KELOMPOK A9
TUTOR :
SKENARIO 3
b. GBS
1. AIDP : progresif, hiporefleks
2. AMAN
3. AMSAN perifer sensorik
4. MFS
b. Poliomyelitis
Poliomyelitis atau penyakit polio adalah penyakit serius
yang disebabkan oleh infeksi salah satu dari tiga jenis virus polio.
Virus ini menyebar melalui kontak dengan makanan, air atau
tangan yang terkontaminasi dengan kotoran (tinja) atau sekresi
tenggorokan dari orang yang terinfeksi.
Virus penyebab polio adalah polio virus, Virus
ini menyebar ketika makanan, air atau tangan yang terkontaminasi
dengan kotoran (tinja penderita) atau dahak dan ingus dari orang
yang terinfeksi kemudian masuk ke mulut orang yang sehat.
Gejala penyakit polio akan muncul dalam waktu tiga sampai 21
hari setelah virus polio masuk dan orang ini akan bisa menularkan
pada tujuh sampai 10 hari sebelum dan setelah gejala muncul.
Seseorang yang terinfeksi akan tetap menular selama virus terus
dibuang melalui kotorannya, yang bisa berlanjut selama beberapa
minggu. Biasanya, virus tetap di tenggorokan selama satu sampai
dua minggu. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa
menyebabkan kesulitan bernapas, kelumpuhan, dan pada sebagian
kasus menyebabkan kematian.
c. Syndrome pasca polio
Sindrom pasca-polio biasanya menimpa orang-orang yang
rata-rata 30-40 tahun sebelumnya pernah menderita penyakit
polio. Gejala yang sering terjadi di antaranya:
- Sulit bernapas atau menelan
- Sulit berkonsentrasi atau mengingat
- Persendian atau otot makin lemah dan terasa sakit
- Depresi atau mudah berubah suasana hati
- Gangguan tidur dengan kesulitan bernapas
- Mudah lelah
- Massa otot tubuh menurun.
d. Lock in syndrome
Locked-in syndrome (LIS) adalah suatu kondisi di mana
pasien sadar tetapi tidak dapat bergerak atau berkomunikasi
secara verbal karena terjadi kelumpuhan diseluruh tubuh kecuali
untuk menggerakkan mata secara vertikal dan berkedip. Orang
yang terkena LIS sadar dan cukup utuh kognitif untuk dapat
berkomunikasi dengan gerakan mata. Locked-in syndrome juga
dikenal sebagai pemutusan cerebromedullospinal, de-efferented
state, pseudocoma, dan ventral sindrom pontine.
Locked-in syndrome biasanya menghasilkan quadriplegia
dan ketidakmampuan untuk berbicara. Mereka dengan sindrom
LIS mungkin dapat berkomunikasi dengan orang lain melalui
pesan dikodekan oleh berkedip atau gerakan mata mereka, yang
sering tidak terpengaruh oleh kelumpuhan. Gejalanya mirip
dengan kelumpuhan tidur. Mereka kadang-kadang dapat
mempertahankan proprioception dan sensasi di seluruh tubuh
mereka. Beberapa pasien mungkin memiliki kemampuan untuk
menggerakkan otot wajah tertentu, dan paling sering beberapa
atau semua otot ekstraokular. Individu dengan sindrom LIS
mengalami kekurangan koordinasi antara pernapasan dan suara.
Hal ini untuk mencegah mereka menghasilkan suara sukarela,
meskipun pita suara tidak lumpuh.
Tidak seperti kondisi vegetatif, di mana bagian atas otak
yang rusak dan bagian bawah terhindar, locked-in syndrome
disebabkan oleh kerusakan bagian tertentu dari otak yang lebih
rendah dan batang otak, dengan tidak ada kerusakan pada otak
bagian atas.
Kemungkinan penyebab locked-in syndrome meliputi:
- Keracunan kasus lebih sering dari gigitan Krait dan racun
neurotoksik lainnya, karena mereka bisa biasanya melewati
sawar darah-otak
- Amyotrophic lateral sclerosis (alias penyakit Lou Gehrig)
- Penyakit pada sistem peredaran darah
- multiple sclerosis
- Kerusakan sel-sel saraf, terutama kerusakan selubung mielin,
yang disebabkan oleh penyakit atau pontine pusat
myelinolysis sekunder untuk koreksi yang cepat dari
hiponatremia
- Sebuah stroke atau pendarahan otak, biasanya dari arteri
basilar
- cedera otak traumatis
- Hasil dari lesi otak-batang
Neuroanatomi Macam
KELEMAHAN
OTOT
Diagnosis
Patofisiologi
Banding
E. Langkah V.Merumuskan tujuan pembelajaran.
Kami sudah mendapatkan learning objectives, antara lain:
1. Menjelaskan neuroanatomi kelemahan otot
2. Menjelaskan jenis kelemahan otot
3. Menjelaskan penyakit terkait kelemahan otot
4. Menjelaskan patofisiologi terkait kelemahan otot
5. Menjelaskan komplikasi kelemahan otot
6. Menjelaskan pemeriksaan kelemahan otot
Diplegi
Kelumpuhan atau kelemahan otot-otot anggota gerak berikut wajah kedua
belah sisi, karena lesi vaskuler bilateral di kapsula interna atau korteks
motoric.
Hemiplegia alternans
Kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan dan tungkai sisi
kontralateral terhadap lesi di batang otak dengan kelumpuhan otot yang
disarafi saraf otak ipsilateral setinggi lesi, berikut kelumpuhan otot-otot yang
disarafi saraf otak yang terletak di bawah lesi pada sisi kontralateral.
Monoplegia
Kelemahan atau kelumpuhan otot-otot salah satu anggota gerak karena lesi
kecil di kapsula interna atau korteks motoric. Istilah monoplegi tidak
digunakan untuk kelumpuhan atau kelemahan sekelompok otot yang disarafi
oleh suatu saraf tepi.
Paraplegia
Kelumpuhan kedua tungkai akibat lesi bilateral atau transversal di medulla
spinalis di bawah tingkat servikal.
Paralisis non-neurogenik
Kelemahan atau kelumpuhan ototo karena lesi di motor end plate atau lesi
structural atau biokimiawi pada otot.
a. Miastenia Gravis.
Miastenia gravis berarti kelemahan otot yang serius dan merupakan
satusatunya penyakit neuromuskular yang menggabungkan kelelahan cepat
otot volunter dan waktu penyembuhan yang lama. Pada miastenia gravis,
konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin normal
menjadi menurun yang diyakini terjadi akibat cedera autoimun. Pada
penderita MG, otot tampak normal secara makroskopik walaupun mungkin
terdapat atrofi disuse. Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan
otot levator palpebra kelopak mata. Secara umum, gejala MG dapat
diringankan dengan istirahat.
b. Sindrom Guillain-Barré
Gambaran utama GBS adalah paralisis motorik asendens secara
promer denan berbagai gangguan fungsi sensorik. GBS adalah gangguan
neuron motorik bagian bawah dalam saraf perifer. Keadaan pencetus yang
paling sering dijumpai adalah infeksi Campylobacter jejuni, yang secara
khas menyebabkan penyakit GI swasirna yang ditandai dengan diare, nyeri
abdomen, dan demam. Kejadian ini merubah sel dalam sistem saraf
sehingga sistem imun mengenali sel tersebut menjadi sel asing dan
menyerang mielin. Gejala yang ditimbulkan adalah nyeri parestesia,
kelemahan atau paralisis otot, hilangnya refleks tendon, dan menurunnya
sensasi.
c. Sindrom Pascapolio
Merupakan kelemahan otot progresif biasanya dimulai awal usia 20
hingga 30 tahun setelah sembuh dari infeksi virus poliomielitis. Gejala
klasik mencakup kelelahanyang tidak biasa, kelemahan otot baru, dengan
atau tanpa atrofi otot dan nyeri otot yang sering disertai oleh kejang otot
(International Polio Network, 1999)
4) Lesi pons
Lesi pons yang melibatkan traktus piramidalis (contohnya pada
tumor, iskemia batang otak, perdarahan) menyebabkan hemiparesis
kontralateral atau mungkin bilateral. Serabut-serabut yang
mempersarafi nukleus fasialis dan nukleus hipoglosalis telah berjalan
ke daerah yang lebih dorsal sebelum mencapai tingkat ini; dengan
demikian, kelumpuhan nervus hipoglosus dan nervus fasialis tipe
sentral jarang terjadi.
5) Sindrom radikular.
Radiks terutama sangat rentan terhadap kerusakan pada atau di
dekat jalan keluarnya melalui foramina intervertebra. Penyebab
tersering meliputi proses stenosis (penyempitan foramina, misalnya
akibat pertumbuhan tulang yang berlebihan), protrusio diskus, dan
herniasi diskus yang menekan radiks yang keluar. Proses lain, seperti
penyakit infeksi pada korpus vertebrae, tumor, dan trauma, dapat
juga merusak radiks nervus spina ketika keluar dari medula spinalis.
Lesi radikular menimbulkan manifestasi karakteristik berikut:
- Nyeri dan defisit sensorik pada dermatom yang sesuai.
- Kerusakan sensasi nyeri lebih berat dibandingkan modalitas
sensorik lainnya.
- Penurunan kekuatan otot-otot pengindikasi-segmen dan, pada
kasus yang berat dan jarang, terjadi atrofi otot.
- Defisit refleks sesuai dengan radiks yang rusak
- Tidak adanya defisit otonom (berkeringat, piloereksi, dan fungsi
vasomotor pada ekstremitas, karena serabut simpatis dan
parasimpatis bergabung deng saraf perifer di distal radiks dan
dengan demikian tidak dirusak oleh radikular.
c. Neuropati
Transeksi beberapa saraf perifer menimbulkan paresis flaksid pada
otot yang dipersarafi oleh saraf tersebut, defisit sensorik pada distribusi
serabut-serabut saraf aferen yang terkena, dan defisit otonom.
Ketika kesinambungan suatu akson terganggu, degenerasi akson
dan selubung mielinnya dimulai dalam beberapa jam atau hari di lokasi
cedera, kemudian berjalan ke arah distal menuruni akson tersebut, dan
biasanya selesai dalam 15-20 hari (disebut degenerasi sekunder atau
degenerasi Walleriari).
Penyebab kelumpuhan saraf perifer terisolasi yang lebih sering
adalah: kompresi saraf di titik yang rentan secara anatomis atau daerah
leher botol (sindrom skalenus, sindrom terowongan kubital, sindrom
terowongan karpal, cedera n.peroneus pada kaput fibula, sindrom
terowongan tarsal); cedera traumatik (termasuk lesi iatrogenik, misalnya
cedera akibat tusukan atau injeksi); dan iskemia (misalnya, pada sindrom
kompartemen dan, yang lebih jarang, proses infeksi/ inflamasi).
1) Mononeuropati
Gangguan saraf perifer tunggal akibat trauma, khususnya akibat
tekanan, atau gangguan suplai darah (vasa nervorum).
Gangguan sistemik yang secara umum dapat menyebabkan saraf
sangat sensitif terhadap tekanan, misalnya diabetes melitus, atau
penyakit lain yang menyebabkan gangguan perdarahan yang
menyebar luas, misalnya vaskulitis, dapat menyebabkan neuropati
multifokal (atau mono-neuritis multipleks).
a) Carpal tunnel syndrome
Sindrom ini terjadi akibat kompresi nervus medianus
pada pergelangan tangan saat saraf ini melalui terowongan
karpal, yang dapat terjadi:
- Secara tersendiri, contohnya pasien dengan pekerjaan
yang banyak menggunakan tangan,
- Pada gangguan yang menyebabkan saraf menjadi
sensitif terhadap tekanan, misalnya diabetes melitus,
- Saat terowongan karpal penuh dengan jaringan lunak
yang abnormal
- Gambaran klinis sindrom terowongan karpal adalah:
- Nyeri di tangan atau lengan, terutama pada malam hari,
atau saat bekerja,
- Pengecilan dan kelemahan otot-otot eminensia tenar,
- Hilangnya sensasi pada tangan pada distribusi nervus
medianus,
- Parestesia seperti kesemutan pada distribusi nervus
medianus saat dilakukan perkusi pada telapak tangan
daerah terowongan karpal (tanda tinel),
- Kondisi ini sering bilateral.
b) Neuropati ulnaris
Nervus ulnaris rentan terhadap kerusakan akibat
tekanan pada beberapa tempat di sepanjang perjalanannya,
tetapi terutama pada siku.
Gambaran klinis meliputi:
- Nyeri dan/atau parestesia seperti kesemutan yang
menjalar ke bawah dari siku ke lengan sampai batas
ulnaris tangan,
- Atrofi dan kelemahan otot-otot intrinsik tangan
- Hilangnya sensasi tangan pada distribusi nervus ulnaris,
- Deformitas tangan cakar (claw hand) yang khas pada
lesi kronik
Pemeriksaan konduksi saraf dapat menentukan lokasi
lesi sepanjang perjalanan nervus ulnaris.
Lesi ringan dapat membaik dengan balutan tangan pada
malam hari, dengan posisi siku ekstensi untuk mengurangi
tekanan pada saraf. Untuk lesi yang lebih berat, dekompresi
bedah atau transposisi nervus ulnaris, belum dapat dijamin
keberhasilannya. Tetapi operasi diperlukan jika terdapat
kerusakan nervus ulnaris terus-menerus, yang ditunjukkan
dengan gejala nyeri persisten dan/atau gangguan motorik
progresif.
2) Polineuropati
Proses patologis yang mengenai beberapa saraf tepi disebut
polineuropati, dan proses infeksi atau inflamasi yang mengenai
beberapa saraf tepi disebut polineuritis. Polineuropati dapat
diklasifikasikan berdasarkan kriteria struktur-histologis (aksonal,
demielinasi, iskemia-vaskular), berdasarkan sistem yang terkena
(sensorik, motorik, otonom), atau berdasarkan distribusi defisit
neurologis (mononeuropati multipleks, distal-simetrik, proksimal).
Polineuropati dan polineuritis memiliki banyak penyebab, sehingga
diagnosis serta penatalaksanaannya sangat kompleks. Sering
diakibatkan oleh proses peradangan, metabolik, atau toksik yang
menyebabkan kerusakan dengan pola difus, distal, dan simetris yang
biasanya mengenai ekstremitas bawah sebelum ekstremitas atas.
a. Anamnesis :
Dari anamnesis kita dapat menggali lebih dalam tentang keluhan
pasien, onset, lokasi, kuantitas, kualitas, faktor mempeberat,
memperingan, gejala penyerta, dan lain-lain
Dari situ kita mendapatkan diagnosis sementara dan mengarah kemana.
b. Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan fisik neurologi menyangkut banyak hal, seperti tonus
otot, refleks fisiologis, refleks patologis, sensasi, trofi, dan lain-lain. Di
sini kita dapat menentukan perkiraan tempat terjadinya lesi.
c. Pemeriksaan penunjang :
1) Pungsi lumbal
Test ini dilakukan untuk pemeriksaan cairan serebrospinalis,
mengukur dan mengurangi tekanan cairan serebrospinal, menentukan
ada tidaknya darah pada cairan serebrospinal, untuk mendeteksi
adanya blok subarakhnoid spinal, dan untuk memberikan antibiotic
intrathekal ke dalam kanalis spinal terutama kasus infeksi. Jarum
biasanya dimasukan ke dalam ruang subarkhnoid diantara tulang
belakang daerah lumbal ketiga dan keempat atau antara lumbal
keempat dan kelima hingga mencapai ruang subarachnoid dibawah
medulla spinalis di bagian causa. Karena medula spinalis terbagi lagi
dalam sebuah berkas saraf pada tulang belakang bagian lumbal yang
pertama maka jarum ditusukan di bawah tingkat ketiga tulang
belakang daerah lumbal, untuk mencegah medula spinalis tertusuk.
Indikasi :
- mengambil bahan pemeriksaan CSF untuk diagnostic dan
persiapan pemeriksaan pasien yang di curigai mengalami
meningitis ,encepahilitis atau tumor malignan
- untuk menghindari adanya darah dalam CSF akibat terauma
atau di curigai adanya perdarahan subarachnoid.
- untuk memasukan cairan opaq kedalam ruang subarachnoid.
- untuk mengidentifikasi adanya tekanan
intrakarnial/intraspinal,untuk memasukan obat intratekal
seperti terapi antibiotic atau obat sitotoksik.
2) Elektromyography
Mengidentifikasi transmisi signal elektrik dari motor neuron
diinterpretasikan dengan grafik, suara, dan angka
3) Nerve conduction velocity
Menghitung kecepatan penghantaran nervous. Penghantaran
impuls akan menghasilkan aktivitas elektrik yang akan direkam oleh
elektroda, jarak dan waktu antar elektroda yang akan dipakai sebagai
dasar pengukuran.
4) Peningkatan Ig M
BAB III
KESIMPULAN
SARAN
Diskusi tutorial blok neurologi skenario ketiga ini berjalan dengan cukup
baik, turor pengampu juga memberikan masukan dengan sangat baik. Namun,
mahasiswa diharapkan untuk lebih aktif dalam kegiatan tutorial kedepannya agar
tutorial menjadi lebih interaktif. Untuk kedepannya, diperlukan pengetahuan yang
lebih komprehensif mengenai penyakit-penyakit dengan gejala LMN maupun
UMN.
DAFTAR PUSTAKA
Anon, (2006). Panduan Belajar Ilmu Sistem Saraf. [online] Available at:
http://gamel.fk.ugm.ac.id/pluginfile.php/23822/mod_resource/content/1/Bab%205
%20Kelumpuhan%20dan%20Gangguan%20Berjalan.pdf [Accessed 12 Dec.
2016].
http://emedicine.medscape.com/article/315632-overview#a6.(Diakses pada
13 Desember 2016)
http://www.nhs.uk/Conditions/paralysis/Pages/Complications.aspx.(Diakses
pada 13 Desember 2016)
http://emedicine.medscape.com/article/315632-overview.(Diakses pada 12
Desember 2016 )