0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
169 tayangan4 halaman
Dokumen tersebut merangkum patofisiologi sindroma Guillain-Barre (GBS). Secara singkat, GBS terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang saraf perifer sendiri, menyebabkan kerusakan pada selubung pelindung saraf (myelin). Hal ini mengakibatkan gangguan transmisi sinyal saraf dan gejala klinis seperti kelemahan otot dan gangguan sensorik. Terdapat 3 fase perkembangan penyakit: fase progresif, fase
Dokumen tersebut merangkum patofisiologi sindroma Guillain-Barre (GBS). Secara singkat, GBS terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang saraf perifer sendiri, menyebabkan kerusakan pada selubung pelindung saraf (myelin). Hal ini mengakibatkan gangguan transmisi sinyal saraf dan gejala klinis seperti kelemahan otot dan gangguan sensorik. Terdapat 3 fase perkembangan penyakit: fase progresif, fase
Dokumen tersebut merangkum patofisiologi sindroma Guillain-Barre (GBS). Secara singkat, GBS terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang saraf perifer sendiri, menyebabkan kerusakan pada selubung pelindung saraf (myelin). Hal ini mengakibatkan gangguan transmisi sinyal saraf dan gejala klinis seperti kelemahan otot dan gangguan sensorik. Terdapat 3 fase perkembangan penyakit: fase progresif, fase
Belum diketahui dengan pasti bagaimana GBS dapat terjadi dan menyerang sejumlah orang. Yang diketahui oleh para ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri. Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T bersama dengan limfosit B akan memproduksi antibodi melawan komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi dari myelin. Akson berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh myelin. Selubung myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel saraf. Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang ditransmisikan. Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada kecepatan lebih dari 50 km/jam. Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier dimana daerah ini merupakan daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan semakin lambat. Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta merusaknya, sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur. Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang; transmisi sinyal melambat, terblok mempengaruhi tubuh. Hal ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan. fase ini bersifat sementara. Terjadinya gangguan pada sistem imun memunculan kerusakan sementara pada saraf perifer, gangguan sensorik, kelemahan yang progresif, paralisis akut.. GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi abnormal ataupun kelemahan, prosesnya dinamai demyelinasi primer. Akson merupakan bagian dari sel saraf. Selubung myelin melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis. Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah gejala diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik, karena regenerasi akson membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh lebih cepat. Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf. Saraf-saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun, saraf kranialis dapat juga ikut terlibat. Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase: 1. Fase progresif Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai gejala menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan timbul nyeri, kelemahan progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi tergantung seberapa berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis pada waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala. 2. Fase plateau Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak didapati perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada. Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan. 3. Fase penyembuhan Akhirnya, fase penyembuhan yang terjadi dengan perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan dalam waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi:Konsep. Klinik Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC Judarwanto, W. 2009. Sindroma Guillain-Barre (GBS) : Patofisiologi dan Diagnosis, (https://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/14/guillain-barre-syndrome-gbs-patofisiologi- manifestasi-klinis-dan-diagnosis/ ), diakses pada 02 Juni 2019.