Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling umum di dunia yang mempengaruhi
manusia dan merupakan faktor resiko mayor terjadinya stroke, miokard infark, vaskular
disease dan gagal ginjal kronik. Meskipun banyak penelitian yang luas dalam beberapa
dekade terakhir ini tetapi etiologi dari kebanyakan kasus orang dewasa yang mengalami
hipertensi masih belum diketahui dan ketidaktahuan masyarakat luas untuk mengontrol
tekanan darah. Mengingat mobriditas dan mortalitas yang disebabkan oleh hipertensi adalah
tinggi, maka pencegahan dan pengobatan hipertensi merupakan tantangan penting bagi
petugas kesehatan. Untungnya, kemajuan dan ujicoba dalam penelitian dalam pemahaman
patofisiologi hipertensi dan penatalaksanaan terhadap penyakit ini meluas.
Data epidemiologis menunjukan bahwa dengan meningkatnya populasi usia lanjut,
maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Dimana baik
hipertensi sitolik dan diastolic sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia >65
tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam
dekade terakhir tidak menunjukan kemajuan lagi (pola kurva mendatar), dan pengendalian
tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi.
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar dari negar-negara yang
sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES)
menunjukan bahwa dari tahu 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar
29-31%., yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi
peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri
merupakan 90% dari seluruh dari seluruh kasus hipertensi.











2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. PENGATURAN TEKANAN DARAH
1

Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu curah jantung (cardiac output) dan
resistensi vascular perifer (peripheral vascular resistance). Curah jantung merupakan hasil
kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup (stroke volume), sedangkan isi
sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena (venous return) dan kekuatan kontraksi miokard.
Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastilitas pembuluh
darah dan viskositas darah. Semua parameter di atas dipengaruhi beberapa faktor antara lain
system syaraf simpatis dan parasimpatis, system Renin-Angiotensin-Aldosteron (SRAA) dan
faktor local berupa bahan-bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah.
Sistem syaraf simpatis bersifat presif yaitu cenderung meningkatkan tekanan darah
dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard dan
meningkatkan resistensi pembuluh darah. System parasimpatis bersifat depresif, yaitu
menurunkan tekanan darah karena menurunkan frekuensi denyut jantung. SRAA juga bersifat
presif berdasarkan efek vasokontriksi angiotensin II dan perangsangan aldosterone yang
menyebabkan retensi air dan natrium di ginjal sehingga meningkatkan volume darah. Selain
itu terdapat sinergisme antara system simpatis dan SRAA yang saling memperkuat efek
masing-masing.
Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai bahan xasoaktif yang sebagiannya
bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan A2 dan angiotensin II local dan
sebagian lagi bersifat vasodilator seperti endothelium-derived relaxing factor (EDRF) yang
dikenal juga dengan nitric oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu, jantung terutama
atrium kanan memproduksi hormone yang disebut atriopeptin (atrial natriuretic peptide,
APN) yang bersifat diuretic, natriuretic dan vasodilator yang cenderung menurunkan tekanan
darah.
2. DEFINISI
Hipertensi adalah tekanan darah yang meningkat dengan sistolik 140mmHg atau
diastolik 90mmHg.
2

3. HIPERTENSI ESENSIAL
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial.
Atau banyak penulis sering menyebutnya hipertensi primer, untuk membedakannya dengan
hipertensi sekunder karena sebab-sebab yang diketahui.
3
Hipertensi Esensial cenderung
familial dan ada kemungkinan diakibatkan antara lingkungan dan faktor genetik. Prevalensi
dari hipertensi esensial akan meningkat dengan seiringnya bertambah usia, dan relative
individu usia muda dengan tekanan darah tinggi akan meningkatkan resiko terjadinya
3
hipertensi. Ada kemungkinan bahwa hipertensi esensial mewakili spectrum gangguan dengan
perbedaan patofisiologi. Sebagian besar penderita dengan hipertensi, meningkatnya resistensi
perifer dan cardic output normal atau menurun. Namun pada penderita yang usia lebih muda
dengan hipertensi ringan atau tidak stabil mungkin cardiac output didapatkan normal dan
resistensi perifer mungkin menurun.
2

Saat Plasma Renin Activity (PRA) diplot terhadap ekskresi Na, sekitar 10-15%
dengan penderita hipertensi mempunyai PRA yang tinggi dan 25% mempunyai PRA yang
rendah. Tingginya renin mempunyai vasokonstriktor dari hipertensi, sedangkan penderita
yang rendah renin tergatung volume hipertensi. Ketidakseimbangan gabungan antara plasma
aldosterone dengan tekanan darah menggambarkan penderita dengan hipertensi esensial.
Gambaran ini nampak pada orang-orang Afrika dan Amerika dan PRA cenderung lebih
rendah. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa kenaikan sedikit aldosteron dapat
menyebabkan hipertensi setidaknya pada beberapa kelompok penderita yang tidak memiliki
aldosteronisme primer terbuka. Selanjutnya, spironolactone, antagonis aldosteron, mungkin
menjadi agen anti hipertensi yang efektif untuk beberapa penderita dengan hipertensi
esensial.
2

4. KLASIFIKASI HIPERTENSI

4.1. Joint National Committee 7
Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh Report
of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Eveluation, and Tretment of
High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2.
4


Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi
Tekanan Darah
TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 139 Atau 80 89
Hipertensi stadium 1 140 159 Atau 90 99
Hipertensi stadium 2 160 Atau 100
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik




4
4.2. World Health Organization (WHO)
WHO dan International Society of Hypertension Working Group (ISHWG) telah
mengelompokan hipertensi kedalam klasifikasi optimal, normal-tinggi, hipertensi ringan,
hipertensi sedang, dan hipertensi berat.
4


Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO) dan
I nternational Society Of Hypertension Working Group (ISHWG)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal < 130 Dan < 85
Normal tinggi /
pra hipertensi
130 139 Atau 85 89
Hipertensi derajat I 140 159 Atau 90 99
Hipertensi derajat II 160 179 Atau 100 109
Hipertensi derajat III 180 Atau 110

4.3. Chinese Hypertension Society (CHS)
Menurut Chinese Hypertension Society, pembacaan tekanan darah <120/80 mmHg
termasuk normal dan kisaran 120/80 hingga 139/89 mmHg termasuk normal tinggi.
4
Tabel 3. Klasifikasi menurut Chinese Hypertension Society (CHS)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Normal Tinggi 120 129 80 84
130 139 85 89
Hipertensi tingkat 1 140 159 90 99
Hipertensi tingkat 2 160 179 100 109
Hipertensi tingkat 3 180 110
Hipertensi sistol
terisolasi ( ISH )
140 90



5
4.4. European Society of Hypertension (ESH)
Klasifikasi yang dibuat oleh European Society of Hypertension adalah :
1. Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien berada pada kategori yang berbeda,
maka resiko kardiovaskuler, keputusan pengobatan dan perkiraan efektivitas
pengobatan difokuskan pada kategori dengan nilai lebih tinggi.
2. Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada hipertensi sistol-
diastol ( tingkat 1, 2 dan 3 ). Namun tekanan diastole yang rendah (60-70 mmHg)
harus dipertimbangkan sebagai resiko tambahan.
3. Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk memulai pengobatan
adalah fleksibel tergantung pada resiko kardiovaskular total.
4

Tabel 4. Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal 120 129 80 84
Normal Tinggi 130 139 85 89
Hipertensi tahap 1 140 159 90 99
Hipertensi tahap 2 160 179 100 109
Hipertensi tahap 3 180 110
Hipertensi sistol
terisolasi ( ISH )
140 < 90
4.5.International Society on Hypertension in Black (ISHIB)
(ISHIB) memberikan rekomendasi klasifikasi dan pedoman baru karena kejadian
hipertensi yang lebih tinggi serta hasil pengobatan kardiovaskular dan ginjal yang buruk pada
etnis Amerika keturunan Afrika.
4

Tabel 5. Klasifikasi hipertensu menurut ISHIB
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal Tinggi 130 139 85 89
Hipertensi tingkat 1 140 159 90 99
Hipertensi tingkat 2 160 179 100 109
Hipertensi tingkat 3 180 110
Hipertensi sistol
terisolasi ( ISH )
140 < 90
6

4.6.Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Pada perhimpunan ilmiah nasional 13-14 januari 2007 di Jakarta diluncurkan suatu
consensus mengenai pedoman penanganan hipertensi di Indonesia.
4

1. pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standard an ditunjukan
untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini kebanyakan diambil dari pedoman
Negara maju dan Negara tetangga.
2. Tingkat hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan
diastolic dengan merujuk hasil JNC 7 dan WHO
3. Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan : tingginya tekanan
darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan organ target dan penyakit penyerta
tertentu.
Tabel 6. Klasifikasi hipertensi hasil konsensus perhimpunan hipertensi Indonesia.
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 139 80 89
Hipertensi tingkat 1 140 159 90 99
Hipertensi tingkat 2 160 100
Hipertensi sistolok
terisolasi
140 < 90


5. PATOGENESIS
3

Hipertensi esensial adalah penyakit multifactor yang timbul terutama karena interaksi
antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor- faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan
tekanan darah tersebut adalah :
1. Faktor resiko, seperti : Diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetic.
2. System saraf simpatis
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi
Endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos
dan interstitium juga memberikan konstribusi akhir.
4. Pengaruh system otokrin setempat yang berperan pada system renin, angiotensin dan
aldostreon.
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah
yang mempengaruhi rumus dasar :

7
Tekanan Darah = Curha Jantung x Tahanan Perifer




















Gambar 1. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah.
11


6. PATOFISIOLOGI
4

6.1. hemodinamik pada hipertensi
keseimbangan antara curah jantung dan resistensi vaskuler perifer berperan penting dalam
pengaturan tekanan darah normal. Pada hipertensi esensial, pasien mempunyai curah jantung
normal terjadi peningkatan resistensi perifer. Resistensi perifer ditentukan oleh ateriol kecil.
Kontraksi otot polos yang berkepanjangan mengakibatkan penebalan dinding pembuluh
daraPh ateriol, sehingga menyebabkan penigkatan resistensi perifer yang tidak dapat pulih
kembali.
Dimulai sejak remaja, bertambahnya usia menyebabkan terjadinya perubahan
hemodinamik tekanan darah sistol yang berbanding lurus dengan usia bersifat parallel dengan
peningkatan tekanan darah diastole dan tekanan darah arteri rata-rata (MAP/Mean Arterial
Exces
sodium
intake
Genetic
alteration
Reduce
nephrone
number
Endotelium
derived
factors
stress
Renal
sodium
retentio
Functional
constriction
Cell
membrane
alteration
Renin -
angiotensin
excess
Sympathetic
nervous
overactivity
Decreased
Filtration
surface
Fluid
volume
obesity
Hyper
insulinemia
Contractability
Structural
hypertrophy
Autoregulation
BLOOD PRESURE = CARDIAC OUTPUT
Hypertension = Increased CO
Preload
Venous
constiction
PERIPHERAL RESISTANCE
Increased PR
X
And/or
8
PressureP). Peningkatan pada sistol, diastole dan tekanan arteri rata-rata hingga usia 50 tahun
disebabkan oleh adanya peningkatan resistensi peripheral vaskuler. Setelah mencapai 50
tahun hingga 60 tahun, tekanan diastole menurun dan tekanan detak jantung meningkat.
Tekanan darah sistol mengalami peningkatan pada usia lanjut.

6.2 Sistem Renin-Angiotensin
Renin merupakan enzim yang dihasilkan oleh sel jukstaglomelurar ginjal. Berbagai faktor
seperti status volume, asupan natrium dan stimulasi saraf simpatik menentukan kecepatan
sekresi renin. Hamper 20% pasien dengan hipertensi esensial mengalami penekanan aktivitas
renin. Sekitar 15% pasien mengalami aktivitas renin di atas normal. Peningkatan plasma
renin ini meningkatkan tekanan arteri. Sistem Renin Angiotensin adalah salah satu system
endokrin penting yang dapat mengatur tekanan darah secara efektif. Renin berperan
mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang dengan cepat diubah menjadi
angiotensin II pada paru-paru oleh enzim pengubah angiotensin (Angiotensin Converting
Anzyme, ACE).
Angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat yang menyebabkan peningkatan tekanan
darah. Angiotensin II juga menstimulasi pelepasan aldosterone dari bagaian glomerulus
kelenjar adrenal yang menyebabkan retensi natrium dan air, sehingga meningkatkan tekanan
darah. System renin local pada ginjal, jantung, pembuluh arteri, dan renin angiotensin local
epikrin atau system parakrin juga berperan mengatur tekanan darah.

6.3 Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom memegang peranan penting dalam pengaturan tekanan arteri.
Peningkatan aktivitas system saraf simpatis telah diimplikasi sebagai precursor utama
hipertensi. Terjadi ketidak seimbangan beberapa neurotransmitter dan neuromodulator pada
kondisi hipertensi, yang secara langsung atau tidak langsung menyebabkan peningkatan
pelepasan noradrenalin dari pasca-sinap saraf simpatik. Pada subjek yang sensitive dan
hipertensif terhadap NaCl, asupan NaCl meningkatkan aktivitas sisten saraf simpatik.
Stimulasi system saraf simpatik dapat menyebabkan konstriksi arteriolar dan juga dilatasi.
Hal ini menyebabkan perubahan tekanan darah jangka pendek akibat stress dan olahraga.
Hipertensi merupakan akibat dari interaksi beberapa mekanisme dalam tubuh seperti
system saraf otonom, system renin angiotensin dan faktor lain seperti natrium, hormone dan
volume sirkulasi darah.

6.4 Disfungsi Endotel
Sel endotel melepaskan faktor relaksasi dan faktor konstriksi yang memperngaruhitonus
otot polos pembuluh darah dan juga berperan dalam patofisiologi hipertensi esensial.
9
Vasodilatasi akibat endotellium diatur oleh nitrit oksida (NO) dan prostasiklin. Faktor
konstriksi turunan endotel adalah endotelin-1, prostanoid vasokonstriktor, angiotensin II dan
anion superoksida. Pelepasan faktor relaksasi dan kontraksi terjadi secara seimbang pada
keadaan fisiologis.

6.5 Bahan Vasoaktif
Banyak bahan vasoaktif yang terlibat pada pengaturan tekanan darah normal. Bradikinin
adalah vasodilator kuat yang diinaktivasi oleh ACE. Endotelin adalah vasokonstriktor endotel
yang kuat yang menghasilkan peningkatan tekanan darah yang dipicu oleh makan
asin/berkadar garam tinggi. Ini juga mengaktifkan system rnin-angiotensin local. Nitrit oksida
yang dihasilkan oleh endotel arteri dan vena menyebabkan vasodilatasi, peptide natriuretic
atrial adalah hormone yang dihasilkan dari atrium jantung yang berperan pada peningkatan
volume darah. Akibatnya natrium meningkat dan terjadi ekskresi air dari ginjal. Gangguan
pada system ini dapat menyebabkan retensi air sehinga menyebabkan hipertensi. Transport
natrium melintasi dinding sel pembuluh darah otot polos juga diperkirakan mempengaruhi
tekanan darah melalui interrelasinya dengan transport kalsium

6.6 Sensitivitas Insulin
Pada pasien hipertensi, adanya kondisi resistensi insulin atau hiperinsulinemia berperan
dalam peningkatan tekanan arteri. Hal ini diperkirakan merupakan bagian dari sindrom x atau
sindrom Reaven. Dan disebabkan oleh obesitas sentral, dyslipidemia dan tekanan darah
tinggi.kebanyakan dari populasi dengan hipertensi mengakami resistensi insulin atau
hiperinsulinemia. Peningkatan tekanan arteri pada keadaan hiperinsulinemia kemungkinan
disebabkan oleh 4 mekanisme, yaitu :
1. Peningkatan aktivitas simpatik sebagai hasil peningkatan retensi natrium akibat
hiperinsulinemia.
2. Hipertrofi otot polos sebagai akibat aksi mitogenik insulin.
3. Peningkatan kadar kalsium sitosolik pada pembuluh darah yang sensitive terhadap
insulin dan jaringan ginjal.
4. Nonmodulasi akibat resistensi insulin.

6.7 Faktor Genetik
Hipertensi merupakan salah satu gangguan genetic yang bersifat kompleks. Hipertensi
esensial biasanya terkait dengangen dan faktor genetic, dimana banyak gen turut berperan
pada perkembangan gangguan hipertensi. Seseorang yang mempunyai riwayat keluarga
sebagai pembawa (carrier) hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk terkena
hipertensi. Faktor genetic menyumbang 30% terhadap perubahan tekanan pada populasi yang
10
berbeda. Sebanyak 50 gen telah diketahui mempunyai keterkaitan dengan
hipertensi.perubahan gaya hidup seperti pola asupan makanan juga berperan penting dalam
terjadinya hipertensi pada keluarga. Gen yang berperan pada patofisiologi penyakit hipertensi
adalah :
1. Gen simerik yang mengandung promotor gen 11-hidroksilase dan gen urutan
selanjutnya untuk memberi kode pada gen aldosterone sintase, sehingga menghasilkan
produksi ektopik aldosterone.
2. Saluran natrium endotel yang sensitive terhadap amilorid yang terdapat pada tubulus
pengumpul. Mutasi gen ini menyebabkan peningkatan aktivitaas aldosterone,
penekanan system renin plasma dan hypokalemia.
3. Kerusakan gen 11-hidroksilase dehydrogenase menyebabkan sirkulasi konsentrasi
kortisol normal untuk mengaktifkan reseptor mineralokortikoid, sehingga
menyebabkan sindrom kelebihan mineralokortikoid.
6.8 Faktor Intrauterine
Hipertensi pada remaja dipengaruh oleh berat badan saat lahir. Bukti menunjukan bahwa
kebanyakan bayi dengan berat badan rendah dapat mengalami hipertensi pada masa remaja
dan dewasanya dan biasanya terkait dengan beberapa ketidknormalan metabolit seperti
diabetes mellitus, hyperlipidemia dan obesitas. Bayi dengan berat badan lahir rendah uang
lahir dari ibu yang mempunyai tekanan darah di atas rata-rata selama kehamilan juga dapat
menderita hipertensi.
6.9 Ginjal, obesitas dan hipertensi
Tekanan ginjal natriuresis memegang peranan penting dalam pathogenesis hipertensi.
Penelitian menunjukan pada hipertensi kronis terdapat gangguan tekanan natriuresis.
Pencegahan tekanan natriuresis dengan mengatur tekanan perfusi ginjal dapat mencegah
ketidak seimbangan natrium dan karenanya mencegah hipertensi.
Terdapat penelitian yang menunjukan bahwa kelebihan berat badan dan obesitas
memegang peranan penting dalam patofisiologi hipertensi. Hipertensi terkait dengan obesitas
disertai gangguan tekanan natriuresis. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan reabsorpsi
natrium akibat kecepatan filtrasi glomerular dan aliran plasma ginjal yang meningkat.
Pada obesitas yang berkepanjangan terdapat kerusakan glomerular dan gangguan tekanan
natriuresis ginjal akibat peningkatan tekanan arteri, vasodilatasi ginjal, hiperfiltrasi
glomelrular, dan aktivitas neurohumoral. Kesemuanya ini mengakibatkan terjadinya
pengurangan fungsi ginjal dan hipertensi yang lebih hebat.
Reabsorpsi natrium terkait dengan penambahan berat badan adalah akibat :
1. Peningkatan aktivitas simpatik ginjal
2. Aktivasi system renin-angiotensin
3. Perubahan fisiologi didalam ginjal.

11
7. Kerusakan Organ Target
3

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi
adalah :
1. Jantung
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Angina atau Infark miokard
c. Gagal jantung
2. Otak
a. Stroke atau Transien Ischemic Attack
3. Penyakit ginjal kronis
4. Penyakit arteri perifer
5. Retinopati
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat
melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak
langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stress
oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain
juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar
dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat
meningkatnya ekspresi transforming growth factors- (TGF- ).
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan
memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas pasien
hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskuler.
Faktor resiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi antara lain adalah :
1. Merokok
2. Obesitas
3. Kurangnya aktivitas
4. Dyslipidemia
5. Diabetes mellitus
6. Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG < 60 ml/menit
7. Umur ( laki-laki >55 tahun, perempuan 65 tahun)
8. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular premature (laki-laki <55
tahun, perempuan < 65 tahun)
Pasien dengan prehipertensi beresiko mengalami peningkatan tekanan darah menjadi
hipertensi; mereka yang tekanan darahnya berkisar antara 130-139/80-89 mmHg dalam
sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali resiko menjadi hipertensi dan mengalami
penyakit kardiovaskular dari pada yang tekanan darahnya lebih rendah.
12
Pada orang yang berumur lebihh dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmhg
merupakan faktor resiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari
pada yang tekananan diastolic :
1. Resiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darag 115/75 mmHg,
meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.
2. Resiko penyakit kardiovaskular bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari
faktor resiko lainnya.
3. Individu berumur 55 tahun memiliki 90% resiko untuk mengalami hipertensi.

8. EVALUASI HIPERTENSI
Evaluasi pada pasien penyakit hipertensi bertujuan untuk :
1. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular lainnya atau
menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan
pengobatan.
2. Mencari penyebab kenaikan tekanan darah.
3. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular.
Evalusi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis meliputi :
1. Lama penderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal
b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria, pemakaian obat-
obat analgesic dan obat bahan lain.
c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi
d. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor- fakto resiko
a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
b. Riwayat hyperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan, intensitas olah raga
g. Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, TIA, deficit
sensoris atau motoris
b. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
13
c. Ginjal : haus, polyuria, nokturia, hematuria
d. Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
6. Faktor- faktor pribadi, keluarga dan lingkungan
Pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah, juga untuk mengevaluasi adanya
penyakit penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder.
Pengukuran tekanan darah :
1. Pengukuran dikamar pemeriksa
2. Pengukuran 24 jam (ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)
3. Pengukuran sendiri oleh pasien
Pengukuran di kamar pemeriksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah pasien
istirahat selama 5 menit, kaki di lantai dan lengan pada posisi setinggi jantung. Ukuran dan
peletakan manset ( panjang 12-13 cm, lebar 35 cm untuk standar orang dewasa) dan
stetoskop harus benar (gunakan suara Korotkoff fase I dan V untuk penentuan sistolik dan
diastolic). Pengukuran dilakukan dua kali, dengan sela antara 1 sampai 5 menit, pemgukuran
tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya sangat berbeda. Konfirmasi
pengukuran pada lengan kontralateral dilakukan pada kunjungan pertama dan jika didapatkan
kenaikan tekanan darah. Pengukuran denyut jantung dengan menghitung nadi (30 detik)
dilakukan saat duduk segera sesudah pengukuran tekanan darah. Untuk orang usia lanjut,
diabetes dan kondisi lain dimana diperkirakan ada hipotensi ortostatik, perlu dilakukan juga
pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri.
Beberapa indikasi pengukuran ABPM antara lain :
1. Hipertensi yang borderline atau yang bersifat episodic
2. Hipertensi office atau white coat
3. Adanya disfungsi saraf otonom
4. Hipertensi sekunder
5. Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi
6. Tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi
7. Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari :
1. Tes darah rutin
2. Glukosa darah ( sebaiknya puasa)
3. Kolesterol total serum
4. Kolesterol LDL dan HDL serum
5. Trigliserida serum (puasa)
6. Asam urat serum
7. Kreatinin serum
8. Kalium serum
9. Hemoglobin dan hematocrit
14
10. Urinalisis
11. Elektrokardiogram

9. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah
1. Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal
ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
Selain pengobatan hipertensi, pengpobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta
lainnya seperti diabetes mellitus atau dyslipidemia juga dilaksanakan hingga mencapai
mencapai target terapi masing-masing kondisi.
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi
nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua penderita hipertensi dengan tujuan
menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko serta penyakit penyerta
lainnya.
Terapi nonfarmakologis berupa :
1. Menghentikan merokok
2. Menurunkan berat badan berlebihan
3. Menurunkan konsumsi alcohol berlebih
4. Latihan fisik
5. Menurunkan asupan garam
6. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.
15

Terapi Farmakologis berupa :
Obat-obat antihipertensi meliputi Diuretik, penghambat system adrenergic, vasodilator,
penghambat system-renin-angiotensin, antagonis kalsium.
1. Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan
volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibtanya terjadi penurunan curah jantung dan
tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretic juga menurunkan resistensi
perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga kuat akibat penurunan natrium
di ruang interstitial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya
menghambat influks kalsium. Hal ini terlihat jelas pada diuretic tertentu seperti golongan
tiazid yang mulai menunjukan efek hipotensif pada dosis kecil sebelum timbulnya diuresis
yang nyata. Pada pemberian kronik curah jantung akan kembali normal, namun efek
hipotensif masih tetap ada. Efek ini diduga akibat penurunan resistensi perifer.

A. Golongan Tiazid
Terdapat beberapa golongan obat yang termasuk golongan tiazid antara lain
hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretic lain yang memiliki gugus aryl-
sulfonamida (indapamid dan klortalidon). Obat golongan ini bekerja dengan menghambat
transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl-
meningkat.
16
B. Diuretik Kuat (Loop Diuretics, Ceiling Diuretics)
Diuretik kuat bekerja di ansa henle asenden begian epitel tebal dengan cara menghambat
kontransport Na+ ,K+, Cl- dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. Mula kerjanya lebih
cepat dan efek diuretiknya lebih kuat dari golongan tiazid, oleh karena itu diuretic kuat jarang
digunakan sebagai antihipertensi, kecuali pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(kreatinin serum >2,5 mg/dl) atau gagal jantung.
Termasuk dalam golongan diuretic kuat antara lain furosemide, torasemid, bumetamid
dan asam etakrinat. Waktu paruh diuretic kuat umunya pendek sehingga diperlukan 2 atau 3
kali sehari.
Efek samping diuretic kuat hampir sama dengan tiazid, kecuali bahwa diuretic kuat
menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium darah, sedangkan tiazid meninmbulkan
hipokalsiuria dab meningkatkan kalsium darah.
C. Diuretik Hemat Kalium
Amirolid, triamterene dan spironolakton merupakan diuretic lemah. Penggunaannya
terutama diuretic lemah. Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretic lain intik
mencegah hypokalemia. Diuretic hemat kalium dapat menimbulkan hyperkalemia bila
diberikan pada pasien dengan gagal ginjal atau bila kombinasi dengan ACEI, ARB, -
blocker, AINS atau dengan suplemen kalium. Penggunaan harus dihindarkan bila kreatinin
serum >2,5mg/dl.
Spirolakton merupakan antagonis aldosterone sehingga merupakan obat yang tepilih pada
hiperaldosteronisme primer (Sindrom Conn). Obat ini sangat berguna pada pasien dengan
hiperurisemia, hypokalemia dan dengan intoleransi glukosa. Berbeda dengan golongan tiazid,
spirolakton tidak mempengaruhi kadar Ca++ dan gula darah.
Efek samping spirolakton antara lain ginekomastia, mastodinia, gangguan menstruasi dan
penurunan libido pada pria.
Obat Dosis (mg) Pemberian Sediaan
A. Diuretik
Tiazid

Hidroklorotiazid 12,5-25 1 x sehari Tab 25 dan 50 mg
Klortalidon 12,5-25 1 x sehari Tab 50 mg
Indapamid 1,25-2,5 1 x sehari Tab 2,5 mg
Bendroflumetiazid 2,5-5 1 x sehari Tab 5 mg
Metolazon 2,5-5 1 x sehari Tab 2,5; 5 dan 10 mg
Metolazon rapid
acting
0,5-1 1 x sehari Tab 0,5 mg
Xipamid 10-20 1 x sehari Tab 2,5 mg
B. Diuretik
Kuat

Furosemid 20-80 2-3 x sehari Tab 40 mg, amp 20
mg
17
Torsemid 2,5-10 1-2 x sehari Tab 5, 10, 20, 100
mg, Ampul 10
mg/mL (2 dan 5 mL)
Bumetanid 0,5-4 2-3 x sehari Tab 0,5; 1 dan 2 mg
As. Etakrinat 25-100 2-3 x sehari Tab 25 dan 50 mg
C. Diuretik
Hemat
Kalium

Amilorid 5-10 1-2 x sehari
Spirolakton 25-100 1 x sehari Tab 25 dan 100 mg
Triamterene 25-300 1 x sehari Tab 50 dan 100 mg

2. Penghambat Sistem Adrenergik
A. Penghambat Adrenoreseptor Beta (-Blocker)
Mekanisme antihipertensi, berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat
pemberian -blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor 1, antara lain :
1. Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan
curah jantung
2. Hambatan sekresi renin di sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan
produksi angiotensin II
3. Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas
baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergic perifer dan peningkatan
biosintesis prostasiklin.
Penurunan tekanan darah oleh -blocker yang diberikan per oral berlangsung lambat.
Efek ini mulai terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai, dan tidak
diperoleh tekanan darah lebih lanjut stelah 2 minggu bila dosisnya tetap. Obat ini tidak
menimbulkan hipotensi ortostatik dan tidak menimbulkan retensi air dan garam.
Penggunaan -blocker digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan
sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung coroner (khususnya sesudah
infark miokard akut), pasien dengan aritmia supraventrikel dan ventrikel tanpai kelainan
konduksi, dan pada pasien yang memerlukan antidepresan trisiklik atau amtipsikotik (karena
efek antihipertensi -blocker tidak dihambat oleh obat-obatan tersebut). -blocker lebih
efektif pada pasien usia muda dan kurang efektif pada pasien usia lanjut.
Semua -blocker di kontraindikasikan pada pasien asma bronkial atau PPOK karena
dapat menyebabkan bronkospasme dan -blocker dapat menyebabkan bradikardia, blockade
AV, hambatan nodus SA. -blocker merupakan obat yang paling baik untuk hipertensi
dengan angina stabil kronik.


18
B. Penghambat Adrenoreseptor Alfa (-blocker)
Hanya -blocker yang selektif menghambat reseptor alfa -1 yang digunakan sebagai
antihipertensi. -blocker non selektif kurang efektif sebagai antihipertensi karena hambatan
reseptor 2 di ujung saraf adrenergic akan meningkatkan pengelepasan norepinefrin dan
meningkatkan aktivitas simpatis.
Mekanisme antihipertensi, hambatan reseptor -1 menyebabkan vasodilatasi di ateriol
dan venula sehingga menurunkan resistensi perifer. Di samping itu, venodilatasi
menyebabkan aliran balik vena berkurang yang selanjutnya menurunkan curah jantung
venodilatasi ini dapat menyebabkan hipotensi ortostatik terutama pada pemberian dosis awal,
menyebabkan reflex takikardia dan peningkatan aktivitas renin plasma. Pada pemakaian
jangka panjang reflex kompensasi ini akan hilang, sedangkan efek antihipertensi tetap
bertahan
-blocker memiliki beberapa keunggulan antara lain efek positif terhadapt lipid darah
(menurunkan LDL, dan trigliserida, dan meningkatkan HDL) dan mengurangi resistensi
insulin, sehingga cocok intuk pasien hipertensi dengan dyslipidemia dan/atau diabetes
mellitus. -blocker juga sangat baik untuk pasien hipertensi dengan hipertrofi prostat, karena
hambatan reseptor -1 akan merelaksasi otot polos prostat dan sfingter uretra sehingga
mengurangi retensi urin. Obat ini juga memperbaiki insufisiensi vascular perifer, tidak
mengganggu fungsi jantung, tidak mengganggu aliran darah ginjal dan tidak berinteraksi
dengan AINS.
Efek samping, hipotensi ortostatik sering terjadi pada pemberian dosis awal atau pada
peningkatan dosis, terutama dengan obat yang singkat seperti prazosin.gejalaya berupa
pusing sampai sinkop. Sebaiknya gunakan dosis kecil dan diberikan sebelum tidur. Efek
sampingnya sakit kepala, palpitasi, edema perifer, hidung tersumbat, mual dan lain-lain.

C. Adrenolitik Sentral
Metildopa, klonidin, guanfasin, guanabenz, moksinidin, rilmedin. Yang palimg sering
digunakan adalah metildopa dan klonidin. Guanabenz dan guanfasin sudah jarang digunakan
dan analog klonidin yaitu moksonidin dan rilmedin masih dalam penelitiann.

D. Penghambat Saraf Adrenergik
Reserpin, guanetidin, guanadrel

E. Penghambat Ganglion
19
Trimetafan, obat ini merupakan satu-satunya penghambat ganglion yang digunakan
klinik, walaupun sudah semakin jarang. Kerjanya cepat dan singkat dan digunakan untuk
menurunkan tekanan darah pada :
1. Hipertensi darturat, anuerisma aorta
2. Untuk menghasilkan hipotensi yang terkendali selama operasi besar
3. Vasodilator
Hidralazin, minoksidil dan diazoksid

4. Penghambat Sistem Renin-Angiotensin
A. Penghambat Angiotensin-Converting Enzyme ( ACE-Inhibitor)
Kaptopril merupakan ACE-Inhibitor yang terutama dan banyak digunakan di klinik untuk
pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Secara umum ACE-Inhibitor dibedakan atas dua
kelompok :
1. Yang bekerja langsung, contohnya kaptopril dan lisinopril
2. Prodrug, contohnya enalapril, kuinapril, perindopril, ramipril, silazapril, benazepril,
fosinopril dan lain-lain.
Obat ini dalam tubuh diubah menjadi bentuk aktif. ACE-Inhibitor menghambat
Angiotensin I menjadi Angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi fan penurunan sekresi
aldosterone. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam
darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-Inhibitor. Vasodilatasi secara
langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosterone akan
menyebabkan eksresi air dan natrium dan retensi kalium.
Efek samping berupa hipotensi, batuk kering, hyperkalemia, rash, gagal ginjal akut,
proteiunuria.
Perhatian dan kontraindikasi ACE-Inhibitor pada wanita hamil karena sifat teratogenik.
Pemberian pada ibu menyusui juga kontraindikasi karena ACE-Inhibitor dieksresika melalui
ASI dan berakibat buruk terhadap fungsi ginjal bayi.
Dalam JNC VII, ACE-Inhibitor diindikasikan untuk hipertensi dengan penyakit ginjal
kronik. Namun harus berhati-hati terutama bila ada hyperkalemia karena akan memperberat.

B. Antagonis Reseptor Angiotensin II ( Angiotensin Receptor Blocker, ARB)
Reseptor Angiotensin II terdiri dari dua kelompok besar yaitu reseptor AT1 dan AT2.
Reseptor AT1 terdapat utama di otot polos pembuluh darah dan di otot jantung, selain itu
terdapat juga di ginjal, otak dan kelenjar adrenal. Reseptor AT1 memperantai semua efek
20
fisiologi Angiotensin II terutama sebagai homeostasis kardiovaskular. Reseptor AT2 terdapat
di medulla adrenal dan mungkin juga SSP.
Losartan merupakan prototype obat golongan ARB yang bekerja selektif pada reseptor
AT1. Pemberian obat ini akan menghambat semua efek Angiotensin II : vasokontriksi,
sekresi aldosterone, rangsangan saraf simpatis, efek sentral Angiotensin II, stimulasi jantung,
efek renal serta efek jangka panjang berupa hipertrofi otot polos pembuluh darah dan
miokard. ARB menimbulkan efek yang mirip dengan ACE-Inhibitor tetapi tidak
mempengaruhi metabolism bradikinin, maka tidak ada efek samping batuk kering dan
angioedema.
ARB ssangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan kadar
renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dam hipertensi genetic, tapi kurang efektif
pada hipertensi dengan aktivitas renin rendah.
Efek samping dan perhatian, hipotensi dapat terjadi pada pasien kadar renin tinggi seperti
hipovolemia, gagal jantung, hipertensi renovaskular dan sirosi hepatis. Fetotoksik maka dari
itu jangan diberikan pada wanita hamil. Kontraindikasi sama seperti ACE-Inhibitor.

5. Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos, pembuluh darah dan
miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi ateriol ,
sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti oleh
reflek takiradia dan vasokontriksi, terutama bila menggunakan golongan dihidropiridin kerja
pendek (nifedipin).

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan JNC 7 :
1. Diuretika : terutama jenis Thiazide (thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant)
2. Beta Blocker (BB)
3. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
4. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
5. Angiotensin II Reseptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan
target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan
efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan
satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah
awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam
21
dosis rendah, dan kemudian darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya
adalah meningkatnya dosis obat tertentu, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan
rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik
tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi kombinasi dapat
meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat
yang harus diminum bertambah.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
a. dan ACEI atau ARB
b. CCB dan BB
c. CCB dan ACEI atau ARB
d. CCB dan diuretika
e. AB dan BB
f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.










Diuretika
CCB
ARB Bloker
Bloker
ACEI
22










23
DAFTAR PUSTAKA
1. Gan Gunawan, Sulistia. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Elysabeth. Farmakologi dan
Terapi. Edisi V. 2012. Bagian 21; Antihipertensi; p341-360.
2. Longo, Dan L. Kasper, Dennis L. Jameson, J Larry. Fauci, Anthony S. Hauser,
Stephen L. Loscalzo, Joseph. Harrisons Principles of Internal Medicine. 18
th
Edition.
2012. Chapter 247 ; Hipertensive vascular Disease.
3. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati,
Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi V . 2009. Bagian 169;Hipertensi
Esensial; p1079-1085.
4. Sani, Aulia. Hypertension Current Perspective.2008. p 7-30.
5. Young, Vicent B. Kormos, William A. Chick, Davoren A. Goroll, Allan H.Blueprints
Medicine. 5
th
Edition. 2010. Chapter 8 ; Hypertension.
6. Ferri, Fred F. Color Atlas and Text of Clinical Medicine. 2009. Chapter 127;
hypertension.
7. Martin, Jeffery. The journal of Lancaster General Hospital. Volume 3. 2008.
Hypertension Guidelines : Revisting The JNC 7 Recommendations. p91-97.
8. Chobanian, Aram V. Baktris, Geogre L. Black, Henry R. Cushman, William C.
Green, Lee A. Izzo, Joseph L. W, Jones, Jr.Daniel W. Materson, Barry J. Oparil,
Suzanne. Wright, Jackson T. Rocella, Edward J. and National High Blood Pressures
Education Program Coordinating Committee. Seventh Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evalution, and Treatment oh High Blood
Pressure.2013. Hypertension. Download from : http://hyper.ahajournals.org

Anda mungkin juga menyukai

  • FIXGABUNGAN
    FIXGABUNGAN
    Dokumen35 halaman
    FIXGABUNGAN
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat
  • Ggn. Tumbuh Dan Kembang - Fix
    Ggn. Tumbuh Dan Kembang - Fix
    Dokumen44 halaman
    Ggn. Tumbuh Dan Kembang - Fix
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat
  • Muntah
    Muntah
    Dokumen9 halaman
    Muntah
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat
  • Kista Koledokus
    Kista Koledokus
    Dokumen10 halaman
    Kista Koledokus
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Hati Metabolik
    Penyakit Hati Metabolik
    Dokumen28 halaman
    Penyakit Hati Metabolik
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat
  • Hepatitis Akut
    Hepatitis Akut
    Dokumen27 halaman
    Hepatitis Akut
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat
  • Diare
    Diare
    Dokumen16 halaman
    Diare
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat
  • Disfagia
    Disfagia
    Dokumen8 halaman
    Disfagia
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat
  • MKK Muntah
    MKK Muntah
    Dokumen13 halaman
    MKK Muntah
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat
  • Konstipasi
    Konstipasi
    Dokumen5 halaman
    Konstipasi
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat
  • Tubulopati
    Tubulopati
    Dokumen62 halaman
    Tubulopati
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat
  • Hepatitis Virus
    Hepatitis Virus
    Dokumen3 halaman
    Hepatitis Virus
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat
  • Fisiologi Neonatus 2
    Fisiologi Neonatus 2
    Dokumen43 halaman
    Fisiologi Neonatus 2
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat
  • Efek Ovicidal Albendazole 10% Terhadap Telur Cacing Fasciola Gigantica Secara in Vitro
    Efek Ovicidal Albendazole 10% Terhadap Telur Cacing Fasciola Gigantica Secara in Vitro
    Dokumen7 halaman
    Efek Ovicidal Albendazole 10% Terhadap Telur Cacing Fasciola Gigantica Secara in Vitro
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat
  • PR Eria Minggu 1
    PR Eria Minggu 1
    Dokumen7 halaman
    PR Eria Minggu 1
    Revina Ilka Busri Sikumbang
    Belum ada peringkat