Anda di halaman 1dari 10

Kista Koledokus

A. Pendahuluan

Kista koledokus merupakan dilatasi kistik dari saluran empedu baik intrahepatik maupun
ekstra hepatik, yang menyebabkan obtruksi biliaris dan sirosis biliaris progresif, dengan
gejalaklinik seperti ikterus, nyeri dan demam. Kadang-kang bisa seperti tanda pankreatitis.
Kistaduktus umumnya berhubungan dengan komplikasi pada traktus biliaris dan pankreas. Kasus
kista koledokus relatif jarang di Negara Barat, yaitu sekitar 1 kasus dalam100.000-150.000
hingga 1 kasus dalam 2 juta kelahiran hidup. Prevalensi kista koledokus lebih banyak terjadi di
Negara Asia, dimana 33-50% kasus dilaporkan terjadi di Jepang mencapai 1kasus dalam 1000
populasi penduduk.Kista koledokus lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki,
denganperbandingan perempuan dan laki-laki adalah 3:1 hingga 4:1. Kasus ini dapat ditemukan
dalamsegala usia, namun hampir 67% kasus dengan tanda-tanda tersebut ditemukan sebelum
usia 10tahun.Terdapat trias gejala pada duktus koledokus yaitu nyeri, massa intraabdomen, dan
ikterus obstruksi menunjukkan kemungkinan kista koledokus. Endoscopic Retrograd
Colangio Pankreatikografi (ERCP) membantu mendiagnosis anomali letak saluran pankreas
maupunbatuk dan batas kista saluran empedu.1

B. Embriologi dan Anatomi

Cikal bakal kandung empedu, saluran empedu dan hati adalah berasal dari
suatupenonjolan embryonic foregut sekitar 18 hari gestasi. Antara minggu ke 3-4, penonjolan
tersebut terdiri dari bagian kranial dan bagian kaudal. Bagian kranial akan berdiferensiasi
menjadi hati dengan perkembangan dari hepatosit dan saluran empedu intrahepatic, sementara
bagian kaudal berdiferensiasi menjadi kandung empedu, saluran empedu ekstrahepatic dan
pankreas.2

Kandung empedu adalah organ yang berbentuk bulat lonjong atau “pear-shaped” yang
terdiri dari fundus, korpus, infundibulum, dan leher, yang mengecil ke duktus sistikus.Panjang
kandung empedu sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 mL cairan empedu. Dinding kandung
empeduterdiri dari otot halus yang terbungkus dalam jaringan fibrosa. Lapisan mukosa kandung
empedu terdiri dari sel epitel kolumnar dengan tight junction dan micro-villi untuk absorpsi.
Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati, dibawah lengkung iga kanan,di tepi
lateral otot rektus abdominis. Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di dalamjaringan
hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral, tetapi infundibulumkandung
empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapiran peritoneum. Apabila kandungempedu
mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong
(kantong Hartmann).2

Duktus sistikus adalah saluran yang akan menghubungkan kandung empedu dengan
duktus koledokus.Panjang nya sekitar 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya
mengandung katup berbentuk spiral yang disebut katup spiral Heister, yang memudahkan
cairanempedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.
Duktus hepatikus kanan dan kiri akan bergabung menjadi duktus hepatikus komunis. Duktus
sistikus akan masuk bergabung dengan duktus hepatikus komunis menjadi duktuskoledokus,
yang kemudian berjalan bagian inferior duodenum di tepi bebas omentum minus di sebelah
kanan arteri hepatikus dan di depan vena porta. Duktus koledokus melewati belakangbagian
pertama duodenum dan kemudian bergabung dengan duktus pankreas masuk ke dalambagian
kedua duodenum. Panjang duktus koledokus sekitar 7 cm dan lebar kurang dari 1 cm ketika
dinilai saat operasi dengan mata telanjang atau dengan choledochogram. Namun, ketika dilihat
dengan USG, duktus koledokus yang normal lebarnya kurang dari 0,7 cm. 2

Lapisan mukosaduktus koledokus adalah sel epitel kuboid, dan dindingnya adalah
jaringan fibrosa dengan sedikitotot halus.Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui
arteri sistika, yang akan terbagimenjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang
dari arteri hepatika kanan, tetapiasal dari arteri sistika bervariasi. Drainase vena dari kandung
empedu bervariasi, biasanya kedalam cabang kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara
langsung ke dalam hati dan juga ke nodus-nodus di sepanjangpermukaan vena porta.
Persarafannya berasal dari vagus dan cabang simpatik yang melewaticeliac plexus
(preganglionik T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan bile ducts melewariaferen
simpatetik melalui splanknik nerve dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf muncul dariaksis seliak
dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri diperantarai oleh serat viseral,simpatis.
Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa melalui cabang vagusdan
ganglion seliaka.2
C. Defenisi

Kista duktus koledokus adalah dilatasi kistik dari saluran empedu baik intrahepatik
maupun ekstrahepatik.3

D. Etiologi

Etiologi pasti Kista Duktus Koledokus sampai saat ini masih belum diketahui
denganjelas.Terdapat beberapa teori berkenaan dengan etiologi dan patogenesis dari kista
duktuskoledokus:

1. Terjadinya kegagalan rekanalisasi sehingga terjadi kelemahan kongenital pada


dindingduktus biliaris, dimana hal ini merupakan hipotesis awal.
2. Terdapatnya abnormalitas pada inervasi dari distal commonbile duct yang
menyebabkanterjadinya obstruksi fungsional dan dilatasi proksimal.
3. Kelemahan yang didapat dari dinding duktus biliarisyang berhubungan dengan PBM, pertam
akali diperkenalkan oleh Babbit (1969), dimana digambarkan terdapatnya
commonpancreaticobiliary channel pada kistaduktus koledokus, dan terjadinya refluks enzim
pankreasdapat menyebabkan kerusakan pada duktus biliaris dan dilatasi.
4. Terdapatnya obstruksi dari bagian distal duktus biliaris. Stenosis sering ditemukan di bagian
bawah dari kista tipe 1, tetapi apakah penyebabnya kongenital ataupun sekunder akibat dari
inflamasi masih belum jelas. Todani dan kawan – kawan, berdasarkan analisisnya menggunakan
endoscopic retrogradecholangiography (ERCP) dan pemeriksaan dengan kolangiografi lain,
menerangkan terjadinya anomali pada pembentukan duktuspankretiko biliaris dimana
duktus pankreatikus bersatudengan duktus biliaris pada lokasi yang lebih proksimal diluar
ampula Vater, dimana hal inidapat menyebabkan terjadinya refluks dari enzim pankreas,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada dinding duktus dan terjadinya
dilatasi.3
Konsentrasi yang tinggi dari enzim pankreas sering ditemukan pada bile di dalam kista.
Hal ini ditunjang dengan meningkatnya kadar amilase yang diaspirasi dari kistaduktus
koledokus. Long common channel tidak hanya disertai dengan komplikasi pankreatitis, tetapi
dapat juga disertai dengan komplikasi protein plugs, kalkulus, pada anak dan dapat berkembang
menjadi karsinoma kandung empedu.3

E. Patologi

Pada kista duktus koledokus, mukosa duktus biliaris menunjukkan adanya erosi,
deskuamasi epitel dan hiperplasia papilary dengan regenerasi atipik. Displasia mukosaduktus
biliaris tanpa karsinoma juga kerap ditemui. Perubahan metaplasia seperti selmucous, sel goblet
dan sel Panet juga ditemui. Hiperplasia dan metaplasia meningkat seiring usia dan dapat menjadi
karsinoma pada usia dewasa. Perubahan ini dapat ditemui pada semua tipe kista duktus
koledokus. 4
Mukosa kandung empedu pada pasien dengan pancreaticobiliary malunion (PBMU)
menunjukkan kolesistitis, cholesterolosis, adenomyosis atau adenomyomatosis, polip, termasuk
adenoma dan hiperflasia epitel. Mukosa kandung empedu pada FFCC ditandai hiperplasia difus
di epitel dengan atau tanpa metaplasia dari pyloric glands, sel goblet dan sel Panet. 4

F. Klasifikasi

Klasifikasi Kista Duktus koledukus yang umum dipakai adalah klasifikasi menurut
Alonzo-Todani yang didasarkan pada lokasi kista duktus billiaris:
Tipe I : Tipe ini merupakan tipe yang tersering (80-90% dari Kista Duktus Koledokus). Tipe ini
mencangkup dilatasi fusiform atau sacular dari duktus koledokus dengan melibatkan sebagian
hingga seluruh duktus.
Tipe I A : Berbentuk sacular dan melibatkan seluruh dari duktus ekstrahepatik. Tipe I B :
Berbentuk sacular dan melibatkan sebagian segmen dari duktus billiaris.
Tipe I C:Berbentuk fusiform dan melibatkan sebagian besar hinggaseluruhnya dari duktus ekstra
hepatik
Tipe II: Tampak seperti divertikulum yang menonjol pada dinding duktus koledokus, sedangkan
duktus billiaris intrahepatik dan ektrahepatik normal.
Tipe III: Dikenal sebagai choledochocele. Biasanya terdapat intraduodenal tetapi terkadang dapat
muncul pada bagian intra hepatik dari traktus biliaris. Sebaliknya, sistem duktus normal dan
duktus koledokus biasanya memasuki choledochocele ke dalam dinding dari duodenum.
Tipe IV: untuk tipe IVA terjadi dilatasi multipel dari duktus intra dan ekstrahepatik sedangkan
untuk tipe IV B hanya melibatkan duktus ekstrahepatik saja.
Tipe V (Caroli disease): multipel dilatasi dari duktus intrahepatik. 5

G. Manifestasi Klinis

Kista duktus koledokus dapat terlihat pada semua usia, tetapi lebih dari setengahnya
pertama kali terlihat pada dekade pertama kehidupan. Manifestasi klinis akan berbeda sesuai
dengan usia pada saat permulaan gejala. Gejala pada pasien dengan kista duktus koledokus dapat
diklasifikasikan menjadi gejala pada anak bayi dan pada anak yang lebih besar. Pada bayi,
dengan rentang usia 1 sampai 3 bulan, gejala yang muncul adalah obstruktif jaundice, feses yang
akholis, dan hepatomegali. Tampilan klinis pada kelompok ini tidak dapat dibedakan dari atresia
biliaris. Kadang-kadang disertai juga dengan fibrosis hati. Pasien pada kelompok ini tidak harus
terdapatgejala nyeri pada abdomen ataupun massa pada abdomen.6

Pada kelompok umur yang lebih besar, biasanya manifestasi klinis akantampak pada anak
setelah usia 2 tahun. Pada anak yang lebih besar, gejalanya dapat dibedakan menjadi 2
kelompok, yaitu massa pada perut kanan atas dengan jaundice intermittent karena obstruksi
biliaris, yang umumnya dijumpai pada pasien dengan kista duktus koledokus sakuler, dan nyeri
perut akibat pankreatitis, yang biasanya tampak pada bentuk yang fusiform. Pada kelompok
umur ini, classic triad berupa nyeri perut, terabanya massa, dan jaundice yang dikemukan oleh
Alonso-Lej dan kolega biasanya dijumpai. Karena obstruksi yang terjadi pada kelompok umur
inihanya parsial, maka gejala bersifat intermiten.6

Rekuren kolangitis dapat menjadi ciri dari gejala kista duktus koledokus pada anak yang
lebih besar. Bagaimanapun, sangat penting ditekankan bahwa gejala pada anak yang lebih besar
sering tidak ketara dan bersifat intermitan, sehingga sering tidak terdiagnosis, yang
mengakibatkan kerusakan hati yang terus berlanjut, sehingga pasien biasanya datang dengan
kondisi sirosis hati dan manifestasi hipertensi portal.6

H. Diagnosis

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak mampu untuk menegakkan diagnosis dari kistaduktus


koledokus, tetapi dapat menggambarkan kondisi klinis dari pasien. Oleh karena gejala tersering
adalah jaundice, hasil laboratorium terpenting adalah conjugated hiperbilirubinemia, peningkatan
alkaline phosphatase, dan marker lainuntuk obstruktif jaundice. Apabila obstruksi biliaris sudah
terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka dapat pula disertai profil koagulasi yang abnormal.
Nilai amilase plasma dapat menunjukkan peningkatan pada saat episode nyeri perut.7
Pemeriksaan Radiologi

Bagaimanapun bentuk dari kelainan anatomi, pemeriksaan radiologis merupakankunci


dalam menegakkan diagnosis. Computed tomography (CT) cholangiography, dahulu digunakan
sebagai alat penunjang dalam menegakkan diagnosis dari kistaduktus koledokus, saat ini
digantikan oleh pemeriksaan yang lebih akurat.7

Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang awal yang terpilih dandapat


menggambarkan ukuran, bentuk, duktus proksimal, pembuluh darah dan bnetuk dari hepar.
Komplikasi seperti kolelitiasis, hipertensi portal dan biliary ascites dapat pula terlihat.6,7

Percutaneus transhepatic cholangiography dan endoscopic retrograde Echolangio


pancreatography (ERCP) dapat memeberikan gambaran yang akurat darisistem
pancreaticobiliary. Tetapi, pemeriksaan ini bersifat invasif dan tidak cocok untuk digunakan
berulang kali serta merupakan kontraindikasi apabila dilakukandalam keadaan pankreatitis akut.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan anesthesia umum.7

Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) dapat dilakukan dibawah


pengaruh sedasi pada anak tanpa menggunakan bahan kontras atau tanapa radiasi. MRCP
merupakan pemeriksaan yang bersifat noninvasif dan dapatdigunakan untuk menggambarkann
duktus pankreatik dan biliaris proksimal dariobstruksi. Pada anak dengan usia dibawah 3 tahun,
MRCP amungkin tidak dapat menggambarkan sistem pankreticobiliaris dikarenakan kalibernya
yang kecil.7

Kolangiografi intraoperatif tidak diperlukan jika seluruh sistem biliaris telah dicitrakan
sebelum eksisi kista, namun hal ini harus dipakai jika system pancreaticobiliary tidak seluruhnya
tercitrakan.7

I. Penatalaksanaan

Eksisi kista merupakan terapi definitif yang terpilih untuk kista duktus koledokus karena
tingginya morbiditas dan tingginya resiko terjadinya karsinoma setelahdrainase interna.
Bervariasi pendekatan telah diusahakan sejak dahulu untuk penanganan pembedahan mulai dari
aspirasi kista, marsupialisasi, serta drainage eksternal tetapi angka mortalitas tetap tinggi. Hal ini
mungkin dikarenakan kebanyakan pasien yang datang dengan kondisi lanjut. 3
Pada tahun1924, McWhorter pertama kali mempublikasikan eksisi dari kistakoledokus
dengan anastomosis dari duktus hepatikus ke duodenum. Prosedur inidirasakan sangat sulit,
dengan angka kematian mencapai 30%. Pada tahun 1933,Gross mempublikasikan dan
menyimpulkan bahwa choledochocystoduodenostomy sebagai prosedur pembedahan yang cukup
aman dan efektif serta memiliki mortalitas yang rendah. Pada tahun 1965, Fonkalsrud dan Boles
mendukung hal tersebut, sehingga sejak saat itu drainase interna tanpa eksisi kista merupkan
tindakan yang terpilih. Kemudian terhadap pasien tersebut dilakukan follow up selama 15 tahun,
dan didapatkan bahwa angka morbiditas meningkat dari 30% menjadi 50%, dan hal ini
berhubungan dengan morbiditas yang terjadi lanjut. Komplikasi yang terjadi antara lain kronik
kolangitis yang rekuren, kemungkinan akibat terjadinya refluks dari duodenum ke traktus
biliaris, yang pada akhirnya menyebabkan inflamasi kronis danstenosis pada anastomosis. Hal
memberikan gejala yang ringan sehingga diagnosis tidak dapat dibuktikan dan pada akhirnya
berkembang menjadi sirosis bilier danhipertensi portal.3

Pada tahun 1970, Kasai dan kolega dan Ishida dan kolega, melaporkan hasilyang
memuaskan dengan dilakukannya eksisi kista dan Roux-en-Y jejunostomy.Roux-en-Y cyst
jejunostomy telah dikembangkan sebagai alternatif dari cytduodenostomy untuk menghindari
terjadinya reflux isi dari duodenum ke dalam percabangan traktus billiaris.3

J. Komplikasi

Dari beberapa literatur disebutkan dapat terjadi komplikasi pasca eksisi kista baik awal
maupun lanjut seperti cholangitis, pembentukan batu, striktur anatomosis, pancreatitis, disfungsi
hepar dan keganasan. Fenomena pembentukan batu setelah operasi pertama kali diungkapkan
olehTsuchida et al. Uno dan kawan-kawan, pada penelitiannya tentang batu intrahepatik yang
terjadi setelah eksisi kista, menerangkan bahwa selalu terjadi striktur sebagaikejadian awal. Cetta
juga melaporkan bahwa stasis dari bile akibat striktur dari duktus merupakan kejadian yang
mendahului, bukan mengikuti, untuk terbentuknya batuintrahepatik. Telah banyak dilaporkan
terjadinya degenerasi maligna baik akibat retained cyst ataupun akibat inflamasi kronis yang
terjadi oleh karena refluks dari enzim pankreas akibat kelemahan dari fungsi sfingter Oddi yang
menyebabkan perubahan histologis dan perkembangan ke arah malignansi. Pankreatitis akut
merupakankomplikasi yang terjadi pada 20% kasus pada follow up jangka panjang akibat dari
pembentukan protein plug.6
K. Prognosis

Prognosis setelah eksisi kista koledokus biasanya adalah baik. Pasien membutuhkan
pemantauan jangka panjang akibat adanya peningkatan resiko kolangiosarkoma, meskipun eksisi
total sudah selesai dilakukan.6
Daftar Pustaka

1. O’neill JA. Choledochal Cyst. Dalam: Grosfeld JL, O’Neill JA, Coran AG, FonkalsrudEW,
Pediatric Surgery. Edisi ke-6. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006. h. 1620-31.

2. Stringer MD. Choledochal cys. Dalam: Surgery Of The Liver Bile Ducts and Pancreasin
Children. Edisi ke-2. London: Elsevier Saunders; 2002. h. 149-64.

3. Yamataka Y, Yoshifumi Kato, Miyano T. Dalam: Ashcraft’s Pediatric Surgery. Edisike-5.


Philadelphia: Elsevier Saunders; 2010. h. 566-73.

4. By J.S. de Vries, S. de Vries, D.C. Aronson, et al. Choledochal Cysts: Age of Presentation,
Symptoms, and Late Complications Related to Todani’s Classification. JPediatr Surg
2022;37:1568-73.

5. Shigeru O, Shigesa F, et al. Long-term outcomes after hepaticojejunostomy for choledochal


cyst: a 10- to 27 year follow up. J Pediatr Surg 2001; 45: 1617-22.

6. Long Li, Atsuyuki Yamataka. Ectopic Distal Location of the Papilla of Vater inCongenital
Biliary Dilatation: Implications for Pathogenesis. J Pediatr Surg 2010; 36:376-78

7. Miyano T, Urao M, Yamataka A. Choledochal Cyst. Dalam: Pediatric Surgery:Springer; 2006.


h. 371-86.

Anda mungkin juga menyukai