Oleh:
Nadya Andrea Perdana : 22710031
Ilham Akbar Habibie : 22710120
Pembimbing :
dr. Estu Nila Widuri, Sp.S
SMF NEUROLOGI
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Referat
Disusun Oleh :
HARI :…………………………………………
TANGGAL :…………………………………………
MENGETAHUI
DOKTER PEMBIMBING,
Terselesaikannya referat ini tentunya tak lepas dari dorongan dan uluran
tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, tak salah kiranya bila penulis
mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:
1. dr. Estu Nila Widuri, Sp.S selaku Staff bagian Ilmu Penyakit Saraf serta
sebagai pembimbing referat di RSU dr.Wahidin Sudirohusodo yang telah
memberikan banyak ilmunya kepada penulis sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas ini dengan maksimal.
2. Orang tua penulis serta semua keluarga yang selalu mendukung dan
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan referat ini.
3. Teman-teman pendidikan Dokter Umum angkatan 2022 yang telah banyak
membantu menyelesaikan referat ini.
4. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan referat ini.
Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun sebagai masukan yang berharga bagi penulis. Semoga nantinya
referat ini bisa memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas dan
masyarakat.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
GBS adalah sindrom pasca infeksi yang didefinisikan dengan onset yang
tertunda dari gejala akut infeksi didahului oleh infeksi simtomatik seperti seperti
influenza, atau cytomegalovirus pada sekitar dua pertiga kasus . Guillain-Barre
Sindrom (GBS), juga dikenal sebagai akut polineuropati demyelinating inflamasi,
adalah demye- penyakit lapisan pada sistem saraf tepi yang disebabkan oleh
produksi antibodi otomatis terhadap myelin. GBS dapat terjadi beberapa minggu
setelah infeksi bakteri atau virus dan biasanya hadir dengan parestesia, demam,
dan malaise sebelum onset akut kelemahan asenden simetris, kelemahan motorik,
dan kehilangan sensorik. Banyak penyebabnya bakteri dan virus memiliki
oligosakarida di permukaan sel mereka yang meniru gangliosida inang,
menyebabkan sistem kekebalan inang untuk secara tidak tepat menargetkan
mereka sendiri sel dalam proses yang dikenal sebagai mimikri molekuler.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Epidemiologi
Penyakit GBS sudah ada sejak tahun 1859. Nama Guillain Barre diambil
dari dua ilmuwan Perancis, Guillain dan Barre yang menemukan dua orang
prajurit perang di tahun 1916 yang mengindap kelumpuhan kemudian sembuh
setelah menerima perawatan medis. GBS termasuk penyakit langka dan terjadi
hanya 1 atau 2 kasus per 100.000 di dunia tiap tahunnya.
C. Etiologi
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
F. Diagnosis
1. Pemeriksaan LCS
Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1 – 1,5 g/dl )
tanpa diikuti kenaikan jumlah sel (disosiasi cyto-albumin). Keadaan ini oleh
Guillain (1961) disebut sebagai disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan
cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil apapun juga.
Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua.
Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang
kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic dissociation).
2. Pemeriksaan EMG
Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan
terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada
akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan. Pada kasus dengan
demielinasi, memanjangnya distal latency, perlambatan kecepatan hantaran,
adanya blok konduksi dan dispersi temporal dari potensial aksi gabungan adalah
gambaran yang biasa ditemukan.
3. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira-kira
pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran
cauda equina yang bertambah besar.
H. Diagnosa Banding
1. Poliomyelitis
Penyakit ini ditandai dengan adanya demam dan myalgia yang berat, diikuti
dengan kelumpuhan otot tipe flaksid yang asimetris. Pada cairan
serebrospinal dijumpai pleocytosis dan tidak dijumpai keterlibatan sensorik.
2. Botulism
Sering terjadi pada kelompok yang mengkonsumsi makanan kaleng. Gejala
diawali dengan diplopia.
3. Neuropati logam berat
Onset kelemahan lebih lambat. Pada kebanyakan kasus dijumpai riwayat
terpapar logam berat di daerah industri.
4. Paralisis periodik hipo atau hiperkalemik
Onset yang tiba – tiba dari paralisis general dengan disertai salah satu apakah
hipo atau hiperkalemik.
5. Polymyositis akut
Dijumpai kelemahan simetris otot proximal dengan onset akut. Ruam sering
didapati pada dermatomysitis. Laju endap darah dan level creatine
phosphokinase meningkat.
6. Myasthenia gravis
Ptosis dan kelemahan okulomotor yang merupakan gambaran GBS pada
beberapa kasus dapat menyerupai myasthenia gravis, tetapi pada perjalanan
penyakit selanjutnya tidak dijumpai gangguan sensoris, reflek tendon (+).
I. Penatalaksanaan
Non-farmakologi
Farmakologi
Pengobatan yang telah diuji secara pada GBS ada tiga macam yaitu
kortikosteroid, plasma exchange dan intravenous immunoglobulin (IVIG). Dari
ketiganya, plasma exchange dan IVIG yang memperlihatkan keefektifannya.
Efikasi plasma exchange (PE) dan IVIG tampaknya sama dalam memperpendek
durasi penyakit. Terapi kombinasi tidak memperlihatkan penurunan disabilitas
yang bermakna. Keputusan untuk menggunakan terapi didasarkan kepada
keparahan penyakit, laju progresifitas dan rentang waktu antara simptom pertama
dengan presentasi klinis.
1. Intravenous immunoglobulin
Saat ini IVIG merupakan pilihan terapi untuk GBS. Dosis total standar
untuk suatu pemberian IVIG adalah 2gr/kg. Secara konvensional diberikan
0,4g/kg/hari selama 5 hari.
Intravenous immunoglobulin (IVIG) bekerja dengan menetralisir antibodi
myelin yang melalui antibodi anti-idiotypic, menurunkan sitokin proinflamasi
seperti interferon-gamma (INF-gamma), juga menghambat kaskade
komplemen dan memicu remielinisasi.
Pada prakteknya pemberian IVIG relatif lebih mudah dan aman
dibandingkan PE, sehingga umumnya IVIG merupakan pengobatan yang
lebih dipilih. Namun terdapat situasi dimana PE lebih dipilih atau
diindikasikan, misalnya :
a. Adanya kontraindikasi penggunaan IVIG
b. Intoleransi atau efek samping yang serius pada penggunaan IVIG
c. IVIG tidak tersedia sedang PE tersedia
2. Plasma Exchange
Albumin digunakan pada PE saat plasma pasien ditukar dengan subsitusi
plasma. Dapat menghilangkan autoantibodi dan kompleks imun dari serum.
Plasma exchange diberikan bersamaan dengan albumin (50 ml/kg) selama
periode 10 hari dan terbukti mempercepat pemulihan dan dapat membantu
menghilangkan konstituen sitotoksik dari serum.
Plasma exchange dilakukan sebanyak lima kali pada hari yang berselang.
Setiap kali PE, 40-50 ml/kg plasma dikeluarkan dan digantikan, setengahnya
dengan saline 0,9% dan setengahnya dengan albumin 5% dalam 0,9% larutan
saline. Regimen replacement dengan menggunakan albumin sama efektifnya
dengan regimen yang menggunakan fresh frozen plasma.
3. Neuroprotektan
Sebagian besar pasien dengan GBS dapat sembuh total meskipun memerlukan
beberapa bulan terapi intensif. Kecacatan persisten dapat terjadi pada 15% pasien,
10% tidak dapat berjalan tanpa bantuan pada satu tahun. Dan kekambuhan dapat
terjadi pada 2-5% kasus. Kematian pada GBS berkisar antara 2- 12%. Penyebab
kematian yang umum akibat tromboemboli vena, pneumonia, aritmia dan
komplikasi yang berhubungan dengan disautonomia.
BAB III
KESIMPULAN