi
yang beliau ikuti adalah DASPR (Division of Applied Social
Psychology Research). Dalam organisasi tersebut, Bu Reisa
melakukan penelitian terkait psikologi.
Ia juga aktif menebarkan pengetahuan tentang psikologi salah
satunya dengan memposting artikel atau jurnal mengenai psikologi.
Beberapa postingannya yang lain juga berkaitan tentang pendidikan
di Indonesia.
Bu Reisa terlahir sebagai anak bungsu dari 7 bersaudara dan
keluarga yang biasa saja. Baginya, memecah rekor untuk bisa
berkuliah S1 merupakan anugerah dari Allah karena dilihat dari
pendidikan kakak-kakaknya yang paling tinggi adalah D3. Itu pun
hanya satu orang, sedangkan orang tuanya berprinsip “Jika mau
dapat uang, ya harus kerja keras”. Meskipun begitu, orang tuanya
mendukung Bu Reisa untuk tetap kuliah.
Awalnya Bu Reisa sangat ingin mengambil jurusan
perbankan syariah dan menjadikan psikologi sebagai pilihan kedua.
Akhirnya, beliau mendaftar lewat jalur PMDK atau sekarang disebut
SNMPTN jurusan perbankan syariah. Akan tetapi, jurusan perbankan
syariah mengharuskan adanya nilai Bahasa Arab sebagai muatan
lokal, sedangkan di SMAN 1 Tangerang Selatan, tempat beliau

32
bersekolah dulu, tidak ada pelajaran bahasa Arab karena pelajaran
muatan lokalnya adalah bahasa Jepang. Akhirnya, beliau diterima di
jurusan psikologi. Namun, beliau masih ingin mengambil jurusan
perbankan syariah karena jurusan tersebut sangat menarik perhatian
dan dibutuhkan di masa mendatang. Kemudian beliau mengikuti
ujian tulis dengan pilihan pertama perbankan syariah dan management
sebagai pilihan kedua. Akan tetapi, beliau justru diterima di pilihan
kedua yaitu management sehingga beliau memutuskan untuk
mengambil kuliah jurusan psikologi di UIN Ciputat. Saat kuliah,
beliau mendapatkan beasiswa S1-nya dari BUMN Angkasapura
sehingga semua biaya termasuk fasilitas, uang UKT, uang buku,
maupun uang jajan dibiayai oleh BUMN.
Saat berkuliah beliau mengikuti organisasi UKM FLAT atau
organisasi pecinta bahasa asing. Biasanya mahasiswa jurusan
psikologi tidak bertahan lama dalam organisasi tersebut karena letak
gedung yang jauh. Dalam mempertahankan organisasi, UKM tersebut
melakukan pendekatan individual. Kak Aqin atau Zainal Muttaqien
saat itu menjabat sebagai ketua umum UKM FLAT tersebut dan
mendapat bagian pendekatan individual terhadap mahasiswa
jurusan psikologi. Saat itulah, Bu Reisa dan Kak Aqin bertemu, saling
mengenal hingga akhirnya jadian pada tanggal 1 Oktober 2010. Saat
itu juga lah Bu Reisa mulai konsisten memakai jilbab.
Setelah lulus S1, beliau ingin melanjutkan kuliah S2 di
Universitas Indonesia. Namun, karena belum ada biaya, beliau
mencari pekerjaan. Beliau mendaftar di tokopedia di bagian
rekrutment serta perusahaan-perusahaan swasta lainnya namun tidak
diterima. Hal ini terjadi di bulan-bulan menjelang wisudanya. Dari
sini, Bu Reisa merasa pesimis dan jatuh hingga merasa bahwa ini
adalah titik terendahnya karena merasa sulit bekerja setelah kuliah di
saat kakak-kakaknya yang hanya lulusan SMA mampu mendapatkan

33
pekerjaan lebih cepat. Hingga akhirnya ia memilih untuk mendaftar
di sekolah, pilihan terakhir dari karir kuliahnya.
Bu Reisa mendaftar di Sekolah Madaniyah. Saat wawancara,
beliau bertemu dengan Bapak Muh. Tohyuni Nafis, pimpinan sekolah
tersebut. Kemudian Bu Reisa dinyatakan diterima sebagai guru BK di
sekolah tersebut. Beliau merasa terharu dan sangat bahagia karena
pada akhirnya ada orang yang percaya bahwa beliau bisa bekerja.
Beliau juga merasa bahwa ilmunya ketika dia bekerja sebagai guru
menjadi bermanfaat lebih dari pekerjaan seorang psikolog di
perusahaan. Menurutnya, pengalaman diterima bekerja untuk
pertama kalinya merupakan pengalaman paling berharga yang tidak
bisa beliau lupakan. Beliau mulai bekerja pada tanggal 8 Juli 2015 dan
mendapatkan gaji pertama sebesar 2 juta 600 ribu rupiah.
Setelah 1 tahun bekerja, Bu Reisa sudah memiliki penghasilan
yang cukup untuk melanjutkan S2-nya. Kemudian beliau mendaftar
di SIMAK UI dan diterima di jurusan Psikologi UI. Bersamaan
dengan itu, beliau juga diterima bekerja di Sekolah MAN Insan
Cendekia Serpong menjadi guru BK bidang keasramaan. Jadwal
kegiatan S2 beliau cukup sibuk dikarenakan kuliah pada pagi hari dan
bekerja di dua tempat sekaligus. Yaitu menjadi guru di MAN IC dan
menjadi Tim Riset DASPRUI. Selain itu, beliau memiliki dua buah
karya yang terbit di jurnal internasional, salah satunya jurnal Rusia.
Kak Aqin saat itu mendapat beasiswa untuk kuliah di Prancis.
Begitu pulang dari sana, Kak Aqin memiliki cukup uang untuk
menikah. Digelarlah pernikahan antara Bu Reisa dan Pak Aqin
dengan menggunakan uang tabungan mereka sendiri tanpa meminta
kepada orang tua. Bu Reisa mengaku bahwa akad pernikahannya
merupakan momen paling berkesan baginya karena mereka
menjalani hubungan dari minus, tahu satu sama lain, dari sama-sama
belum memiliki uang, belum menjadi siapa-siapa, dan belum

34
memiliki pekerjaan. Setelah menikah, beliau merasa lebih memiliki
tujuan hidup dan mampu mengelola uang dengan bijak. Beliau juga
belajar banyak mengenai cara menjadi istri yang baik, seperti belajar
memasak. Baginya memasak adalah suatu keterampilan yang bisa di
asah dan bukannya bakat. Kemudian, bersama suaminya beliau
tinggal di rumah dinas MAN IC Serpong.
Begitu lulus jenjang S2-nya, beliau memutuskan untuk
menunda jenjang S3-nya karena beliau sedang hamil dan ingin
menikmati masa kehamilannya. Beliau sering membaca media sosial,
timeline, dan artikel-artikel mengenai ibu hamil. Karena pekerjaannya
yang lebih banyak menggunakan jam malam seperti rapat-rapat guru
asrama, konseling siswa atau bahkan menyelesaikan masalah-
masalah siswa underground sampai tengah malam, beliau sering
mengantuk di siang hari sehingga lebih sering tidur. Selain itu, keluar
di siang hari juga membuat beliau sakit mata karena terkena sinar
matahari terutama saat sedang hamil. Menurut orang itu karena
pengaruh janin. Layaknya ibu hamil biasanya, beliau juga
mengidamkan sesuatu. Salah satunya yang terburuk kata beliau,
beliau pernah mengidamkan cireng saat subuh sehingga suaminya
harus keliling untuk mencari tukang gorengan cireng.
Beliau merasa sangat bersemangat untuk mendidik seorang
anak. Beliau berharap hidup keluarganya selalu sejahtera, baik anak
dan suami, terlebih orang tua beliau yang selalu menjadi prioritas
utama beliau. Dalam jangka panjang, beliau juga berharap untuk
dapat tinggal di luar negeri, melanjutkan karir S3 beliau dan
suaminya di sana serta bekerja di sana karena luar negeri memiliki
lingkungan yang lebih bersih sehingga kesehatan terjamin serta
pendapatan yang lebih besar dibandingkan di Indonesia. Setelah itu
beliau akan kembali ke Indonesia untuk menikmati pensiun muda
dan masa tuanya bersama suami serta anaknya.

35
Sosok di Balik Perpustakaan MAN Insan Cendekia Serpong yang
Terorganisasi
Filzatuz Zahro I. - Syahidah Asma A. A.

Lahir di Panangkalan
pada 7 Februari 1970, guru MAN
Insan Cendekia Serpong ini
bernama Muhammad Ihsanudin.
Pria berusia 49 tahun ini
mengenyam pendidikan
menengahnya di Pondok Modern
Gontor pada tahun 1992. Pondok
modern yang semakin terkenal
apalagi setelah terbitnya novel
‘Negeri Lima Menara’ karya
Ahmad Fuadi yang ternyata
pernah satu kelas dengan beliau. Setelah lulus dari Gontor, beliau
melanjutkan pendidikannya untuk strata pertama di Jurusan
Tarbiyah (Pendidikan) IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selepas
lulus dari IAIN, ia melanjutkan pendidikan pascasarjananya pada
Jurusan Ilmu Perpustakaan Univeristas Indonesia sehingga nama
yang selalu ditulis adalah Muhammad Ihsanudin, S.Ag, M.Hum.
Mendapat gelar magister di perguruan tinggi negeri ternama di
Indonesia, guru yang kerap dipanggil Pak Ihsan ini mengawali
kariernya di SMA Insan Cendekia pada tanggal 1 November 1999 dan
menjabat sebagai guru Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI). Satu
tahun setelahnya, ia pun diterima sebagai PNS hingga sekarang
memiliki eselon IV/a. Selain mengajar, beliau juga menjabat sebagai
Kepala Perpustakaan MAN Insan Cendekia Serpong. Tak hanya itu,
beliau juga menjadi konsultan bidang pengembangan perpustakaan

36
Indonesia, aktif sebagai asesor akreditasi perpustakaan sekolah, dan
juri lomba perpustakaan seluruh wilayah Indonesia. Sekarang, ia
tinggal di Bogor bersama istri dan dua anaknya.
Pak Ihsan memiliki banyak sekali prestasi dalam perjalanan
kariernya. Pada tahun 2009, Pak Ihsan didaulat penuh oleh peserta
Konvensi Tenaga Perpustakaan Sekolah se-Indonesia sebagai Ketua
Umum PP ATPUSI untuk masa kepengurusan hingga 2013.
Kemudian untuk kedua kalinya beliau terpilih kembali menjadi Ketua
Umum PP ATPUSI periode 2014-2018 melalui Kongres 2 ATPUSI
pada tanggal 5-6 Juni 2014 di IPB Convention, Botani Square, Bogor,
Jawa Barat. Beliau kembali terpilih untuk ketiga kalinya sebagai Ketua
Umum PP ATPUSI untuk masa bakti 2018–2022 melalui Kongres 3
ATPUSI pada tanggal 22-24 November 2018 di Bogor. Selain di
ATPUSI, Pak Ihsan aktif menjadi Pengurus Pusat IPI (Ikatan
Pustakawan Indonesia) di bidang pengabdian masyarakat dan
pembudayaan minat baca. Pak Ihsan punya obsesi yang kuat sekali
untuk menyegarkan dunia perpustakaan sekolah yang sudah
terpuruk selama 65 tahun. Dan berkat kerja keras beliau beserta
seluruh pengurus ATPUSI baik di pusat maupun di daerah, serta
berkat dukungan semua pihak, terutama seluruh Pustakawan dan
Tenaga Perpustakaan sekolah di seluruh Indonesia, pelan tapi pasti
kondisi dunia perpustakaan sekolah sudah mulai menunjukkan
perbaikan. Seperti adanya SNP Perpustakaan Sekolah, PP No. 24
tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No. 43 Tahun 2007 tentang
Perpustakaan, adanya lomba pustakawan sekolah dan perpustakaan
sekolah dari tingkat bawah hingga tingkat nasional, adanya akreditasi
perpustakaan sekolah, dan masih banyak lagi inovasi lainnya. Ia juga
kerap kali menjadi pembicara di seminar seperti: Seminar Nasional
dan Call For Paper; Ilmu Meningkatkan Kompetensi Kependidikan
Tenaga Perpustakaan Sekolah dalam Menghadapi Kurikulum 2013;

37
Seminar Nasional Perpustakaan di Sulawesi Selatan; Seminar
Perpustakaan Sekolah; dan Seminar Kebutuhan dan Pemindahan
Tenaga Kependidikan. Salah satu lomba yang mendaulatnya sebagai
juri adalah Lomba Perpustakaan Sekolah tingkat nasional pada tahun
2018.
Masa kecil Pak Ihsan sangat bermakna. Banyak orang yang
mungkin tidak percaya bahwa sejak SMP ia merupakan salah satu
pembalap dalam geng motornya di Kota Banjarmasin, Kalimantan
Selatan. Tidak ada satupun geng motor yang tidak mengenalnya.
Namun meskipun begitu, beliau tidak pernah merokok dan minum
minuman keras. Namun layaknya anggota geng motor mesti
dikagumi oleh banyak perempuan, Pak Ihsan pun sesekali dekat
dengan perempuan ketika itu.
Ketika menginjak kelas 3 SMP, Pak Ihsan ingin sekali
mengikuti ajang perlombaan Motocross namun tentu saja niatnya
ditentang oleh keluarganya. Ia kabur dari rumah dan bersembunyi di
tempat teman-temannya. Kakaknya pun mencarinya ke setiap tempat
tongkrongannya, namun tentu saja seluruh teman-temannya
mengatakan tidak tahu apa-apa guna menyembunyikan
keberadaannya. Hingga akhirnya setelah 3 hari kabur dari rumah, ia
memutuskan pulang dan mendapati bahwa motor balapnya sudah
dirantai dan orangtuanya sudah mengemasi seluruh pakaian pemuda
itu. Ia begitu bingung atas pengusiran tersebut, dan segera diantar ke
bandara dan terbang ke Surabaya menggunakan pesawat Bouraq.
Dari Surabaya barulah ia melanjutkan perjalanan ke Ponorogo.
Ternyata, ia dikirimkan ke sebuah pesantren yaitu Pondok Modern
Darussalam Gontor.
Sayangnya karena ketika itu Gontor tidak membuka
pendaftaran santri tahun ajaran baru. Ia pun dimasukkan terlebih
dahulu ke sebuah pesantren lain bernama Pondok Pesantren Wali

38
Songo Ngabar yang jaraknya kurang lebih 3 kilometer dari Gontor.
Yang terpenting kala itu bagi ayahnya adalah Pak Ihsan keluar dari
Pulau Kalimantan. Hanya tiga hari ditemani oleh ayahnya, setelah itu
ia dilepas sendiri di tanah Ponorogo.
Bagi Pak Ihsan, saat itu merupakan titik balik dalam
hidupnya. Ia kehilangan segalanya. Tidak ada yang dikenal, tidak
punya apa-apa selain yang dibawanya dari Banjarmasin. Ia benar-
benar merasa tidak betah. Tidak sampai satu tahun di pesantren
tersebut, akhirnya tahun ajaran baru pun dimulai. Pak Ihsan diterima
di Gontor dan melanjutkan pendidikannya di sana. Untungnya di
sana ada kakak konsulat–kakak kelas yang berasal dari satu daerah
yang sama–yang membuatnya tidak merasa kesepian. Orang yang
paling berkesan selama di pesantren adalah teman sekamarnya,
Taufik, yang selalu menemani dan menyemangatinya. Karena ingin
kembali ke Banjarmasin, Pak Ihsan berniat untuk menjual barang-
barang miliknya seperti lemari dan kasur. Namun Taufik selalu sabar
menenangkannya. Akhirnya ia pun mulai menerima keadaan bahwa
ia bersekolah di sana. Bahkan di 3 bulan pertama, ia menulis surat
kepada kedua orangtuanya atas pilihan mereka menyekolahkannya
di Gontor.
Selama di Gontor, beliau adalah orang yang cukup aktif dan
berprestasi. Ia merupakan anggota Penggerak Bahasa, Pengelola
Koperasi, dan Kepala Keamanan di sana. Omzet yang didapatkannya
dari mengelola koperasi pun cukup besar, meraih nilai 500 juta. Ia pun
sering pergi ke Solo dan Surabaya untuk membeli barang dagangan
di koperasi. Meskipun statusnya adalah santri, namun dengan jabatan
itu ustaz di sana begitu memercayainya.
Selepas ia lulus dari Gontor, ia dikirim ke Pondok Pesantren
Daar el-Qolam Gintung, Tangerang untuk menjalani masa abdinya
selama satu tahun. Setiap santri yang merupakan lulusan Gontor,

39
sebelum melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi harus
lebih dahulu melakukan pengabdian selama satu tahun di pesantren
relasi atau milik alumnus Gontor.
Setelah menghabiskan satu tahun masa abdinya, ia pun
memulai pendidikan strata pertama di IAIN (sekarang UIN) Syarif
Hidayatullah Ciputat. Lulus dari UIN, pada tahun 1999 Pak Ihsan
mendapat informasi terkait iklan lowongan kerja di koran Republika.
Sebuah sekolah berasrama bernama SMA Insan Cendekia membuka
lowongan kerja sebagai Kepala Asrama. Beliau pun mendaftar, dari
40 orang pendaftar akhirnya diterima dua orang yang menjabat
sebagai Kepala Asrama Putra yaitu Pak Ihsan dan Kepala Asrama
Putri yaitu Bu Evi. Di tahun 2000 seluruh pegawai SMA Insan
Cendekia pun terdaftar sebagai PNS termasuk Pak Ihsan yang
menjabat pula sebagai guru SKI. Setahun setelahnya ia pun menikah
dengan seorang wanita dan setahun kemudian keduanya dianugerahi
anak pertama.
Tak lama setelah menjabat sebagai Kepala Asrama, di suatu
malam di tahun 2002, Pak Ihsan dipanggil untuk menghadap Bapak
Abdul Ghani, kepala sekolah kala itu. Selepas magrib, ia pun
menghampiri pimpinan dan ditawari sebuah kesempatan menarik
untuk mengembangkan kemampuan dan karier beliau. Dikarenakan
perpustakaan sekolah kala itu belum terlalu berkembang dan
terbengkalai karena tidak ada profesional yang mengurus, maka
kepala sekolah menyarankan untuk melanjutkan pendidikan strata
kedua di Ilmu Perpustakaan di Universitas Indonesia. Pun ia ketika
itu telah memiliki anak kedua.
Setahun setelah ia menjalankan aktivitasnya sebagai
mahasiswa, Bapak Japar yang menjabat kepala sekolah pengganti Pak
Abdul Ghani pun bertanya pada Pak Ihsan, apakah ia sudah cukup
mempunyai ilmu untuk menerapkannya pada perpustakaan di SMA

40
Insan Cendekia. Pak Ihsan pun merasa siap dan akhirnya Pak Japar
mengeluarkan surat keputusan pemindahan Pak Ihsan dari
keasramaan ke perpustakaan. Namun statusnya tetap guru karena
dari awal pendaftaran PNS ia merupakan guru SKI.
Tiga tahun menjalani pendidikan pascasarjana di UI, Pak
Ihsan lulus dengan nilai hampir sempurna, 98 dengan predikat A.
Yang menarik dari skripsi yang dibuatnya adalah tema yang belum
pernah diangkat oleh satupun mahasiswa ilmu perpustakaan di
Indonesia. Beliau mengangkat tema ‘Kualitas Pelayanan Berbasis
Libqual (Library Service Quality)’. Libqual ini belum umum di
kalangan perpustakaan Indonesia. Hanya beberapa negara yang baru
menerapkan Libqual ini seperti Perpustakaan Riset Amerika
(America Resource Library) atau di Texas University. Skripsi yang
dibuat oleh Pak Ihsan langsung meledak di kalangan pustakawan
karena Libqual sangatlah awam di Indonesia kala itu. Setelah skripsi
yang dibuatnya, banyak mahasiswa lain yang mulai mengangkat
persoalan Libqual ini. Dikarenakan tidak ada dosen yang menguasai
Libqual, akhirnya selama lima tahun berturut-turut Pak Ihsan
dipanggil oleh pihak UI untuk menjadi penguji dalam sidang skripsi
mahasiswa yang membahas Libqual ini.
Nama beliau semakin meroket di kalangan pustakawan. Ia
sering diundang ke banyak seminar. Tak lama setelah itu
Kemendikbud membentuk ATPUSI. Kongres pertama membawanya
menjadi Ketua Umum ATPUSI. Hal tersebut membuatnya sering
berpergian ke luar negeri untuk menghadiri konferensi-konferensi
internasional terkait perpustakaan. Semakin sibuk ketika ia didaulat
menjadi juri dari lomba perpustakaan tingkat nasional yang mana
menghadirkan 33 utusan terbaik dari tiap provinsi. Validasi yang
merupakan salah satu penilaian membuatnya harus mengunjungi
perpustakaan-perpustakaan utusan tiap provinsi tersebut.

41
Kini ia menjabat sebagai Ketua Umum ATPUSI untuk ketiga
kalinya yang akan berakhir di tahun 2020 nanti. Meskipun begitu,
AD/ART ATPUSI sendiri mengatur bahwa maksimal periode jabatan
Ketua Umum hanya dua kali. Namun karena seluruh anggota merasa
bahwa tidak ada yang sekompeten Pak Ihsan, akhirnya AD/ART-lah
yang diubah.
Selain itu ia merupakan asesor yang mana bertanggung jawab
adalah mengeluarkan predikat akreditasi perpustakaan sekolah.
Kemendikbud pun melibatkan ATPUSI dalam menyusun undang-
undang terkait perpustakaan. Ia pun ikut bertanggung jawab
terhadap perpustakaan nasional. Di Kemenag sendiri, Pak Ihsan
selalu diminta untuk membahas dan menganalisis kompetensi dasar
SKI, adapun ia juga menyusun soal UAMBN mata pelajaran SKI.
Pak Ihsan tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa
ia akan menjadi seseorang yang berpengaruh dalam dunia
perpustakaan Indonesia. Menurutnya, perpustakaan sebenarnya
terdiri dari empat unsur yang berkaitan dan bertahap. Data,
informasi, pengetahuan, dan kebijaksanaan. Jurnal atau buku
hanyalah sebuah media, sedangkan perpustakaan yang sebenarnya
merepresentasikan keempat hal tersebut. Kumpulan data yang valid
membentuk suatu kesatuan yang disebut informasi. Informasi yang
bermanfaat membentuk suatu kesatuan yang disebut pengetahuan.
Adapun pengetahuan yang diaplikasikan adalah bentuk
kebijaksanaan.
Kebijaksanaan adalah unsur peradaban tertinggi. Karena
kebijaksanaanlah yang membuat seluruh perilaku manusia selaras.
Head, heart, and hand. Sebagai contoh, logika berpikir bahwa korupsi
itu tidak baik, hati meyakini bahwa korupsi itu tidak baik, pula tangan
tidak melakukan korupsi karena ketiganya membentuk suatu
keselarasan. Maka di situlah fungsi perpustakaan. Diharapkan

42
dengan adanya perpustakaan, siapapun bisa mengambil hikmah atau
kebijaksanaan yang ada dan menyelaraskannya dalam aplikasi
kebaikan di kehidupan sehari-hari.

43
DR. Pahrurroji M. Bukhori, S.HI., S.S., M.A., M.Ud.
Adenan Abrarianda – Fauzi Rahmadani

Ustad Oji, begitulah


nama beliau dipanggil di
lingkungan kampus MAN
Insan Cendekia Serpong.
Sosok yang memiliki nama
lengkap DR. Pahrurroji M.
Bukhori, SHI., SS., MA.,
M.Ud ini lahir di Kota
Bogor pada tanggal 12 April 1976. Beliau dikenal sebagai orang yang
faham tentang agama. Hal itu bisa dilihat dari riwayat pendidikan
dan juga keseharian beliau. Beliau mengenyam pendidikan dasar di
sekolah umum dan pondok pesantren.
Setelah menuntaskan pendidikan dasar, beliau melanjutkan
ke jenjang sarjana. Beliau memulainya dari Fakultas Syari'ah IAIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta dan Fakultas Sastra Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. Kedua program studi ini beliau tuntaskan pada
saat yang hampir bersamaan, yaitu lulus dari Fakultas Syariah IAIN
Sunan Kalijaga pada tahun 2001 dan lulus dari Fakultas Sastra
Universitas Gajah Mada setahun kemudian. Setelah itu beliau
melanjutkan ke jenjang S-2 di Fakultas Agama dan Falsafah
Universitas Paramadina, Jakarta. Beliau mendapatkan gelar S-2nya
pada tahun 2010. Tidak berhenti sampai disitu, beliau melanjutkan
lagi studinya ke jenjang doktoral. Beliau menempuhnya di
Universitas Ibn Khaldun (UIKA), Bogor dan tuntas pada tahun 2015.
Aktivitas beliau sehari-hari adalah mengisi kajian keagamaan
di berbagai majelis ilmu. Salah satunya di MAN Insan Cendekia
Serpong. Sudah cukup lama beliau menjadi bagian dari MAN Insan

44
Cendekia Serpong, tepatnya sejak tahun 2004 hingga sekarang. Beliau
pernah menjabat sebagai Wakamad Keasramaan pada tahun-. Di
Insan Cendekia, beliau mengisi kajian rutin setiap Rabu setelah shalat
subuh. Biasanya beliau menjelaskan kitab-kitab agama yang
berbahasa arab, sehingga para santri MAN Insan Cendekia Serpong
bisa lebih memahaminya. Selain itu, beliau juga menjadi Mudir
Ma’had Darulhusna Bogor. Beliau menerima amanah tersebut
semenjak tahun 2018.
Saat ini beliau sudah menikah, dan telah dikaruniai tiga anak.
Beliau aktif berorganisasi dan juga cukup produktif dalam menulis
buku. Karya beliau cukup banyak. Tidak hanya menulis, beliau juga
mengedit dan menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab kedalam
Bahasa Indonesia. Diantara karya pribadi beliau adalah buku
Membebaskan Agama Dari Negara, Telaah Pemikiran Abdurrahman Wahid
dan ‘Ali ‘Abd ar-Raziq (2003), Al-Iklil al-Musthafa min al-Arbain an-
Nawawiyah (2015), Kurikulum Pendidikan Empat Imam Madzhab (2017),
dan Kunci Rahasia Ilmu Kasyf Imam Al-Ghazali (2018).
Perjalanan hidup beliau nyaris tak pernah lepas dari dunia
pesantren. Beliau memulainya semenjak masih duduk di jenjang
sekolah dasar. Pagi hari beliau berangkat ke sebuah SD negeri di dekat
rumahnya, lalu pada sore harinya beliau pergi belajar mengaji sampai
mentari tenggelam dan setelah itu barulah beliau pulang. Ketika MTs,
beliau masuk ke pondok pesantren di dekat sekolahnya. Kedua
tempat ini terletak cukup jauh dari rumahnya sehingga ketika jam
belajar sekolah selesai, beliau tidak pulang ke rumah akan tetapi
pulang ke pesantren. Hal tersebut berlanjut sampai beliau lulus dari
MA. Setelah lulus dari MA, beliau melanjutkan studi di Yogyakarta.
Beliau memulainya dengan modal nekat dan dorongan dari orangtua
beliau. Ketika itu, beliau sama sekali tidak memiliki gambaran tentang
bagaimana hidup di Yogyakarta. Selain karena memiliki kualitas

45
pendidikan yang bagus, kerabat beliau juga belum ada yang
merantau ke Yogyakarta pada saat itu sehingga beliau melilih
melanjutkan studi di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Di masa kuliah ini, beliau kembali masuk ke dunia pesantren.
Beliau mendaftar ke Pondok Pesantren Al-Munawwir Yogyakarta.
Beliau diterima setelah lolos tes tulis dan membaca kitab. Setahun
kemudian, beliau mengikuti tes untuk masuk ke UGM. Alhamdulillah,
beliau diterima di Fakultas Sastra UGM. Keseharian beliau masih
sama, yaitu pagi sekolah sore mondok. Akan tetapi, lingkungan beliau
saat kuliah ini lebih beragam. Beliau menemui buku-buku dari
berbagai disiplin ilmu dan kebudayaan seperti filsafat timur, barat,
islam, dan juga buku-buku sastra. Di tahun terakhir kuliah, tepatnya
di tahun 2000-2001 beliau menyusun skripsi yang merupakan kajiian
struktural terhadap novel berbahasa Arab, Azra’ Jakarta karya Najib
El-Kilany.
Lulus bergelar sarjana sastra dan sarjana hukum islam di
waktu yang bersamaan, disitulah perjalanan hidup seorang
Pahrurroji muda dimulai. Setelah menulis skripsi tentang kajian
struktural novel berbahasa Arab, terlintas di benak beliau, “Kenapa
tidak sekalian aku buatkan saja terjemahannya?”. Inilah yang menjadi
cikal bakal dari karya pertama beliau, sebuah terjemahan dari novel
berbahasa Arab Azra’ Jakarta. Buku tersebut merupakan buku
terjemahan novel dari Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia yang pertama
dan satu-satunya di kala itu. Buku ini juga menjadi langkah awal
beliau di dunia kepenulisan. Di tahun berikutnya, barulah beliau
menulis buku yang diberi judul Membebaskan Agama Dari Negara,
dilanjutkan dengan karya selanjutnya, Telaah Pemikiran Abdurrahman
Wahid dan ‘Ali ‘Abd ar-Raziq di tahun 2003.
Tahun 2004 menjadi babak baru dalam kehidupan beliau. Di
tahun itulah beliau pertama kali mengenal Insan Cendekia. Kala itu,

46
beliau melihat iklan lowongan pekerjaan di Koran Republika untuk
menjadi guru asrama di MAN Insan Cendekia. Tergeraklah hati
beliau untuk mendaftar di sekolah rintisan BJ Habibie ini. Waktu itu
hari Sabtu, berangkat saat masih pagi buta dengan bis umum jurusan
Parung-Pasar Serpong. Beliau niatkan perjalanan ini sebagai usaha
untuk menjemput rezeki. Namun nasib nampaknya tidak berbaik hati
padanya. Saat turun dari bis, beliau menaiki angkutan kota yang
dikiranya akan mengantarkan beliau ke depan jalan masuk MAN
Insan Cendekia Serpong. Akan tetapi beliau salah menaiki nagkot.
Beliau malah menaiki angkot yang membawanya menuju Kalideres.
Setelah melalui perjalanan panjang nan melelahkan, sampailah beliau
di tempat tujuan dan langsung mengikuti serangkaian tes dari pagi
hingga sore menjelang. Ujian masih tersisa di keesokan harinya.
Karena rumah beliau yang jauh dan khawatir tersesat kembali, beliau
akhirnya diizinkan untuk menginap di Gedung Asrama Guru waktu
itu. Keesokan harinya setelah menyelesaikan tes tahap terakhir, yakni
wawancara oleh Kepala Madrasah, Bapak Japar, beliau akhirnya
kembali ke kediaman beliau di Bogor. Sebulan kemudian kabar baik
dating. Perjuangan beliau akhirnya tak sia-sia. Beliau diterima sebagai
guru asrama di MAN Insan Cendekia Serpong bersama guru lainnya,
Pak Agung dan Bu Novi. Beberapa tahun berikutnya beliau dipercaya
untuk menjadi Wakil Kepala Madrasah bidang Keasramaan.
Haus akan ilmu, itulah sebutan yang tepat untuk diberikaan
kepada Ustad Oji, memiliki 2 gelar sarjana tidaklah membuat beliau
puas akan ilmu pengetahuan, beliau kemudian melanjutkan studi S2-
nya di Fakultas Agama dan Falsafah Universitas Paramadina, Jakarta
di tahun 2006, selama studi S2 ini beliau tidak mengeluarkan uang
sedikit pun alias beasiswa penuh. Setelah lulus S2 beliau juga tidak
langsung puas begitu saja, beliau pun mengikuti tes untuk mengambil
program doktoral di Universitas Ibnu Khaldun Bogor, nama beliau

47
pun ditulis di posisi paling atas yakni sebagai peraih nilai tertinggi
dalam tes tersebut dan akhirnya beliau pun mendapat beasiswa
penuh S3 di universitas tersebut. Di tahun 2015 resmilah beliau
bergelar Dr. Pahrurroji M. Bukhori, S.HI., S.S., M.A., M.Ud. Di tahun
itu pula beliau menerbitkan buku terbarunya yang berjudul Al-Iklil fi
al-Arba’in an-Nawawiyah. 2 tahun berikutnya terbitlah salah satu buku
paling fenomenal beliau Kurikulum Pendidikan Empat Imam Mazhab,
yakni buku pertama di dunia yang membahas empat imam mazhab
dari perspektif pendidikan. Terakhir, beliau baru saja meluncurkan
buku terbarunya yang berjudul Kunci Rahasia Ilmu Kasyf Imam Al-
Ghazali di tahun 2019.

Sebagai seorang guru sekaligus penulis yang produktif, Ustad Oji


sampai saat ini banyak menjabat posisi strategis di berbagai
organisasi. Beliau juga telah mendapatkan berbagai penghargaan
bergengsi. Salah satunya adalah sebagai 30 Guru Madrasah Inspiratif.
Semua itu diraihnya berkat usaha dan kegigihannya dalam mengajar
maupun menulis buku. “Bekerja sesuai dengan passion itu penting,
kerja dengan efektif merupakan salah satu kunci.” Itulah yang
dikatakan beliau sebagai motivasinya dalam menjalani kehidupannya
sampai saat ini.

48
TENTANG PENULIS

Hadramaut adalah nama yang dipilih untuk mewakili kedua


puluh insan yang disatukan di sebuah kelas di Insan Cendekia.
Adapun Hadramaut diambil dari nama sebuah provinsi di Yaman
yang merupakan pusat pendidikan agama . Harapannya, dengan
dipilihnya nama Hadramaut ini, kedua puluh insan tersebut
bersemangat dalam menuntut ilmu. Kelas yang resminya dinamai XII
MIPA 1 ini terdiri dari berbagai suku bangsa di Indonesia dan menjadi
satu di Hadramaut ini.

49
50

Anda mungkin juga menyukai