Nama Kelompok:
PRODI S1 KEPERAWATAN
1
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa itu Guillain Barre Syndrome ?
1.2.2 Bagaimana etiologi Guillain Barre Syndrome ?
1.2.3 Seperti apa patofisiologi Guillain Barre Syndrome ?
1.2.4 Bagaimana tanda dan gejala Guillain Barre Syndrome ?
1.2.5 Apa saja pmeriksaan penunjang Guillain Barre Syndrome ?
1.2.6 Apa saja komplikasi Guillain Barre Syndrome ?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan Guillain Barre Syndrome ?
1.2.8 Bagiamana pencegahan Guillain Barre Syndrome ?
1.2.9 Bagaimana asuhan keperawatan Guillain Barre Syndrome ?
4
1.4 Sistematika Penulisan
Penyusun menggunakan metode pengumpulan data dan
informasi dengan melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-
sumber yang relevan dari SDKI, SIKI, SLKI, NANDA, NIC-NOC,
medical surgical, dan artikel jurnal.
1.5 Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
infoemasi baik bagi tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum
mengenai penyakit Guillain Barre Syndrome.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.2 Etiologi
6
model hewan menunjukkan peran kunci mimikri molekuler.
Pada infeksi gastrointestinal Campylobacter jejuni,
lipooligosaccharide yang ada di membran luar bakteri mirip
dengan gangliosida yang merupakan komponen saraf perifer.
Oleh karena itu, respons imun yang dipicu untuk melawan
infeksi dapat menyebabkan reaksi silang pada saraf host.
1.1.3 Patofisiologi
1.1.4 Manifestasi Klinis ( Smeltzer, Suzanna, 2002 )
1. Parestesia ( kesemutan dan bebas )
2. Kelemahan otot kaki yang dapat berkembang ke
ekstremitas atas, batang tubuh dan otot wajah.
3. Paralisis pada ocular, wajah dan otot orofaring,
kesukaran berbicara, mengunyah dan menelan.
4. Disfungsi autonon yang berakibat kurang bereaksinya
system saraf simpatis dan parasimpatis, seperti
gangguan jantung dan ritme, perubahan TD
7
( hipertensi transien, hipotensi ortostik ), dan
gangguan vasomotori lainnya.
5. Kehilangan sensasi posisi tubuh.
1.1.5 Komplikasi
Komplikasi GBS yang paling berat adalah kematian, akibat
kelemahan atau paralisis pada otot-otot pernafasan. Tiga puluh
persen% penderita ini membutuhkan mesin bantu pernafasan
untuk bertahan hidup, sementara 5% penderita akan meninggal,
meskipun dirawat di ruang perawatan intensif. Sejumlah 80%
penderita sembuh sempurna atau hanya menderita gejala sisa
ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti
halnya kesemutan atau baal. Lima sampai sepuluh persen
mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang lebih serius dan
permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10%
diantaranya beresiko mengalami relaps. Dengan penatalaksanaan
respirasi yang lebih modern, komplikasi yang lebih sering terjadi
lebih diakibatkan oleh paralisis jangka panjang, antara lain
sebagai berikut:
1. Paralisis otot persisten
2. Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik
3. Aspirasi
4. Retensi urin
5. Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas
6. Nefropati, pada penderita anak
7. Hipo ataupun hipertensi
8. Tromboemboli, pneumonia, ulkus
9. Aritmia jantung
10. Ileus
Komplikasi yang paling ditakuti adalah gangguan pernapasan dan
kelumpuhan bulbar.
8
1.1.6 Pemeriksaan Penunjang ( Grace dan borley, 2007 )
1. pungsi lumbal berurutan : memperlihatkan
fenomena klasik dari tekanan normal dan jumlah
sel darah putih yang normal, dengan peningkatan
protein nyata dalam 4-6 minggu. Biasanya
peningkatan protein tersebut tidak akan tampak
pada 4-5 hari pertama, mungkin diperlukan
pemeriksaan seri pungsi lumbal ( perlu diulang
untuk dalam beberapa hari ).
2. Elektromiografi : hasilnya tergantung pada tahap dan
perkembangan sindrom yang timbul. Kecepatan
konduksi saraf diperlambat pelan. Fibrilasi ( getaran
yang berulang dari unit motorik yang sama )
umumnya terjadi pada fase akhir.
3. Darah lengkap : terlihat adanya leukositosis pada fase
awal.
4. Fotorontgen : dapat memperlihatkan berkembangnya
tanda-tanda dari gangguan pernapasan, seperti
atelektasis, pneumonia.
5. Pemeriksaan fungsi paru : dapat menunjukkan adanya
penurunan kapasitas vital, volume tidal, dan
kemampuan inspirasi.
1.1.7 Penatalaksanaan
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri,
pengobatan secara umum bersifat simptomatik. Meskipun
dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu
dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka
kecacatan ( gejala sisa ) cukup tinggi sehingga pengobatan
tetap harus diberikan.
9
Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya
penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem
imunitas ( imunoterapi ).
1. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitihan mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi GBS.
2. Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma. Exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakai
pasmaparesis pada GBS memperlihatkan hasil yang baik, berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek . pengobatan
dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14
hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset
gejala ( minggu pertama ).
3. Pengobatan imunosupresan
a. Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intravena lebih
menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
samping/ komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0,4
gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis
maintenance 0,4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
b. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah :
- 6 merkaptopurin ( 6-MP )
- Azathioprine
- Cyclophosphamid
10
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
11
Tanda : Kelemahan pada otot-otot abdomen,
hilangnya sensasi anal (anus) atau berkemih dan
reflex sfingter.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Gejala : Adanya kelemahan dan paralisis secara
simetris yang biasanya dimulai dari ekstremitas
bagian bawah dan selanjutnya berkembang dengan
cepat ke arah atas. Kesulitan dalam bernapas, napas
pendek menyebabkan sulit beraktivitas. Perubahan
tekanan darah (hipertensi/hipotensi) menganggu
latihan.
Tanda : Kelemahan otot, paralisis flaksid (simetris),
cara berjalan tidak mantap. Pernapasan perut,
menggunakan otot bantu napas, tampak
sianosis/pucat. Takikardi/bradikardi, distrimia.
5. Pola Persepsi Kognitif
Gejala : Kebas, kesemutan yang dimulai dari kaki
atau jari-jari kaki dan selanjutnya terus naik,
perubahan rasa terhadap posisi tubuh, vibrasi, sensasi
nyeri, sensasi suhu, dan perubahan dalam ketajaman
penglihatan.
Tanda : Hilangnya/menurunnya reflex tendon dalam,
hilangnya tonus otot, adanya masalah dengan
keseimbangan. Lalu, adanya kelemahan pada otot-
otot wajah, terjadi ptosis kelopak mata. Kehilangan
kemampuan untuk berbicara.
6. Pola Peran dan Hubungan Dengan Sesama
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk berbicara dan
berkomunikasi.
7. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap
Stress Gejala : Perasaan cemas dan terlalu
12
berkonsentrasi pada masalah yang dihadapi. Tanda :
Tampak takut dan bingung.
C. Pola Pengkajian B1-B6
Pada klien GBS biasanya didapatkan suhu tubuh
normal. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan
tanda-tanda penurunan curah jantung. eningkatan
frekuensi pernapasan berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem
pernapasan dan adanya akumulasi sekret akibat insufisiensi
pernapasan. Didapatkan ortostatik hipotensi atau meningkat
(hipertensi transien) berhubungan dengan penurunan reaksi
saraf simpatis dan parasimpatis.
1. B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan
karena infeksi saluran pernapasan dan paling sering
didapatkan pada klien GBS adalah penurunan
frekuensi pernapasan karena melemahnya fungsi otot-
otot pernapasan. Palpasi biasanya taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan GBS
berhubungan akumulasi sekret dari infeksi saluran
napas.
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler pada
klien GBS didapatkan bradikardi yang berhubungan
dengan penurunan perfusi perifer.-ekanan darah
didapatkan ortostatik hipotensi atau meningkat
( hipertensi transien ) berhubungan dengan penurunan
reaksi saraf simpatis dan parasimpatis.
3. B3 (Brain)
13
Merupakan pengkajian fokus meliputi :
a. Tingkat kesadaran pada klien GBS biasanya
kesadaran Compos mentis. Apabila klien
mengalami penurunan tingkat kesadaran maka
penilaian GBS sangat penting untuk menilai
dan sebagai bahan evaluasi untuk monitoring
pemberian asuhan keperawatan.
b. Fungsi serebri
Status mental observasi penampilan klien dan
tingkah lakunya, nilai gaya biara klien dan
observasi ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik yang ada pada klien GBS tahap
lanjut disertai penurunan tingkat kesadaran
biasanya status mental klien mengalam
perubahan.
c. Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I. Biasanya pada klien GBS tidak
ada kelainan dan fungsi penciuman
Saraf II Tes ketajaman penglihatan pada
kondisi normal.
Saraf III, IV, dan VI. Penurunan
kemampuan membuka dan menutup
kelopak mata, paralis okular.
Saraf V. Pada klien GBS didapatkan
paralis pada otot wajah sehingga
mengganggu proses mengunyah.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam
batas normal, wajah asimetris karena
adanya paralisis unilateral.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi.
14
Saraf IX dan X. paralisi otot orofaring,
kesukaran berbicara, mengunyah, dan
menelan. Kamampuan menelan kurang
baik sehngga mengganggu pemenuhan
nutrisi via oral.
Kaji tanda Verbal dan non Verbal Reaksi verbal atau nonverbal dapat
kecemasan, dampingi klien, dan menunjukkan rasa agitasi, marah
lakukan tindakan bila menunjukkan dan gelisah
perilaku merusak
Hindari konfrantasi Konfrontasi dapat meningkatkan
rasa marah, menurunkan kerja
sama, dan mungkin memperlambat
penyembuhan
Mulai melakukan tindakkan untuk Mengurangi rangsangan eksternal
mengurangi kecemasan. Beri yang tidak perlu
lingkungan yang tenang dan
suasana penuh istirahat
Orientasikan klien terhadap Orientasi dapat menurunkan
prosedur rutin dan aktivitas yang kecemasan
diharapkan
15
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d paralisis otot pernapasan
Noc : Setelah dilakukan tindakan Asuhan Keperawatan 3x 24 Jam
diharapkan Pola napas pasien menjadi efektif atau paten
Nic :
- Pantau frekuensi, kedalaman, dan kesimetrisan pernapasan
Perhatikan gerakan dada, penggunaan otot-otot bantu, serta
retraksi otot.
- Catat peningkatan kerja napas dan obervasi warna kulit dan
membrane mukosa.
- Pantau pola pernapasan bradipnea, apnea.
16
- Pantau pemeriksaan laboratorium seperti Hb.
3. Ganguan persepsi sensori penglihatan b.d paralisis okuler
Noc : Setelah dilakukan tindakan Asuhan Keperawatan 3x 24 Jam
diharapkan pasien dapat mempertahankan fungsi sensori
penglihatan
Nic :
- Kaji lingkungan terhadap kemungkinan bahaya terhadap
keamanan
- Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis
pasien
- Pantau tingkat kesadaran pasien
17
Noc : Setelah dilakukan tindakan Asuhan Keperawatan 3x 24 Jam
diharapkan Nyeri pasien teratasi
Nic :
- Evaluasi derajat nyeri/rasa tidak nyaman dengan
menggunakan skala 0-10.
- Observasi adanya tanda-tanda nonverbal dari nyeri tersebut.
- Berikan masase atau sentuhan sesuai toleransi pasien secara
individual.
- Ajarkan tehnik relaksasi, atau distraksi.
18
- Berikan privasi dan posisi fowler dengan jadwal waktu secara
teratur.
- Beri obat pelembek feses.
19
Betz Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta:
EGC
20