Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Kelompok 2
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
Keperaratan Kritis. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Kritis
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Guillain Barre syndrome (GBS) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri
dengankarekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang
sifatnyaprogresif, Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris,
otonom,maupun susunan saraf pusat. SGB merupakan Polineuropati akut, bersifat
simetris dan ascenden, yang biasanya terjadi 1-3 minggu dan kadang sampai 8
minggu setelah suatu infeksi akut.
a. SGB merupakan Polineuropati pasca infeksi yang menyebabkan terjadinya
demielinisasi saraf motorik kadang juga mengenai saraf sensorik.
b. SGB adalah polineuropati yang menyeluruh, dapat berlangsung akut atau
subakut, mungkin terjadi spontan atau sesudah suatu infeksi
c. SGB mempunyai banyak sinonim, antara lain:
1. Polineuritis akut pasca infeksi
2. Polineuritis akut toksik
3. Polineuritis febril
4. Poliradikulopati.dan Acute Ascending Paralysis
2.2 Etiologi
Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita dan bukan
merupakan penyakit yang menular juga tidak diturunkan secara herediter. Penyakit ini
merupakan proses autoimun. Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus terjadi setelah
penyakit infeksi virus atau bakteri seperti dibawah ini:
1. Infeksi virus: Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus,
Human Immunodefficiency Virus (HIV).
2. Infeksi bakteri: Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie.
3. Pascah pembedahan dan Vaksinasi.
4. 50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu setelah terjadi penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.
2.3 Klarifikasi
a. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang
lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran
cerna C jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf
sensorik dan motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.
b. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN) Berhubungan dengan infeksi saluran
cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid meningkat (seperti, GM1, GD1a,
GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk
tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris. AMAN dibedakan dengan
hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi sindrom ini belum dapat di jelaskan dengan jelas. Namun, salah
satu yang paling banyak di teliti adalah infeksi C. jejuni. Pada infeksi C. jejuni.
Antigen pada kapsul bakteri serupa dengan antigen ganglosida pada selubung mielin
saraf, sehingga tubuh membentuk antibodi yang tidak hanya menyerang pathogen ini,
namun Juga menyerang dan merusak selubung mielin saraf. Terjadi infiltrasi limfosit
dan fagositosis oleh magrofag. Rusaknya mielin menyebabkan hantaran saraf
terhambat atau tidak terjadi sama sekali sehingga terjadi paralisis. (Sukman tulus
putra dkk , 2014).
ASUHAN KEPERAWATAN
ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
Gejala dan tanda mayor Kelemahan progresif otot – Pola napas tidak efektif
Subjektif : otot pernapasan dan ancaman
Dipsnea gagal napas
Objektif :
Penggunaan otot
bantu pernapasan
Fase ekspirasi
memanjang
Pola napas abnormal
Objektif
Pernapasan pursed lip
Pernapasan cuping
hidung
Diameter thoraks
anterior posterior
meningkat
Ventilasi semenit
menurun
Kapasitas vital
menurun
Tekanan ekspirasi
menurun
Tekanan inspirasi
menurun
Ekskursi dada berubah
Gejala dan tanda mayor Perubahan frekuensi irama Resiko penurunan curah
Subjektif : dan konduksi electrikel jantung
-
Objektif
-
Objektif
-
Gejala dan tanda mayor Asupan nutrisi tidak adekuat Deficit nutrisi
Subjektif :
-
Objektif
-
Objektif
-
Objektif
Kekuatan otot
menurun
Rentan gerak(ROM)
menurun
Objektif
Sendi kaku
Gerakan tidak
terkoordinir
Gerakan terbatas
Fisik lemah
Gejala dan tanda mayor Perubahan kesehatan Ansietas
Subjektif :
Merasa bingung
Merasa khawatir
dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi
Sulit berkonsentrasi
Objektif
Tampak gelisah
Tampak tegang
Sulit tidur
Objektif
Frekuensi napas
meningkat
Frekuensi nadi
meningkat
Tekanan darah
meningkat
Diaphoresis
Tremor
Muka tampak pucat
Suara bergetar
Kontak mata buruk
Sering berkemih
Berorientasi pada
masa lalu
DIAGNOSA
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Perencanaan tindakan
keperawatan (SLKI) (SIKI)
1 Pola napas tidak Dalam waktu 3x24 jam setelah Manajemen jalan napas
efektif D.0005 yang diberikan tindakan pola napas l.01012
berhubungan dengan kembali efektif. Kriteria: secara 1. Kaji fungsi paru,
kelemahan progresif subjektif sesak napas (-), adanya bunyi napas
cepat otot otot frekuensi napas 16-20 tambahan, perubahan
pernapasan, dan L.01004 irama dan kedalaman,
ancaman gagal napas. Indicator SA ST penggunaan otot – otot
Dipsnea 2 4 aksesori.
Penggunaan 2 4 2. Evaluasi keluhan sesak
otot bantu napas, baik secara
napas verbal dan non verbal.
Ortopnea 2 4 3. Beri ventilasi mekanik.
Pernapasan 2 4 4. Lakukan pemeriksaan
purped-lip kapasitas vital
Pernapasan 2 4 pernapasan.
cuping 5. Kolaborasi: Pemberian
hidung humidifikasi oksigen
3 liter/menit.
2 Resiko tinggi Setelah dilakukan perawatan perawatan jantung
penurunan curah selama 2x24 jam, diharapkan l.02075
jantung D.0008 yang penurunan curah jantung 1. Auskultasi Tekanan
berhubungan dengan tidak terjadi .Dengan kriteria : darah. Bandingkan
perubahan frekuensi, Stabilitas hemodinamik baik kedua lengan, ukur
irama, dan konduksi (tekanan darah dalam batas dalam keadaan
elektrikel. normal, curah jantung kembali berbaring, duduk, atau
meningkat, input dan output berdiri bila
sesuai, tidak menunjukkan memungkinkan.
tanda-tanda disritmia) L.13112. 2. Evaluasi kualitas dan
Indicator SA ST kesamaan nadi.
Verbalisasi 2 4 3. Catat murmur.
keinginan 4. Pantau frekuensi
untuk jantung dan irama.
mendukung 5. Kolaborasi : Berikan
anggota O2 tambahan
keluarga sesuai indikasi.
yang sakit
Menanyakan 2 4
kondisi
pasien
Mencari 2 4
dukungan
social bagi
anggota
keluarga
yang sakirt
Mencari 2 4
dukungan
spiritual bagi
anggota
keluarga
yang sakit
Bekerja sama 2 4
dengan
anggota
keluarga
yang sakit
dalam
menentukan
perawatan
Bekerja sama 2 4
dengan
pemnyedia
pelayanan
kesehatan
daloam
menentukan
perawataan
Berpartisipasi 2 4
dalam
perencanaan
pulamng
3 Resiko deficit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
D.0032 akibat keperawatan selama 2x24 jam l.03119
perubahan kebutuhan diharapkan pemenuhan nutrisi 1. Kaji kemampuan klien
nutrisi: kurang dari klien terpenuhi. Dengan dalam pemenuhan
kebutuhan tubu yang kriteria : Tidak terjadi nutrisi oral.
berhubungan dengan komplikasi akibat penurunan 2. Monitor komplikasi
asupan yang tidak asupan nutrisi. akibat paralisis akibat
adekuat. Status nutrisi L.03030 insufisiensi aktivitas
indicator SA ST parasimpatis.
Kekuatan otot 2 4 3. Berikan nutrisi via
pengunyah selang ansogastrik.
Kekuatan otot 2 4 4. Berikan nutrisi via oral
menelan serum bila paralisis menelan
albumin berkurang.
Verbalisasi 2 4
keinginan untuk
meningkatkan
nutrisi
Pengetahuan 2 4
tentang pilihan
makanan dan
minuman yang
sehat
Pengetahuan 2 4
tentang standart
asupan nutrisi
yang tepat
Penyiapan dan 2 4
penyimpanan
minuman yang
aman
Sikap terhadap 2 4
makanan/minuma
n sesuai dengan
tujuan kesehatan
4 Gangguan mobilitas Dalam waktu 3x24 jam setelah Dukungan mobilisasi
fisik D.0054 Hambatan diberikan tindakan mobilitas l.05173
mobilitas fisik yang klien meningkat atau 1. Kaji tingkat
berhubungan dengan teradaptasi. Kriteria : kemampuan klien
kerusakan peningkatan kemampuan dan dalam melakukan
neuromuskular , tidak terjadi thrombosis vena mobilitas fisik.
penurunan kekuatan provunda dan emboli paru 2. Dekatkan alat dan
otot, dan penurunan merupakan ancaman klien sarana yang
kesadaran paralisis, yang tidak mampu dibutuhkan klien
menggerakkan ekstremitas. dalam pemenuhan
Dekubitus tidak terjadi aktvitas sehari – hari.
Mobilitas fisik L.05042 3. Hindari faktor yang
Indicator SA ST memungkinkan terjadi
Pergerakan 2 4 trauma pada saat klien
ekstermitas melakukan mobilisasi.
Kekuatan 2 4 4. Sokong ekstremitas
otot yang mengalami
Rentan 2 4 paralisis.
gerak 5. Monitor komplikasi
(ROM) hambatan mobilitas
fisik.
Nyeri 2 4 6. Kolaborasi dengan tim
Kecemasan 2 4 fisioterapis.
Kaku sendi 2
Gerakan 2 4
tidak
terkoordinasi
Gerakan 2 4
terbatas
Kelemahan 2 4
fisik
5 Ansietas D.0080 yang Setelah dilakukan tindakan Terapi relaksasi
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam, l.09326
ancaman, kondisi sakit diharapkan ansietas hilang dan 1. Bantu klien
dan perubahan berkurang. Dengan kriteria mengekspresikan
kesehatan. hasil : mengenal perasaannya, perasaan marah,
dapat mengidentifikas i kehilangan dan takut.
penyebab atau faktor yang 2. Kaji tanda verbal dan
memenuhinya dan menyatakan nonverbal ansietas,
ansietas berkurang/hilang damping klien dan
Tingkat ansietas L.09093 lakukan tindakan bila
Indicator SA ST menunjukan perilaku
Verbalisasi 2 4 merusak.
kebingunga 3. Hindari konfrontasi.
n 4. Mulai melakukan
Verbalisasi 2 4 tindakan untuk
khawatir mengurangi
akibat kecemasan. Beri
kondisi yang lingkungan yang
dihadapi tenang dan suasana
Perilaku 2 4 penuh istirahat.
gelisah 5. Tingkatkan control
Perilaku 2 4 sensasi klien.
tegang 6. Orientasi klien
Keluhn 2 4 terhadap prosedur
pusing rutin dan aktivitas
Anoreksia 2 4 yang diharapkan.
Palpitasi 2 4 7. Beri kesempatan pada
klien untung
mengungkapkan
ansietasnya
8. Berikan privasi untuk
klien dengan orang
terdekat
IMPLEMENTASI
NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI
1 Pola Napas TidakEfektif 1. Mengkaji fungsi paru, adanya bunyi napas
D.0005 tambahan, perubahan irama dan kedalaman,
penggunaan otot – otot aksesori.
2. Mengevaluasi keluhan sesak napas, baik
secara verbal dan non verbal.
3. Memberikan ventilasi mekanik.
4. melakukan pemeriksaan kapasitas vital
pernapasan.
mengkolaborasi: Pemberian humidifikasi oksigen
3 liter/menit.
2 Resiko Tinggi Penurunan 1. Mengauskultasi Tekanan darah. Bandingkan
Curah Jantung kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring,
D.0008 duduk, atau berdiri bila memungkinkan.
2. Mengevaluasi kualitas dan kesamaan nadi.
3. Mencatat murmur.
4. Memantantau frekuensi jantung dan irama.
Mengkolaborasikan : Berikan O2 tambahan sesuai
indikasi.
3 Resiko Defisit Nutrisi 1. Mengkaji kemampuan klien dalam
D. 0032 pemenuhan nutrisi oral.
2. Memonitor komplikasi akibat paralisis akibat
insufisiensi aktivitas parasimpatis.
3. Memberikan nutrisi via selang ansogastrik.
4. Memberikan nutrisi via oral bila paralisis
menelan berkurang.
4 Gangguan Mobilitas 1. Mengkaji tingkat kemampuan klien dalam
D.0054 melakukan mobilitas fisik.
2. Mendekatkan alat dan sarana yang dibutuhkan
klien dalam pemenuhan aktvitas sehari – hari.
3. Menghindari faktor yang memungkinkan
terjadi trauma pada saat klien melakukan
mobilisasi.
4. Menyokong ekstremitas yang mengalami
paralisis.
5. Memoonitor komplikasi hambatan mobilitas
fisik.
6. Mengkolaborasikan dengan tim fisioterapis.
5 Ansietas 1. Membantu klien mengekspresikan perasaan
D.0080 marah, kehilangan dan takut.
2. Mengkaji tanda verbal dan nonverbal ansietas,
damping klien dan lakukan tindakan bila
menunjukan perilaku merusak.
3. Menghindari konfrontasi.
4. Memulai melakukan tindakan untuk
mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang
tenang dan suasana penuh istirahat.
5. Meningkatkan control sensasi klien.
6. Mengorientasikan klien terhadap prosedur
rutin dan aktivitas yang diharapkan.
7. Memberi kesempatan pada klien untung
mengungkapkan ansietasnya
8. memberikan privasi untuk klien dengan orang
terdekat
EVALUASI
No Diagnosa Evaluasi
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Guillain - Barre Syndrome (GBS) merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai
adanya paralisis yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana
targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. Manifestasi klinis berupa
kelumpuhan, gangguan fungsi otonom, gangguan sensibilitas, dan risiko komplikasi
pencernaan.
Masalah utama yang biasanya muncul adalah tangan kesemutan dan kaki tidak dapat
digerakkan yang memerlukan penatalaksanaan khususnya latihan rentang gerak pasif
untuk menghindari atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, dan mencegah kontraktur.
Tindakan perlu dilakukan secara rutin dan kontinu, mengingat GBS memerlukan waktu
yang lama dalam penyembuhannya.
4.2 SARAN
1. Keilmuan
Kelumpuhan pada penderita GBS memerlukan penatalaksanaaan yang baik untuk
mencegah komplikasi dan meningkatkan prognosa, salah satunya latihan gerak pasif.
Perlu adanya penelitian tentang efektivitas latihan gerak pada GBS.
2. Perawat
Perawat hendaknya senantiasa mengembangkan diri dan menambah pengetahuan
dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien dengan GBS terutama
tentang perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya. Penderita GBS memerlukan
perawatan yang baik untuk meningkatkan kesembuhan dan mencegah komplikasi.
Kelumpuhan pada GBS memerlukan latihan gerak pasif yang sebaiknya dilakukan
sesuai batas toleransi klien untuk mencegah kontraktur dan paralisis lebih lanjut.
Keterlibatan keluarga dalam intervensi hendaknya ditingkatkan sehingga tujuan yang
ingin dicapai klien juga ikut benar-benar berperan dan berusaha mencapai tujuan yang
direncanakan.
3. Klien dan keluarga
Klien dan keluarga hendaknya berpartisipasi aktif dalam pemberian intervensi yang
direncanakan sebagai upaya penyembuhan serta bekerjasama mematuhi terapi yang
diberikan. Semangat klien untuk sembuh akan membantu keberhasilan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
GuillainBarréSyndrome.Availablefrom:http://www.medicinenet.com/
guillainbarre_syndrome/article.htm.
Munandar A. Laporan Kasus Sindroma Guillan-Barre dan Tifus abdominalis Unit Neurologi
RS Husada Jakarta. Available from URL
http://www.kalbe.co.id/files/edk/files/14SindormGuillainBarre93.pdf/
14SindromGuillainB arre93.html.