SGB merupakan kondisi akut yang menyerang sistem saraf perifer. Faktor pemicu SGB sebagian
besar adalah infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi saluran cerna. Berdasarkan tren
epidemiologi SGB di dunia sering didahului atau seiring dengan peningkatan kasus infeksi
seperti influenza (H1N1), hingga yang saat ini masih menjadi perhatian pada saat peningkatan
kasus infeksi arbovirus (Chikungunya dan Zika). Kasus SGB berdasarkan hasil studi di Eropa
dan Amerika Utara diperkirakan tingkat insidensinya 0.8-1.9 kasus per 100.000 penduduk per
tahun, pada anak-anak 0.6 kasus per 100.000 dan pada penduduk usia 80 tahun atau lebih
meningkat hingga 2,7 kasus per 100.000 penduduk (Willison, Jacobs, & Doorn, 2015). Di
Indonesia sendiri data SGB pada penelitian Deskripsi Luaran Pasien SGB dengan metode
Erasmus GBS Outcome Score (EGOS) di RSUPN Cipto Mangun Kusumo / RSUPN CM sejak
tahun 2010 hingga tahun 2014 didapat jumlah kasus baru SGB pertahun di RSUPN CM yaitu 7,6
kasus dan terjadi sepanjang tahun dan tidak mengenal musim (Zairinal, 2011).
PEMBAHASAN
A. Pengertian
GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh
imunitas, di mana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. GBS merupakan
suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang
jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. GBS merupakan
suatu polineruopati demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot asendens yang
simetris dan progresif, paralisis, dan hiporefleksi, dengan atau tanpa gejala sensorik
ataupun otonom. Namun, terdapat varian GBS yang melibatkan saraf kranial ataupun murni
motorik. Pada kasus berat, kelemahan otot dapat menyebabkan kegagalan nafas sehingga
mengancam jiwa.
Sindrom Guillain-Barre merupakan sindrom klinis yang ditunjukkan oleh onset akut
dari gejala-gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial. Proses penyakit mencakup
demieliminasi dan degenerasi selaput mielin dari saraf perifer dan saraf kranial.
B. Penyebab
Penyebab umum GBS disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atau pencernaan.
Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi pada dewasa
muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling berat, sindroma Guillain-Barre menjadi suatu
kondisi kedaruratan medis yang membutuhkan perawatan segera. Sekitar 30% penderita
membutuhkan penggunaan alat bantu nafas sementara.
Etiologinya tidak diketahui, tetapi respons alergi atau respons autoimun sangat
mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa sindrom tersebut berasal dari virus.
Akan tetapi, tidak ada virus yang dapat diisolasi sejauh ini. Sindron Guillain-Barre paling
banyak ditimbulkan oleh adanya infeksi (pernafasan atau gastrointestinal)1 sampai 4
minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologis. Pada beberapa keadaan dapat
terjadi setelah vaksinasi atau pembedahan. Hal ini juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus
primer, reaksi imun dan beberapa proses lain, atau sebuah kombinasi beberapa proses.
Salah satu hipotesis menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi autoimun yang
menyerang saraf perifer. Mielin merupakan substansi yang ada di sekitar atau menyelimuti
akson-akson saraf dan berperan penting pada transmisi impuls saraf.
C. Patofisiologi
Garis besar perjalanan klinis GBS terdiri dari dua pola khas yang dibagi menjadi fase
penyusun dan komponennya (gambar 1). Pertama, terjadi infeksi atau stimulasi sistem
kekebalan yang menyebabkan terjadi penyimpangan respon autoimun pada saraf perifer
dan cabang-cabang saraf tulang belakang. Dan juga terjadi mimikri molekuler antara
mikroba dan antigen saraf yang dapat mencetuskan terjadinya gangguan, biasanya
dijumpai pada kasus infeksi C. jejuni. Fase berikutnya adalah terdapat peran faktor genetik
dan lingkungan yang mempengaruhi kerentanan individu. Kelemahan anggota gerak sering
akibat keterlibatan saraf sensorik dan kranial, yaitu 1-2 minggu setelah terjadinya stimulasi
kekebalan tubuh, dan biasanya puncak defisit klinis terjadi pada minggu ke-2 sampai ke-4
(Willson, 2016).
D. Manifestasi Klinis
Umumnya pasien akan mengalami satu kali serangan, berlangsung selama beberapa
minggu kemudian berhenti spontan untuk kemudian pulih kembali. Kerusakan myelin
menyebabkan gangguan fungsi saraf perifer yakni; motorik, sensorik dan otonom.
Manifestasi klinis yang utama adalah kelemahan otot-otot pernapasan yang dapat
menimbulkan kematian.
E. Gejala Klinis
Gejala klinis GBS bervariasi. Kelemahan dan gangguan sensoris merupakan gejala
yang paling sering dijumpai. Biasanya bersifat progresif dimulai dari tungkai bawah dan
bergerak naik, menyebabkan kesukaran dalam bergerak yang sering disebut kaki karet,
kaki cenderung goyah dengan atau tanpa mati rasa atau kesemutansampai paralisis.
Kelemahan bergerak ke atas sampai otot lengan dan wajah,biasanya selama beberapa jam
sampai hari (24 – 72 jam). Seringkali, saraf kranial bawah terpengaruh, menyebabkan
kelemahan bulbar (disfagia orofaringeal, yang meliputi sulit menelan, meneteskan air liur,
dan / atau kesulitan mempertahankan jalan nafas terbuka) dan ophthalmoplegia, yang dapat
mempengaruhi otot-otot pernapasan sehingga menyebabkan gagal napas. Perjalanan
penyakit GBS di bagi menjadi 3 fase.
1. Faseprogresif
Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai gejala
menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan timbul nyeri, kelemahan
progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi tergantung
seberapa berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis
pada waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan
mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan
fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.
2. Faseplateau
Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak didapati baik
perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun derajat
kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama
dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada.
Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi,
keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini.
Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta
fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta
kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan
dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai
fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase
plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.
3. Fasepenyembuhan
Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan perbaikan dan
penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang
menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf
mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk
membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal,
serta mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang
masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini
juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja
kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan
samapi waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari
derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.
Terdapat enam subtipe sindroma Guillain-Barre, yaitu:
a. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP)
Merupakan jenis GBS yang paling banyak ditemukan, dan sering disinonimkan
dengan GBS. Disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang membrane sel
Schwann.
Merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralisis
desendens, berlawanan dengan jenis GBS yang biasa terjadi. Umumnya mengenai
otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala, yakni oftalmoplegia, ataksia,
dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90% kasus.
Menyerang nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini
disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit
ini musiman dan penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi
Anti-GD1a, sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN.
Mirip dengan AMAN, juga menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga
menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat. Penyembuhan lambat
dan sering tidak sempurna.
Merupakan varian GBS yang paling jarang; dihubungkan dengan angka kematian yang
tinggi, akibat keterlibatan kardiovaskular dan disritmia.
Saraf I. Biasanya pada klien Sindrom Guillain Barre tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman.
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisinormal.
Saraf III, IV, dan VI. Penurunan kemampuan membuka dan menutup kelopak mata,
paralisisokular.
Saraf V. pada klien Sindrom Guillain Barre didapatkan paralisis wajah sehingga
mengganggu prosesmengunyah.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya
paralisisunilateral.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tulipersepsi.
Saraf IX dan X. paralisis otot orofaring, kesulitan berbicara, mengunyah, dan
menelan. Kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan
nutrisi viaoral.
Pengkajian Sistem Sensorik. Parestesia (kesemutan kebas) dan kelemahan otot kaki, yang
dapat berkembang ke ektremitas atas, batang tubuh, dan otot wajah. Klien mengalami
penurunan kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu.
c) B4 (Bladder)
d) B5 (Bowel)
e) B6(Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien
secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh
oranglain.
L. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis GBS sangat bergantung pada riwayat penyakit dan perkembangan gejala-
gejala klinik dan tidak ada satu pemeriksaan pun yang dapat memastikan GBS; pemeriksaan
tersebut hanya menyingkirkan dugaan gangguan. Lumbal pungsi dapat menunjukkan kadar
protein normal pada awalnya dengan kenaikan pada minggu ke-4 sampai ke-6. Cairan spinal
memperlihatkan adanya peningkatan konsentrasi protein dengan menghitung jumlah sel
normal.
Pemeriksaan konduksi saraf mencatat transmisi impuls sepanjang serabut saraf.
Pengujian elektrofisiologis diperlihatkan dalam bentuk lambatnya laju konduksisaraf. Sekitar
25% orang dengan penyakit ini mempunyai antibody baik terhadap sitomegalovirus atau viru
Epstein-Barr. Telah ditunjukkan bahwa suatu perubahan respons imun pada antigen saraf
perifer dapat menunjang perkembangan gangguan.
M. Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama dapat merawat klien dengan GBS adalah untuk memberikan pemeliharaan
fungsi system tubuh, dengan cepat mengatasi krisis-krisis yang mengancam jiwa, mencegah
infeksi dan komplikasi imobilitas, serta memberikan dukungan psikologis untuk klien dan
keluarga. Sindrom Guillain-Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dank lien
diatasi di unit perawatan intensif. Klien mengalami masalah pernapasan yang memerlukan
ventilator, kadang untuk periode yang lama.
N.