Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN TUTORIAL

BLOK NEOPLASMA SKENARIO 3


APAKAH SAYA MASIH BISA SEMBUH, DOK?

KELOMPOK A6
ABIMANYU TUWUH S G0016001
CHANDRA PRABASWARA G0016049
HANIF OMAR FARIED G0016101
MUHAMMAD AL HAFIDZ R G0016151
MUHAMMAD HILMI S G0016239
TIARA MAHZA WARDHANI G0016215
JIHAN SANTI FADHILLA G0016121
ATIKA RIZKI YERMAN G0016031
CHRISTINE CITRA A G0016051
HILLARINE VALENCIA G0016105
MARIA JESSICA Y G0016143
MONICA BELLA E G0016147

Tutor : Brian Wasita dr., P.hD., Sp.PA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2017

BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO 3
Seorang pasien laki-laki umur 69 tahun datang ke klinik utama dengan
keluhan perutnya sering terasa tidak enak. Terkadang terasa kembung dan diare,
tetapi tidak disertai demam. Telah beberapa kali memeriksakan diri ke dokter
umum, dan oleh dokter didiagnosis dispepsia ataupun gastritis. Pasien tidak
merasa sembuh, bahkan berat badan pasien terus berkurang sampai 20 kg dalam
waktu 2 bulan. BAB terkadang diare disertai lendir darah. Diet harian pasien
lebih suka daging dan tidak suka sayuran. Terdapat riwayat merokok 2 pak/hari,
dan operasi hemoroid 20 tahun yang lalu.
Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan penunjang diperoleh Hb
9gr%, Lekosit 6500, trombosit: 160.000, dan HT 30%. Faal hati (Albumin 2,91
gr/dl, SGOT 50U/L, SGPT 25U/L, Alkali phospatase 1142) dan terdapat
peningkatan kadar CEA. Dan pada pemeriksaan USG menunjukkan adanya
gambaran hyoepoechoic di kolon ascenden disertai hepatomegali dan asites.
Karena mencurigai suatu pproses keganasan maka dokter merujuk pasien ke RS
tipe A untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan penanganannya.
Keluarga pasien bertanya kepada dokter, apakah peyakit ada kaitannya
dengan gaya hidupnya? Apakah pasien dapat sembuh, karena amenurut mereka
banyak pasien yang telah menjalani pengobatan sampai rambutnya rontok tetapi
belum sembuh. Apakahh penyakit ini diturunkan? Bagaimana cara
pencegahannya agar anggota keluarga yang lain tidak terkena?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANGKAH I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah
sulit dalam skenario. Dalam skenario kali ini, kami mengklarifikasi istilah-
istilah berikut ini:
1. Hypoechoic : daerah pada gambaran ultasound di mana gema yang
dihasilkan lebih sedikit dari jaringan sekitar/lebih sedikit dari normalnya.
2. Dyspepsia : gangguan pada fungsi sistem pencernaan, biasanya terjadi
setelah makan, gejalanya nyeri epigastrika, perut mual, dsb.
3. Alkali fosfatase : Enzim dari hepar, tulang, usus, ginjal. Diproduksi di
epitel hati, osteoblas.
4. Colon ascendent : bagian colon antara ileocecal orifice dan flexure colic
kanan
5. CEA (Carcinoembyonic antigen) : protein dari epitel saluran cerna janin,
tumor marker kanker kolerektal, paru, lambung, usus.
6. Ascites : akumulasi cairan abnormal pada rongga abdominal

B. LANGKAH II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan. Masalah yang


kami temukan pada skenario I adalah:
1. Apakah ada hubungan operasi hemmoroid dengan keluhan yang dialami
sekarang?
2. Apa pengaruh dari meningkatnya kadar CEA?
3. Apa hubungan berat badan turun dengan penyakit pasien?
4. Apa interpretasi dari gambaran hypoecoic colon ascendent?
5. Apa penyebab diare lendir dan darah yang dialami pasien?
6. Mengapa diperlukan pemeriksaan faal hati?
7. Apa hubungan umur dan jenis kelamin dengan penyakit pasien?
8. Apakah gaya hidup pasien berpengaruh terhadap penyakitnya?
9. Apa saja differential diagnosis yang mungkin?
10. Apa saja faktor resiko yang menyebabkan penyakit pasien?
11. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan penunjang?
12. Apa penyebab hepatomegali dan ascites?
13. Bagaimana patofisiologi gejala lambung, diare, dan tidak ada demam?
14. Apakah penyakit yang diderita pasien adalah penyakit yang bisa
diturunkan? Bagaimana solusi preventif terkait dengan penyakit yang bisa
diterapkan di keluarga?
15. Apa hubungan penyakit dengan dispapsia dan gastritis?
16. Bagaimana prognosis dari penyakit pasien?
17. Apasaja pemeriksaan lanjutan dan tatalaksana yang diperlukan?

C. LANGKAH III: Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan


sementara mengenai permasalahan pada LANGKAH II. Pembahasan yang
kami lakukan pada langkah ketiga menggunakan prior knowledge dengan
mengkategorikan permasalahan tersebut mengacu pada rumusan masalah
1. Hubungan operasi hemmoroid dengan keluhan yang dialami sekarang
Kumar dkk (2013), hemoroid adalah pembuluh darah kolateral
anal dan perianal yang berdilatasi, yang menghubungkan sistem portal
dan sistem vena kava untuk mengurangi tekanan vena yang meninggi
dalam pleksus hemoroid. Dengan demikian, meskipun keduanya lebih
sering dan
kurang serius dibandingkan dengan varises esofagus, patogenesis
kedua Iesi ini serupa. Faktor-faktor yang merupakan predisposisi
hemoroid adalah konstipasi dan berkaitan dengan mengedan, yang
meningkatkan tekanan intra abdominal dan vena, stasis vena pada
kehamilan dan hipertensi portal. Pembuluh kolateral dalam pleksus
hemoroid inferio terletak di bawah garis anorektal dan disebut hemoroid
eksterna, sedangkan pembuluh-pembuluh yang berdilatasi pada pleksus
hemoroid superior di rektum bagian distal disebut hemoroid interna. Pada
pemeriksaan histologis, hemoroid terdiri atas pembuluh-pembuluh
submukosa, berdinding tipis, berdilatasi, yang menonjol di bawah anus
atau mukosa rektum. Dalam posisi yang menonjoi itu, mereka mudah
terkena trauma dan cenderung meradang, terbentuk trombus dan sesudah
beberapa waktu bisa terjadi rekanalisasi. Dapat juga terjadi ulkus.
Gambaran Klinis
Hemoroid sering bermanifestasi sebagai nyeri dan perdarahan
rektum, khas tampak darah merah segar pada toilet tissue . Kecuali pada
wanita hamil, hemoroid jarang terdapat pada seseorang di bawah usia 30
tahun. Hemoroid juga dapat disebabkan oleh hipertensi portal, dalam hal
ini implikasinya Iebih berat. Perdarahan hemoroid umumnya bukan
kedaruratan medis.
Hubungan operasi hemoroid dengan keluhan pasien itu
terdapatnya ascites yang disebabkan karena meningkatnya tekanan
intraabdominalitas pada pasien, yang juga bisa menyebabkan perdarahan
pada jaringan dan peradangan di rektumnya.

2. Pengaruh dari meningkatnya kadar CEA


Carcinoembryonic antigen (CEA) adalah protein yang dihasilkan oleh
epitel saluran cerna janin yang juga dapat diekstraksi dari tumor saluran
cerna orang dewasa. Pemeriksaan CEA ini bertujuan untuk mengetahui
adanya kanker usus besar, khususnya ardenocarcinoma. Pemeriksaan
CEA merupakan uji laboratorium yang tidak spesifik karena hanya 70%
kasus didapatkan peningkatan CEA pada kanker usus besar dan pankreas.
Peningkatan kadar CEA dilaporkan pula pada keganasan oesophagus,
lambung, usus halus, dubur, kanker payudara, kanker serviks, sirosis hati,
pneumonia, pankreatitis akut, gagal ginjal, penyakit inflamasi dan trauma
pasca operasi. Yang penting diketahui pula bahwa kadar CEA dapat
meningkat pada perokok.
Kemenkes (2012) menyampaikan ,carcinoembryonic antigen
(CEA) adalah antigen onkofetal yang meningkat sampai 75% pada kasus
dengan kanker kolorektal yang kambuh. Pada kadar 10 IU/L sebagai titik
potong, didapatkan sensitivitas 44% dan spesifisitas 90% untuk
mendeteksi kekambuhan. CEA paling sensitif untuk mendeteksi
metastasis hati dan retroperitoneal dan kurang sensitif untuk mendeteksi
kekambuhan lokal, peritoneal dan paru-paru. CEA sering sudah
meningkat pada median 4,5 sampai 8 bulan sebelum munculnya gejala,
sehingga sangat bermanfaat untuk mendeteksi kekambuhan hati lebih
awal. Dua meta-analisis menyimpulkan hanya uji klinik yang
menyertakan CEA dan pencitraan hati pada surveilens intensif yang
secara bermakna meningkatkan ketahanan hidup.Peningkatan serum CEA
mendorong dilakukannya pemeriksaan lengkap untuk menemukan
kekambuhan dan lokasinya, yang meliputi pencitraan abdomen, pelvis,
dan paru-paru serta kolonoskopi.

3. Hubungan berat badan turun dengan penyakit pasien


Berdasarkan gejala yang diderita pasien, salah satu diagnosis yang
bisa diberikan yaitu pasien menderita kanker kolorektal dimana
berdasarkan salah satu gejalanya, pasien mengalami penurunan berat
badan yang signifikan.
Kemenkes (2012), menyampaikan bahwa salah satu permasalahan
nutrisi yang sering dijumpai pada pasien kanker adalah malnutrisi dan
kaheksia. Secara umum, World Health Organization (WHO)
mendefinisikan malnutrisi berdasarkan IMT <18,5 kg/m2, namun
menurut ESPEN 2015 diagnosis malnutrisi dapat ditegakkan berdasarkan
kriteria:
- Pilihan 1: IMT <18,5 kg/m2
- Pilihan 2: Penurunan BB yang tidak direncanakan >10% dalam kurun
waktu tertentu atau penurunan berat badan >5% dalam waktu 3 bulan,
disertai dengan salah satu pilihan berikut:
1. IMT <20 kg/m2 pada usia <70 tahun atau IMT <22 kg/m2 pada usia
≥70 tahun
2. Fat free mass index (FFMI) <15 kg/m2 untuk perempuan atau FFMI
<17 kg/m2 untuk laki-laki
Selain diagnosis malnutrisi, dapat ditegakkan diagnosis kaheksia
apabila tersedia sarana dan prasarana yang memungkinkan. Kaheksia
adalah suatu sindrom kehilangan massa otot, dengan ataupun tanpa
lipolisis, yang tidak dapat dipulihkan dengan dukungan nutrisi
konvensional, serta dapat menyebabkan gangguan fungsional progresif.
Diagnosis kaheksia ditegakkan apabila terdapat penurunan BB ≥5%
dalam waktu ≤12 bulan atau IMT<20 kg/m2 disertai dengan 3 dari 5
kriteria:
(1) penurunan kekuatan otot
(2) fatique atau kelelahan
(3) anoreksia
(4) massa lemak tubuh rendah
(5) abnormalitas biokimiawi, berupa peningkatan petanda inflamasi (C
Reactive Protein (CRP) >5 mg/L atau IL-6 >4pg/dL), anemia (Hb <12
g/dL), penurunan albumin serum (<3,2 g/dL).143
Pasien kanker dapat mengalami kondisi-kondisi akibat dari pertumbuhan
kanker ataupun terapi yang diterima oleh pasien, seperti:
1. Anoreksia: sebagai asupan makanan yang kurang baik, ditunjukkan
dengan asupan energi kurang dari 20 kkal/kg BB/hari atau kurang dari
70% dari asupan biasanya atau hilangnya selera makan pasien. Anoreksia
juga dapat diartikan sebagai gangguan asupan makan yang dikaitkan
dengan perubahan sistem saraf pusat yang mengatur pusat makan, yang
diikuti dengan satu dari gejala berikut, yaitu:
- Cepat kenyang
- Perubahan indera pengecap
- Perubahan indera penghidu
- Meat aversion (timbul rasa mual setelah konsumsi daging)
2. Mual dan muntah: mual yang disertai muntah dapat disebabkan karena
kemoterapi atau radiasi, maupun karena sebab lain (gastroparesis,
gastritis, obstruksi usus, gangguan metabolik). Pengobatan mual dan
muntah dilakukan berdasarkan penyebabnya.
3. Diare: terapi kanker dan obat-obatan dapat menyebabkan diare. Diare
yang tidak terkontrol dapat menyebabkan dehidrasi, penurunan berat
badan, menurunnya selera makan, dan kelemahan otot. Diare dibedakan
menjadi 4 tingkat, yaitu:
- Tingkat 1: peningkatan frekuensi buang air besar (BAB) <4 kali/hari,
atau peningkatan ringan produksi ostomy dibandingkan sebelumnya
- Tingkat 2: frekuensi buang air besar (BAB) 4–6 kali/hari, atau
peningkatan sedang produksi ostomi dibandingkan sebelumnya
- Tingkat 3: frekuensi buang air besar (BAB) 7 kali atau lebih per hari,
atau peningkatan berat produksi ostomi dibandingkan sebelumnya,
mengganggu aktivitas sehari-hari
- Tingkat 4: kondisi yang mengancam jiwa, perlu intervensi segera.
Penting untuk menjaga kecukupan hidrasi dengan cara minum 1
gelas air setelah BAB, meningkatkan asupan natrium dan kalium yang
berasal dari buah pisang, sup, atau cairan elektrolit, dan konsumsi
makanan porsi kecil dan sering.146
4.Konstipasi: umumnya disebabkan oleh obat-obatan, seperti opioid, anti
emetik, antidepresan, antikolinergik, antikonvulsan, dll. Meningkatkan
asupan serat larut dan minum air hingga 2 liter atau lebih per hari dapat
mengurangi gejala konstipasi, namun disesuaikan dengan klinis pasien
dan tidak disarankan jika ada obstruksi usus.
Dikarenakan faktor-faktor diatas, menyebabkan penurunan berat
badan dari pasien itu sendiri. Hampir semua kanker mengalami gejala
penurunan berat badan disebabkan karna gangguan dari berbagai macam
hal, baik hormon, asupan nutrisi maupun lingkungannya.

4. Interpretasi dari gambaran hypoecoic colon ascendent


Prinsip Interpretasi USG (Ultrasonografi)
Prinsip interpretasi gambar dalam ultrasonografi berdasarkan
kepadakekuatan atas intensitas gelombang yang dipantulkan kembali oleh
jaringan ke tranduser. Berdasarkan kekuatan intensitas tersebut, maka
penggambaran ultrasonografi dibedakan menjadi hyperechoic,
hypoechoic, dan anechoic.
Soemohardjo (2009), menyampaikan pembagian USG seperti ini :
a.Hypoechoic ( echo rendah ) atau sering disebut dark liver .Dark liver
didapatkan pada hepatitis acut karena udema hati sehingga mudah
meneruskan gelombang suara.
b.Isoecho (echo normal)
c.Slight hyperechoic(echo agak meningkat)
d.Hyperechoic (echo tinggi) sering juga disebut bright liver
1.Hyperechoic/ echogenic
Echo yang dihasilkan terang, terlihat warna putih pada hasil
scan.Hyperechoic menunjukkan highly-reflective interfaces, seperti
collagen, lemak, udara, benda keras dan tulang
2.Hypoechoic/echopoor
Echo yang dihasilkan sedikit, terlihat warna abu-abu hitam pada
hasil scan.Hypoechoic menunjukkan intermediate reflection/transmission,
seperti pada kebanyakan jaringan lunak.Tulang dan udara : gambar
hyperechoic, hal ini disebabkan karena tulang dan udara menghambat laju
gelombang suara.Pada interface antara jaringan lunak-udara, sekitar 99%
gelombang suara akan direfleksikan.Pada interface antara jaringan lunak-
tulang, sekitar 30% gelombangsuara di reflesikan sedangkan sisanya akan
diserap oleh tulang. Oleh karena itu pada kedua jenis interface diatas echo
yang dihasilkan oleh permukaan sangat kuat tapi struktur yang berada di
bawah interface tersebut tidak akan tampak
3.Anechoic
Tidak ada echo yang dihasilkan, terlihat warna hitam pada hasil
scan.Hal ini menunjukkan complete transmission dari suara, contoh
cairan.Sedangkan kehadiran suatu partikulat di dalam cairan akan
menyebabkan terbentuknya echo
Pada pemeriksaan ditemukan adanya gambaran hypoechoic yang
menandakan adanya massa lunak pada kolon ascendent sendiri.

5. Penyebab diare lendir dan darah yang dialami pasien


Kemenkes (2012), menyampaikan bahwa :
a. Perforasi dari kanker kolorektal
Insiden terjadinya perforasi kanker kolorektal 2,3-2,5%, ditandai
dengan adanya peritonitis.Perforasi kolon merupakan kegawatdaruratan
dimana terjadi kebocoran kolon sehingga isi kolon masuk ke rongga
peritoneum dan menimbulkan peritonitis baik lokal maupun difus.
Gambaran klinis
Gejala berupa nyeri seluruh perut yang terus-menerus, tekanan
darah menurun, akral dingin, perubahan kesadaran. Dari anamnesa ada
riwayat diare lama yang berubah menjadi konstipasi, penurunan berat
badan, ditemukan darah dan lendir dalam feses/tinja.
Pada pemeriksaan klinis menunjukan pasien sepsis, adanya defans
muskular. Pada kasus lanjut memperlihatkan abdomen kembung, tanpa
adanya peristaltik, dan perubahan status generalis yang dapat berupa
tanda syok. Pada kasus abses intraperitoneal, ditemukan tanda peritonitis
lokal pada palpasi di sekitar tumor. Bila terjadi perforasi akan
menimbulkan abses retroperitoneal. Pasien biasanya dalam keadaan
sepsis dan terdapat emphisema subkutis dan selulitis.
b. Perdarahan kanker kolorektal
Perdarahan kanker kolorektal ditandai dengan adanya melena yang
berasal dari kolon kanan atau rectorrhagia berupa darah segar , khususnya
berasal dari recto-sigmoid.
Gambaran klinis
Pasien buang air besar disertai adanya darah yang berwarna hitam
atau merah segar. Gejala diawali dengan gangguan buang air besar,
perubahan pola defekasi (diare-konstipasi), penurunan berat badan dalam
beberapa bulan dan perubahan kondisi umum. Dapat juga disertai gejala
nyeri kolik.Untuk pasien dengan kanker di rectosigmoid memperlihatkan
adanya tenesmus, lendir dalam feses/tinja. Pasien biasanya pucat dan
lemah, menunjukan adanya anemia akut atau kronik.
Penyebab adanya diare lendir berdarah pada kanker kolorektal
juga dikarenakan salah satu manifestasi klinisny yaitu gastritis yang dapat
menimbulkan cedera lambung parah akibat berbagai hal baik zat kimia
dan makanan yang dikonsumsi.

6. Alasan diperlukan pemeriksaan faal hati


Uji fungsi hati (UFH) sering disebutkan di klinik sebagai LFT
(Liver Function Test). UFH merupakan suatu kumpulan analisis
laboratorium yang berkaitan dengan hati, baik fungsi hati maupun suatu
kondisi hati yang sebenarnya bukan fungsi hati. Analit atau zat yang
diperiksa dapat berupa produk metabolisme sel hati (hepatosit), enzim,
protein lain, antigen virus, DNA atau RNA virus maupun antibodi sebagai
hasil respons imun humoral tubuh.Hati merupakan organ pusat
metabolisme. Hal ini didukung oleh letak anatomisnya. Hati menerima
pendarahan dari sirkukasi sistemik melalui arteri hepatika dan menampung
aliran darah dari sistem porta yang mengandung zat makanan yang
diabsorbsi di usus. Karena itu fungsi organ hati penting diketahui dalam
menilai kesehatan seseorang. Adanya gangguan fungsi hati tidak selalu
jelas dapat diketahui apabila tanpa pemeriksaan UFH. Cukup sering adanya
gangguan fungsi hati baru diketahui pada waktu dilakukan pemeriksaan
kesehatan berkala atau sewaktu masuk asuransi atau penerimaan karyawan.
Bila klinis memang sudah dapat diduga atau jelas adanya kelainan hati
maka pemeriksaan UFH juga penting dalam menilai beratnya gangguan,
membedakan jenis dan penyebab kelainan, serta memperkirakan perjalanan
penyakit atau hasil pengobatan. Kelainan hati dapat terjadi lokal sebagai
pusat gangguan suatu penyakit atau merupakan bagian dari penyakit
sistemik atau sebagai efek samping dari pengobatan.

7. Hubungan umur dan jenis kelamin dengan penyakit pasien


Berdasarkan data yang diperoleh secara global mengenai risiko
terkena kanker colon, pria memiliki risiko sebesar 10% sedangkan wanita
sebanyak 9,2%. Lalu berdasarkan data yang ada di Indonesia, risiko terkena
kanker colon untuk pria : wanita adalah 3 : 1. Kanker colon ini biasanya
muncul di usia produktif maupun tidak, kebanyakan di usia 51-60 tahun.
Namun selain itu juga terjadi pada usia 40-44 tahun, bahkan di Amerika
remaja berusia 12-18 tahun sudah terkena kanker colon ini karena gaya
hidup kurang sehat.

8. Gaya hidup pasien berpengaruh terhadap penyakit pasien


Pasien di skenario ini memiliki kebiasaan makan makanan kurang
berserat dan merokok. Umumnya dianggap tingginya masukan protein
hewani, lemak dan rendahnya serat makanan merupakan faktor insiden
tinggi kanker colon. Masukkan tinggi lemak, sekresi empedu juga banyak,
hasil uraian asam empedu juga banyak, aktivitas enzim bakteri anaerob
dalam usus juga meningkat, sehingga karsinogen, pemacu karsinogenesis
dalam usus juga bertambah mengarah ke timbulnya kanker usus besar.
Misalnya bakteri anaerob Bacillus fusiformis dapat mengubah asam
deoksikolat menjadi 3-metilkolantren yang sudah terbukti merupakan
karsinogen. Lalu, kebiasaan merokok juga sangat berpengaruh, karena zat-
zat tertentu di rokok seperti nikotin, nitrosamin menyebabkan tubuh kontak
dengan bahan karsinogenik sehingga meningkatkan risiko terkena kanker
colon.

9. Differential diagnosis
Ulcerative colitis : inflamasi daerah abdominal. Bisa menyebabkan
perdarahan di rektum, diare, demam, leukositosis.
Crohn disease : inflamasi kronis gastrointestinal dari mulut hingga
anus karena tidak seimbangnya mediator pro inflamasi dan anti inflamasi
(faktor genetik). Dapat menyebabkan perdarahan anus, demam, penurunan
berat badan, nausea, tulang rapuh.
Small intestinal diverticulosis : herniasi mukosa di beberapa titik
lemah usus. Dapat menyebabkan nyeri perut, perdarahan, diverticulisis
(demam dan inflamasi), malabsorbsi, anemia.
Ileus : sakit perut ekstrem. Dapat menyebabkan kram perut,
menurunnya nafsu makan, konstipasi, perut bengkak, nausea

10. Faktor resiko yang menyebabkan penyakit pasien


Usia : Semakin bertambahnya usia,yaitu usia diatas 50 tahun semakin
meningkatkan risiko terkena kanker colon
Gaya hidup : Gaya hidup yang kurang sehat dapat meningkatkan
faktor risiko kanker colon. Seperti konsumsi alkohol, junk food, makanan
yang rendah serat, merokok, juga kurang berolahraga.
Riwayat keluarga : faktor risiko mengalami kanker colon karena
keturunan/genetik sebanyak 20% berdasarkan penelitian.

11. Interpretasi dari hasil pemeriksaan penunjang


Peningkatan CEA dapat meningkatkan keganasan hingga
bermetastasis di esofagus, usus halus, dan pada penyakit sirosis hati.
Alkali fosfat normalnya berkisar 61-232 berdasarkan standar yang
berlaku, namun apabila terjadi kenaikan jumlah alkali fosfat dapat
menyebabkan obstruksi empedu, sirosis hati, dan tumor hepar.
Albumin normalnya berkisar 3,5-5,5 berdasarkan standar yang
berlaku, namun apabila kadar albumin tidak normal (tidak sesuai standar)
dapat menyebabkan sirosis hati, tumor/kanker.

12. Apa penyebab hepatomegali dan ascites?


a. Ascites
Ascites pada malignansi terjad karena penngkatan permeabilitas
kapiler dan obstruksi pembuluh limfa. Normalnya ada lima barier kapiler
yang membuat protein menjauhi intravaskuler.ndothelium kapiler,
membran dasar kapiler, stroma interstisial, membran dasar mesothelial
dan sel mesothelial lapisan peritoneal. Dengan kombinasi mekanisme
mekanis dan selektif yang terhubung erat barier dapat dipertahankan
sehingga mencegah kebocoran molekul protein ke dalam rongga
peritoneum.
Pada tahun 1922, Putnam menggambarkan membran peritoneal
sebagai "membran hidup" yang mengandung koloid dan bergerak melalui
ruang antarsel melalui difusi. Untuk menyeimbangan pertukaran cairan,
terdapat tekanan hidrolik dan onkotik yang dapat mencegah edema.
Makromolekul dan protein cenderung berkumpul di peritoneal
tanpa ke intravaskuler dan selanjutnya akan kembali ke sistem sirkulasi
sistemik melalui stomata pembuluh limfa. Pada kanker, terjadi metastasis
melalui pembuluh limfa sehingga terjadi obstruksi dan pertukaran cairan
menjadi tidak seimbang sehingga terjadi penumpukan cairan di peritoneal
dan terjadi ascites. Selain itu juga terjadi kenaikan permeabilitas kapiler
sehingga makromolekul berkumpul di peritoneal (Sangisetty, 2012).
b. Hepatomegali
Hepar merupakan organ yang paling sering menjadi sasaran
metastatis tumor karena banyaknya pembuluh darah. Hepatomegali
ditemukan 25% pada kanker kolorektal. Sel kanker yang menyebar
melalui pembuluh darah kemudian akan merangsang angiogenesis dan
proliferasi sel terus-menerus pada hepar sehingga akan terjadi hiperplasia
sel hepar dan terjadi hepatomegali.

13. Bagaimana patofisiologi gejala diare dan tidak ada demam?


Diare terjadi akibat adanya kanker pada kolon, kadang hal ini
mengakibatkan inflamasi pada usus sehingga terjadi perubahan motilitas
usus. Hal ini menyebabkan terjadinya malabsorbsi sehingga tekanan
osmotik usus meningkat, kemudian air dan elektrolit akan bergerak ke
dalam lumen usus dan mengakibatkan tidak seimbangnya konsentrasi
cairan, kelebihan cairan ini kemudian akan dikeluarkan melalui diare.
Diare namun tidak demam menunjukkan bahwa diare bukan
disebabkan oleh infeksi bakteri. Tidak terjadi perangsangan pirogen
endogen yang diinduksi oleh infeksi sehingga tidak terjadi demam.
14. Penyakit ini mempunyai sifat familial yang berarti dapat diturunkan. Anak
yang berasal dari orangtua yang menderita karsinoma kolon mempunyai
frekuensi 3 ½ kali lebih banyak daripada anak – anak yang orangtuanya
sehat

15. Apa hubungan penyakit dengan dispapsia atau gastritis?


Pada penelitian multi center pada 731 pasien gastritis tanpa
malignansi, tidak ditemukan adanya kenaikan insidensi kanker kolorektal.
Namun, pada skenario disebutkan bila pasien sering mengalami perut
tidak enak dan telah didiagnosis gastritis oleh dokter.
Sebagian besar gastritis disebabkan oleh infeksi Helicobacter
pylori yang menyebabkan kenaikan sekresi HCl sehingga perut terasa
kembung dan tidak enak. Ketika ada zat yang merusak mukosa lambung
seperti infeksi bakteri, maka akan terjadi difusi kembali HCl dan pepsin
ke dalam lambung yang tidak diimbangi dengan kenaikan ion bikarbonat
sehingga menyebabkan perdarahan dan regenerasi mukosa. Apabila
terjadi gastritis kronik maka akan terjadi proliferasi mukosa dan
angiogenesis terus menerus yang akan berakibat pada kasus malignansi.

16. Prognosis Ca Kolorektal adalah sebagai berikut:


-Stadium I : 72%
-Stadium II : 54%
-Stadium III : 39%
-Stadium IV : 7%

17. Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang terbukti efektif


untuk diagnosis karsinoma kolorektal:
a. Endoskopi
Sigmoidoskopi atau kolonoskopi dapat mengidentifikasi dan
mengangkat polip dan menurunkan insiden dari pada kanker
kolorektal pada pasien yang menjalani kolonoskopi polipektomi.
Bagaimanapun juga belum ada penelitian prospektif randomized
clinical trial yang menunjukan bahwa sigmoidoskopi efektif untuk
mencegah kematian akibat kanker kolorektal, meskipun penelitian
trial untuk tes ini sedang dalam proses. Adanya polip pada
rektosigmoid dihubungkan dengan polip yang berada diluar jangkauan
sigmoidoskopi, sehingga pemeriksaan kolonoskopi harus dilakukan.
b. CT Scan dan MRI
CT Scan dan MRI digunakan untuk mendeteksi metastasis ke
kelenjar getah bening retroperitoneal dan metastasis ke hepar.
c. Barium Edema
Merupakan pemeriksaan yang sering dilakukan untuk mendeteksi
gangguan kolon. Penambahan kontras-udara dengan radiografi enema
barium bersifat akurat hingga 90% pemeriksaan
d. CEA (Carcinoembrionic Antigen) Screening
CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan
sel yang masuk ke dalam peredaran darah dan digunakan sebagai
marker serologi untuk memonitor status karsinoma kolorektal dan
mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar.
Tatalaksana untuk penyakit tersebut antaralain:
a. Pembedahan
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindak bedah.
Tujuan utama ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif
maupun nonkuratif. Tindak bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma
primer dan kelenjar limfa regional. Bila sudah terjadi metastasis jauh,
tumor primer akan di reseksi juga dengan maksud mencegah
obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel, dan nyeri.
b. Radiasi
Terapi radiasi merupakan penanganan karsinoma dengan
menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel karsinoma.
c. Kemoterapi

D. LANGKAH IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan


pernyataan sementara mengenai permasalahan pada LANGKAH III dengan
membuat problem tree
Gejala Faktor Etiologi
Penyerta Risiko

Diagnosis Keluhan di Patofisiolog


dan DD Perut i

Prognosis Pencegahan Tatalaksan


a

E. LANGKAH V: Merumuskan Tujuan Pembelajaran (Learning Object)


1. Menjelaskan etiologi, patofisiologi, gejala penyerta, dan faktor risiko
kanker kolorektal
2. Menjelaskan prognosis kanker kolorektal
3. Menjelaskan tatalaksana (preventif, kuratif dan rehabilitatif) kanker
kolorektal
4. Menjelaskan diagnosis dan differential diagnosis kanker kolorektal

F. LANGKAH VI: Mengumpulkan informasi baru dengan proses belajar


mandiri.

G. LANGKAH VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi


yang baru yang diperoleh.
1. Menjelaskan etiologi, patofisiologi, gejala penyerta, dan faktor risiko
kanker kolorektal
A. Etiologi
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui
secara pasti, dimana penelitian saat ini menunjukkan bahwa faktor
genetik memiliki korelasi terbesar untuk kanker kolorektal. Mutasi dari
gen APC adalah penyebab familial adenomatosa poliposis (FAP), yang
mempengaruhi individu membawa resiko hampir 100%
mengembangkan kanker usus besar pada usia 40 tahun (Tomislav
Dragovich, 2014).
B. Patofisiologi
Pada umumnya kanker kolorektal adalah adenokarsinoma yang
berawal dari polip adenoma yang berkembang. Insiden tumor dari
kolon kanan meningkat, meskipun umumnya kadang masih terjadi di
rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak
terdeteksi, dimana hal ini dapat menimbulkan beberapa gejala. Pada
saat timbul gejala dan hal tersebut dirasakan oleh pasien, penyakit
mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan lebih dalam dari jaringan
usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar
dengan perluasan langsung ke jaringan sekeliling permukaan usus,
submukosa dan dinding luar usus. Invasi juga dapat terjadi pada
struktur yang berdekatan seperti hepar, kurvatura mayor, lambung,
duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinari dan
dinding abdomen. Metastase ke kelenjar getah bening regional sering
berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja
kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih
normal (Way, 1994). Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga
bermetastasis melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area
sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang dan ginjal. Awalnya
sebagai nodul, kanker usus sering tanpa gejala hingga tahap lanjut
karena pola pertumbuhan lamban, 5 sampai 15 tahun sebelum muncul
gejala (Way, 1994). Manifestasi tergantung pada lokasi, tipe dan
perluasan serta komplikasi. Gejala awal yang sering terjadi perubahan
kebiasaan buang air besar, diare atau konstipasi. Karekteristik lanjut
adalah nyeri, anoreksia dan kehilangan berat badan. Mungkin dapat
teraba massa di abdomen atau rektum. Biasanya pasien tampak anemis
akibat dari perdarahan. Prognosis kanker kolorektal tergantung pada
stadium penyakit saat terdeteksi dan penanganannya. Sebanyak 75 %
pasien kanker kolorektal mampu bertahan hidup selama 5 tahun. Daya
tahan hidup buruk / lebih rendah pada usia dewasa tua (Hazzard et al.,
1994). Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal : (1)
obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi; (2)
perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi dari rongga
peritoneal oleh isi usus; (3) perluasan langsung tumor ke organorgan
yang berdekatan.
C. Gejala Penyerta
Gejala klinis kanker pada kolon kiri akan memberikan dampak
klinis yang berbeda dengan kanker pada kolon kanan. Kanker kolon
kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan
stenosis dan obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi padat jika
sudah mencapai kolon kiri. Pada kanker kolon kanan jarang terjadi
stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi pada
kolon. Gejala dan tanda dini kanker kolorektal tidak ada. Umumnya
gejala pertama timbul karena penyulit yaitu gangguan faal pada usus,
terjadinya obstruksi, perdarahan atau akibat metastasis. Kanker kolon
kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi, contohnya
adalah konstipasi. Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga nyeri
di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Pada kejadian
obstruksi, penderita merasa lega saat flatus (De Jong, 2005).
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker kolorektal antara
lain ialah:
1. Perubahan pada kebiasaan defekasi atau adanya darah pada feses,
baik itu darah segar maupun yang berwarna hitam.
2. Diare, konstipasi atau merasa bahwa setelah defekasi, isi perut tidak
benar-benar kosong.
3. Feses yang lebih kecil dari biasanya.
4. Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung,
rasa penuh pada perut atau nyeri.
5. Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya.
6. Mual dan muntah.
7. Rasa letih dan lesu.
8. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan
nyeri pada daerah gluteus.
D. Faktor Risiko dari Kanker Kolorektal
Banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker
kolorektal, diantaranya adalah :
a. Diet tinggi lemak, rendah serat.
b. Diet kurang kalsium
c. Merokok
d. Usia lebih dari 50 tahun.
e. Riwayat keluarga; kanker kolorektal biasanya terjadi dalam 3 pola
yaitu sporadik (70-75%), familial dan inherited (keduanya
digabung 20-25%). Pasien dianggap memiliki faktor keluarga
terhadap kanker kolorektal apabila saudara dekatnya terdiagnosa
kanker kolorektal/polip kolon sebelum berusia 60 tahun atau
dua/lebih saudara dekatnya terdiagnosa kanker kolorektal/polip
kolon di semua umur.
f. Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome.
Pada semua pasien ini tanpa dilakukan kolektomi dapat
berkembang menjadi kanker rektum.
g. Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC); 5-10%
kanker kolorektal diturunkan melalui autosomal dominan dan bisa
disebabkan mutasi beberapa DNA mismatch repair gen.
h. Familial adenomatous polyposis (FAP); 5-10% kanker kolorektal
yang inherited berhubungan dengan peningkatan resiko kanker
dengan FAP/HNPCC. FAP dikaitkan dengan hereditary polyposis
syndrome, mutasi genetik FAP adalah mutasi genetik APC gen
yang merupakan tumor supressor gen pada lengan panjang
kromosom 5q21.
i. Attenuated familial adenomatous polyposis (AFAP); diasosiasikan
dengan varian mutasi gen APC pada beberapa pasien, mutasinya
missense dan resiko berkembangnya AFAP menjadi kanker tidak
bisa diperhitungkan.
j. Polip kolon; polip kolon >2cm punya kemungkinan >40% menjadi
keganasan, namun transformasi adenoma menjadi karsinoma
membutuhkan waktu sekitar 10 tahun.
k. Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis
syndrome, Peutz-Jeghers syndrome dan Muir syndrome.
l. Terjadi pada 50 % pasien kanker kolorektal herediter
nonpolyposis.
m. Inflammatory bowel disease memiliki resiko terbentuknya kanker
kolorektal 7-14% setelah durasi penyakit 25 tahun dan hingga 30%
setelah durasi penyakit >35 tahun.
n. Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun).
o. Crohn disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat.

2. Menjelaskan prognosis dari kanker kolorektal


● Kanker kolorektal merupakan kanker terbanyak ketiga di Amerika
Serikat. Survival rate rata-rata setelah lima tahun adalah 65%.Secara
keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker kolorektal adalah
sebagai berikut :
a. Stadium I - 72%
b. Stadium II - 54%
c. Stadium III - 39%
d. Stadium IV - 7%
● Prognosis buruk apabila CEA>200ng/mL, ukuran lebih dari 5 cm, ada
lebih dari satu tumor dan terjadi metastatis.
● Pada kanker kolorektal juga terjadi penurunan CD4 dan CD8 sehingga
terjadi penurunan imuno surveillance dan rentan terhadap penyakit lain
● Pada penderita gangguan mental tingkat mortilitas bertambah karena
terjadi stres oksidatif dan tidak ada penangkal terhadap radikal bebas
yang menyebabkan mudahnya kerusakan sel
● Pada perokok, prognosis akan sangat buruk dan dapat berakibat pada
kematin yang sebagian besar disebabkan cardiovascular disease
(Dragovich, 2017)
3. Menjelaskan tatalaksana(Preventif, Kuratif, Rehabilitatif)
50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat
berupa kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal
lebih sering terjadi. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2
tahun pertama setelahoperasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi
terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor,
lokasi dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.
Tumor poorly differentiated mempunyai prognosis lebih buruk
dibandingkan dengan well differentiated. Bila dijumpai gambaran agresif
berupa”signet ring cell” dan karsinoma musinus prognosis lebih buruk.
Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai 3-32%
penderita. Beberapa faktor seperti letak tumor, penetrasi dinding usus,
keterlibatan kelenjar limfa, perforasi rektum pada saat diseksi dan
diferensiasi tumor diduga sebagai faktor yang mempengaruhi rekurensi
lokal.
Contoh langkah preventif primer dari kanker kolorektal:
1. Penambahan asupan sayur,buah(berserat): Meta-analisis pada 6
studi kasus-kontrol ltersebut menemukan bahwa asupan tinggi
sayuran atau serat dikaitkan dengan perkiraan 40% untuk 50%
pengurangan risiko untuk colon cancer.8 demikian pula, analisa 13
studi kasus-kontrol dilaporkan sekitar 50% resiko kanker usus
besar yang terkait dengan asupan tinggi serat
2. Pengurangan asupan daging merah: Pada orang yang
mengonsumsi daging merah dengan intensitas 5x dalam 1 minggu
dapat meningkatkan risiko colon cancer sebesar 3x lipat dari orang
yang mengonsumsi daging merah dengan jumlah lebih rendah.
3. Kalsium: kalsium dapat mengikat asam empedu sekunder ,Ionized
Fatty Acid,dan bisa melarutkan asam-asam tersebut di usus
besar,dapat mereduksi proliferasi,merangsang diferensiasi,serta
menginduksi apoptosis pada mukosa colon.
4. Alcohol: Pada orang yang mengonsumsi alkoho lebih dari 2x
dalam sehari dapat meningkatkan risiko kanker sebesar 2x lipat
5. Meningkatkan aktivitas fisik:peningkatan aktivitas fisik dapat
mengurangi risiko kanker dengan mengurangi tekanan
intraabdominal
Langkah kuratif:
Terapi spesifik sesuai stadium
1. Stadium 0 :eksisi polip total dan batas sekitar harus bebas dari
lesi patologis displasia
2. Stadium 1 :reseksi total polip,kolektomi segmental
3. Stadium 1&2 :reseksi surgical,kemoterapi adjuvan hanya diberi
stadium 2 khusus(usia muda,risiko tinggi secara histologis)
4. Stadium 3 :reseksi surgical,kemoterapi adjuvan
5. Stadium 4 :reseksi surgical,reseksi hepar bila ditemukan
ditemukan adanya metastasis,kemoterapi adjuvan,terapi pallatif.

4. Menjelaskan diagnosis dan differential diagnosis kanker kolorektal


a. Diagnosis: kanker kolorektal
Menurut Dragovich (2017), diagnosis kanker kolorektal ditegakkan
melalui:
1. Anamnesis
Ditemukannya gejala umum seperti:
● Anemia defisiensi zat besi
● Perdarahan rektal
● Abdominal pain
● Perubahan motilitas usus
● Obstruksi dan perforasi gastrointestinal
2. Pemeriksaan fisik
● Stadium awal : gejala tidak spesifik seperti fatigue,
penurunan berat badan, atau tidak ada gejala
● Stadium lanjut : Abdominal tenderness, perdarahan rektal,
ditemukannya masa dalam palpasi abdomen, hepatomegali,
ascites
3. Pemeriksaan laboratorium
● Complete blood count
● Pemeriksaan fungsi hepar
● Serum carcinoembryonic antigen (CEA)
4. Pencitraan:
● Radiography thorax
● Tomography thorax
● Abdominal barium study
● Abdominal/pelvic CT
● USG abdomen dan hepar
● Abdominal/pelvic MRI
● Positron emission tomography, including fusion PET-CT
scan
5. Prosedur lain
● Colonoscopy
● Sigmoidoscopy
● Biopsy of suspicious lesions
● Double-contrast barium enema
Grading kanker kolorektal meliputi:
● Tx – Tidak didapatkan tumor karena informasi yang tidak lengkap
● Tis – Carcinoma In situ
● T1 – Kanker tumbuh melewati muskularis mukosa dan metastasis
ke submukosa
● T2 – Kanker menembus submukosa dan metastatis ke lamina
propria
● T3 – Kanker menembus ke luar lapisan kolon tapi belum
metastatis ke organ lain
● T4a – Kanker melewati serosa
● T4b –Kanker menginvasi organ lain
b. Differential diagnosis
● Colorectal cancer : Secara keseluruhan, adenokarsinoma terdistribusi
secara merata di sepanjang kolon. Tumor pada kolon bagian
proksimal umumnya tumbuh sebagai massa polipoid yang meluad
sepanjang salah satu dinding sekum dan kolon ascendens berdiameter
besar, tumor-tumor ini jarang menyebabkan obstruksi, sedangkan
karsinoma pada kolon distal seringkali berbentuk lesi anular yang
membuat napkin ring yang menyebabkan konstriksi dan penyempitan
lumen, sehingga bisa menyebabkan obstruksi. Gambaran
histologisnya secara umum adenokarsinoma kolon sisi kanan dan kiri
terdiri dari sel kolumnar tinggi yang menyerupai epitel displasia pada
adenoma, beberapa tumor yang berdiferensiasi buruk membentuk
kelenjar. Gejala klinisnya sering asimptomatik pada fase awal.
Kanker sekum dan kanker kolon sisi kanan sering menyebabkan
anemia defisiensi besi, sedangkan adenokarsinoma sisi kolorektal sisi
kiri dapat menyebabkan perdarahan tidak terlihat, perubahan
kebiasaan defekasi, kram dan rasa tidak nyaman pada abdomen
bawah.
● Colitis ulseratif : Umumnya colitis ulseratif dimulai dari rektum dan
meluas ke proksimal hingga bisa mengenai seluruh kolon. Pada
gambar makroskopis, mukosa kolon yang terlibat mungkin agak
merah dan tampak granuler atau menunjukkan ulkus luas yang
dasarnya lebar. Gambaran histologisnya mirip Chron disease
termasuk infiltrasi inflamasi, abses kripta, distorsi kripta, dan
metaplasia epitel namun tidak ditemukan skip lesion dan umumnya
inflamasi sebatas di mukosa dan submukosa superfisial. Tidak
ditemukan granuloma. Gejala klinisnya berupa serangan diare
berdarah dengan mengeluarkan materi seperti tali yang mukoid, nyeri
abdomen bawah, serta kram, gejala bisa membaik sementara dengan
defekasi. Gejala ini mungkin menetap berhari-hari, berminggu-
minggu atau berbulan-bulan sebelum mereda dan kadang-ladang
serangan awal cukup parah sehingga bisa menjadi kedaruratan medis,
gejala bisa kambuh.
● Chron disease : Umumnya mengenai ileum terminalis dan sekum,
tetapi setiap area di saluran cerna dapat terlibat, skip lesion dan
granuloma non kaseosa sering ditemukan. Ulkus sering ditemukan
dan mungkin terdapat transisi mendadak dari ulkus ke mukosa
normal. Gambaran histologisnya terdapat banyak neutrofil yang
menginfiltrasi dan merusak sel kripta, disebut abses kripta, bisa
ditemukan metaplasia sel paneth di kolon kiri, penyakit yang
menahun dapat menyebabkan atrofi mukosa dengan
distorsi/hilangnya kripta. Pada kebanyakan pasien, gejala penyakit
dimulai dengan serangan diare ringan secara intermitten, demam dan
nyeri abdomen. Sekitar 20% pasien menunjukkan gejala nyeri bagian
kanan bawah akut, diare berdarah dan demam. Bila penyakit chron
mengenai kolon, bisa terjadi anemia defisiensi besi dan bila mengenai
usus halus bisa terjadi hipoalbuminemia dan malabsorbsi umum.
● Hemorrhoid : Terjadi pelebaran pembuluh darah pleksus venosus
hemorrhoidalis, sehingga terdapat tonjolan pada rektum, bisa berupa
hemorrhoid interna/eksterna. Pada pemeriksaan histologis, berupa
pembuluh-pembuluh submukosa, berdinding tipis, berdilatasi, yang
menonjol di bawah anus dan mukosa rektum. Gejala klinisnya sering
berupa nyeri dan pendarahan rektum, khas tampak darah merah segar
pada tissue toilet.
● Divertikulum sigmoid : Secara anatomik berukuran kecil berupa
kantung yang menonjol keluar seperti botol berdiameter 0,5-1cm,
yang terjadi dengan distribusi teratur antara taeniae coli, penampang
menunjukkan outpouching of mucosa keluar muskularis propria.
Terdapat divertikulitis dan peridivertikulitis. Bisa terjadi perforasi
kolon. Gejala kebanyakan asimptomatis, namun sekitar 20% dari
yang terkena gejala mengeluh seperti kejang otot intermitten, rasa
tidak nyaman di abdomen bawah yang terus menurun, konstipasi dan
diare.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dilihat dari gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium, pasien diduga
menderita kanker kolorektal. Hal ini sesuai dengan teori yang telah dituliskan
dalam laporan ini. Penyakit ini sangat eratannya dengan gaya hidup; daging
merah yang dikonsumsi terutama dengan cara diasinkan atau dibakar sangat
bersifat karsinogenik karena kandungan nitrosamin yang mengubah aktivitas
metabolik menjadi karsinogenik; tidak suka makan sayuran sehingga kurangnya
proteksi lumen usus yang dapat menyebabkan keganasan dan mudahnya terkena
stres oksidatif; kebiasan merokok yang menyebabkan metilasi DNA dan
menginduksi kanker. Menurut gejala klinis, pasien dalam stadium 4b dengan
survival rate 10% dan terjadi metastasis ke liver yang menyebabkan prognosis
menjadi sangat buruk. Pada sebagian besar kasus, penyakit ini diturunkan melalui
mutasi APC (adematous polyposis gene) yang ditemukan pada FAP (familial
polyposis gene). Penyakit ini dapat dicegah melalui perubahan gaya hidup seperti
memperbanyak makan sayuran, mengurangi konsumsi daging merah, mengurangi
merokok dan alkohol, serta menambah aktivitas fisik.

Saran
Secara garis besar, pada pelaksanaan diskusi tutorial skenario kedua Blok
IX: Neoplasma ini berjalan lancar, tidak ada hambatan yang berarti. Langkah 1,
yaitu membahas dan memahami pengertian beberapa istilah asing, tidak memiliki
hambatan yang memadai, semua peserta mampu berperan aktif memberikan
pertanyaan dan tanggapannya berdasarkan prior knowledge yang dimiliki, bahkan
beberapa sudah menyebutkan sumber yang valid. Langkah 2, yaitu
mendefinisikan/menentukan masalah, dapat berlangsung dengan lancar, semua
peserta mampu berperan aktif dengan menanyakan pertanyaan yang kritis dan
meruncing pada topik-topik permasalahan inti sehingga diskusi dapat terpusat dan
tidak meluas ke hal-hal yang tidak semestinya. Langkah 3, yaitu menganalisis
permasalahan dan membuat jawaban sementara mengenai permasalahan tersebut,
juga dapat berjalan dengan lancar. Masing-masing anggota kelompok sudah
belajar dan mencari info terlebih dahulu terkait dengan skenario yang akan
dibahas, sehingga ketika melakukan diskusi tutorial ini, anggota dapat
menyampaikan info dengan akurat berdasarkan sumber yang EBM (Evidence
Based Medicine) dan mendiskusikannya secara bersama dengan baik. Langkah 4,
yaitu menginventarisasi permasalahan secara sistematis mengenai permasalahan
pada langkah-3, dapat berjalan lancar meskipun sedikit terhambat. Anggota
memiliki pendapat masing-masing yang berbeda mengenai apa sumber masalah
utama atau bahan pokok dari skenario tutorial ini sehingga sempat ada
perdebatan, namun dapat saling mengarahkan pada problem tree yang paling
tepat. Langkah 5, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran, dapat berjalan dengan
lancar, anggota mampu menyebutkan tujuan pembelajaran yang sesuai, ada
beberapa yang kurang, kemudian diarahkan oleh tutor sehingga dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang sesuai. Langkah 6, yaitu mengumpulkan informasi
baru, berjalan dengan sedikit hambatan, yaitu sedikitnya materi yang akan dicari
lagi, sehingga berdampak pada pertemuan selanjutnya yaitu Langkah 7.
Pada pertemuan kedua, hambatan juga tidak terasa, terbukti dengan tidak
adanya space atau jeda kosong dimana semua anggota berpartisipasi memberikan
pendapat, karena banyaknya materi dan pembahasan sehingga diskusi mengalir
terus. Tiap anggota juga memiliki materi yang beragam dan saling melengkapi
satu sama lain sehingga tiap LO dapat dijelaskan dengan baik.
Saran untuk anggota agar terus meningkatkan kinerjanya. Masing-masing
anggota harus mencari setiap tujuan pembelajaran dari berbagai sumber, tidak
hanya terpaku pada buku pembelajaran yang dianjurkan oleh dosen, tapi juga bisa
mencari jurnal atau bertanya pada ahlinya. Anggota juga harus lebih aktif dalam
penyampaian pendapat, lebih berani, dan tidak takut mengutarakan hasil
pencariannya. Dalam tiap proses menjawab LO, alangkah baiknya nama anggota
yang menjawab LO tersebut dicatat sekaligus dengan sumbernya, untuk
memudahkan proses pembuatan laporan tutorial.

DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi
Robbins. Edisi. 9. Singapura: Elsevier.
Cagir, Burt. (2017). Colon Cancer. United State of America: Department
of Surgery, Guthrie Robert Packer Hospital. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/281237-overview#a4,
diakses 28 September 2017
Kemenkes (2012). Pedoman Pelayanan Kedokteran Kanker Kolorektal.
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKkolorektal.pdf, l 27
september 2017
Kumar V, Abbas AK, dan Aster JC. (2013). Robbins Basic Pathology.
Philadelphia: elsevier saunders
Sangisetty, K.L. (2012). Malignant ascites: A review of prognostic
factors, pathophysiology and therapeutic measures. Department of
Surgery, Warren Alpert Medical School of Brown University,
Rhode Island Hospital. Available at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3351493/, diakses
28 September 2017

Anda mungkin juga menyukai