Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KASUS PENYAKIT HIPERTENSI


Diajukan guna memenuhi tugas akademik dalam Praktek Klinik Keperawatan
Medikal Bedah ( KMB )

Dosen Pembimbing :
Widya Sepalanita, S. Kep., Ners., M. Kep M., Sp. Kep.MB

Disusun Oleh :

Penni Widjayanti
P27906120028

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
SINDROME GUILLANE BARE

A. Konsep Dasar Sindrome Guillane Bare


1. Pengertian
GBS merupakan suatu kerusakan sistem imun tubuh yang
menyerang bagian dari sistem saraf perifer (Satoto dan Span-Kar, 2013).
Menurut Centers of Disease Control and Prevention / CDC (2012),
Guillain Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem
kekebalan seseorang menyerang sistem syaraf tepi dan menyebabkan
kelemahan otot bahkan apabila parah bisa terjadi kelumpuhan. Hal ini
terjadi karena susunan syaraf tepi yang menghubungkan otak dan sumsum
belakang dengan seluruh bagian tubuh kita rusak. Kerusakan sistem syaraf
tepi menyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang sehingga ada
penurunan respon sistem otot terhadap kerja sistem syaraf.
2. Etiologi
Penyebab pasti dari Gullaine Barre Syndrom (GBS) sampai saat ini
masih belum dapat diketahui dan masih menjadi bahan perdebatan. Tetapi
pada banyak kasus, penyakit ini sering dihubungkan dengan penyakit
infeksi viral, seperti infeksi saluran pernafasan dan saluran pencernaan.
GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi
kasus GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%,
yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi
saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.
Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling
sering terjadi pada dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling
berat, sindroma Guillain-Barre menjadi suatu kondisi kedaruratan medis
yang membutuhkan perawatan segera. Sekitar 30% penderita
membutuhkan penggunaan alat bantu nafas sementara.
Kondisi yang khas adanya kelumpuhan yang simetris secara cepat
yang terjadi pada ekstremitas yang pada banyak kasus sering disebabkan
oleh infeksi viral. Virus yang paling sering menyebabkan penyakit ini
adalah Cytomegalovirus (CMV), HIV, Measles dan Herpes Simplex Virus.
Sedangkan untuk penyebab bakteri paling sering oleh Campylobacter
jejuni. Tetapi dalam beberapa kasus juga terdapat data bahwa penyakit ini
dapat disebabkan oleh adanya kelainan autoimun. Lebih dari 60% kasus
mempunyai faktor predisposisi antara satu sampai beberapa minggu
sebelum onset. Beberapa keadaan/ penyakit yang mendahului dan
mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
- Infeksi
- Vaksinasi
- Pembedahan
- Diare
- Peradangan saluran nafas atas
- Kelelahan
- Demam
- Kehamilan/ dalam masa nifas
- Penyakit sistematik:
- keganasan
- systemic lupus erythematosus
- tiroiditis
- penyakitAddison

3. klasifikasi
a. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP)
Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah
subtipe GBS yang paling umum di Amerika Serikat dan Eropa,
terhitung lebih dari 80% kasus, di mana penyebab utamanya adalah
respons inflamasi terhadap mielin. Sebagian besar pasien pada awalnya
menggambarkan gejala sensorik distal ringan, yang dapat mencakup
mati rasa, parestesia, dan / atau disestesi. Pasien kemudian
mengembangkan kelemahan bilateral dan simetris progresif, klasik
melibatkan semua ekstremitas. Sebagian besar pasien mengalami
penurunan atau tidak adanya refleks. Dalam satu rangkaian besar
hampir 500 pasien, semua pasien mengalami kelemahan anggota badan
secara bilateral. Pada 6%, kelemahan itu terbatas pada kaki, dan pada
1% kelemahan terbatas pada lengan. Saat presentasi, 90% mengalami
refleks menurun atau tidak ada tapi akhirnya hal ini dicatat pada semua
pasien. Gejala memuncak dalam 2 minggu dalam 80%, dan dalam
waktu 4 minggu di hampir semua pasien (97%) (Pasanen, 2015).
b. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) Acute Motor Axonal
Neuropathy (AMAN) seluruhnya merupakan motorik neuropati, paling
banyak terjadi di China dan Jepang (50 - 60% kasus), namun ditemukan
di negara-negara barat dengan frekuensi yang jauh lebih rendah (10
20% kasus). AMAN ditandai dengan degenerasi aksonal dimana akson
tampaknya menjadi target utama serangan kekebalan dan biasanya
terjadi dalam 1-2 minggu setelah infeksi terdahulu (Zhong and Cai,
2007)
c. Acute Motor And Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) Acute Motor
And Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah kelainan aksonal
yang mirip dengan AMAN dengan pengecualian bahwa saraf sensorik
juga terlibat. Subtipe ini sangat sedikit (kurang dari 10% kasus AMAN)
dan pola patologinya sangat mirip dengan AMAN, termasuk kerusakan
dan degenerasi akson, kecuali saraf sensorik yang terpengaruh secara
bersamaan. AMSAN biasanya berhubungan dengan jalur yang lebih
parah dan prognosis yang lebih buruk. Tingkat cedera akson seringkali
lebih parah, sehingga menghasilkan presentasi klinis yang lebih maju
dan cepat (Zhong and Cai, 2007; Pasanen, 2015).
d. Miller Fisher Syndrome (MFS) Miller Fisher Syndrome (MFS) ditandai
dengan ataksia, arefleksia dan oftalmoplegia. 25% dari pasien mungkin
mengalami kelemahan anggota gerak (Tandel et al., 2016). MFS adalah
varian jarang GBS (sekitar 5%). Keterlibatan saraf kranial sangat
berbeda pada sindrom ini, dan saraf motor okulomotor, trokat, dan
abducens biasanya terpengaruh dan menghasilkan triad klinis khas
ophthalmoplegia, ataksia, dan areflexia (Zhong and Cai, 2007).
Meskipun jarang terjadi di Amerika Utara dan Eropa (~5%), MFS
menghasilkan sebanyak 20% sampai 25% kasus GBS di Asia (Pasanen,
2015). Bentuk kronis GBS dikenal sebagai polineuropati demielinasi
inflamasi kronis (CIDP). AIDP memiliki waktu puncak 4 minggu
setelah gejala awal dan jika berkembang hingga 8 bulan disebut CIDP
(Satoto dan Span-Kar, 2013). Gambaran klinis yang mirip dengan
AIDP tetapi memiliki kursus progresif lambat atau kambuh (Tandel et
al., 2016).
4. patofisiologi
Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan
organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai
menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer,
atau bahkan akson itu sendiri.  Terdapat sejumlah teori mengenai
bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf, namun teori yang
dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme (misalnya
infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel
sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing.
Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya
limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin.
Limfosit T yang tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan
memproduksi antibodi melawan komponen-komponen selubung myelin
dan menyebabkan destruksi dari myelin. Akson adalah suatu perpanjangan
sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis; berfungsi sebagai pembawa
sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu selubung yang dikenal
sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang terbungkus plastik.
Selubung myelin bersifat insulator  dan melindungi sel-sel saraf. Selubung
ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang
ditransmisikan.  
Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat
ditransmisikan pada kecepatan lebih dari 50 km/jam.
Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat
suatu jarak diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana
daerah ini merupakan daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf
juga akan diperlambat pada daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat
nodus ini, transmisi sinyal akan semakin lambat.
Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai
reaksi terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti
bakteri ataupun virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan
mencapai myelin serta merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit,
sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan
mengeluarkan sekret kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan, yang
seharusnya membentuk materi lemak penghasil myelin. Dengan
dirusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada waktu
bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh.
Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan
hancur secara bertahap. Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan
diserang; transmisi sinyal melambat, terblok, atau terganggu; sehingga
mempengaruhi tubuh penderita. Hal ini akan menyebabkan kelemahan
otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari,
termasuk berjalan. Untungnya, fase ini bersifat sementara, sehingga
apabila sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan berhenti dan
pasien akan kembali pulih.
Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak
dan medulla spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni
terdiri dari saraf kranialis dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer
mentransmisikan sinyal dari otak dan medulla spinalis, menuju dan dari
otot, organ, serta kulit. Tergantung fungsinya, saraf dapat diklasifikasikan
sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan otonom (involunter).
Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga
muncul kerusakan sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan
sensorik, kelemahan yang bersifat progresif, ataupun paralisis akut.
Karena itulah GBS dikenal sebagai neuropati perifer.
Pathway
Faktor- faktor predisposisi terjadi 2-3 minggu meliputi adanya ISPA, infeksi
gastrointestinal dan tindakan bedah saraf

Selaput mielin hilang akibat dari respon alergi, respon autoimun, hipoksemia, toksikimi

Proses demielinisasi

Konduksi saltatori tidak terjadi dan tidak ada transmisi

Gangguan fungsi saraf perifer dan kranial

Gangguan fungsi saraf kranial: Gangguan fungsi saraf perifer dan neuromuskular
Disfungsi ototnom
III, IV, V, VI, VII, IX, X

Kurang bereaksinya
Paralisis pada ocular, wajah Parastesis ( kesemutan Paralisis lengkap, otot
kebas) dan kelemahan otot pernafasan terkena, sistem saraf simpatis
dan otot orofaring kesulitan
kaki, yang dapat mengakibatkan insufisiensi dan parasimpatis,
berbicara, mengunyah dan
berkembang ke ekstermitas pernafasan perubahan sensori
menelan
atas, batang tubuh dan otot
wajah
Gangguan frekuensi
Gangguan pemenuhan nutrisi Resiko tinggi gagal jantung dan ritme,
dan cairan pernafasan (ADRS), perubahan tekanan darah
Kelemahan fisik umum, (hipertensi dan hipotensi)
paralisis otot wajah penurunan kemampuan
batuk, peningkatan sekresi dan gangguan vasomotor
mukus
Ketidakseimbangan nutrisi Penurunan curah jantung
kurang dari kebutuhan Penurunan tonus otot
seluruh tubuh, perubahan ke otak dan jantung
tubuh
estetika wajah Bersihan jalan nafas
tidak efektif
Penurunan curah`
jantung
Gangguan mobilitas fisik

Pola nafas tidak efektif


5. manifestasi klinis
Pada pemeriksaan klinis kelumpuhan layuh areflexia ditemukan
dimana pengecilan otot biasanya terjadi dalam waktu dua minggu dari
timbulnya gejala dan dapat parah serta pada umumnya disfungsi otonom
yang dapat menyebabkan aritmia, ayunan tekanan darah, retensi urin,
ileus paralitik dan hyperhydriasis (Tandel et al., 2016). Gejala klinis yang
terdapat pada GBS antara lain :
a. Paralisis motorik akut dan cepat.
b. Ascending paralysis (lemah dari kaki naik ke atas)
c. Glove stocking (sensasi kesemutan pada ekstrimitas)
d. Reflex fisiologis menurun atau menghilang (arefleksia)
e. Setelah terjadi gangguan motoris, keluhan nyeri berkurang/menghilang.
f. Bila mengenai saraf autonom (fluktuasi tekanan darah yang tinggi,
hipotensi postural, dan distrimia jantung).
g. Pada 15% kasus terdapat gangguan otot pernafasan sehingga terjadi
hipoventilasi (gagal nafas yang merupakan kegawatan penyakit GBS)
(Bahrudin, 2013; Munir, 2015). Kelemahan dan gangguan sensorik adalah
gejala yang muncul paling umum (Tandel et al., 2016). GBS biasanya
dimulai secara tiba-tiba dengan distal, onset paraesthesia relatif simetris
dan segera diikuti oleh kelemahan ekstremitas progresif.
Perkembangan cepat, dengan 50% dari pasien mencapai titik nadir
klinis oleh 2 minggu dan lebih dari 90% dengan 4 minggu (Meena et al.,
2011). Umumnya ada kelemahan progresif motorik naik dimulai pada
tungkai bawah mulai dari kesulitan dalam berjalan kelumpuhan kemudian
kelemahan dapat naik melibatkan otot-otot pernapasan dan menyebabkan
kegagalan pernafasan serta kelumpuhan saraf wajah yang umum dan ada
kemungkinan terkait kelemahan bulbar dan oftalmoplegia (Tandel et al.,
2016). Sekitar 80% -90% pasien dengan GBS menjadi tidak berdaya
selama sakit serta pasien GBS yang dirawat di rumah sakit membutuhkan
ventilasi mekanis karena kelemahan otot pernapasan atau orofaringeal
(Meena et al., 2011). Gejala sensorik termasuk nyeri, mati rasa dan
parestesia dimana nyeri biasanya mempengaruhi punggung bawah dan
bisa berat sedangkan mati rasa dan parestesia mulai distal dan naik dengan
cara yang sama dengan kelemahan motorik pada 80% pasien (Tandel et
al., 2016).
6. Pemeriksaan penunjang
a. Lumbar Puncture : memperlihatkan fenomena klasik dari tekanan
normal dan jumlah sel darah putih yang normal, dengan peningkatan
protein nyata dalam 4-6 minggu. Biasanya peningkatan protein
tersebut tidak akan tampak pada 4-5 hari pertama, mungkin diperlukan
pemeriksaan seri pungsi lumbal (perlu diulang untuk dalam beberapa
hari).
b. Elektromiografi : hasilnya tergantung pada tahap dan perkembangan
sindrom yang timbul. Kecepatan konduksi saraf diperlambat pelan.
Fibrilasi (getaran yang berulang dari unit motorik yang sama)
umumnya terjadi pada fase akhir.
c. Darah lengkap : terlihat adanya leukositosis pada fase awal.
d. Fotorontgen : dapat memperlihatkan berkembangnya tanda-tanda dari
gangguan pernapasan, seperti atelektasis, pneumonia.
e. Pemeriksaan fungis paru : dapat menunjukan adanya penurunan
kapasitas vital, volume tidal, dan kemampuan inspirasi.
7. Komplikasi
a. Kegagalan Pernafasan Salah satu komplikasi yang paling parah pada
pasien dengan GBS adalah kegagalan pernafasan neuromuskular,
dengan 15% sampai 30% pasien memerlukan ventilasi mekanis.
Waktu dari onset menuju awal masuk kurang dari 1 minggu,
kelemahan wajah, ketidakmampuan untuk batuk, ketidakmampuan
untuk mengangkat kepala dari bantal, dan atelektasis pada rontgen
dada adalah faktor-faktor lain yang terkait dengan kegagalan
pernafasan dan perlu untuk ventilasi mekanik. Pasien GBS yang
membutuhkan ventilasi mekanis beresiko tinggi mengembangkan
komplikasi yang signifikan seperti pneumonia, tracheobronchitis,
emboli paru, atau bakteremia (Pasanen, 2015; Burns, 2008).
b. Disfungsi Sistem Saraf Otonom Disfungsi otonom dapat terjadi pada
sebanyak 70% pasien. Pemantauan EKG, tekanan darah dan
keseimbangan cairan sangat dianjurkan. Disfungsi otonom akut
berkembang di mayoritas pasien GBS dan merupakan penyebab
signifikan kematian pada pasien. Gangguan jantung dan hemodinamik
adalah komplikasi yang paling serius dan sering, tetapi pasien GBS
juga sering mengalami dysautonomia fungsi usus dan kandung kemih.
Gangguan jantung dan hemodinamik diwujudkan sebagai hipertensi,
hipotensi postural, dan takikardia terjadi pada sebagian besar pasien
GBS. Pemantauan kardiovaskular harus terus dilakukan sampai pasien
sudah mulai pada perbaikan klinis atau jika pasien diperlukan
ventilasi, sampai dukungan ventilasi telah dihentikan. Gangguan
denyut jantung dan tekanan darah tidak harus selalu diasumsikan
sekunder untuk neuropathy otonom, terutama jika berkelanjutan atau
jika pasien GBS dinyatakan tidak parah atau dekat nadir klinis
(Willison et al., 2016; Pasanen, 2015; Burns, 2008). Retensi urin dapat
terjadi hingga sepertiga dari pasien GBS. Disfungsi kandung kemih
sangat umum pada pasien GBS yang tidak berdaya dan memerlukan
ventilasi mekanis. Retensi urin kemungkinan sekunder pada saraf
parasimpatik sakral dan disfungsi saraf motorik pudendal, dan dapat
dikelola dengan steril, tertutup sistem drainase urin (Burns, 2008).
c. Deep Vein Thrombosis Imobilisasi yang disebabkan oleh GBS
merupakan faktor risiko untuk pengembangan DVT dan emboli paru.
Subkutan fractionated or unfractionated heparin dan dukungan stoking
direkomendasikan untuk pasien GBS yang tidak berdaya sampai
mereka bisa berjalan secara mandiri. Rekomendasi ini didasarkan
pada bukti bahwa heparin subkutan (5000 U setiap 12 jam) atau
enoxaparin (40 mg setiap hari) mengurangi kejadian DVT pada pasien
medis akut dan pada asien bedah ortopedi dan urologi, dan bukti yang
mendukung stoking juga mengurangi risiko DVT (Meena et al., 2011;
Burns, 2008).
d. Nyeri adalah gejala yang umum terjadi pada pasien GBS, terjadi
hingga 50% dari semua pasien GBS, dan harus didiagnosis dan diobati
segera. Nyeri dilaporkan di sebagian besar pasien GBS dan harus
ditangani secara agresif. Dalam satu studi prospektif pasien GBS, 47%
melaporkan nyeri yang menyedihkan, mengerikan, atau menyiksa.
Jenis nyeri yang paling umum adalah dalam, sakit punggung dan nyeri
tungkai bawah dan nyeri ekstremitas. Intensitas nyeri berkorelasi
buruk dengan derajat kecacatan (Jasti el al., 2016; Burns, 2008).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan GBS biasanya terapi jangka panjang diikuti dengan
periode bertahap lambat untuk pemulihannya. Pengobatan GBS
merupakan upaya multidisiplin. Penatalaksanaan GBS yang diberikan pada
pasien GBS antara lain :
a. Terapi Penunjang
1) Perawatan Intensive Care Unit (ICU) dan Mechanical Ventilation
Idealnya, semua pasien harus tetap di bawah pengamatan rumah
sakit sampai telah ditetapkan bahwa tidak ada bukti dari
pengembangan klinis. Pasien harus dirawat di Intensive Care
Unit (ICU), di mana sumber daya yang memadai tersedia untuk
memantau jantung terus menerus dan pemantauan pernapasan.
Bahkan tanpa adanya gangguan pernapasan klinis, ventilasi
mekanis mungkin diperlukan pada pasien dengan setidaknya satu
kriteria utama atau dua kriteria minor. Penilaian awal menelan
akan mengidentifikasi pasien pada risiko aspirasi, memerlukan
penempatan tabung nasogastrik. dekontaminasi selektif dari
saluran pencernaan mengurangi waktu bahwa pasien tetap pada
ventilator (Yuki and Hartung, 2012).
b. Terapi Simptomatis
1) Analgesik
Dalam penelitian 75% dari pasien GBS diperlukan analgesik
opioid oral atau parenteral dan 30% dirawat dengan infus morfin
intravena (kisaran, 1-7 mg / h). Narkotika dapat memperburuk
dismotilitas gastrointestinal dan distensi kandung kemih sehingga
dokter harus hati-hati memantau efek samping tersebut (Burns,
2008). Sepuluh persen dari pasien menerima antidepresan trisiklik
dan 10% menerima carbamazepine sebagai terapi adjuvant untuk
nyeri neuropatik selama fase akhir dari penyakit. Gabapentin
(mis, 15 mg / kg / d) dan carbamazepine (misalnya, 300 mg
sehari) yang dilaporkan efektif untuk pengurangan nyeri pada
pasien dengan GBS.
2) Anti Koagulan
Pasien tidak bergerak beresiko sangat tinggi DVT dan emboli
paru. Low Molecular Weight Heparin (LMWH) kombinasi baik
dengan perangkat kompresi pneumatik atau stoking anti emboli,
dianjurkan sampai pasien dapat berjalan tanpa bantuan (Tandel et
al., 2016). Kemudian terdapat rekomendasi yang didasarkan pada
bukti bahwa heparin subkutan (5000 U setiap 12 jam) atau
enoxaparin (40 mg setiap hari) mengurangi kejadian DVT pada
pasien medis akut dan pada pasien bedah ortopedi dan urologi,
dan bukti yang mendukung stoking juga mengurangi risiko DVT
(Burns, 2008).
3) Terapi Kausatif Terapi spesifik untuk pengobatan GBS adalah
dengan terapi imunomodulator seperti Intravenous
Immunoglobulin (IVIG) atau Plasma Exchange (PE). Terapi IVIG
ini mampu menetralisir neuromuscular dengan memblok antibodi
di GBS dengan tergantung dosis, mekanisme mediasi antibodi.
Sedangkan PE yaitu membuang immunoglobulin dan antibodi
dari serum dengan cara memindahkan darah tubuh dan
mengantinya dengan Fresh Frozen Plasma, albumin atau salin.
Keputusan untuk menggunakan terapi imunomodulator adalah
berdasarkan pada derajat keparahan penyakit, progresifitas dan
lamanya waktu antara gejala pertama dengan manifestasi
klinisnya (Dewanto et al., 2007).
4) Intravenous Immunoglobulin (IVIG) IVIg bekerja dengan cara
menghambat efek toksik dari CD8 killer T-Cell pada myelin di
saraf dan CD4 CD45RO+ T Cell, dan mereduksi jumlah total
limfosit B. Selain itu IVIg kemungkinan mempengaruhi produksi
antibodi dan mengurangi inflamasi pada sel. IVIg juga memblok
ikatan reseptor Fc (gamma), sehingga mencegah bahaya
fagositosis oleh makrofag. Dosis terapi yang diberikan adalah 400
mg/kg BB per hari selama 5 hari (total dosis 2,0 g/Kg BB)
melalui infus, pemberian dilakukan secara kontinyu dalam jangka
waktu 5 hari (Pangesti, 2015). Kontraindikasi IVIg meliputi:
reaksi anafilaksis sebelumnya untuk IVIg dan IgA defisiensi
(terkait dengan reaksi anafilaksis untuk produk darah). Efek
samping dari IVIg mungkin ringan atau berat dan termasuk mual,
sakit kepala, gangguan dermatologis termasuk eritroderma,
kelebihan cairan, tes fungsi hati, tromboemboli vena, gagal ginjal
akut dan anafilaksis (Tandel et al., 2016). Sediaan IVIG yaitu
Gammaras 5%, Sandoglobulin NF liquid – CSL Bioplasma,
mengandung Ig G steril tanpa larutan yang terdiri dari
6gram/50ml dan 12gram/100ml, Octagam-Octapharma bebas
larutan dari Imunoglobulin G 6mg/ml yang diambil dari banyak
donor, yang tersedia dalam kemasan 1 gram/20 ml vial dan 2,5
gram/50 ml, 5 gram/100ml dan 10 gram/200 ml.
5) Plasma Exchange (PE)
Plasma Exchange (PE) atau pertukaran plasma adalah sebuah
prosedur terapi di mana darah dari pasien dilewatkan melalui
perangkat medis yang memisahkan plasma dari komponen lain
dari darah. Plasma akan dibuang dan diganti dengan larutan
pengganti seperti larutan koloid misalnya, albumin atau plasma
atau kombinasi dari kristaloid / larutan koloid (Schwartz et al.,
2016). Dalam penjelasan lain berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan No 91 tahun 2015, PE adalah tindakan mengeluarkan
plasma pasien yang merupakan penyebab penyakit dan diganti
dengan Albumin 5%, Fresh Frozen Plasma (FFP), koloid atau
kristaloid (Permenkes No. 91, 2015). Pada pengobatan dengan
plasma exchange dilakukan penggantian autoantibodi,
alloantobodi dan kompleks imun, protein monoclonal dari
sirkulasi darah. Aplikasi prosedur Plasma Exchange yang
direkomendasikan adalah sekitar 5 kali/sesi dalam sehari dengan
peggantian volume total plasma 1 – 1,5 kali untuk setiap sesi.
Untuk prosedur PE yang umum dilakukan adalah ± 200 – 250 ml
plasma/ kg BB dalam 5 sesi (40 – 50 ml/kg per sesi) dalam waktu
7 – 14 hari. Cairan pengganti yang digunakan umumnya adalah
20% albumin 100 ml dalam Normal Saline 1000 mL dan 1000
mL FFP (Dewanto et al., 2007,Pangesti, 2015, Bahrudin, 2013).
Komplikasi yang berkaitan dengan prosedur PE antara lain reaksi
alergi, gejala hypokalemia, hipotensi dan komplikasi pengambilan
kateter sedangkan komplikasi yang lebih parah termasuk emboli
paru, sepsis, dan syok anafilaksis juga telah dilaporkan yang
dirangkum dalam Tabel II.3 (Sederholm, 2010; Pangesti, 2015).
6) Kortikosteroid
Kortikosteroid secara luas digunakan untuk mengobati berbagai
gangguan autoimun dan sekali diharapkan efektif untuk GBS.
Namun, sebagian besar percobaan menunjukkan tidak ada
manfaat dari kortikosteroid. Sebuah uji coba Belanda
menyarankan kombinasi metilprednisolon intravena diikuti oleh
IVIG mempercepat pemulihan pasien GBS sedikit lebih dari IVIG
saja. Ada laporan lain menunjukkan bahwa kortikosteroid
mungkin efektif terhadap rasa sakit dari GBS. Karena kurangnya
temuan yang lebih yang mendukung khasiat kortikosteroid dalam
GBS, kortikosteroid tidak dianjurkan atau setidaknya tidak boleh
digunakan sendiri dalam pengobatan GBS (Zhong and Cai,
2007)N
7) Neuroprotektan dan Neurotropik Pasien GBS dengan gejala sisa
neurologis dan cacat yang signifikan hampir selalu memiliki
cedera aksonal, sehingga pemulihannya membutuhkan regenerasi
dari situs lintang aksonal. Neuroprotective agent yang dapat
membatasi jumlah cedera saraf selama fase penyakit dan
meningkatkan regenerasi perbaikan saraf / akson selama fase
pemulihan GBS sangat dibutuhkan karena dapat membatasi gejala
sisa neurologis permanen pada pasien GBS (Zhang et al., 2011).
Terapi neuroprotective dan neurotrophic lebih dapat
menghasilkan manfaat di GBS untuk alasan berikut:
a) tanggapan autoimun menyimpang menyebabkan cedera saraf
adalah self-terbatas di GBS;
b) saraf perifer memiliki kemampuan melekat untuk regenerasi
dan memperbaiki diri setelah cedera;
c) ada kerusakan sawar darah-saraf di saraf yang terluka, dan
obat-obatan saraf diberikan selama fase akut dari penyakit ini
cenderung mencapai serabut saraf yang terluka; dan
d) saraf dan intervensi neurotropik akan untuk jangka waktu
terbatas (karena sifat monophasic GBS) dan dengan demikian
cenderung menyebabkan tak diinginkan efek samping yang
berpotensi dapat muncul dengan penggunaan jangka panjang
obat-obatan tersebut (Zhang et al., 2011; Aggarwal et al., 2013).
Dalam hal ini vitamin B1, B6, dan B12 masuk dalam klasifikasi
neuroprotective agent. Vitamin B1 bertindak dalam penghasil
energy untuk jaringan saraf dengan memetabolisme glukosa,
vitamin ini memodulasi kinerja kognitif, terutama pada populasi
lanjut usia. Vitamin B6 dan B12 terlibat langsung dalam sintesis
beberapa neurotransmitter. Methylcobalamin (Mecobalamin)
adalah bentuk vitamin B12 dan berbeda dari sianokobalamin
dalam sianida diganti oleh kelompok metal dimana digunakan
dalam pengobatan neuropati perifer (Jain, 2011).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
1) identitas klien
a) Nama
b) Umur
c) Jenis kelamin
d) Alamat
e) Suku/ bangsa
f) Agama
g) Pendidikan
h) Pekerjaan
2) Identitas wali
a) Nama
b) Umur
c) Jenis kelamin
d) Alamat
e) Hubungan dengan klien
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat keluhan utama
Keluhan utama yang paling sering diungkapkan klien adalah
kelemahan otot baik kelemahan fisik secara umum maupun lokal.
2) Riwayat kesehatan terdahulu
Tanyakan pada klien penyakit yang pernah dialami klien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan
sekarang meliputi pernahkah klien mengalami ISPA, infeksi
gastrointestinal, dan tindakan bedah saraf.
Tanyakan pada klien obat-obat yang sering digunakan seperti obat
kortikosteroid, pemakaian obat antibiotik dan reaksinya.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Pada pengkajian klien GBS biasanya didapatkan keluhan
yang berhubungan dengan proses demielinisasi. Keluhan tersebut
diantaranya gejala-gejala neurologis diawali dengan parestesia
(kesemutan kebas) dan kelemahan otot kaki, yang dapat berkembang
ke ekstremitas atas, batang tubuh, dan otot wajah. Kelemahan otot
dapat diikuti dengan cepat adanya paralisis yang lengkap.
Keluhan yang paling sering ditemukan pada klien GBS dan
merupakan komplikasi yang paling berat dari GBS adalah gagal
napas. Melemahnya otot pernapasan membuat klien dengan
gangguan ini beresiko lebih tinggi terhadap hipoventilasi dan infeksi
pernapasan berulang. Disfagia juga dapat timbul mengarah pada
aspirasi. Keluhan kelemahan ekstremitas atas dan bawah hampir
sama seperti keluhan klien yang terdapat pada klien stroke. Keluhan
lainnya adalah kelainan dari fungsi kardiovaskular, yang
memungkinkan terjadinya gangguan sistem saraf otonom pada klien
GBS yang dapat mengakibatkan distritmia jantung atau perubahan
drastis yang mengancam kehidupan dalam tanda-tanda vital.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada keluarga klien apakah ada anggota yang pernah
mengalami gangguan kesehatan yang sama dengan klien, dan
tanyakan pula apakah ada anggota keluarga yang pernah
menggalami gangguan ISPA ataupun yang lainnya.
c. Pemeriksaan fisik (data dasar pengkajian klien)
1) Aktivitas /istirahat
- Gejala : Adanya kelemahan dan paralisis secara simetris yang
biasanya dimulai dari ekstremitas bagian bawah dan selanjutnya
berkembang cepat kerah atas.
- Tanda : kelemahan otot, paralisis flaksid (simetris), Cara berjalan
tidak mantap
2) Sirkulasi
- Tanda :Perbahan tekanan darah (hipotensi dan hipertensi).
Disritmia, takikardia/bradikardia wajah kemerahan,diaforesis.
3) Integritas ego
- Gejala :Perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah
yang dihadapi
- Tanda :Tampak takut dan binggung.
4) Eliminai
- Gejala :Adanya perubahan pola eliminasi
- Tanda :kelemahan pada otot-otot abdomen. Hilangnya sensasi
anal (anus) atau berkemih dan refleks sfinger.
5) Makanan/ cairan
- Gejala :Kesulitan dalam mengunyah dan menelan
- Tanda : Gangguan pada refleks menelan
6) Neurosenori
- Gejala : Kebas, kesemutan yang dimulai dari kaki atau jari-jari
kaki dan selanjutnya terus naik (distribusi stoking atau sarung
tangan). Perubahan rasa terhadap posisi tubuh, vibrasi, sensasi
nyeri, sensasi tubuh. Perubahan dalam ketajaman penglihatan.
- Tanda : Hilangnya atau menurunnya refleks tendon dalam,
Hilangnya tonus otot, adanya masalah dengan keseimbangan ,
Adanya kelemahan pada otot-otot wajah, terjadi ptosis kelopak
mata (keterlibatan saraf karnil). Kehilangan kemampuan untuk
berbicara.
7) Nyeri/kenyamanan
- Gejala :Nyeri tekan otot; seperti terbakar, mengganggu, sakit
nyeri (terauma pada bahu, pelvis pinggang, punggung dan
bokong). Hipersensitif terhadap sentuhan
8) Pernapasan
- Gejala :Kesulitan dalam bernapas, napas pendek
- Tanda : Pernapasan perut, menggunakan otot bantu napas,
apnea,penurunan/hilangnya bunyi napas, menurunnya kapasitas
vital paru-paru, pucat/sianosis, gangguan refleks gag/ menelan/
batuk.
9) Keamanan
- Gejala : Infeksi virus nonspesivik (seperti, infeksi saluran
pernafasan atas) kira-kira 2 minggu sebelum munculnya tanda
serangan, adanya riwayat terkena herpes zoster, sitomegalovirus
- Tanda : Suhu tubuh yang berfluktuasi (sangat tergantung pada
suhu lingkungan), penurunan kekuatan/tonus otot, paralisis atau
parestesia.
10) Interaksi sosial
- Tanda : kehilangan kemampuan untuk berbicara/berkomunikasi.
11) Pemeriksaan penunjang
- Pungsi lumbal berurutan: memperlihatkan fenomena klasik dari
tekanan normal dan jumlah sel darah putih yang normal, dengan
peningkatan protein nyata dalam 4-6 minggu. Biasanya
peningkatan protein tersebut tidak akan tampak pada 4-5 hari
pertama, mungkin diperlukan pemeriksaan seri pungsi lumbal
(perlu diulang untuk beberapa kali).
- Elektromiografi: hasilnya tergantung pada tahap dan
perkembangan sindrom yang timbul. Kecepatan konduksi syaraf
diperlambat pelan. Fibrilasi (getaran yang berulang dari unit
motorik yang sama) umumnya terjadi pada fase akhir.
- Darah lengkap: terlihat adanya leukositosis pada fase awal
- Foto ronsen: dapat memperlihatkan berkembangnya tanda-tanda
dari gangguan pernafasan, seperti atelektasis dan pnemonia.
- Pemeriksaan fungsi paru: dapat menunjukkan adanya penurunan
kapasitas vital, volume tidal, dan kemampuan inspirasi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi
sekret.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan melemahnya otot-otot
pernapasan
c. Resiko defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kesulitan menggunyah, dan menelan
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Kode : D0149 Bersihan jalan Latihan batuk efektif :
Bersihan jalan nafas : L.01001 I.01006
nafas tidak Setelah dilakukan Observasi : Observasi :
efektif tindakan keperawatan 1. Identifikasi kemampuan 1. Untuk mengkaji
berhubungan diharapkan bersihan batuk kemampuan
dengan jalan nafas pasien pasien
hipersekresi menjadi efektif dengan mengeluarkan
sputum kriteria hasil: sputum
- Produksi sputum 5 2. Monitor adanya retensi 2. Sputum sulit
(menurun) sputum untuk
- Mengi 5 (menurun) dikeluarkan pada
- Wheezing 5 beberapa pasien
(menurun) Terapeutik : Terapeutik :
- Frekuensi nafas 5 1. Atur posisi semi fowler atau 1. Memaksimalkan
(membaik) fowler ekspansi paru
- Pola nafas 5
(membaik) 2. Pasang perlak dan bengkok 2. Agar sputum
dipangkaun pasien yang akan
dikeluarkan tidak
berserakan
3. Buang sekret pada tempat 3. Sekret dapat
sputum menularkan
penyakit jika
dibuang pada
tempat terbuka
Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan posedur 1. Agar pasien
batuk efektif mengetahu cara
batuk efektif
2. Anjurkan tarik nafas dalam 2. Untuk
melalui hidung selama 4 memaksimalkan
detik, ditahan selama 2 detik, pemasukan O2
kemudian keluarkan dari dan pengeluaran
mulut dengan bibir mecucu CO2 serta agar
(dibulatkan) selama 8 detik mengatur nafas
saat ekshalasi.
3. Anjurkan mengulang tarik 3. Membantu dalam
nafas dalam hingga 3 kali meningkatkan
kenyamanan
serta
memaksimalkan
pengeluaran
sekret
4. Anjurkan batuk dengan kuat 4. Memaksimalkan
langsung setelah tarik nafas pengeluaran
dalam yang ke 3 sekret

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian 1. Untuk
mukolitik atau ekspektoran, menurunkan
jika perlu kekentalan sekret

Kode : D.0005 Pola nafas : L.01004 Pemantauan respirasi :


Pola nafas tidak Setelah dilakukan I.01014
efektif tindakan keperawatan Observasi : Observasi :
berhubungan diharapkan pola nafas 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Sebagai
dengan wheezing lebih baik dengan kedalaman dan upaya nafas evaluasi derajat
kriteria hasil: distress
- Dispnea menurun pernafasan dan
(5) kronisnya
- Penggunaan otot proses penyakit
bantu nafas 2. Monitor pola nafas (seperti 2. Mengetahui
menurun (5) bradipnea, takipnea, keadaan
- Frekuensi nafas hiperventilasi, kusmaul, pernafasan
membaik (5) cheyne-stokes, biot, ataksik) pasien
- Kedalaman nafas
membaik (5) 3. Monitor kemampuan batuk 3. Mengkaji
efektif kemampuan
pasien dalam
batuk efektif
4. Monitor adanya produksi 4. Karakteristik
sputum sputum dapat
berubah sesuai
penyebab atau
etiologi
pernyakitnya
5. Auskultasi bunyi nafas 5. Suara nafas
abnormal
menggambarkan
adanya sputum
dalam jalan
nafas
6. Monitor saturasi oksigen 6. Mengetahui
kadar oksigen
dalam tubuh
pasien dalam
jumlah
pemberian
terapi oksigen
Terapeutik : Terapeutik :
1. Atur interval pemantauan 1. Pemantauan
respirasi sesuai kondisi sangat perlu
pasien dilakukan

Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur 1. Merupakan hak
pemantauan pasien
mengetahui
kondisinya saat
sakit
2. Informasikan hasil 2. Pasien berhak
pemantauan, jika perlu mengetahui
perkembangan
tentang
penyakitnya
1.
Kode : D. 0032 Status menelan : L. Terapi menelan : I. 03144
Resiko defisit 06052 Observasi :
Observasi :
nutrisi kurang Setelah dilakukan
1. mencegah
dari kebutuhan tindakan keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala terjadinya aspirasi
tubuh diharapkan status aspirasi
berhubungan menelan lebih baik 2. melatih
dengan kesulitan dengan kriteria hasil: 2. Monitor gerakan lidah saat pergerakan lidah
menggunyah, dan - Mempertahank makan
menelan an makanan 3. Monitor tanda kelelahan 3. mencegah
dimulut saat makan, minum dan terjadinya aspirasi
meningkat (5) menelan
- Reflek Terapeutik : Terapeutik :
menelan 1. Hindari penggunaan sedotan 1. melatih fungsi
meningkat (5) menelan
- Kemampuan 2. Posisikan duduk 2. mencegah
mengunyah makanan masuk ke
membaik (5) dalam paru jika
- Usaha menelan terlentang
membaik (5) 3. Berikan permen lolipop 3. untuk
untuk meningkatkan meningkatkan
kekuatan lidah kekuatan lidah
4. Berikan perawatan mulut, 4. meningkatkan
sesuai kebutuhan kebersihan mult
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan tenaga 1. meberikan diiet
kesehatan lain dalam yang tepat untuk
memberikan terapi misalnya pasien
ahli gizi
Kode : D. 0054 Mobilitas fisik : Dukungan mobilisasi : I.
Gangguan L.05042 05173
Observasi :
mobilitas fisik Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan tindakan keperawatan 1. Identifikasi adanya nyeri 1. Mengetahui bila
dengan diharapkan atau keluhan fisik lainnya ada nyeri
kerusakan kemampuan dalam 2. Identifikasi toleransi fisik 2. Mengetahui
neuromuskular gerakan fisik dapat melakukan pergerakan batas
meningkat dengan kemampuan
kriteria hasil: gerak pasien
- Pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung 3. Mengetahui
ekstermitas dan tekanan darah sebelum adanya
meningkat (5) memulsi mobilisasi perubahan
- Kekuatan otot frekuensi
meningkat (5) jantung dan
- Rentang gerak tekanan darah
(ROM) Terapeutik : Terapeutik :
meningkat (5) 1. Fasilitasi aktivitas 1. Mencegah
mobilisasi dengan alat bantu terjadinya
(mis. Pagar tempat tidur) cidera pada
pasien
2. Fasilitasi melakukan 2. Melatih
pergerakan, jika perlu pergerakan
tubuh

3. Libatkan keluarga untuk 3. Agar pasien


membantu pasien dalam merasa di bantu
meningkatkan pergerakan oleh keluarga
Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan 1. Agar pasien
prosedur mobilisasi mengetahui
tujuannya
2. Anjurkan melakukan 2. Melatih
mobilisasi dini pergerakan
pasien
3. Ajarkan mobilisasi 3. Melatih
sederhana yang harus pergerakan
dilakukan (mis. Duduk secara bertahap
ditempat tidur, duduk disisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi).

5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Menurut (Kozier, 2010) Implementasi keperawatan adalah
sebuah fase dimana perawat melaksanakan intervensi keperawatan
yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi
NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan
yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang digunakan
untuk melaksanaan intervensi.
6. Evaluasi
Evaluasi keperawatan menurut (Kozier, 2010) adalah fase
kelima atau terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi dapat
berupa evaluasi struktur, proses dan hasil evaluasi terdiri dari
evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program
berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah
program selesai dan mendapatkan informasi efektifitas
pengambilan keputusan.
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

I. BIODATA

Identitas pasien
Initial pasien : ny. A
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Usia : 45 tahun
No. RM : 070336
Jenis kelamin : perempuan
Tgl pengkajian : 28 April 2020
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah

Penanggung jawab
Initial : Tn. B
Usia : 48 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : karyawan swasta
Hub dg pasien : suami

II. KELUHAN UTAMA


Pasien mengatakan lemah pada kedua tungkai kaki
III. RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan merasakan lemah pada kedua tungkai kaki sejak
kemarin, sebelumnya pasien mengatakan hanya sakit flu. Namun,
seminggu kemudian muncul keluhan merasa lemah dan kesemutan di
daerah telapak kaki dan selanjutnya meluas hingga ke bagian atas tungkai.
Saat ini pasien mengatakan merasa cemas dan takut dengan kondisi kaki
yang dialaminya. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, pasien
dianjurkan untuk dilakukan rawat inap, dan pada pukul 24.00 pasien
dipindahkan ke ruang perawatan. Setelah dilakukan pemeriksaan tanda –
tanda vital didapatkan hasil kesadaran pasien compos mentis, TD
110/70mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36.5 0 C, RR 21x/menit, saturasi 99%,
dan terpasang pemplon ditangan sebelah kanan.
Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan ini merupakan pertama kalinya dibawa dan di lakukan
rawat inap di RS, pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit
hiprtensi ataupun stroke.
Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
seperti yang dialami pasien saat ini.

IV. AKTIVITAS/ ISTIRAHAT


Gejala (Subjektif)
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Aktivitas/ hobi : sebelum sakit pasien mengatakan senang melakukan
pekerjaan rumah tangga, namun selama di RS pasien hanya berbaring
ditempat tidur
Aktivitas waktu luang : selama dirawat psien mengisi waktu luang dengan
membaca buku
Perasaan bosan/ tidak puas : tidak ada
Keterbatasan karena kondisi : tidak ada
Tidur Jam 21.00 WIB
Tidur siang 2 jam
Kebiasaan tidur: -
Insomnia : tidak ada
Tanda (Objektif)

Respons terhadap aktivitas yang teramati : baik


Kardiovaskular : tidak ada kelainan
Pernapasan : normal
Status mental (mis.,menarik diri/ letargi) : baik
Pengkajian neuromuskular : tidak ada kelainan
Massa/ tonus otot :
Postur : baik
Tremor : tidak ada
Rentang gerak : aktif
Kekuatan :3/5
Deformitas : tidak ada

V. SIRKULASI
Gejala (Subjektif)

Riwayat tentang :
Hipertensi: tidak ada
Masalah jantung : tidak ada
Demam rematik : tidak ada
Edema mata kaki/ kaki : tidak ada edema
Flebitis: tidak ada
Penyembuhan lambat : tidak
Klaudikasi : tidak ada
Ekstremitas : Kesemutan ada, Kebas tidak ada
Batuk/ hemoptisis : batuk berdahak
Perubahan frekuensi/ jumlah urine : tidak ada
Tanda (Objektif)

TD : kanan dengan posisi berbaring : 110/70mmHg


Tekanan nadi : baik Gap auskultator : -
Nadi (palpasi) : Karotis teraba kuat 80x/menit
Jantung (palpasi) : tidak teraba adanya massa
Getaran : tidak teraba getaran atau dorongan yang terlalu kuat
Bunyi jantung : Lup Dup Frekuensi : 80x/menit, Irama : teratur, Kualitas :
baik
Friksi gesek : tidak ada , Murmur : tidak ada
Bunyi napas : vesikular
Distensi vena jugularis : tidak ada
Ekstremitas : suhu : 36.5 0 C Warna : merah muda
Pengisian kapiler : < 3 detik
Tanda Homan’s : tidak ada
Varises : tidak ada
Abnormalitas kuku : tidak ada
Penyebaran/ kualitas rambut : merata
Warna : hitam
membran mukosa : kering
Bibir : simetris
Punggung kuku : hangat
Konjungiva : tidak ada anemis
Sklera : tidak ada ikterik
Diaforesis : berkeringat normal
VI. INTEGRITAS EGO

Gejala (Subjektif)
Faktor stres : pasien mengatakan baru pertama kali mengalami lemah pada
kedua tungkai, pasien takut jika terjadi stroke
Cara menangani stres : pasien mengatakan berdoa kepada tuhan agar
diberikan kesembuhan
Masalah-masalah finansial : pasien mengatakan finansialnya cukup dan
tidak ada masalah
Status hubungan : pasien mengatakan berhubungan baik dengan keluarga
dan tetangga disekitar rumah
Faktor-faktor budaya : tidak ada budaya tertentu yang dianut dalam
penyembuhan penyakitnya, pasien percaya kepada pengobatan medis
Agama : islam
Kegiatan keagamaan : pasien rutin menjalankan sholat 5 waktu
Gaya hidup : pasien mengatakan tidak pernah merokok ataupun minum-
minuman beralkohol, kadang melakukan olahraga jalan santai saat hari
libur bersama suami dan anak-anaknya
Perubahan terakhir : selama di rawat di RS pasien hanya berbaring dan
sesekali duduk di tempat tidur
Perasaan-perasaan : Ketidak berdayaan : pasien mengatakan selama sakit
bisa menjalankan peran sebagai seorang IRT
Keputusasaan : pasien mengatakan menyesal selama sehat tidak menjaga
kesehatannya
Ketidak berdayaan : -

Tanda (Obyektif)
Status emosional (beri tanda cek untuk yang sesuai) : cemas
Cemas : ya
Marah :-
Menarik diri :-
Takut:-
Mudah tersinggung :-
Tidak sabar :-
Euforik :-
Respons-respons fisiologis yang terobservasi:-

VII. ELIMINASI
Gejala (Subjektif)
Pola BAB : pasien mengatakan BAB 1 kali dalam sehari yaitu pada pagi
hari, Penggunaan laksatif : tidak ada
Karakter fases : lunak , BAB terakhir : sebelum masuk rumah sakit
Riwayat perdarahan : tidak ada, Hemoroid : tidak ada
Konstipasi : pasien mengatakan tidak ada konstipasi saat BAB , Diare:
pasien mengatakan tidak ada diare
Pola BAK : pasien mengatakan BAK 5-6 kali/hari ,Inkontimensia/ kapan :-
Karakter urine: kuning jernih
Nyeri/ rasa terbakar/ kesulitan BAK : tidak ada
Riwayat penyakit ginjal/ kandung kemih : tidak ada
Penggunaan diuretik : tidak ada

Tanda (Objektif)
Abdomen : Nyeri tekan : tidak terdapat nyeri tekan , Lunak/ keras: lunak
Massa : tidak terdapat masa , Ukuran/ lingkar abdomen:-
Bising usus : 12x/menit , Hemoroid : tidak terdapat hemoroid
Perubahan kandungan kemih : tidak terdapat perubahan kandung kemih ,
BAK terlalu sering : tidak ada

VIII. MAKANAN/ CAIRAN


Gejala (Subjektif)
Diit biasa (tipe) : pasien mengatakan makanan dengan porsi normal yaitu
nasi, sayur, lauk pauk Jumlah makanan per hari : makan 3 kali/hari
Makan terakhir/ masukan : Pola diit : tidak ada
Kehilangan selera makan : tidak ada , Mual/ muntah : tidak ada
Nyeri ulu hati/ salah cerna: tidak ada nyeri ulu hati ,
Disembuhkan oleh : tidak ada
Alergi/ intoleransi makanan : pasien mengatakan tidak ada alergi terhadap
makanan tertentu
Masalah-masalah mengunyah/ menelan : tidak ada
Gigi : jumlah gigi 32buah, tidak ada ompong
Berat badan biasa : 55kg Perubahan berat badan: pasien mengatakan tidak
ada perubahan BB
Penggunaan diuretik : tidak ada
Tanda (Objektif)
Berat badan sekarang .:55 kg Tinggi badan : 158cm , Bentuk tubuh :-
Turgor kulit : elastis Kelembaban/ kering membran mukosa : kulit tampak
lembab
Edema : Umum : tidak ada edema, Dependen:-
Periorbital : tidak ada , Asites : tidak ada
Distensi vena jugularis : tidak terdapat peningkatan vena jugularis
Pembesaran tiroid : tidak ada , hernia/ massa : tidak ada , Halitosis : tidak
ada
Kondisi gigi/ gusi : gusi berwarna merah muda, tidak terdapat perdarahan
Penampilan lidah : lidah terdapat bercak bercak putih
Membran mukosa : mukosa tampak kering
Bising usus : terdengar 12x/menit
Bunyi napas : vesikuler
Urin S/ A atau Kemstiks :-
IX. HIGIENE
Gejala (Subjektif)
Aktivitas sehari-hari :
Tergantung/ Mandiri : tergantung
Mobilitas : pasien mengatakan aktifitasnya dibantu oleh keluarga karena
kedua kakinya lemah
Hegiene : pasien mengatakan mandi dua kali/hari , Berpakaian : pasien
mengatakan lebih suka mengenakan pakaian daster bila dirumah
Toileting : pasien BAK 5-6 kali/hari
Waktu mandi yang diinginkan : pagi dan sore
Pemakaian alat bantu/ prostetik : tidak ada
Bantu diberikan oleh : -

Tanda (Objektif)
Penampilan umum : pasien tampak rapih
Cara berpakaian : rapih , Kebiasaan pribadi : tidak ada
Bau badan : tidak ada , Kondisi kulit kepala : kulit kepala tampak bersih
Adanya kutu : tidak terdapat kutu
X. NEUROSENSORI
Gejala (Subjektif)
Rasa ingin pingsan/ pusing : pasien mengatakan tidak pusing atau ingin
pingsan
Sakit kepala : Lokasi nyeri : tidak ada , Frekuensi : tidak ada
Kesemutan/ kebas/ kelemahan (lokasi) : kedua tungkai kaki
Stroke (gejala sisa) : tidak ada
Kejang : tidak ada , Tipe : - .Frekuensi : -
Status postikal : tidak ada , Cara mengontrol : -
Mata :
Kehilangan penglihatan : tidak ada , Pemeriksaan terakhir : tidak ada
Glaukoma : tidak ada , Katarak : tidak ada
Telinga : Kehilangan pendengaran : tidak ada , Pemeriksaan terakhir: tidak
ada
Epistaksis: tidak ada

Tanda (Objektif)
Status mental : baik
Terorientasi/ disorientasi : terorientasi waktu, tempat, dan Orang
Kesadaran : compos mentis , Mengantuk :- Letargi : -
Stupor : -
Koma : -
Kooperatif : ya
Menyerang : -
Delusi :-
Halusinasi :-
Afek (gambarkan) : -
Memori : Saat ini baik , Yang lalu: baik
Kaca mata : tidak ada , Kontak lensa : - Alat bantu dengar : -
Ukuran/ rekasi pupil : Ka/ Ki : mengecil saat terkena cahaya
Facial drop :tidak ada , Menelan ; baik
Genggaman tangan/ lepas : Ka/ Ki : baik, Postur : seimbang
Refleks tendom dalam : normal , Paralisis : tidak ada
XI. NYERI/ KETIDAKNYAMANAN
Gejala (Subjektif)
Lokasi : tidak ada .
intensitas (1-10 dimana 10 sangat nyeri) : - Frekuensi : -
Kualitas : -
Durasi : -
Penjalaran : -
Faktor-faktor pencetus :-
Cara menghilangkan, faktor-faktor yang berhubungan:-

Tanda (Objektif)
Mengkerutkan muka : tidak ada
Menjaga area yang sakit : tidak ada
Respons emosional : baik
Penyempitan fokus : tidak ada

XII. PERNAPASAN
Gejala (Subjektif)
Dispnea yang berhubungan dengan batuk/ sputum : tidak ada
Riwayat bronkitis : tidak ada
Asma : tidak ada
Tuberkulosis : tidak ada
Emifisema : tidak ada
Pneumonia kambuhan : tidak ada
Pemanjanan terhadap udara berbahaya :tidak ada
Perokok : pasien mengatakan tidak merokok
Penggunaan alat bantu pernapasan : tidak ada , Oksigen : tidak ada
Tanda (Objektif)
Pernapasan : Frekuensi : 21x/menit
Kedalaman : cukup dalam , Simetris : ya
Penggunaan otot-otot asesori : tidak ada , Napas cuping hidung : tidak ada
Fremitus : tidak ada
Bunyi napas : vesikuler
Egofoni : tidak ada
Sianosis : tidak ada , Jari tubuh : tidak ada
Karakteristik sputum : tidak ada
Fungsi mental/ gelisah : pasien tampak gelisah

XIII. KEAMANAN
Gejala (Subjektif)
Alergi/ sensitivitas : tidak ada alergi Reaksi : tidak ada
Perubahan sistem imun sebelumnya :tidak ada , Penyebab : -
Riwayat penyakit hubungan seksual (tanggal/ tipe) : tidak ada
Perilaku resiko tinggi : tidak ada , Periksaan :tidak ada
Tranfusi darah/ jumlah : belum pernah Kapan :tidak ada
Gambaran reaksi :tidak ada
Riwayat cedera kecelakaan : tidak ada
Fraktur/ dislokasi :tidak ada
Artritis/ sendi tak stabil :tidak ada
Masalah punggung : tidak ada
Perubahan pada tahi lalat : tidak ada, Pembesaran nodus : tidak ada
Kerusakan penglihatan, pendengaran : tidak ada
Protese : tidak ada , Alat ambulatori : tidak ada

Tanda (Objektif)
Suhu tubuh : 36.5 0 C Diaforesis : ada
Integritas kulit : baik
Jaringan parut : tidak ada , Kemerahan : tidak ada

Laserasi : tidak ada , Ulserasi :tidak ada

Ekimosis : tidak ada , Lepuh : tidak ada

Luka bakar : (derajat/ persen) : tidak ada ,Drainase : tidak ada

Tandai lokasi pada diagram di bawah ini :

Kekuatan Umum : sedang Tonus otot : lemah

Cara berjalan : tidak seimbang , ROM : normal

Parestesia/ paralisis : tidak ada

Hasil kultur, Pemeriksaan sistem imun : tidak ada

XIV. SEKSUALITAS (Komponen dari Interaksi sosial)

Aktif melakukan hubungan seksual : aktif

Penggunaan Kondom : tidak ada

Masalah-masalah/ kesulitan seksual ; Tidak ada masalah

Perubahan terakhir dalam frekuensi/ minat : tidak ada

Wanita

Gejala (Subjektif)

Usia menarke :12 tahun Lamanya siklus :28 hari


Durasi :7 hari
Periode mentruasi terakhir : 13 April 2020 ,

Menopouse : tidak ada

Rabas vaginal : tidak ada , Berdarah antara periode :tidak ada

Melakukan pemeriksaan payudara sendiri/ mammogram : tidak ada

PAP smear terakhir :tidak ada

XV. INTERAKSI SOSIAL

Gejala (Subjektif)

Status perkawinan menikah , Lama : 10 tahun

Hidup dengan : suami dan anak-anaknya

Masalah-masalah/ stress : tidak ada

Keluarga besar : ya

Orang pendukung lain : suami dan anak-anak

Peran dalam struktur keluarga : seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya

Masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit/ kondisi : tidak ada

Perubahan bicara : penggunaan alat bantu komunikasi : tidak ada

Adanya laringektomi : tidak ada

Tanda (Objektif)

Bicara : jelas , Tak jelas : -

Tidak dapat dimengerti :- Afasia : tidak ada

Pola bicara tak biasa/ kerusakan : tidak ada

Pengunaan alat bantu bicara : tidak ada penggunaan alat bantu

Komunikasi verbal/ nonverbal dengan keluarga/ orang terdekat lain : baik

Pola interaksi keluarga (perilaku) : baik

XVI. PENYULUHAN/ PEMBELAJARAN


Gejala (Subjektif)

Bahasa dominan (khusus) : tidak ada , Melek huruf : pasien tidak buta
huruf

Tingkat pendidikan : SMA


Ketidakmampuan belajar (khusus) : pasien mampu belajar
Keterbatasan kognitif : tidak ada
Keyakinan kesehatan/ yang dilakukan :
Orientasi spesifik terhadap perawatan kesehatan (spt, dampak dari agama/
kultural yang di anut) : tidak ada
Faktor resiko keluarga (tandai hubungan) : tidak ada
Diabetes : tidak ada
Tuberkulosis ; tidak ada
Penyakit jantung : tidak ada
Stroke : tidak ada
TD tinggi : tidka ada
Epilepsi : tidak ada
Penyakit ginjal : tidak ada, Kanker : tidak ada
Penyakit jiwa : tidak ada Lain-lain : tidak ada
Obat tanpa resep : Obat-obat bebas : tidak ada
Obat-obat jalanan : tidak ada , Tembakau : tidak ada

Perokok tembakau : pasien tidak merokok

Penggunaan alkohol (jumlah/ rekuensi) : tidak


Diagnosa saat masuk perdokter : asma
Alasan di rawat per pasien : pasien sesak
Riwayat keluhan terakhir : masih sesak dan batuk berdahak
Harapan pasien terhadap perawatan/ pembedahan sebelumnya : pasien
mengatakan ingin cepat sembuh
Bukti kegagalan untuk perbaikan : tidak ada
Pemeriksaan fisik lengkap terakhir : normal
XVII. Pertimbangan Rencana Pulang
DRG yang menunjukkan lama dirawat rata-rata : 14 hari jika ada
perbaikan
Tanggal informasi di dapatkan : 28 april 2020
1. Tanggal pulang yang diantisipasi 09 maret 2020
2. Sumber-sumber yang tersedia : orang : anak kandung
Keuangan : istri dan anak kandung
3. Perubahan-perubahan yang diantisipasi dalam situasi kehidupan setelah
pulang : menghindari faktor pencetus mencegah asma kambuh
4. Area yang mungkin membutuhkan perubahan/ bantuan: lingkungan sekitar
rumah
Penyiapan makanan : istri pasien , Berbelanja : istri pasien
Transportasi : dijemput oleh keluarga , Ambulasi :-
Obat/ trapi IV : belum ada , Pengobatan : -
Perawatan luka : tidak ada , Peralatan : tidak ada
Bantuan perawatan diri (khusus) : tidak ada
Gambaran fisik rumah (khusus) : rumah permanen, ventilasi baik
Bantuan merapihkan/ pemeliharaan rumah : keluarga
Fasilitas kehidupan selain rumah (khusus) : tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan Nilai Satuan Hasil Keterangan
Normal Hasil
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.1-15.1 g/dl 13.1 Normal
Leukosit 3.80-10.60 x10^3/ul 14000 Normal
Hematokrit 40-52 % 38 Normal
Trombosit 140-440 x10^3/ul 440 Normal
KIMA
KARBOHIDRAT
Glukosa Darah <180 mg/dl 126 Normal
Sewaktu
FUNGSI HATI
SGOT 0 – 35 U/L 31 Normal
SGPT 0 – 35 U/L 26 Normal
FUNGSI GINJAL
Ureum 0 – 50 mg/dl 11 Normal
Creatinin 0.0 – 1.1 mg/dl 0, 8 Normal

TERAPI MEDIS
Jenis Terapi Dosis Fungsi
Obat oral :
Vit B.12 1x1 tab Berperan dalam pembentukan
mylin yaitu lemak yang melapisi
dan melindungi saraf
Obat intravena :
Mecobalamin 3x1mg
Untuk mengobati neuropati perifer
dan beberapa jenis anemia
Citicolin 2x500mg
Mencegah kerusakan otak dan
membantu pembentukan membran
sel diotak
Ceftriaxone
2x1gr Menghambat pertumbuhan bakteri

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisa data
No Data senjang Interpretasi Data Masalah
.
1 DS : Faktor predisposisi Gangguan
Pasien mengatakan kedua mobilitas fisik
tungkai kaki lemas Proses demielinisasi
DO :
- Pasien tampak lemah Gangguan fungsi saraf
- Pergerakan kaki perifer dan kranial
terbatas
- Pasien tampak Gangguan fungsi saraf
terlentang ditempat perifer dan neuromuskular
tidur
- Kekuatan tonus otot : Kelemahan otot
3/5
Penurunan tonus otot

Gangguan mobilitas fisik

2 DS : Faktor predisposisi Intoleransi


pasien mengatakan sulit aktifitas
melakukan aktifitas Proses demielinisasi
DO :
- Pasien tampak lemah Gangguan fungsi saraf
- Aktiftas pasien tampak perifer dan kranial
dibantu keluarga
Gangguan fungsi saraf
perifer dan neuromuskular

Kelemahan tonus otot

Kelemahan fisik

Intoleransi aktiftas
3 DS : Faktor predisposisi Ansietas
Pasien mengatakan cemas dan
takut dengan kondisi kaki yang Proses demielinisasi
dialaminya.
DO : Gangguan fungsi saraf
- Wajah pasien tampak perifer dan kranial
cemas
- Pasien banyak bertanya Gangguan fungsi saraf
tentang kondisinya perifer dan neuromuskular

Kelemahan fisik

Kurangnya infromasi

Ansietas

2. diagnosa keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan tonus otot
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi

INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Kode : D. 0054 Mobilitas fisik : Dukungan mobilisasi : I.
Gangguan L.05042 05173
Observasi :
mobilitas fisik Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan tindakan keperawatan 1. Identifikasi adanya nyeri 1. Mengetahui bila
dengan selama 3x24 jam atau keluhan fisik lainnya ada nyeri
penurunan tonus diharapkan 2. Identifikasi toleransi fisik 2. Mengetahui
otot kemampuan dalam melakukan pergerakan batas
gerakan fisik dapat kemampuan
meningkat dengan gerak pasien
kriteria hasil: 3. Monitor frekuensi jantung 3. Mengetahui
- Pergerakan dan tekanan darah sebelum adanya
ekstermitas memulsi mobilisasi perubahan
meningkat (5) frekuensi
- Kekuatan otot jantung dan
meningkat (5) tekanan darah
- Rentang gerak
(ROM) Terapeutik : Terapeutik :
meningkat (5) 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi 1. Mencegah
dengan alat bantu (mis. terjadinya
Pagar tempat tidur) cidera pada
pasien
2. Fasilitasi melakukan 2. Melatih
pergerakan, jika perlu pergerakan
tubuh

3. Libatkan keluarga untuk 3. Agar pasien


membantu pasien dalam merasa di bantu
meningkatkan pergerakan oleh keluarga
Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur 1. Agar pasien
mobilisasi mengetahui
tujuannya
2. Anjurkan melakukan 2. Melatih
mobilisasi dini pergerakan
pasien
3. Ajarkan mobilisasi 3. Melatih
sederhana yang harus pergerakan
dilakukan (mis. Duduk secara bertahap
ditempat tidur, duduk disisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi).
Kode : D.0056 Toleransi aktivitas : Manajemen energi : I. 05178
Intoleransi L.05047 Observasi : Observasi :
aktifitas
Setelah dilakukan 1. Identifikasi gangguan 1. Mengetahui
berhubungan
dengan tindakan keperawatan fungsi tubuh yang penyebab
kelemahan fisik
selama 3x24 jam mengakibatkan kelelahan kelelahan
diharapkan aktivitas 2. Monitor kelelahan fisik 2. Mengobservasi
meningkat dengan kelelahan yang
kriteria hasil: terjadi
- Frekuensi nadi Terapeutik : Terapeutik :
meningkat (5) 1. lakukan latihan rentang 1. Melatih anggota
- Saturasi oksigen gerak pasif dan/aktif gerak
meningkat (5) Edukasi : Edukasi :
- Keluhan lelah 1. Anjurkan tirah baring 1. Mencegah
menurun (5) terjadinya
- Dispnea saat kelelahan
aktivitas menurun berlebih
(5) 2. Anjurkan melakukan 2. Aktivitas secara
- Dispnea setelah aktivitas secara bertahap bertahap agar
aktivitas menurun pasien dapat
(5) rerlatih

Kolaborasi ; Kolaborasi ;
1. Kolaborasi dengan ahli gizi 1. Agar nutrisi
tentang cara meningkatkan pasien terpenuhi
asupan makanan dan dapat
menambah
energi bagi
pasien
5.
Kode: D. 0080 Tingkat ansietas : L. Reduksi ansietas : I. 09314
Ansietas
09093 Observasi : Observasi :
berhubungan
dengan Setelah dilakukan 1. monitor tanda- tanda ansietas 1. mengetahui
kurangnya
tindakan keperawatan (mis. Kondisi, waktu, stresor) tingkat ansietas
informasi
selama 2x24 jam Terapeutik : Terapeutik :
diharapkan ansietas 1. motivasi mengidentifikasi 1. mengetahui
dapat berkurang situasi yang memicu kecemasan faktor penyebab
dengan kriteria hasil: 2. pahami situasi yang membuat 2. mengetahui hal
- Verbalisasi ansietas yang memperparah
kebingungan ansietas
menurun (5) Edukasi : Edukasi :
- Verbalisasi 1. informasikan secara faktual 1. agar pasien
khawatir akibat mengenai diagnosis, mengetahui tentang
kondisi yang pengobatan dan prognosis kondisinya
dihadapi 2. anjurkan keluarga untuk tetap 2. agar pasien tidak
menurun (5) bersama pasien merasa diasingkan
oleh keluarga
3. latih teknik relaksasi 3. agar pasien
merasa lebih rileks

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/ Diagnosa Tindakan Respon Tand
tanggal Keperawatan keperawatan a
tanga
n
28 April Gangguan 1. mengidentifikasi S: Penni
mobilitas fisik adanya nyeri atau Pasien
2020
berhubungan keluhan fisik lainnya
mengatakan
08.30 dengan 2. mengidentifikasi kaki masih
penurunan toleransi fisik
terasa lemah
09.00
tonus otot melakukan O:
pergerakan - Pasien
3. Memonitor tampak
09.20
frekuensi jantung lemah
dan tekanan darah - Pergera
sebelum memulsi kan
mobilisasi pasien
09.40 4. memfasilitasi terbatas
aktivitas mobilisasi - TD :
dengan alat bantu 113/76
10.00 (mis. Pagar tempat - Nadi :
tidur) 87x/me
5. melibatkan nit
keluarga untuk - Suhu :
membantu pasien 36.3 0 C
dalam meningkatkan - RR :
pergerakan 20x/me
nit
10.10 Intoleransi 1. mengidentifikasi S : Penni
aktifitas gangguan fungsi Pasien
berhubungan tubuh yang mengatakan
dengan mengakibatkan sulit melakukan
kelemahan kelelahan aktifitas
10.20
fisik 2. memonitor O :
kelelahan fisik - Pasien
3. melakukan latihan tampak
10.35
rentang gerak pasif berbarin
dan/aktif g di
tempat
tidur
10.40 Ansietas 1. memotivasi S : Penni
berhubungan Pasien
mengidentifikasi
dengan mengatakan
kurangnya situasi yang memicu masih cemas
informasi dan bingung
11.00 kecemasan
mengenai
2. memahami situasi penyakitnya
O:
yang membuat
- Wajah
ansietas tampak
cemas
- Pasien
banyak
bertanya
tentang
keadaanny
a
29 April Gangguan 1. menjelaskan S : Penni
mobilitas fisik tujuan dan prosedur Pasien
2020
berhubungan mobilisasi mengatakan
08.00 dengan 2. menganjurkan sudah bisa
penurunan melakukan duduk ditempat
08.25
tonus otot mobilisasi tidur
08.40 3. mengajarkan O :
mobilisasi sederhana - Pasien
yang harus tampak
dilakukan (mis. duduk
Duduk ditempat ditempat
tidur, duduk disisi tidur
tempat tidur, pindah - Pasien
dari tempat tidur ke masih
kursi). tampak
lemah
- Kekuatan
tonus otot
3/5
09.00 Intoleransi 1. Memonitor S : Penni
09.30 aktifitas kelelahan fisik Pasien
berhubungan 2. melakukan latihan
mengatakan
dengan rentang gerak pasif
09.45 kelemahan dan/aktif masih merasa
fisik 3. menganjurkan
lemah
tirah baring
O:
- Aktifita
s pasien
tampak
dibantu
keluarg
a
10.00 Ansietas 1. S: Penni
berhubungan menginformasikan pasien
dengan secara faktual mengatakan
kurangnya mengenai diagnosis, sudah mengerti
informasi pengobatan dan mengenai
11.00
prognosis kondisinya saat
2. menganjurkan ini
keluarga untuk tetap O:
bersama pasien - Pasien
tampak
banyak
bertany
a
- Pasien
diteman
i
keluarg
a
30 April Gangguan 1. Memonitor S : Penni
mobilitas fisik frekuensi jantung
2020 Pasien
berhubungan dan tekanan darah
mengatakan
08.00 dengan sebelum memulsi
kedua tungkai
penurunan mobilisasi
kaki masih
tonus otot 2. Memfasilitasi
lemah
08.30 aktivitas mobilisasi
O:
dengan alat bantu
- Pasien
(mis. Pagar tempat
tampak
09.00 tidur)
sedang
3. mengajarkan
berpind
mobilisasi sederhana
ah dari
yang harus
tempat
dilakukan (mis.
tidur ke
Duduk ditempat kursi
tidur, duduk disisi - Kekuata
tempat tidur, pindah n tonus
dari tempat tidur ke otot :
kursi) 4/5
09.30 Intoleransi 1. mengidentifikasi S: Penni
aktifitas gangguan fungsi Pasien
berhubungan tubuh yang mengatakan
10.00 dengan mengakibatkan masih sulit
kelemahan kelelahan beraktifitas
fisik 2. memonitor O:
10.30 kelelahan fisik - Aktifita
3. melakukan latihan s masih
rentang gerak pasif dibantu
dan/aktif keluarg
a

EVALUASI KEPERAWATAN

Tanggal/ Diagnosis SOAP Paraf


jam Keperawatan
01 Mei Gangguan S: Penni
mobilitas fisik
2020 Lemah pada kedua tungkai kaki
berhubungan
10.00 dengan sedikit berkurang
penurunan
O:
tonus otot
- Pasien masih tampak lemah
- Kekuatan tonus otot 4/5
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
01 Mei Intoleransi S: Penni
aktifitas
2020 Pasien mengatakan masih sulit
berhubungan
11.00 dengan dalam beraktifitas
kelemahan
O:
fisik
- Aktifitas pasien tampak
dibantu keluarga
- Pasien bisa melakukan
latihan gerak mandiri
30 April Ansietas S: Penni
berhubungan
2020 pasien mengatakan cemas sudah
dengan
12.00 kurangnya berkurang dan mengerti mengenai
informasi
kondisinya saat ini
O:
- Wajah pasien tampak rileks
- Pasien sering mengucap
syukur
- Pasien tampak menerima
kondisinya saat ini
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes,Mailynn E. (2012) . Rencana Asuhan Keperwatan.. Penerbit Buku


kedokteran EGC. Jakarta

Inawati. 2010. Sindrom Guillan Barre (GBS). (http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/


archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Desember%202010/SIND
ROM%20GUILLAIN%20BARRE.pdf), diakses pada 15 januari 2020

Muttaqin, Arif. (2012). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Penerbit Salemba Medika. Jakarta

Muttaqin, Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperwatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Penerbit salemba medika. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai