Anda di halaman 1dari 4

PATOFISIOLOGI

Gambar 4.1. Bagan patofisiologi GBS


Belum diketahui dengan pasti bagaimana GBS dapat terjadi dan menyerang
sejumlah orang. Yang diketahui oleh para ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa
sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang
disebut sebagai penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda
asing dan organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai
menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan
akson itu sendiri.
Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba
menyerang saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan
bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan
alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel
asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya
limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T bersama dengan limfosit
B akan memproduksi antibodi melawan komponen-komponen selubung myelin dan
menyebabkan destruksi dari myelin.
Akson berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi
oleh myelin. Selubung myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel saraf.
Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang
ditransmisikan. Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada
kecepatan lebih dari 50 km/jam.
Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak
diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier dimana daerah ini merupakan
daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada
daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan
semakin lambat.
Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi
terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun
virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta
merusaknya, sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan
mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk myelin. Dengan
merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada waktu bersamaan,
myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring dengan serangan yang
berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur. Saraf motorik, sensorik, dan otonom
akan diserang; transmisi sinyal melambat, terblok mempengaruhi tubuh.
Hal ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan
melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan. fase ini bersifat sementara.
Terjadinya gangguan pada sistem imun memunculan kerusakan sementara
pada saraf perifer, gangguan sensorik, kelemahan yang progresif, paralisis akut..
GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi.
Bila selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal
saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi
abnormal ataupun kelemahan, prosesnya dinamai demyelinasi primer.
Akson merupakan bagian dari sel saraf. Selubung myelin melapisi sekitar
akson dalam beberapa lapis. Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak
dalam proses demyelinasi sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase
inflamasi yang berat. Apabila akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak
dapat ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada
area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah
gejala diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik, karena regenerasi akson
membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh
lebih cepat.
Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang
pada penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung
saraf. Saraf-saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi,
namun, saraf kranialis dapat juga ikut terlibat.
Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:
1. Fase progresif
Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal
sampai gejala menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan timbul
nyeri, kelemahan progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala
bervariasi tergantung seberapa berat serangan pada penderita. Kasus GBS
yang ringan mencapai nadir klinis pada waktu yang sama dengan GBS yang
lebih berat. Terapi secepatnya akan mempersingkat transisi menuju fase
penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen. Terapi
berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.
2. Fase plateau
Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak
didapati perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti,
namun derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan.
Terapi ditujukan terutama dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau
mempertahankan fungsi yang masih ada. Perlu dilakukan monitoring tekanan
darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan cairan, serta status
generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Penderita umumnya sangat
lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta fisioterapi. Pada
pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta
kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses
penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa
pasien langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi,
sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa
bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.
3. Fase penyembuhan
Akhirnya, fase penyembuhan yang terjadi dengan perbaikan dan
penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang
menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang,
penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama
pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan
dan pergerakan otot yang normal, serta mengajarkan penderita untuk
menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang
berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi,
dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali
dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan
dalam waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan
tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi:Konsep. Klinik Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC
Judarwanto, W. 2009. Sindroma Guillain-Barre (GBS) : Patofisiologi dan Diagnosis,
(https://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/14/guillain-barre-syndrome-gbs-patofisiologi-
manifestasi-klinis-dan-diagnosis/ ), diakses pada 02 Juni 2019.

Anda mungkin juga menyukai