Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

GUILLAINE BARRE SYNDROM

Disusun untuk memenuhi sebagian tugas Keperawatan Kritis yang diampu


oleh Ns.Sri Suprapti,S.Kep.,M.Kep

Disusun oleh :
KELOMPOK 5
1. Laeli Fitriana 2011010017
2. Yoga Sumarno 2011010023
3. Syafira Rahmah 2011010037
4. Wulan Widia Ningsih 2011010039
5. Selly Yuliana Indriani 2011010040
6. Khaerunnisa Rastika Putri 2011010041
7. Nida Nur Alifah 2011010043
8. Yazka Iktarista 2011010044

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN D3

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatulahi wabarakatuh

Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikankami kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah tentang Guillaine Barre Syndrom ini dengan tepat waktu.
Shalawat serta salam kami curahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW ysmg kita
natikan syafa’at nya di akhirat nanti
Prnulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar besarnya kepada seluruh
pihak yang telat ikut serta dalam menyusun makalah ini. terutama kepada ibu Ns.Sri
Suprapti,S.Kep.,M.Kepsebagai pengampu
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saranya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Tujuan .......................................................................................................................
BAB II KONSEP TEORI
A. Pengertian..................................................................................................................
B. Etiologi.......................................................................................................................
C. Tanda Gejala..............................................................................................................
D. Faktor Resiko.............................................................................................................
E. Patofisiologi...............................................................................................................
F. Pathway......................................................................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................
H. Penatalaksanaan Keperawatan...................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guillaine Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit autoimun yang menimbulkan
peradangan dan kerusakan mielin (material lemak, terdiri dari lemak dan protein yang
membentuk selubung pelindung di sekitar beberapa jenis serat saraf perifer). Gejala dari
penyakit ini mula-mula adalah kelemahan dan mati rasa di kaki yang dengan cepat
menyebar menimbulkan kelumpuhan. Penyakit ini perlu penanganan segera dengan
tepat,karena dengan penanganan cepat dan tepat, sebagian besar sembuh sempurna.
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur.
Di Indonesia sendiri, angka kejadian penyakit GBS kurang lebih 0,6-1,6 setiap
10.000-40.000 penduduk. Perbedaan angka kejadian di negara maju dan berkembang
tidak nampak. Kasus ini cenderung lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Data RS
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menunjukkan pada akhir tahun 2010-2011 tercatat
48 kasus GBS dalam satu tahun dengan berbagai varian jumlahnya per bulan.
Pada Tahun 2012 berbagai kasus di RSCM mengalami kenaikan sekitar 10%.Penyebab
GBS masih belum diketahui pasti, tetapi diperkirakan terjadi akibat respons autoimun
terhadap sel saraf perifer yang dapat dicetuskan oleh infeksi bakteri atau virus (Nyati &
Nyati, 2013). Sebanyak 2/3 dari pasien GBS dilaporkan mengalami saluran infeksi
pernafasan atas atau saluran cerna yang selanjutnya dapat berkembang menjadi GBS.
Sebanyak 30% pasien mengalami GBS yang didahului oleh infeksi Compylobacter jejuni
dan sebanyak 10% terinfeksi Cylomegalovirus.Mekanisme terjadinya GBS sebenarnya
masih belum diketahui dengan pasti.Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan
saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi.
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesis merupakan mekanisme yang menimbulkan
jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah didapatkannya antibodi atau adanya respon
kekebalan seluler (cellmediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi,
adanya autoantibodi terhadap sistem saraf tepi, dan didapatkannya penimbunan kompleks
antigen antibody dari peredaran pembuluh darah saraf tepi inilah yang menimbulkan
proses demielinisasi saraf tepi (Zulmi et al., 2018)
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Guillain Barre Syndrom (GBS)
2. Untuk mengetahui penyebab atau etiologi GBS
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala GBS
4. Untuk mengetahui faktor risiko GBS
5. Untuk mengetahui patofisiologi GBS
6. Untuk mengetahui pemerksaan penunjang penyakit GBS
BAB II
KONSEP TEORI

A. Pengertian
Menurut Centers of Disease Control and Prevention / CDC (2012), Guillain
Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem kekebalan seseorang
menyerang sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan apabila parah
bisa terjadi kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan syaraf tepi yang
menghubungkan otak dan sumsum belakang dengan seluruh bagian tubuh kita rusak.
Kerusakan sistem syaraf tepi menyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang
sehingga ada penurunan respon sistem otot terhadap kerja sistem syaraf.
Sindrom Guillain Barre merupakan Sindrom klinis yang penyebabnya tidak
diketahui yang menyangkut saraf perifer dan kranial. Paling banyak pasien dengan
Sindrom ini di timbulkan oleh adanya infeksi (pernapasan atau gastrointestinal) 1
sampai 4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologik. (Smeltzer, Suzanna
dalam buku NANDA NIC-NOC jilid 2, 2015)
Sindrom Guillain-Barré (SGB) adalah gangguan autoimun di mana sistem
kekebalan tubuh menyerang bagian dari sistem saraf perifer. Gejala pertama gangguan
ini meliputi berbagai tingkat layuh atau sensasi kesemutan di kaki. Dalam banyak
kasus, layuh dan sensasi abnormal menyebar ke lengan dan tubuh bagian atas.
Kebanyakan orang mencapai tahap kelayuhan terbesar dalam 2-3 minggu setelah
gejala muncul. Gejala dapat meningkat intensitasnya sampai otot-otot tidak dapat
digunakan sama sekali dan pasien hampir lumpuh total. Dalam kasus ini, gangguan
telah menjadi kedaruratan medis yang mengancam jiwa. Kebanyakan pasien SGB bisa
sembuh bahkan dari kasus yang paling parah, meskipun beberapa terus memiliki
beberapa derajat kelayuhan. Periode pemulihan bisa bervariasi dari beberapa minggu
sampai beberapa tahun. Sekitar 30 persen penderita Guillain-Barré masih memiliki
sisa kelayuhan setelah 3 tahun. Guillain-Barré disebut sindrom, bukan penyakit,
karena tidak jelas penyebab spesifiknya. Tidak ada obat untuk sindrom Guillain-
Barré, tapi terapi dapat mengurangi keparahan penyakit dan mempercepat pemulihan
pada kebanyakan pasien.
B. Etiologi
Etiologi untuk penyankit GBS tidak diketahui, tetapi respons alergi atau respons
autoimun sangat mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa sindrom
tersebut berasal dari virus. Tetapi tidak ada virus yang dapat di isolasi sejauh ini. SGB
paling banyak ditimbulkan oleh adanya infeksi (pernapasan atau gastrointestinal) 1-4
minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologis. Pada beberapa keadaan,
dapat terjadi setelah vaksinasi atau pembedahan. Ini juga dapat diakibatkan oleh
infeksi virus, primer, reaksi imun dan beberapa proses lain, atau sebuah kombinasi
proses. Salah satu hipotesis menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi
autoimun yang menyerang myelin saraf perifer. (Arief Muttaqin, 2008)

C. Tanda dan Gejala


Gejala pasti GBS yaitu kelemahan progresif pada kaki dan tangan (dimulai
dari kaki terlebih dahulu) dan hilangnya refleks pada tungkai yang lemah. Gejala
tambahan lainnya: fase progresif yang dimulai dari beberapa hari hingga beberapa
minggu (biasanya 2 minggu), kesimetrisan yang relatif antara bagian tubuh kiri atau
kanan, kelemahan pada saraf kranial terutama kelemahan saraf fasialis bilateral,
disfungsi autonomis, dan kadang disertai nyeri (Willison, Jacobs, & Doorn, 2015).
Menurut KM Mantay, Armeu E, Parish T (1997) dalam Dewi, Yunika P
(2015) menyebutkan bahwa gejala yang muncul untuk setiap subtipe antara lain:
a. AIDP (Acute Inflammatory Demyeliniting Polyradiculoneuropa thy) Gangguan
yang diakibatkan oleh gangguan antibodi-autoimun. Biasanya dipicu oleh infeksi
antisenden dan vaksinasi.
b. AMAN (Acute Motor Axonal Neuropathy) Sebagian pasien biasanya didahului
oleh infeksi Camphylobacter. Biasanya yang muncul adalah bentuk neuropati aksonal.
Pasien yang mengalami sebagian besar anak-anak dan akan mengalami perbaikan
dengan cepat.
c. AMSAN (Acute Motor and Sensory Axonal Neuropathy) Degenerasi pada serat
motorik dan sensorik yang bermielin dengan demielinisasi dan inflamasi yang
menimal. Gejala mirip AMAN hanya saja efek pada neuron sensorik. Tipe ini
biasanya terjadi pada orang dewasa.
d. MFS (Miller Fisher Syndrome) Tipe ini jarang terjadi dan melibatkan gejala
Ataksia, ketiadaan refleks / areflexia, kelemahan tungkai, dan optalmoplegia.
Demielinisasi terjadi pada saraf kranial III atau IV, ganglia spinal, dan saraf tepi.
e. APN (Acute pandysautonomia) Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB
yang jarang terjadi. Disfungsi dari sistem simpatis dan parasimparis yang berat
mengakibatkan terjadinya hipotensi postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna,
anhidrosis, penurunan salvias dan lakrimasi dan abnormalitas dari pupil.
D. Faktor Resiko
Faktor resiko SGB antara lain infeksi (Campylobacter jejuni,
cytomegalovirus/CMV, Mycoplasma pneumonia, Epstein–Barr virus, Haemophilus
influenzae) serta beberapa faktor lain yang dapat dihubungkan yaitu operasi,
imunisasi, dan proses persalinan (Meena, Khadilkar, & Murthy, 2011)
Adapun Faktor risiko Gullain Barre Sindrom, yaitu:
a. Usia
Pada umumnya, GBS lebih banyak terjadi pada orang tua. Usia 50 tahun ke
atas merupakan golongan paling tinggi risikonya untuk mengalami GBS.
Namun, GBS dapat dialami semua usia mulai anakanak sampai orang tua, tapi
puncaknya adalah pada pasien usia produktif.
b. Jenis Kelamin
Kasus GBS umumnya cenderung lebih banyak terjadi pada pria daripada
wanita. Penelitian menunjukkan pria memiliki system kekebalan tubuh yang
reaktif sehingga mudah terkena penyakit autoimun dan alergi
c. Mengalami infeksi pernapasan atau pencernaan lainnya seperti flu, gangguan
pencernaan dan radang paru-paru. Gangguan pernapasan merupakan penyulit
pada pasien GBS yang mengalami paralisis otot pernapasan.
d. Mengidap infeksi HIV/AIDS, SLE dan Limfoma Hodgkin
Penyakit autoimun dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit autoimun
yang lain termasuk GBS
e. Infeksi Mononuklear
GBS dilaporkan berhubungan dengan infeksi Campylobacter jejuni. Meskipun
organisme patologis penyebabnya belum dapat diidentifikasikan, biasanya agen
infeksius yang sering adalah virus Epstein-Barr, Mycoplasma pneumoniae,
Campylobacter jejuni and cytomegalovirus. Dan bisanya terjadi pada musim
panas yang merupakan infeksi sekunder dari C. jejuni.
E. Patofisilogi
Patofisiologi sindrom ini belum dapat di jelaskan dengan jelas. Namun, salah
satu yang paling banyak di teliti adalah infeksi C. jejuni. Pada infeksi C. jejuni.
Antigen
pada kapsul bakteri serupa dengan antigen ganglosida pada selubung mielin saraf,
sehingga tubuh membentuk antibodi yang tidak hanya menyerang pathogen ini, namun
juga menyerang dan merusak selubung mielin saraf. Terjadi infiltrasi limfosit dan
fagositosis oleh magrofag. Rusaknya mielin menyebabkan hantaran saraf terhambat
atau tidak terjadi sama sekali sehingga terjadi paralisis. (Sukman tulus putra dkk , 2014)
Garis besar perjalanan klinis GBS terdiri dari dua pola khas yang dibagi
menjadi fase penyusun dan komponennya (gambar 1). Pertama, terjadi infeksi atau
stimulasi sistem kekebalan yang menyebabkan terjadi penyimpangan respon autoimun
pada saraf perifer dan cabang-cabang saraf tulang belakang. Dan juga terjadi mimikri
molekuler antara mikroba dan antigen saraf yang dapat mencetuskan terjadinya
gangguan, biasanya dijumpai pada kasus infeksi C. jejuni. Fase berikutnya adalah
terdapat peran faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi kerentanan
individu. Kelemahan anggota gerak sering akibat keterlibatan saraf sensorik dan
kranial, yaitu 1-2 minggu setelah terjadinya stimulasi kekebalan tubuh, dan biasanya
puncak defisit klinis terjadi pada minggu ke-2 sampai ke-4 (Willson, 2016)
Terdapat sejumlah teori yang menjelaskan terjadinya GBS, dimana sistem
imun tiba-tiba menyerang saraf, namun teori yang paling sering adalah adanya
organisme (misalnya virus atau bakteri) mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem
saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing. Pada GBS terbentuk
antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya antigen atau
partikel asing dalam tubuh seperti bakteri maupun virus. Antibodi yang bersirkulasi
dalam darah ini akan mencapai myelin dan merusaknya, dengan bantuan sel-sel
leukosit sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan
sekret kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan yang seharusnya menghasilkan
materi lemak penghasil myelin. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel
imun seperti limfosit dan makrofag menyerang myelin. Limfosit T akan tersensitisasi
bersamaan dengan limfosit B yang akan memproduksi antibodi melawan komponen
selubung myelin dan menyebabkan destruksi myelin. Dengan merusaknya, produksi
myelin akan berkurang. Sementara pada waktu yang bersamaan, myelin yang ada
dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring dengan serangan yang berlanjut jaringan saraf
perifer akan hancur secara bertahap. Malfungsi sistem imunitas yang terjadi pada
GBS menyebabkan kerusakan sementara pada saraf perifer dan timbulah gangguan
sensorik, kelemahan yang bersifat progresisf ataupun paralisis akut. Karena itulah
GBS dikenal sebagai neuropati perifer (Shahar E, 2006).
F. Pathway

bnhjbhpoooo

Proses autoimun

Mengancurkan mylin yang mengelilingi

Konduksi salsatori tidak terjadi dan tidak ada transmisisi infak saraf

Gangguan fungsi saraf perifer dan kranial

GBS

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Penurunan Gangguan
Gangguan Gangguan
Disfung Perubah Perfusi fungsi saraf
saraf perifer saraf perifer
si an fungsi Jaringan kranial : III, IV,
dan dan
serebral V, VIII, IX
neuromaskul
dan XI
Kurang Aliran darah Parastesin
beraksinya ke ginjal (Kesemutan) dan
Paralise sistem saraf Penuruna menurun Paralisis pada kelemaahan otot
lengkap, otot simpatis dan n tingkat
ocular wajah dan kaki yang dapat
pernapasan parasimpatis, kesadaran
otot orofaring , berkembang ke
terkena, perubahan
kesulitan ekstrimitas atas,
mengakibatk sensori
berbicara, batang tubuh dan
an infusiensi Resiko Cedera Hipoper
mengunyah dan otot wajah
pernapasan fu si
menelan
Gangguan
frekuensi Penurunan Kelemahan fisik
Ketidakefektifan jantung dan produksi urine umum, paralisis
pola nafas ritme Gangguan otot wajah
perubahan pemenuh an
tekanan nutrisi dan
cairan Penurunan fokus
Penurunan curah jantung otot seluruh tubuh,
Uremia
perubahan estetika
wajah
COP menurun Ketidakseimb angan nutrisi kurang dari
Gangguan Eliminasi Urine
Gangguan Perfusi Jaringan kebutuhan
Gangguan Mobilitas
Fisik
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan profil CSF (Cerebrospinal fluid) Melalui fungsi lumbal untuk
melihat adanya kenaikan protein dan jumlah sel
b. Pemeriksaan NCV (Nerve Conduction Velocity) dan EMG (Electromyogram)
NCV akan menganalisa kecepatan impuls dan EMG akan merekam aktivitas
otot sehingga mampu mendeteksi kelemahan reflek dan respon saraf.
c. Pemeriksaan darah Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear
sedang dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, linfosit cenderung rendah
selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi
limfositosis, eosinophilia jarang ditemui. Laju endap darah dapar meningkat
sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah satu gejala.
(Wahyu, 2018)
H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. GBS dianggap sebagai kondisi kedarurtan medis; pasien di tangani di dalam
unit perawatan intensif.
b. Masalah pernafasan mungkin memerlukan terapi pernapasan atau ventilasi
mekanis.
c. Intubasi elektif dapat diimplementasikan sebelum awitan keletihan otot
pernapasan yang ekstrem.
d. Agens antikoagulan dan stocking antiembolisme atau sepatu kompresi berurut
dapat digunakan untuk mencegah thrombosis dan emboli pulmonal.
e. Plasmaferesis (pertukaran plasma) atau immunoglobulin intravena (IVIG)
dapat digunakan untuk secara langsung mempengaruhi kadar antibodi myelin
saraf perifer.
f. Pemantauan EKG secara kontinu; pantau dan tangani disritmia jantung dan
komplikasi labil lain akibat disfungsi autonom. Takikardia dan hipertensi
ditangani dengan obat kerja singkat, seperti agens penyekat alfa-adrenergik.
Hipotensi di tangani dengan meningkatkan jumlah cairan intravena yang
diberikan.
(Brunner & Suddarth, 2011)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Guillain Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem kekebalan
seseorang menyerang sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan
apabila parah bisa terjadi kelumpuhan. Beberapa penelitian menunjukkan beberapa
faktor pencetus yang terlibat, diantaranya infeksi virus, vaksinasi, dan beberapa
penyakit sistemik. Gejala pasti GBS yaitu kelemahan progresif pada kaki dan tangan
(dimulai dari kaki terlebih dahulu) dan hilangnya refleks pada tungkai yang lemah.
Faktor resiko GBS antara lain infeksi (Campylobacter jejuni, cytomegalovirus/CMV,
Mycoplasma pneumonia, Epstein–Barr virus. Pemeriksaan penunjang untuk GBS
adalah pemeriksaan profil CSF, NCV, EMG dan pemeriksaan darah.

B. Saran
Apabila terdapat gejala-gejala klinis yang muncul, segera periksakan ke petugas-
petugas kesehatan terdekat untuk mengetahui apakah anda menderita sindrom nefrotik
dan dapat mendapat pertolongan secara dini.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai