Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KISTA DUKTUS KOLEDOKUS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Stase Gadar Kritis

Profesi Ners C

Oleh:
Farhan Malik Ibrahim Syafrudin 322069

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT
2023
A. Pengertian
Kista ductus koledokus adalah kelainan bawaan berupa pelebaran yang
tidak normal pada saluran empedu. Cairan empedu yang diproduksi oleh hati
akan dialirkan ke usus melalui saluran di dalam hati, yaitu ductus intrahepatic,
menuju ductus ekstrahepatik. Dalam perjalanannya, cairan empedu akan
bercampur dengan enzim yang dihasilkan oleh pancreas. Hal ini terjadi karena
saluran pada pancreas bermuara ke ductus koledokus.
Kista koledokus merupakan dilatasi kistik dari saluran empedu baik
intrahepatik maupun ektrahepatik , yang menyebabkan obstruksi biliaris dan
sirosis biliaris progresif.

B. Etiologi
Etiologi dari kista duktus koledokus belum dapat diketahui dengan
pasti, mungkin banyak faktor yang berperan. Diduga penyebabnya kongenital
atau didapat. Agaknya kelainan ini dimulai dengan anomali pengaliran saluran
empedu dan saluran pankreas, serta gangguan mekanisme sfingter Oddi.
Infeksi dengan atau tanpa refluks cairan pankreas mungkin merupakan faktor
kausal.
Penyebab utama dari kista ductus koledokus masih belum diketahui, namun
diduga hal ini terjadi akibat gagal bersatuny saluran empedu dan saluran
pancreas pada masa kehamilan. Pancreas menghasilkan enzim yang penting
untuk mencerna makanan. Kelainan pada penyatuan saluran empedu dan
saluran pancreas menyebabkan enzim bocor ke jaringan sekitarnya dan
menyebabkan perubahan pada jaringan selitarnya. Hasil dari perubahan
tersebut berbentuk kantung dan menghasilkan kista ductus koledokus.

C. Manifestasi Klinis
Terdapat dua kelompok penderita kista koledokus. Kelompok infantil,
yang berumur rata-rata tiga bulan, dengan gejala ikterus obstruksi akibat
atresia saluran empedu. Kelompok kedua yang gejalanya lambat timbul, yaitu
pada usia rata-rata 9 tahun berupa nyeri, masa di perut kanan atas, serta
ikterus. Trias gejala klasik untuk kista koledokus adalah nyeri pada perut,
jaundice, dan masa di perut kuadran kanan atas.
Meskipun dijelaskan pada kebanyakan pasien, kenyataan nya trias ini jarang
terlihat, terjadi hanya 5 – 10 % dari pasien anak-anak dan hampir tidak ada pada
pasien dewasa. Pada pasien anak, keluhan nyeri pada perut adalah gejala yang paling
umum muncul. Meskipun hanya sedikit yang datang dengan keluhan semua trias,
tetapi sekitar 85 % anak-anak menunjukkan setidaknya dua dari gejala. Jaundice
merupakan gejala yg muncul pada 27– 57 % pasien, lebih umum daripada kolangitis
atau pankreatitis. Nyeri pada perut juga merupakan keluhan utama yang paling
umum muncul pada orang dewasa, diikuti jaundice dan kolangitis. Gejala lain yang
muncul adalah mual atau muntah, penurunan berat badan, pruritus, atau perdarahan
gastrointestinal. Massa pada perut jelas jarang pada orang dewasa, dilaporkan hanya
3 % pasien. Pada orang dewasa yang memiliki kista koledokus dapat menunjukkan
gejala yang tidak jelas atau mungkin benar-benar asimptomatik. Akibatnya, diagnosis
menjadi tertunda

D. Patofisiologi
Pada kista duktus koledokus, mukosa duktus biliaris menunjukkan
adanya erosi, deskuamasi epitel dan hiperplasia papilary dengan regenerasi
atipik. Displasia mukosaduktus biliaris tanpa karsinoma juga kerap ditemui.
Perubahan metaplasia seperti selmucous, sel goblet dan sel Panet juga
ditemui. Hiperplasia dan metaplasia meningkat seiring usia dan dapat menjadi
karsinoma pada usia dewasa. Perubahan ini dapat ditemui pada semua tipe
kista duktus koledokus.
Mukosa kandung empedu pada pasien dengan PBMU menunjukkan
kolesistitis, cholesterolosis, adenomyosis atau adenomyomatosis, polip, termasuk
adenoma dan hiperflasia epitel. Mukosa kandung empedu pada FFCC ditandai
hiperplasia difus diepitel dengan atau tanpa metaplasia dari pyloric glands, sel goblet
dan sel Panet 

E. Klasifikasi
1. Tipe 1 kista koledoukus.
Berupa dilatasi saluran empedu ekstrahepatik. Tipe ini adalah tipe kista
yang paling umum, ditemukan 75 – 85 % kasus. Terdapat pelebaran pada
ductus koledokus (common bile duct). Pelebaran ini tidak berbentuk
kantung. Tipe 1 dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai :
1A. Kistik. Berbentuk sakular dan melibatkan seluruh dari duktus
ekstrahepatikus
1B. Fokus. Berbentuk sakular dan hanya melibatkan sebagian segmen duktus
biliaris
1C. Fusiform. Berbentuk fusiform dan melibatkan sebagian besar dan seluruh
dari duktus ekstrahepatikus
A. Tipe 1A (Kistik)
B. Tipe 1B (Fokus)
C. Tipe 1C (Fusiform)

2. Tipe 2 divertikulum koledokus


Tampak seperti ada kantung pada ductus koledokus yang menonjol keluar
.
D. Tipe 2 (Divertikulum)

3. Tipe 3 kista intraduodenum atau “koledokel”


Berupa dilatasi kistik dari saluran empedu di dalam dinding duodenum.
Sistem duktus normal dan duktus koledokus biasanya memasuki
choledochocele ke dalam dinding dari duodenum.
4. Tipe 4 mengacu pada multiple kista.
Dibagi menjadi : Tipe 4 A lesi terdapat pelebaran pada saluran empedu
intra dan ekstrahepatik. Tipe 4 B pelebaran hanya terdapat pada saluran
empedu ekstrahepatik.

E. Tipe 3 (Koledokel) F. Tipe 4A G. Tipe 4B

5. Tipe 5 melibatkan pelebaran saluran empedu intrahepatik, biasanya multiple


(caroli’s disease).

Gambar 6.
F. Penatalaksanaan
Eksisi Pengobatan yang lebih dipilih untuk pengobatan kista saluran
empedu adalah komplit eksisi dengan kolesistektomi dan rekonstruksi dengan
Roux-en-J hepatikojejunostomi. Pada tahun sebelumnya, pasien sering di
tangani tanpa eksisi dengan anastomosis kista ke jejunum, duodenum atau
perut. Prosedur internal drainase mengakibatkan tingginya tingkat stenosis,
lithiasis, kolangitis, dan operasi ulang serta gagal untuk mengatasi sifat
premalignant lesi ini. Saat ini, eksisi kista dapat dilakukan dengan tingkat
morbiditas dan mortlalitas yang rendah dibandingkan operasi lampau dengan
internal drainase. Sayangnya, ketika proses kitik melibatkan multiple
intrahepatik dan ekstrahepatik, komplit eksisi mungkin tidak layak. Dalam
keadaan ini, eksisi parsial dikombinasi dengan drainase dari sisa saluran
abnormal mungkin satu-satunya solusi.

G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak mampu untuk menegakkan diagnosis
dari kistaduktus koledokus, tetapi dapat menggambarkan kondisi klinis
dari pasien. Oleh karena gejala tersering adalah jaundice, hasil
laboratorium terpenting adalah conjugated hiperbilirubinemia peningkatan
alkaline phosphatase, dan marker lainuntuk obstruktif jaundice. Apabila
obstruksi biliaris sudah terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka
dapat pula disertai profil koagulasi yang abnormal. Nilai amilase plasma
dapat menunjukkan peningkatan pada saat episode nyeri perut.
b. Pemeriksaan Radiologi
Bagaimanapun bentuk dari kelainan anatomi, pemeriksaan radiologis
merupakankunci dalam menegakkan diagnosis. Computed tomography
(CT) cholangiography, dahulu digunakan sebagai alat penunjang dalam
menegakkan diagnosis dari kistaduktus koledokus, saat ini digantikan oleh
pemeriksaan yang lebih akurat
c. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang awal yang terpilih dandapat
menggambarkan ukuran, bentuk, duktus proksimal, pembuluh darah dan bnetuk
dari hepar. Komplikasi seperti kolelitiasis, hipertensi portal dan biliary ascites
dapat pula terlihat.
d. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) dapat dilakukan
dibawah pengaruh sedasi pada anak tanpa menggunakan bahan kontras atau
tanapa radiasi. MRCP merupakan pemeriksaan yang bersifat noninvasif dan
dapatdigunakan untuk menggambarkann duktus pankreatik dan biliaris proksimal
dariobstruksi. Pada anak dengan usia dibawah 3 tahun, MRCP amungkin tidak
dapat menggambarkan sistem pankreticobiliaris dikarenakan kalibernya yang
kecil.

H. Komplikasi
Komplikasi kista koledokus adalah:
1. Obstruksi empedu
2. Kolangitis
3. Abses hati
4. Ruptur
5. Perubahan keganasan.
Kemungkinan perubahan keganasan adalah 20 kali dan risiko keganasan
bertambah besar dengan bertambahnya usia.
Asuhan Keperawatan
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POST OP LAPARATOMY
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS,

nomor register, dan diagnosis medis.

2. Keluhan Utama

Sering  menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan

adalah  nyeri pada abdomen.

3. Riwayat Kesehatan

a.       Riwayat kesehatan sekarang

Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang

telah diambil sebelum akhirnya klien dibawa ke rumah sakit

untuk mendapatkan penanganan secara medis.


b.      Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di

rumah sakit.

c.       Riwayat kesehatan keluarga

Bisanya ada riwayat keluarga yang menderita

hipertensi,diabetes melitus,atau adanya riwayat stroke dari

generasi terdahulu.

d.      Riwayat psikososial dan spiritual

Peranan  pasien  dalam  keluarga  status emosional meningkat,

interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa

cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak

harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin

dalam melakukan ibadah sehari-hari.

4. Aktivitas Sehari-Hari (sebelum dan sesudah sakit)

a.       Pola Nutrisi

b.      Pola Eliminasi

c.       Pola Personal Hygiene

d.      Pola Istirahat dan Tidur

e.       Pola Aktivitas dan Latihan

f.       Seksualitas/reproduksi

g.      Peran
h.      Persepsi diri/konsep diri

i.        Kognitif diri/konsep diri

j.        Kognitif perceptual

5. Pemerisaan Fisik
1.      Kepala

pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma atau

riwayat operasi.

2.      Mata

penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya gangguan

nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata

(nervus III), gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan

gangguan dalam menggerakkan boal mata kalateral (nervus VI).

3.      Hidung

Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada nervus

olfatorius (nervus I).

4.      Mulut

Adanya gangguan pengecapan (lidah ) akibat kerusakan nervus

vagus adanya kesulitan dalam menelan.

5.      Dada

Inspeksi                           :kesimetrisan bentuk, dan kembang

kempih dada.

Palpasi                             :ada tidaknya nyeri tekan dan massa.

Perkusi                            :mendengar bunyi hasil perkusi.


Auskultasi               :mengetahui suara nafas, cepat dan dalam.

6.      Abdomen

Inspeksi                           : bentuk, ada tidaknya pembesaran.

Auskultasi                       : mendengar bising usus.

Perkusi                            : mendengar bunyi hasil perkusi.

Palpasi                             : ada tidaknya nyeri tekan pasca operasi.

7.      Ekstremitas

Pengukuran otot menurut (Arif Mutaqqin, 2012)

a.       Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.

b.      Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan

pada sendi.

c.       Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan

grafitasi.

d.      Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat

melawan tekanan pemeriksaan.

e.       Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi

kekuatanya berkurang.

f.       Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan

kekuatan penuh.

6. Diagnosa Keperawatan
a.       Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan

insisi bedah.

b.      Resiko infeksi berhubungan dengan adanya sayatan / luka

operasi laparatomi.

c.       Gangguan imobilisasi berhubungan dengan pergerakan

terbatas dari anggota tubuh.

7. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan kriteria intervensi

Keperawatan hasil

1. Nyeri akut NOC NIC

berhubungan Ansiety Anxiety Reduction

dengan Fear leavel (penurunan

dilakukannya Sleep deprivation kecemasan)

tindakan insisi Comfort, readines for


1.      Identifikasi tingkat

bedah. enchanced kecemsan

Kriteria Hasil: 2.      Bantu klien

Mampu mengontrol mengenal situasi

kecemasan yang menimbulkan

Mengontrol nyeri kecemasan

Kualitas tidur dan 3.      Kaji karakteristik

istirahat adekuat nyeri

Status kenyamanan 4.      Instruksikan pasien


meningkat menggunakan tehnik

rekasasi

5.      Berikan posisi

nyaman sesuai

kebutuhan

6.      Kolaborasi

pemberian obat

analgetik

2. Resiko infeksi NOC NIC

berhubungan Immune status Infection Control

dengan adanya Knowledge : (kontrol infeksi)

sayatan / luka infection control 1.      Monitor tanda dan

operasi Risk control gejala infeksi

laparatomi. Kriteria hasil sistemik dan lokal

Klien bebas dari 2.      Bersihkan luka

tanda dan gejala 3.      Ajarkan cara

infeksi menghindari infeksi

Menunjukkan 4.      Instruksikan pasien

kemampuan untuk untuk minum obat

mencegah timbulnya antibiotik sesuai

infeksi resep

Jumlah leukosit 5.      Berikan terapi

dalam batas normal antibiotik IV bila


perlu

3. Gangguan NOC NIC

imobilisasi Joint movement : Exercise therapy :

berhubungan active ambulation

dengan Mobility level 1.      Monitor vital sign

pergerakan Self care : ADLs sebelum/sesudah

terbatas dari Transfer latihan dan lihat

anggota tubuh. performance respon pasien saat

Kriteria hasil latihan

Klien meningkjat 2.      Latih pasien dalam

dalam aktivits fisik pemenuhan

Mengerti dari tujuan kebutuhan ADLs

dari peningkatan secara mandiri sesuai

mobilitas kebutuhan

Memeragakan 3.      Kaji kemampuan

penggunaan alat pasien dalam

Bantu untuk mobilisasi

mobilisasi (walker) 4.      Konsultasi dengan

terapi fisik tentang

rencana ambulasi

sesuai kebutuhan

5.      Ajarkan pasien

bagaimana merubah
posisi dan berikan

bantuan jika

diperlukan

8.Implementasi

 Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang  baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry,

2011). 

9. Evaluasi

Menurut Craven dan Hirnle (2011) evaluasi didefenisikan

sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar

tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku

klien yang tampil.


DAFTAR PUSTAKA
Azimi, F., Dinn, W. M., & Naumann, R. A. (2020). Intestinal perforation.
Radiology, 121(3 I), 701–702. https://doi.org/10.1148/121.3.701X ANA (2016).
Definisi laparatomi. EGC : Jakarta.
Christina & Kristanti. (2011). Tidakan keperawatan
laparatomi. EGC : Jakarta. Kementerian Kesehatan RI.
2020. Sekretariat Jenderal Profil KesehatanIndonesia
Tahun 2019. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Muttaqien. (2016). The Overview Of Surgical Site Infection Of Pasca Caesarean


Section At Arifin Achmad General Hospital Of Riau Province 1 January – 31
December 2014 Period. Jurnal Fakultas Kedokteran, 3 (1)
.

Anda mungkin juga menyukai