Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN NEUROLOGI

Laporan Kasus
FAKULTAS KEDOKTERAN
Januari 2020
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

“HEMIPLEGIA RIGHT AFFECTING NON DOMINAN SIDE


ET CAUSA HEMORRAGHIC STROKE”

Disusun Oleh :

Andi Nur Mutmainnah, S.Ked

Pembimbing :

dr. Nurussyariah Hammado, M.App.Sci., M.Neuro.Sci.SpN., FIPM

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Neurologi

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:
Nama : ANDI NUR MUTMAINNAH

Judul Laporan Kasus : HEMIPLEGIA RIGHT AFFECTING

NON DOMINAN SIDE ET CAUSA


HEMORRAGHIC STROKE
Telah menyelesaikan laporan kasus dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Januari 2020

Pembimbing,

dr. Nurussyariah Hammado, M.App.Sci., M.Neuro.Sci.SpN., FIPM

2
A. PENDAHULUAN
Stroke didefinisikan sebagai tanda-tanda klinis yang berkembang cepat

akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya

penyebab lain selain vaskuler (WHO, 1978).1

Berdasarkan patologinya, Stroke dibedakan menjadi stroke iskemik

(sumbatan) dan stroke hemoragik (perdarahan). Stroke hemoragik disebabkan oleh

ekstravasasi darah ke parenkim otak maupun mengisi ruang subarachnoid. Stroke

hemoragik dibagi menjadi 2 bagian yaitu yang pertama stroke hemoragik

intraserebral di mana ekstravasasi darah yang berlangsung spontan dan mendadak

ke dalam parenkim otak yang bukan disebabkan oleh trauma. Pedarahan

intraserebral merupakan penyebab tersering dari stroke hemoragik, di mana

dinding pembuluh darah kecil yang sudah rusak akibat hipertensi kronik robek.

Hematoma yang terbentuk akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial

(TIK). Yang kedua, stroke hemoragik subarakhnoid adalah ekstravasasi darah ke

dalam ruang subarachnoid yang meliputi sistem saraf pusat yang diisi dengan

carian serebrospinal. Perdarahan subarachnoid terjadi akibat pecahnya aneurisma

atau malformasi arteri vena yang perdarahannya masuk ke ruang subarachnoid,

sehingga menyebabkan cairan serebrospinal (CSS) terisi oleh darah. Darah di

dalam CSS akan menyebabkan vasospasme sehingga menimbulkan gejala sakit

kepala hebat yang mendadak.2

3
Jumlah penderita stroke di Indonesia terus meningkat. Pada Riskesdas

(Riset Kesehatan Dasar) jumlah penderita stroke di tahun 2007 usia 45-54 sekitar

8 persen, sedangkan pada tahun 2013 mencapai 10 persen. Jumlah penderita stroke

usia 55-64 tahun pada Riskesdas 2007 sebanyak 15 persen, sedangkan pada

Riskesdas 2013 mencapai 24 persen.3

Terdapat beberapa faktor resiko untuk terjadinya stroke yang dibagi

menjadi dua, yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah, dan faktor resiko yang

dapat diubah. Faktor resiko yang tidak dapat diubah, antara lain usia (> 55 tahun),

herediter, ras, jenis kelamin (perempuan lebih beresiko dari pada laki-laki),

riwayat stroke, TIA atau serangan jantung sebelumnya. Faktor resiko yang dapat

diubah, yaitu tekanan darah tinggi, merokok, diabetes mellitus, penyakit arteri,

anemia sel sabit, tingginya kolesterol dalam darah.4

4
A. LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS

Nama : Ny. G

Umur : 68 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Balaburu, Bontonompo

2. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Kelumpuhan separuh badan bagian kanan

Anamnesis terpimpin :

Seorang pasien perempuan usia 68 tahun masuk ke HCU RS Pelamonia

dengan kelumpuhan separuh badan sebelah kanan disertai nyeri tangan dan

kaki sebelah kiri terutama saat digerakkan. Pasien tidak bisa berbicara dan

hanya bisa sedikit mengangguk ketika ditanya. Kontak mata ada. Riwayat

pingsan kurang lebih 1 bulan yang lalu dan dirawat di ICU RS Pelamonia

dengan kesadaran menurun selama 17 hari. Awalnya pasien sedang menonton

TV di rumah kemudian pingsan dan lemah separuh badan sebelah kanan.

Demam ada. Mual dan muntah tidak ada. Pusing dan nyeri kepala tidak ada.

BAB lancar, BAK via kateter. Keluarga pasien mengaku bahwa pasien tidak

5
pernah memiliki penyakit apapun sebelumnya dan pasien baru pertama kali

menjalani pengobatan karena sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat hipertensi disangkal

 Riwayat penyakit jantung disangkal

 Riwayat cedera kepala/trauma kepala disangkal

 Riwayat Diabetes Melitus disangkal

 Riwayat tumor disangkal

 Riwayat mengkonsumsi obat-obatan (-)

 Riwayat merokok (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Riwayat stroke pada keluarga (-)

 Riwayat hipertensi pada keluarga (+)

 Riwayat Diabetes Mellitus pada keluarga (+)

Anamnesis system

 Sistem serebrospinal : kelemahan anggota gerak kanan dan tidak

dapat berbicara

 Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan

 Sistem gastrointestinal: tidak ada keluhan

 Sistem respiratorius : tidak ada keluhan

 Sistem gastrointestinal: tidak ada keluhan

6
 Sistem integumental : tidak ada keluhan

 Sistem urogenital : tidak ada keluhan

3. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Sakit berat

Kesadaran kualitatif : GCS E3M6Vx

Tanda vital : Tekanan darah = 140 / 80 mmHg

Nadi = 89 x/mnt

Pernafasan = 18 x/mnt, SpO2 87%

Temperatur = 37,8 o C

Kepala : normocephal, ukuran normal

Leher : kaku kuduk (-)

Nervus cranialis : Pupil bulat isokor diameter < 2,5 mm ODS

P T K
Motorik
N N 0 4

N 0 3

Rf Rp

N - -

N + - 7
Sensorik : SDN

Otonom : BAK via Kateter, BAB (+)

RESUME ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan usia 68 tahun masuk ke HCU RS Pelamonia

dengan hemiplegia dextra disertai nyeri pada ekstremitas superior et inferior

sinistra terutama saat digerakkan. Ada afasia. Kontak mata ada. Kurang lebih

1 bulan yang lalu dan dirawat di ICU RS Pelamonia dengan kesadaran

menurun selama 17 hari. Febris ada. Defekasi (+), Miksi via kateter. Riwayat

penyakit terdahulu disangkal.

Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 140/80 mmHg,

pernapasan 18 x/menit, nadi 89x/m, dan suhu 37,80 C. Pada pemeriksaan fisis

didapatkan GCS E3M6Vx. Pada pemeriksaan motorik penurunan pergerakan,

kekuatan, tonus, dan reflex fisiologis dextra. Refleks patologis Babinski dextra

positif.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. CT-Scan Kepala

1. (3 Desember 2019) Kesan :

- Perdarahan intracerebral lobus temporoparietooccipital sinistra

- Herniasi subfalcine

- Brain edema

- Defect pada os parietal

8
2. (20 Desember 2019) Kesan :

- Perdarahan intracerebral lobus temporoparietooccipital sinistra

yang menyebabkan midline shift ke kanan

- Brain edema

b. Kimia Darah

1. (1 Desember 2019)

- Darah Rutin : WBC 13.100/ uL

2. (11 Desember 2019)

- GDS : 107 mg/dl

- Elektrolit : Na 144.6 mmol/L, K 3.66 mmol/L, Cl 115 mmol/L ↑

3. (15 Desember 2019)

- Elektrolit : Na 140,5 mmol/L, K 3.59 mmol/L, Cl 106,9 mmol/L ↑

- AGD : pH 7.361, pCO2 39.4 mmHg, pO2 76 mmHg ↓, HCO3 22,3

mmol/L

4. (26 Desember 2019)

- Albumin : 2,27 g/dl ↓

- Elektrolit : Na 130 mmol/L ↓, K 3.7 mmol/L, Cl 99 mmol/L

5. DIAGNOSIS

Diagnosis klinis : Hemiplegia right affecting non dominan side

Diagnosis topis : Cerebrum, lobus temporoparietooccipital

sinistra

9
Diagnosis etiologi : Intracerebral Hemorrhagic

Diagnosis Banding :

 Stroke Non-Hemoragik

 Tumor Intrakranial

6. PENATALAKSANAAN

- IVFD RL 20 tpm

- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

1. Neurobion ap/24jam/drips

2. Mannitol 125cc/8jam/drips

3. Kalnex 500 mg/ 8 jam/ iv

4. Cefotaxim 1 gr/ 12 jam/ iv

5. Omeprazole/ 12 jam/iv

6. Citicoline 250 mg/12jam/iv

7. KSR 1x1 / oral

8. Vip Albumin 3x2 tab / oral

9. Amlodipin 5 mg 1x1/ oral (bila perlu)

10. Paracetamol 3x1/oral (bila perlu)

- O2 1 – 2 Lpm (bila perlu)

- Head up 30◦

- Balance cairan

10
- Oral Hygiene

- Miring kanan-kiri (perlahan)

B. DISKUSI

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini diagnosis hemiplegi dekstra dengan

afasia e.c stroke hemoragik ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapatkan

berupa keluhan kelumpuhan pada lengan dan tungkai kanan. Pingsan dan

kelumpuhan lengan dan tungkai dirasakan mendadak. Pasien tidak muntah,

tidak mengalami kesemutan pada lengan dan tungkai kanan sebelumnya, serta

tidak mengalami nyeri kepala hebat. Pasien juga menjadi tidak bisa berbicara

sejak serangan, tetapi pasien masih dapat mengerti pembicaraan. Dari keluhan

tersebut menunjukkan bahwa pasien mengalami serangan stroke yang secara

definisi stroke merupakan tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat

gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih. Tanda-tanda klinis yang dialami berupa

defisit neurologis yang diakibatkan oleh kerusakan lokal dari struktur otak.

Hemiplegi, hemisensori (somatosensori atau defisit visual) dan afasia atau

kerusakan fungsi kognitif lain (WHO, 1978).1

Keluarga pasien menyampaikan bahwa pasien tidak pernah sakit

sebelumnya. Riwayat hipertensi, kolesterol, DM dan penyakit jantung

disangkal karena belum pernah dilakukan pemeriksaan sebelum masuk RS

11
sehingga faktor resiko yang dapat diubah untuk terjadinya stroke tidak

diketahui. Sedangkan faktor resiko yang tidak dapat diubah meliputi umur

ditemukan pada pasien ini.4

Kemungkinan penyebab stroke pada pasien ini adalah karena pecahnya

pembuluh darah di otak (stroke hemoragik). Pecahnya pembuluh darah otak

pada umumnya terjadi saat pasien sedang beraktivitas, adanya nyeri kepala

yang hebat, timbulnya defisit neurologis dalam waktu beberapa menit hingga

beberapa jam yang diikuti dengan adanya penurunan kesadaran, disertai

keluhan mual hingga muntah karena tekanan intrakranial yang meningkat.5

Berdasarkan skor Gadjah Mada, sedangkan berdasarkan skor Hasanuddin,

…………………………………………….

Pada pemeriksaan fisik yang telah dilakukan didapatkan tekanan darah

140/80 mmHg. Pada status neurologis, inspeksi wajah tampak asimetris dengan

saraf Cranialis parese N.VII dextra. Pada pemeriksaan sistem motorik

didapatkan gerakan ekstremitas superior dan inferior kanan pasif, ektremitas

superior dan inferior kiri aktif, kekuatan otot ekstremitas superior dan inferior

kanan 0 (tidak didapatkan kontraksi otot, lumpuh total), kekuatan otot

ekstremitas superior dan inferior kiri 5 (tidak ada kelumpuhan/normal),

hipertonus pada ekstremitas superior dan inferior kanan, normotonus pada

ektramitas superior dan inferior kiri, serta hiperefleks pada refleks biseps dan

12
triseps ekstremitas superior kanan dan hiperefleks pada refleks pattela dan

achilles ekstremitas inferior kanan.

Pada pemeriksaan sistem sensorik, tes koordinasi dan fungsi luhur sulit

dilakukan penilaian. Dari pemeriksaan fisik ditemukan bahwa ekstremitas

superior dan inferior kanan memiliki kelainan berupa gerakan pasif, tidak

memiliki kekuatan otot, hipertonus dan hiperefleks yang menandakan bahwa

terdapat disfungsi atau kelumpuhan dari susunan Upper Motoneuron (UMN).

Adapun tanda-tanda kelumpuhan UMN antara lain hipertonia, hiperefleksia,

adanya klonus, adanya refleks patologik, adanya refleks automatisme spinal

pada ekstremitas yang mengalami kelumpuhan dan tidak adanya atrofi pada

otot-otot yang lumpuh (Mardjono dan Sidharta, 2009). Upper Motoneuron

(UMN) dibagi atas susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Kerusakan

pada seluruh korteks piramidalis sesisi menimbulkan kelumpuhan UMN pada

belahan tubuh sisi kontralateral. Pada kebanyakan orang dengan hemiplegi

dekstra akibat lesi kortikal terdapat afasia motorik (afasia Brocka) (Mardjono

dan Sidharta, 2009). Afasia Brocka ditandai dengan terganggunya kemampuan

berbicara spontan, pengulangan (repetisi) dan membaca kuat-kuat, namun

pemahaman auditif dan pemahaman membaca tidak terganggu, kecuali

pemahaman kalimat dengan tatabahasa yang kompleks (Lumbantobing, 1998).

Dalam mendiagnosis stroke, CT-scan dan MRI merupakan pemeriksaan

yang penting untuk membedakan stroke non hemoragik, perdarahan

13
intraserebral, perdarahan sbuarakhnoid, melformasi arteriovenosus dan

trombosis sinus/vena. Untuk mendeteksi perdarahan CT-scan lebih banyak

dipilih, sedangkan MRI dapat mendeteksi lesi awal dari iskemik (WHO, 1995).

Pada pasien ini perlu dilakukannya pemeriksaan CT-scan untuk memastikan

penyebab dari kelumpuhan lengan dan tungkai kanan serta terganggunya fungsi

bicara, apakah disebabkan karena stroke hemoragik atau stroke non hemoragik

agar penatalaksanaannya pun tidak keliru.

Tujuan penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan

morbiditas dan menurunkan angka kematian serta menurunnya angka

kecacatan. Dengan penanganan yang benar pada jam-jam pertama, angka

kecacatan stroke akan berkurang setidaknya 30% (PERDOSSI, 2011). Pada

pasien ini serangan sudah terjadi sejak tiga hari yang lalu, jadi penatalaksanaan

umum yang dapat dilakukan adalah dengan stabilisasi jalan napas dan

pernapasan. Pemberian oksigen dapat dilakukan pada pasien dengan saturasi

oksigen < 95%. Keseimbangan cairan diperhitungkan dengan mengukur cairan

yang dikeluarkan dari tubuh. Cairan yang dapat diberikan berupa kristaloid

maupun koloid secara intravena. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30

ml/KgBB per hari (PERDOSSI, 2011). Pemasangan kateter diperlukan untuk

mengukur banyaknya urine yang diproduksi dalam 24 jam. Pemasangan pipa

nasogastrik diperlukan pada pasien ini untuk pemberian nutrisi, karena adanya

gangguan menelan. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari

14
dengan komposisi karbohidrat 30-40% dari total kalori, lemak 20-35%, dan

protein < 0,8 g/kg/hari (terdapat gangguan fungsi ginjal) (PERDOSSI, 2011).

Penatalaksanaan khusus yang dapat diberikan antara lain adalah antibiotik

sebagai pencegahan terhadap infeksi sekunder (leukosit: 11.200 /ul). Antibiotik

yang dipakai pada pasien ini adalah Ceftriaxone 1 gram setiap 12 jam secara

intravena minimal selama 5 hari. Pemberian obat penurun tekanan darah perlu

diberikan dengan target tekanan darah sistolik 140 mmHg. Pemberian diuretik

furosemid menjadi pilihan untuk pasien ini, sebagai penurun tekanan darah,

pencegah terjadinya edema atau peningkatan tekanan intrakranial, mengingat

pasien ini memiliki gangguan fungsi ginjal (Ureum 71 mg/dl, dan kreatinin: 1,3

mg/dl). Furosemid diberikan dengan dosis 40 mg per hari secara intravena

(PERDOSSI, 2011). Pemberian neuroprotektor tidak menunjukan manfaat

yang jelas untuk pasien (National Stroke Foundation, 2010).

Stroke memberikan prognosis yang buruk karena dapat mengakibatkan

kerusakan otak yang irreversible hingga kematian. Diperlukan pengawasan

yang ketat untuk meminimalisir kerusakan otak yang lebih luas. 1

C. KESIMPULAN

Telah ditegakkan diagnosis hemiplegia right affecting non dominan side

dengan afasia e.c stroke hemoragik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Lestari, Rahmatika. 2014. Hemiplegia Dextra with Aphasia Broca Caused by

Suspected Hemorragic Stroke. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung :

Medula

2. Arifputera, Andy dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Essential of

Medicine: Stroke. Jakarta: Media Aesculapius

3. Ridarineni, N. 2014. Jumlah Penderita Stroke di Indonesia Terus Meningkat..

Available at http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah-diy-

nasional/14/ 02/02/n0cz1r-jumlah-penderita-stroke-di-indonesia-terus-

meningkat.

4. American Stroke Association. About stroke: understanding risk. 2012.

Available at http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/About-

Stroke/UnderstandingRisk.

5. Magistris, F., Bazak, S., Martin, J. 2013. Intracerebral hemorrhage:

pathophysiology, diagnosis and management. MUMJ. 10(1): 15-22.

6. Liebeskind, David. Medscape: Hemorrhagic Stroke. 2015

7. Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2013

8. Price, Sylvia A. PatofisiologiKonsepKlinis Proses-proses Penyakit Ed. 6.

Jakarta: EGC. 2006

9. Kumar, dkk. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC. 2007.

16
10. Gofir, Abdul. Evidence Based Medicine Manajemen Stroke. Edisi 1.

Yogyakarta: PustakaCendekia Press. 2009.

11. Baehr, M. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi Fisiologi Tanda dan

Gejala.Edisi 4. 2012

12. Stroke: a practical approach 2009

13. Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi):

Gideline Stroke Tahun 2011

14. Arisanti, Yuliana. Dachlan, EriGumilar. Tindakan Bedah Saraf. Fakultas

Kedokteran. Universitas Airlangga. 2012

15. Brust, John. Current Diagnosis and Treatment Neurology 2nd Edition. North

America: Mc Graw Hill Company. 2012

16. Mesiano, Taufik. Salim Harris. Buku Ajar Neurologi, Stroke Hemoragik. 2012

17

Anda mungkin juga menyukai