PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
Pada tahun 1976 terjadi peningkatan kasus GBS lima kali lipat setelah
program vaksinasi influenza babi. Tetapi asosiasi tersebut masih kontroversial.
Hubungan risiko GBS dengan imunisasi lainnya belum dapat dipastikan. Sekitar
1-4 minggu sebelum onset GBS terjadi sindrom viral akut atau manifestasi
penyakit infeksi lainnya. Tetapi rentang waktu yang lebih singkat atau lama masih
dapat terjadi sebagai variasi antar individu. Pada saat onset GBS dimulai biasanya
infeksi antesenden telah berakhir. Infeksi yang sering mendahului GBS adalah
infeksi saluran respirasi dan saluran pencernaan. Kondisi antesenden yang
berkaitan dengan GBS, yaitu infeksi virus (Cocksackie, CMV, Echo, EBV, virus
hepatitis A dan B, HSV, virus Herpes Zoster, HIV, Influenza, Parainfluenza,
Rubella, Mumps, Measles), infeksi bakteri (Borrelia burgdorferi, Campylobacter
jejuni, Legionella pneumoniae, Mycoplasma pneumonia, Shigella, Typhoid,
Brucellosis, Yersinia enterocolitica), kondisi sistemik (penyakit Addison, limfoma
Hodgkin, leukemia, paraproteinemia, kehamilan, sarkoidosis, tumor padat
terutama tumor paru, operasi, eritematosus lupus sistemik, penyakit tiroid, trauma,
dan vaksinasi). Infeksi CMV antesenden merupakan infeksi virus paling sering
yang mendahului GBS dengan konversi serologi hampir 15%. Infeksi CMV
antesenden lebih sering mengenai individu usia muda dengan manifestasi GBS
yang lebih berat, kegagalan respirasi, gangguan sensorik prominen, keterlibatan
saraf kranial, dan peningkatan antibodi terhadap gangliosida GM2.2,3
2.4 Patogenesis
Pada GBS, antigen dari agen infeksi antesenden berinteraksi dengan sel
APC (Antigen Presenting Cell) sehingga sel APC mengekspresikan molekul
MHC kelas II. Sel APC akan mengaktifkan sel T yang juga akan
mengekspresikan MHC kelas II yang serupa. Karena antigen agen infeksi
antesenden memiliki epitop yang mirip dengan antigen saraf tepi maka terjadi
mimikri molekular, sehingga terjadi invasi juga ke jaringan saraf perifer. Sel T
aktif akan merusak sawar darah saraf sehingga mentarget antigen endoneurial dan
melepaskan sitokin inflamasi, seperti IL-2 dan TNF. Peningkatan sitokin IL-2 di
serum dan IL-6 serta TNF-α di CSF merupakan bukti aktivasi imun selular.
Pelepasan sitokin inflamasi akan merekrut makrofag untuk menginvasi mielin.
Selain itu juga terjadi invasi makrofag. Inflamasi paling intens terjadi pada area
perivaskular dan radiks spinal dimana terjadi invasi sel imun. 2,5
Patofisiologi GBS juga melibatkan sistem imun humoral. Injeksi serum
dari pasien GBS yang ditransfer ke saraf perifer hewan coba menginduksi
demielinisasi lokal. Koski et al mendemonstrasikan peningkatan level antibodi
antimielin komplemen berhubungan dengan aktivitas penyakit pada pasien GBS.
Peneliti lainnya berhasil mendemonstrasikan deposisi komplemen di permukaan
luar sel Schwann melalui imunositokimia. Keberadaan kompleks komplemen
terminal (C5b-9) berkaitan dengan perubahan vesikular pada lamela mielin terluar
yang terjadi sebelum invasi sel T dan makrofag. Pada bervariasi dan distribusinya
menjelaskan varian-varian GBS. Antigen yang dieskpresikan oleh saraf tepi
adalah gangliosida (GM1, asialo-GM1, GQ1b, GD1a, GT1a) dan distribusi
anatomisnya pada saraf tepi menjelaskan patofisiologi varian GBS. Tabel di
bawah memaparkan antibodi yang terlibat pada berbagai varian GBS. Sindrom
Miller-Fisher berkaitan dengan antibodi IgG anti-GQ1b. Antigen GQ1b banyak
terdapat di saraf motorik ekstraokular dibandingkandi saraf motorik ekstremitas
sehingga menjelaskan manifestasi Sindrom Miller-Fisher. Antibodi monoclonal
anti-GQ1b yang diinduksi oleh C. jejuni juga memblok transmisi neuromuskular
secara eksperimental. GBS dengan keterlibatan aksonal yang prominen, produk
aktivasi komplemen (C3d) berikatan dengan aksolema akson motorik dan pada
kasus yang berat Ig dan C3d juga ditemukan di ruang periaksonal internodal.2,5
Klasifikasi
GBS dapat dibagi menjadi sedikitnya 4 subtipe utama menurut klinis dan
elektrofisiologis yaitu : acute inflammatory demyelinating polyneuropathy
(AIDP), acute motor axonal neuropathy (AMAN), acute motorsensory axonal
neuropathy (AMSAN) dan miller fisher syndrome (MSF). AIDP ditandai dengan
terjadinya demyelinisasi, AMAN terbatas pada gejala klinis berupa motorik
murni,dan AMSAN lebih berat dengan keterlibatan motor-sensory. Polymerase
chain reaction (PCR) merupakan alat yang sensitif untuk mendeteksi infeksi C.
jejuni pada pasien GBS.1
1. AIDP
2. AMAN
Acute motor axonal neuropathy (AMAN) lebih umum terjadi di Jepang
dan Cina, pada usia dewasa muda, serta memiliki hubungan dengan infeksi
Campylobacter jejuni yang mendahuluinya (figure 2) disertai peningkatan titer
antibodi gangliosida (GM1, GD1a, GD1b). Pada varian ini ditemukan gangguan
motorik murni dan secara klinis menyerupai demielinisasi pada GBS dengan
paralisis asenden simetris. Manifestasi klinis mirip dengan AIDP namun masih
didapatkan refleks tendon. Seperti AIDP, AMAN diyakini merupakan kerusakan
yang diperantarai oleh IgG- dan complemen. Tes elektrofisiologis dapat
membedakannya dari varian GBS lainnya dengan ditemukannya keterlibatan lesi
aksonal nervus motorik. Pada AMAN, proses patologis meliputi ikatan antibodi
terhadap antigen gangliosida pada membran sel akson, invasi makrofag, inflamasi
dan kerusakan aksonal. Varian ini dibedakan dengan GBS klasik berdasarkan
gambaran elektrofisiologi yang berupa aksonopati motorik murni yang konsisten.
Histopatologi menunjukkan degenerasi Wallerian tanpa inflamasi limfositik
signifikan. Prognosisnya cukup baik melalui pemulihan yang cepat pada sebagian
besar kasus. Pada kasus yang berat pemulihan dapat berlangsung selama bertahun-
tahun. 1,2,5
3. AMSAN
I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis: Terjadinya kelemahan yang progresif dan
hiporefleksi
a. Ciri-ciri klinis:
Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat,
maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2
minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
Relatif simetris, asending
Gejala gangguan sensibilitas ringan
Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering
bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang
mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus
neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,
dapat memanjang sampai beberapa bulan.
Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,
hipertensi dan gejala vasomotor.
Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi
peningkatan pada LP serial
Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
Varian: Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu
gejala, Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
Tabel 3. Kriteria Diagnostik GBS 2,7
Tabel 4. Diferensial Diagnosis GBS 8
Lumbal Punksi : peningkatan level protein tanpa disertai peningkatan jumlah sel
(disosiasi citoalbumin) 1,7
2.8 Tatalaksana
2.9 Prognosis
6
Table 5. Skala diasibilitas Guillain-Barre´ syndrome menurut Hughes et al. (1978)