Refarat
FAKULTAS KEDOKTERAN
Januari 2020
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Disusun Oleh :
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya dalam menyelesaikan referat Ilmu Penyakit Saraf yang berjudul Guillain Barre
Sindrome. Referat ini disusun sebagai bagian dalam rangka memenuhi salah satu tugas kami
sebagai mahasiswa kedoteran yang mengikuti program studi profesi dokter di bagian
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar
Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan berbagai pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan
referat ini .
Penulis juga mengharapkan segala masukan baik berupa saran maupun kritik
membangun daripada pembaca dalam rangka meningkatkan kualitas refarat ini .
Demikianlah referat ini disusun, kiranya dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca dan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammaiyah Makassar
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
informasi. Informasi dikumpulkan oleh sistem sensorik, diintegrasikan oleh otak, dan
mengontrol gerakan serta fungsi organ viseral dan endokrin. Berbagai kegiatan ini
dikontrol oleh neuron, yang saling berhubungan untuk membentuk jaringan sinyal
yang membentuk sistem motorik dan sensorik. Selain neuron, sistem saraf
mengandung sel neuroglia yang memiliki beragam fungsi imunologis dan penunjang
atau polineuritis idiopatik akut, merupakan bentuk polineuritis yang akut, progresif
cepat, serta berpotensi fatal dan menyebabkan kelemahan otot serta gangguan
sensoris.2 Secara khas digambarkan dengan kelemahan motorik yang progresif dan
arefleksia. Secara patologi SGB memiliki 2 pola gambaran patologi, yaitu: bentuk
dengan adanya infiltrasi sel-sel inflamasi.3 Sindrom ini dapat terjadi pada segala usia
meskipun paling sering ditemukan pada usia antara 30-50 tahun. SGB dialami laki-
laki dan perempuan sama seringnya. Kesembuhan terjadi spontan dan komplet pada
95% pasien sekalipun gangguan motorik atau refleks yang ringan dapat menetap pada
Prognosis sindrom ini paling baik jika keluhan dan gejala sudah menghilang
merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa
3
muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena terjadi
pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian,
bawah ini terpenuhi.8 Lesi yang mendasari penyakit mengandung unsur-unsur respon
imunologik yang terdiri dari respon antibody dan respon CMI (Cell-Mediated
Immunity).8
dapat ditularkan kepada binatang percobaan dengan pemasukan limfosit yang berasal
dari penderita, faktor yang menghilangkan toleransi imunologik harus ada, serta masa
bebas gejala yang merupakan masa berlangsungnya proses penyerapan substansi auto-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sindrom Guillain-Barre (poliradikuloneuropati demielinasi inflamatorik akut)
merupakan paralisis asendens yang dapat membawa kematian dan disertai dengan
kelemahan yang dimulai pada ekstremitas distal tapi kemudian dengan cepat menjalar
yang mengenai radiks saraf serta saraf perifer. Kelainan ini dimediasi oleh imun dan
sering terjadi sesudah infeksi virus (sitomegalovirus, Virus Epstein Barr) atau
campylobacter jejuni.6
B. ETIOLOGI 8
Etiologi GBS Penyebab yang pasti sampai saat ini masih belum diketahui.
Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena hilangnya mielin,
material yang membungkus saraf. Hilangnya mielin ini disebut dengan demielinisasi.
atau berhenti sama sekali. GBS menyebabkan inflamasi dan destruksi dari mielin dan
menyerang beberapa saraf. Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS
sampai saat ini belum diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut
disebabkan oleh penyakit autoimun yang didahului oleh adanya suatu infeksi.
5
Infeksi saluran pernafasan dan pencernaan sering mendahului gejala
60% penderita GBS. Pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi dari
bakteri maupun virus. Berdasarkan penelitian Yuki dkk 2012, dua pertiga kasus
didahului oleh gejala infeksi saluran pernapasan atas atau diare. Agen infeksi yang
adalah C. jejuni dan pada satu penelitian meta-analisis, 30% dari infeksi
disebabkan oleh bakteri ini, sedangkan virus adalah Cytomegalovirus yang telah
diidentifikasi terdapat hingga 10%. Insiden GBS ini diperkirakan 0,25-0,65 per
1.000 kasus infeksi C. jejuni, dan 0,6-2,2 per 1000 kasus infeksi Cytomegalovirus
primer. Agen infeksi lain dengan hubungan yang terdefinisi dengan GBS
pneumoniae.
diperoleh dari mengkonsumsi daging hewan unggas yang kurang atau belum
terlalu matang dan dari air yang terkontaminasi. Infeksi oleh C. jejuni ini
menunjukkan adanya antigen spesifik dalam kapsul. Respon imun yang terjadi
akibat infeksi ini adalah kapsul lipopolisakarida yang akan menghasilkan antibodi
6
Infeksi Cytomegalovirus ini merupakan infeksi yang paling sering dilaporkan
kedua setelah infeksi yang disebabkan oleh C.jejuni. Dalam studi di Belanda
menyatakan bahwa sebanyak 13% pasien GBS yang terlebih dulu terinfeksi oleh
CMV. Infeksi ini dapat berupa infeksi saluran pernafasan atas, pneumonia, dan
penyakit yang tidak spesifik seperti flu. Pasien GBS yang mengalami infeksi ini
memiliki keterlibatan dengan saraf sensorik dan saraf kranial. Infeksi ini secara
maupun tidak langsung replikasi virus dapat mempengaruhi proses patologis pada
GBS.
menjadi penyebab dari penyakit GBS. Tetapi, belum banyak studi yang
menunjukkan hal tersebut dan juga memang tidak banyak ditemukan kasuskasus
pasien yang terinfeksi ketiga patogen tersebut. Infeksi EBV sekitar 10% dari
pasien GBS, Mycoplasma pneumonia hanya 5% lebih sering dari pada kelompok
kontrol.
2. Vaksinasi
seseorang akan berkaitan dengan terjadinya GBS. Beberapa vaksin yang dapat
menyebabkan GBS adalah influenza, rabies, polio oral, campak, tetanus toksoid,
hepatitis B. Gejala-gejala GBS dimulai satu hari sampai beberapa minggu setelah
7
tahun 2009 terdapat sekitar 1,6 kasus per 100.000 populasi yang diberi vaksin
influenza yang akhirnya menjadi penyebab GBS, namun pada penelitian yang
terbaru yaitu pada tahun 2011 menyimpulkan bahwa tidak ditemukan bukti yang
penyakit GBS. Selain pemberian vaksin influenza, vaksin rabies dikatakan dapat
meningkatkan resiko terjadinya penyakit GBS. Vaksin rabies dibuat dari jaringan
otak yang terinfeksi dari hewan dewasa sehingga dapat meningkatkan resiko
terjadinya GBS oleh karena adanya kontaminasi dengan antigen mielin. Tetapi,
ada formulasi baru dari vaksin rabies berasal dari sel-sel embrio ayam, dimana
tidak terlihat hubungan antara pemberian vaksin dengan peningkatan resiko GBS.
ada meskipun sangatlah kecil. Untuk vaksin yang lainnya seperti polio oral,
3. Pembedahan
Proses pembedahan ini masih belum diketahui dengan jelas dikatakan sebagai
pelepassnantigen dari sel saraf yang dapat memicu timbulnya penyakit GBS
C. ANATOMI
Neuron merupakan unit fungsional dasar susunan saraf. Neuron terdiri dari
badan sel saraf dan prosesus-prosesusnya. Prosesus (serabut saraf) sel neuron terbagi
menjadi dendrit-dendrit dan sebuah akson. Serabut saraf ini mengirimkan impuls
listrik, yang memungkinkan otak untuk tetap berhubungan dengan semua aspek
fungsi tubuh. Serabut saraf sensorik mengirim pesan dari struktur perifer, seperti kulit,
8
persendian, dan tulang, ke otak. Serabut motorik mengirim pesan dari otak ke otot.
Pesan ini dikirim dalam bentuk impuls listrik. Setiap serabut saraf terdiri dari kabel
listrik yang dikenal sebagai akson, dan selubung isolasi dikenal sebagai myelin seperti
Myelin adalah campuran dari lipid dan protein. Pada susunan saraf perifer,
selubung myelin diproduksi oleh sel Schwann dan hanya terdapat satu sel Schwann
untuk setiap segmen serabut saraf. Ketebalan myelin bergantung pada jumlah spiral
membrane sel Schwann. Selubung myelin bukan struktur berkelanjutan, tetapi terdiri
dari beberapa segmen myelin, masing-masing dipisahkan oleh celah singkat yang
dikenal sebagai nodus Ranvier. Nodus ini memainkan peranan penting dalam
dengan mengadakan konduksi cepat impuls melalui konduksi saltatori dari potensial
aksi. Makin tebal selubung myelin makin cepat konduksi sel saraf.
9
Cedera Saraf Perifer Neuropati perifer merupakan istilah umum yang
mengindikasikan adanya kerusakan pada sistem saraf perifer. Neuropati perifer dapat
gangguan beberapa saraf perifer yang sering diakibatkan oleh proses peradangan,
metabolik atau toksik yang menyebabkan kerusakan dengan pola difus, distal, dan
simetris yang biasanya mengenai ektremitas bawah sebelum ekstremitas atas. Secara
lokasi penyakit pada selubung myelin atau sarafnya sendiri (neuropati aksonal dan
10
Pada Gambar 2.2 Guillain-Barré Syndrome (GBS) merupakan contoh
polineuropati akut yang terjadi tiba-tiba dan berkembang secara cepat. Gambar 2.2.A
menunjukkan saraf motorik myelin secara normal. Bagian utama dari sel, badan sel,
terletak di sumsum tulang belakang atau di batang otak dari saraf kranial. Akson
meluas dari badan sel ke otot, yang dapat terletak di lengan, kaki, atau di tempat lain.
Akson normal yang dimielinasi berarti ditutupi dengan lapisan isolasi dari myelin
untuk mencegah kebocoran arus listrik yang mengalir turun akson dari badan sel ke
otot. Sedangkan pada Gambar 2.2.B menggambarkan apa yang terjadi pada pasien
(GBS). Beberapa segmen dari myelin merosot dan dilucuti dari akson yang
utuh, tetapi kebocoran saat keluar dan pesan gagal untuk mencapai otot
mengakibatkan kelemahan.
D. PATOFISIOLOGI
belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan
saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi. Bukti-
tepi pada sindroma ini adalah didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan
seluler (cell mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi. Adanya
antigen antibodi dari peredaran pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses
11
Perjalanan penyakit ini umumnya diawali oleh kejadian atau faktor pemicu
lain seperti infeksi, vaksinasi dan pembedahan, yang paling sering adalah infeksi.
Infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain memasuki
sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut mengaktivasi
sel limfosit T. Sel limfosit T ini selanjutnya mengaktivasi proses pematangan limfosit
mielin maupun akson dari saraf tepi. Selain itu, pada saraf penderita GBS ditemukan
sel inflamasi dan makrofag, yang selanjutnya akan diikuti dengan dekstruksi mielin
konsentrasi protein cairan cerebrospinalis. Tanda ini merupakan ciri khas pada GBS.
Destruksi tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat mengirimkan sinyal secara
efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk merespon perintah dari otak
dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh.
virus dan bakteri mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh
mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi
berkurang. Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang mielin
disebabkan oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan myelin.
Teori - teori tersebut diperjelas dengan adanya empat faktor utama yang diketahui
mimikri molekular dan reaktivitas silang, aktivasi komplemen, dan faktor penjamu
(host).
12
1. Antibodi antigangliosida
berhubungan dengan glikospingolipid dan berada di luar membran sel saraf dan
berkaitan dengan oligosakarida pada permukaan sel. Gangliosida ini terdiri dari
ceremide yang melekat satu atau lebih gula (heksosa) dan mengandung asam N-
merupakan komponen penting dari sistem saraf perifer. Pada lebih dari separuh
tepi, meliputi LM1, GM1, GM1b, GM2, GD1a, Ga1Nac-GD1a, GD1b, GD2,
GD3, GT1a, dan GQ1b. Sebagian besar antibodi spesifik terhadap subtipe dari
GBS itu sendiri. Antibodi GM1, GM1b, GD1a dan Ga1Nac-GD1a berhubungan
dengan GBS motorik murni atau varian aksonal. Sedangkan antibodi GD3, GT1a,
GBS. Onset GBS umumnya muncul 1-4 minggu setelah penyakit infeksius
yang bereaksi silang dengan gangliosid dan gikolipid, seperti GM1 dan GD1b,
yang tersebar luas disepanjang mielin pada saraf perifer. Reaksi silang ini disebut
molecular mimicry (Munir, 2015). C. jejuni yang diisolasi dari pasien GBS dapat
13
mengekspresikan lipooligosakarida (LOS) pada dinding bakteri, menyerupai
dengan subtipe GBS. C.jejuni yang diisolasi dari pasien GBS motorik atau
3. Aktivasi Komplemen
pada lokasi kerusakan saraf, seperti pada axolemma pada pasien AMAN dan
sangat toksik terhadap saraf perifer. Dalam studi percobaan, efek menyerupai
ujung saraf, blokade transmisi saraf, dan paralisis saraf-otot. Ujung saraf dan sel
mempengaruhi kanal natrium pada nodus Ranvier pada saraf perifer kelinci. Hal -
membran attack complex (MAC) efek neurotoksisk akibat antibodi tersebut dapat
14
Gambar 2.3 Imunobiologi dalam Guillain-Barré Syndrome (GBS)
Kurang dari 1 per 1000 pasien dengan infeksi C jejuni akan menderita
GBS. Meskipun beberapa waktu terjadi peningkatan insiden, namun tidak pernah
GBS. Namun, SNP tersebut nampaknya memiliki peranan sebagai faktor yang
15
keluaran dan SNP pada gen yang mengkode mannose-binding lectin, Fc gamma
E. DIAGNOSIS.
progresif pada ekstremitas bawah dan atas disertai arefleksi atau hiporefleksi. Belum
ada uji diagnostik yang spesifik untuk SGB, namun dapat menggunakan kriteria
1. kelemahan progresif pada kedua lengan dan tungkai (dapat dimulai dari
ekstremitas bawah)
1. Perburukan gejala yang mencapai titik nadir kurang atau sama dengan 28 hari
(4 minggu)
6. Nyeri
16
2. Gangguan sensorik lebih dominan dari pada kelemahan ekstremitas pada awal
onset
polyneuropathy).
Disfungsi otonom sering ditemukan sehingga dua pertiga kasus SGB dengan
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
dkk dan Hadden dkk. Gambaran dispersi temporal lebih ditekankan oleh HO dkk,
sedangkan konsep blok konduksi dikenalkan kembali oleh Haden dkk sebagai
kriteria diagnostik SGB tipe diemelinisasi. Yang dimaksud dispersi temporal disini
(CMAP) proksimal lebih dari 30 % dibandingkan CMAP distal. Batasan ini dinalai
cukup sensitif dan spesifik dalam membedakan antara dispersi temporal akibat
17
dieleminisasi dan dispersi temporal yang terjadi secara fisiologis pada stimulasi
proksimal.
menunjukkan hasil yang normal sering menunjukkan hasil yang normal atau tidak
memenuhi kriteria SGB menurut HO dkk maupun Hadden dkk. Oleh karena itu
tidak dapat dijadikan landasan untuk menunda pemberian imunoterapi jika sudah terdapa
gambaran klinis yang khas SGB. Pemeriksaan KHS pada minggu pertama ini lebih
Pada awal perjalanan openyakit SGB tipe AMAN dapat ditemukan gambraan
blok konduksi pada pemeriksaan KHS. Gambaran blok ini mengalami perbaikan
atau menghilang dalam hitungan hari disertai peningkatan amplitudo CMAP distal
dan pemendekan latensi motor distal kembali ke nilai normal. Pada kasus u=ini
Fenomena ini dikenal sebagai AMAN with reversible conduction failure (AMAN
RCF) dan sering didiagnosis. Secara keliru sebagai AIDP atau AMAN. Untuk
KHS harus dilakukan secara serial minimal dua kali pada 3 saraf motorik dan 3
2. Pungsi lumbal
Tindakan pugsi lumbal rutin dilakukan pada pasien yang di duga menderita
utama penegakan diagnosis SGB. Pada anlisis CSS dapat ditemukan disosiasi
peningkatan jumlah sel. Disosiasi sitoalbumin adalah temuan khas untuk SGB dan
dapat ditemukan pada 50 % kasus pada minggu pertama dan meningkat menjadi
18
75% kasus pada minggu ketiga. Apabila analisa CSS normal pada SGB dengan
onset kurang dari 2 minggu, maka hal ini tidak mempengaruhi penegakan
diagnosis SGB selama ditemukan tanda dan gejala klinis yang sesuai dan tidak
Peningkatan jumlah sel dan protein CSS dapat ditemukan pasca terapi
penjingkatan jumlah sel CSS pada minggu pertama onset gejala makan
3. Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan jika ditemukan tanda dan gejala klinis SGB
yang meragukan. Hal ini untuk menyingkirkan lesi struktural sebagai penyebat
defisit neurologis yang ada. Hasil pemeriksaan MRI pada kasusSGB adalah murni
normal, baik pada otak maupun medulla spinalis, walau dapat dijumpai
penyengatan pada radisk proksimal. Pada 11% kasus BBE, dapat ditemukan
adanya lesi fokal pada T2W MRI di mesensefalon, thalamus, serebelum, dan
batang otak.
4. Antibodi antigangliosida
yang tercantum pada tabel 1, nilai diagnosis belum dapat dipastikan. Pemeriksaan
ini bermanfaat, tetapi hasil negatif tidak menggugurkan diagnosis SGB dan
19
G. DIAGNOSIS BANDING
Telah disebutkan bahwa pada 10% kasus SGB dapat ditemukan refleks tendon
dalam yang normal bahkan meningkat , oleh karena itu pada keadaan tersebut adanya
lesi SSP harus disingkirkan. Gejala klinis SGB dapat menyerupai gejala lesi medulla
spinalis akut seperti mielitis transversa, namun pada lesi medulla spinalis gangguan
berkemih muncul lebih awal dan defisit sensoris yang ada mempunyai batas yang
tegas.
Jika pada pasien tidak ditemukan adanya difisit sensorik, maka pertimbangan
SMF dan kelemahan faring servikal-brakhialis adalah stroke batang otak, miastenia
G. PENATALAKSANAAN.
Prinsip tatalaksana SGB adalah diagnosis dini dan tatalaksana multidisplin yang
tepat. Risiko kematian SGB mencapai 5% sebagian besar disebabkan komplikasi SGB
berupa sepsis, emboli paru, dan disautonomia. GBS disability score atau Hughes
Score adalah sistem penilai status fungsional untuk evaluasi dan pemantauan derajat
keparahan penyakit.
Manfaat terbaik muncul pada pmeberian imunoterapi dalam 2 minggu pertama onset
20
pada pasien dengan GBS Disability Score > 3. Baik plasmaferesis dan
kekuatan motorik pasien, peningkatan GBS disability score dan penurunan kebutuhan
pertukaran plasma sebanyak lima kali dari volume plasma (200-250 ml/kgBB). Dosis
imunoterapi pada pasien dengan gejala ringan (GBS disabilty score <3) tetapdapat
memberikan hasil yang sama dengan pemberian terapi plasmaferesis saja atau
imunoglobulin saja oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan kedua terapi
namun dipilih satu modalitas saja plasmeferesis atau IVIG. Pemberian kortikosteroid
Pemantauan fungsi paru dapat dilakukan setiap 1-4 jam untuk meminimalkan
risiko gagal napas berupa evaluasi frekuensi serta kedalaman napas, kapasitas vital
paru-paru dan kemampuan refleks batuk. Indikasi pemasangan alat bantu napas pada
21
Pemasangan monitor kardiovaskuler diperlukan dalam identifikasi dan antisipasi
disfungsi otonom. Disfungsi otonom dapat berupa bradiaritmia berat atau terdapat
variasi tekanan sistolik lebih dari 85 mmhg . pada pasien tersebut dapat pasang alat
pacu jantung sementara atau diberikan atropin. Gangguan miksi dapat ditatalaksana
pemberian laksatif.
Nyeri merupakan manifestasi klinis yang banyak ditemukan pada pasien sejak
awal onset sampai dengan masa pemulihan. Lokasi nyeri yaitu punggung dan
adanaya keterlibatan serabut saraf berdiameter kecil dan saraf otonom sedangkan
disestesia melibatkan serabut saraf berdiameter lebar. Tatalaksana nyeri yang dapat
diberikan berupa penggunaan obat anti nyeri neruopatik berupa gabapentin dan
karbamazepin
G. PROGNOSIS.
Prognosis SGB dapat ditentukan berdasarkan Erasmus GBS Outcome Score (EGOS)
EGOS ini dapat digunakan untuk menetukn probobalitas pasien SGB dapat berjalan
mandiri enam bulan setelah onset. Semakin besar nilai EGOS yang didapat, maka
semakin kecil kemungkinan pasien SGB dapat berjalan setelah 6 bulan dari onset.
Penelitian di RSCM jakarta pada 24 subjek pasien SGB yang dirawat periode januari
2012- desember 2014 menjukkan sebagian besar pasien mengalami perbaikan klinis
pada akhir perawatan. Kekuatan motorik (MRS sum score) saat masuk berada pada
skor < 30 (50%) dan meningkat menjadi 50-41 pada akhir perawatan (29,2%). GBS
22
disability scor saat masuk 4 (aktivitas terbatas pada tempat tidur atau kursi) 54,2%
skor meningkat menjadi 3 (jalan dengan bantuan) pada akhir perawatan (37,5%)
23
BAB III
KESIMPULAN
merupakan paralisis asendens yang dapat membawa kematian dan disertai dengan
kelemahan yang dimulai pada ekstremitas distal tapi kemudian dengan cepat menjalar
Proses yang terjadi adalah adanya kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini
adalah melalui mekanisme imunologi. Adanya autoantibodi terhadap sistem saraf tepi,
24
DAFTAR PUSTAKA
Medica.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1958/1/bedahiskandar%20japa rdi46.pdf.
6. Robbins, Cotran. 2010. Penyakit saraf perifer dalam Dasar Patologis Penyakit.
Jakarta : EGC
Eprints.umm.ac.id.
25