Anda di halaman 1dari 27

MKK GASTROHEPATOLOGI

HEPATITIS AKUT

DISUSUN OLEH:

dr. Revina Ilka Busri

PEMBIMBING:

Dr. dr. Yusri Dianne Jurnalis, Sp.A (K)

PROGRAM STUDI KESEHATAN ANAK PROGRAM SPESIALIS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITASANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2023

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................1
DAFTAR TABEL..........................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................4
II. HEPATITIS VIRUS............................................................................................3
II.1 Hepatitis A....................................................................................................3
II.2 Hepatis B…………………………………………………………………..7
II. 3 Hepatitis C…………………………….………………………………….10
II. 4 Hepatitis D……………………………………………………………….13
II.5 Hepatitis E………………………………………………………………..14
II.6 Hepatitis G………..………………………………………………………15
III PENYAKITSISTEMIK YANG BERPENGARUH PADA HATI...................17
III.1 Pendahuluan…………………………………………………..………....17
III.2 Etiologi………………………………………………………..………....18
III.3 Patogenesis..…………………………………………………..………....19
III.4 Manifestasi Klinis……………………………………………..………....21
III.5 Diagnosis.……………………………………………………..………....21
III.6 Beberapa penyakit sistemik yang dapat menyebabkan kelainan hati…....22
III.7 Tatalaksana Umum..…………………………………………..………....25
III.8 Prognosis..……………………………………………………..………....25

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................26

2
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Manifestasi Klinis Hepatitis………………………………………………. 9


Tabel 2. Penyebab penyakit yang berpengaruh pada hati…………………………. 20

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hubungan antara arteri hepatika, v. porta, sinusoid dan hepatosit………… 17

3
BAB I
PENDAHULUAN

Hepatitis merupakan proses inflamasi dan atau nekrosis jaringan hati yang dapat disebabkan
oleh infeksi, obat - obatan, gangguan metabolik maupun autoimun. Infeksi yang disebabkan
birus,bakteri, maupun parasis merupakan penyebab terbanyak hepatitis akut. Hepatitis virus
merupakan penyebab terbanyak infeksi yang terdiri dari 6 jenis hepototropik yaitu virus hepatitis
A, B, C, D, E, dan G. Semuanya memberikan gambaran klinis yang hampir sama, bervariasi
mulai dari asimptomatis, bentuk klasik, sampai hepatitis fulminan yang dapat menyebabkan
kematian. Kecuali viru shepatitis G yang memberikan gejala sangat ringan, semua infeksi yang
disebabkan oleh virus hepatitis dapat berlanjut dalam bentuk subklinis atau penyakit hati yang
progresif dengan komplikasi sirosis atau timbulnya karsinoma hepatoseluler. Virus hepatitis
A,C,D,E dan G adalah virus RNA sedangkan virus hepatitis B adalah virus DNA. Virus hepatitis
A dan E tidak menyebabkan penyakit kronis sedangkan virus hepatitis B,C, dan D menyebabkan
infeksi kronis.1,6,7

4
BAB II
HEPATITIS AKUT PADA ANAK

II. HEPATITIS VIRUS


II.1 Hepatitis A
Hepatitis A merupakan penyakit self limiting disease dan memberikan kekebalan seumur
hidup. Virus hepatitis A menyebar secara fecal-oral, terkontaminasi saat memakan sesuatu
yang telah terkontaminasi oleh kotoran orang yang terinfeksi virus ini. Virus Hepatitis A lebih
mudah menyebar di area yang kebersihannya kurang terjaga.1,2
Hepatitis Virus A (HAV) adalah noneveloped virus berukuran 27nm dan merupakan RNA
virus rantai tunggal, dari famili picornavirus, terdiri dari satu serotipe, tiga atau lebih genotipe,
bereplikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi. Kerusakan hepar yang terjadi disebabkan
karena mekanisme imun yang diperantaisel-T.1

II.1.1 Patogenesis
Virus masuk ke saluran pencernaan, kemudian masuk ke aliran darah menuju hati melalui
vena porta, lalu menginvasi ke hepatosit, dan bereplikasi sehingga menyebabkan sel hepatosit
menjadi rusak. Setelah itu virus keluar dan masuk ke ductus biliaris yang akan dieksresikan
bersama feses. Hepatosit yang telah rusak akan merangsang reaksi inflamasi yang ditandai
dengan adanya agregasi makrofag, pembesaran sel kupfer yang akan menekan ductus biliaris
sehingga aliran bilirubin direk terhambat, kemudian terjadi penurunan ekskresi bilirubin ke
usus. Keadaan ini menimbulkan ketidak seimbangan antara uptake dan eksresi bilirubin dari
sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi (direct) akan terus
menumpuk dalam sel hati yang akan menyebabkan refluks ke pembuluh darah dan
dieksresikan juga melalui urine. Sehingga akan bermanifestasi kuning (ikterus) pada sklera,
kulit dan BAK berwarna teh pekat .1

5
II.1. 2 Manifestasi Klinis
Gejala muncul secara mendadak panas, mual, muntah, anoreksia, dan nyeri perut. Pada
bayi dan balita, gejala-gejala ini sangat ringan dan jarang dikenali, dan jarang terjadi ikterus.
Gejala dibedakan 4 stadium yaitu: 1
1. Masa inkubasi, terjadi 18-50 hari (±28hari)
2. Masa prodomal, terjadi 4 hari - 1 minggu atau lebih. Gejala yang muncul : fatigue,
malaise, nafsu makan berkurang, mual, muntah, rasa tidak nyaman di daerah kanan
atas, demam (biasanya < 39°C). Merasa dingin, sakit kepala, gejala seperti flu.
Tandayangditemukan hepatomegali ringan dengan nyeri tekan.
3. Fase ikterik,dimulai urin berwarna kuning tua,seperti teh, feses berwarna dempul,
warna sclera dan kulit menjadi kuning. Gejala anoreksia, lesu, mual dan muntah
bertambah berat.
4. Fase penyembuhan, ikterus menghilang dan warna feses kembali normal dalam 4
minggu setelah onset.
Terdapat 5 macam gejala klinis, yaitu :
a. Hepatitis A klasik
Penyakit timbul secara mendadak didahukui oleh gejala prodormal sekitar 1 minggu
sebekum jaundice. Skitar 80 % dari penderita yang smptomatis mengalami jenis klasik
ini. IgG anti-HAV pada bentuk ini mempunyai aktivitas yang tinggi , dan dapat
memisahkan IgA dari kompleks IgA-HAV, sehingga dapat dieliminas oleh sistem
imun, untuk mencegah terjadinya relaps.
b. Hepatitis A relaps
Terjadi pada 4%-20% penderita simptomatis. Timbul 6-10 minggu setelah sebelumya
dinyatakan sembuh secara klinis. Kebanyakan terjadi pada umur 20-40 tahun. Gejala
klinis dan laboratoris dari sernagan pertama bis asudah hilang atau masih ada sebagian
sebelum timbulnya relaps. Gejala relaps lebih ringan darpada bentuk pertama.
c. Hepatitis kolestatik
Terjadi pada 10 % penderita simptomatis. Ditandai dengan pemanjangan gejala
hepatitis dalam beberapa bulan disertai panas, gatal-gatal, dan jaundice. Pada saat ini
kadar AST, ALT, dan ALP secara perlahan turun ke arah normal tetapi kadar bilirubin
serum tetap tinggi.

6
d. Hepatitis A protracted
Pada bentuk protracted, clearance dari virus terjadi perlahan sehingga pulihnya fungsi
hati memerlukan waktu yang lebih lama, dapat mencapai 120 hari. Pada biopsi hepar
ditemukan adanya inflamsai portal dengan peircemetal necrosis, periportal fibrosis,
dan lobular hepatitis.
e. Hepatitis A fulminan
Terjadi pada 0,35% kasus. Bentuk ini paling berat dan dapat menyebabkan kematian.
Ditandai dengan memberatnya ikterus, ensefalopati, dan pemanjangan waktu
protrombin. Biasanya terjadi pada minggu pertama saat mulainya gejala. Penderita
berusia tua yang menderita penyakit hati kronis (HBV dan HCV) berisiko tinggi
utntuk terjadinya bentuk fulminan ini.

II.1.3 Diagnosis
Diagnosa hepatitis A dapat dilihat dari pemeriksaan laboratorium dari pemeriksaan
serologi IgM anti-HAV, antibodi ini ditemukan 1-2 minggu setelah terinfeksi dan bertahan
dalam waktu 3-6 bulan. Sedangkan untuk pemeriksaan IgG anti-HAV dapat dideteksi dalam
waktu 5-6 minggu setelah terinfeksi dan memberi proteksi terhadap HAV seumur hidup.1
Pemeriksaan ALT dan AST tidak spesifik untuk hepatitis A. Kadar ALT dapat mencapai
5000 U/l, tetapi kenaikan ini tidak berhubungan dengan derajat penyakit. Pemanjangan
waktu protrombin mencerminkan nekrosis sel yang luas seperti pada bentuk fulminan.1

II.1.4 Pengobatan
Tidak ada pengobatan antivirus spesifik untuk HAV. Indeksi akut dapat dicegah dengan
pemberian imunoglobulin dalam 2 minggu setelah terinfeksi atau menggunakan vaksin.
Penderita hepatitis A akut dirawat dengan indikasi muntah hebat, dehidrasi dengan kesulitan
masukan per-oral, kadar SGOT- SGPT> 10 kali nilai normal, koagulopati, dan ensefalopati.
Pengobatan meliputi istirahat dan pencegahan terhadap bahan hepatotoksik, misalnya
asetaminofen. Pada penderita tipe kolestatik dapat diberikan kortikosteroid dalam jangka pendek.
Pada tipe fulminan perlu perawatan di ruang perawatan intensif dengan evaluasi waktu
protombin secara periodik. 1

II.1.5 Pencegahan

7
Pencegahan umum meliputi nasehat kepada pasien yaitu : perbaikan higiene makanan-
minuman, perbaikan sanitasi lingkungan dan pribadi dan isolasi pasien (sampai dengan 2
minggu sesudah timbul gejala). Pencegahan khusus dengan cara imunisasi. Terdapat 2 bentuk
imunisasi yaitu imunisasi pasif dengan immunoglobulin, dan imunisasi aktif dengan
inactivated vaccines (Havrix, Vaqta dan Avaxim).1

II. 2 HEPATITIS B
Virus hepatitis B (HBV) termasuk golongan hepadnavirus tipe 1.Virus hepatotropik ini
mengandung DNA dengan cincin ganda sirkular yang terdiri dari 3200 nuklotida dengan
diameter 42 nm dan terdiri dari 4 gen. HBV dapat ditemukan dalam 3 komponen yaitu partikel
lengkap berdiameter 42 nm, partikel bulat berdiameter 22 nm, dan partikel batang dengan lebar
22 nm dengan panjang bervariasi sampai 200 nm. Pada sirkulasi, komponen terbanyak adalah
bentuk bulat dan batang yang terdiri atas protein, cairan, dan karbohidrat yang membentuk
hepatitis B surface antigen (HbsAg) dan antigen pre-S. Bagian dalam dari virion adalah core.
Core dibentuk oleh selubung hepatitis B core antigen (HbcAg) yang membungkus DNA,
DNA polimerase, transkriptase, dan protein kinase untuk replikasi virus. Komponen antigen
yang terdapat dalam core adalah hepatitis B e antigen (HbeAg). Antigen ini menjadi petunjuk
adanya replikasi virus yang terjadi pada limfosit, limpa, ginjal, pankreas, dan terutama hati.
HbeAg merupakan petanda tak langsung derajat beratnya infeksi. Masa inkubasi HBV 60-
90hari.1

I1.2.1 Patofisiologi
Virus hepatitis B merupakan virus nonsitopatik dan menyebabkan kerusakan jaringan
melalui reaksi imunologis. Infeksi hepatosit oleh HBV, menyebabkan munculnya antigen virus
pada permukaan sel. Yang paling penting dari antigen virus ini adalah antigen nukleokapsid,
HBcAg dan HBeAg, pada permukaan sel akan bergabung dengan class I major
histocompatibility complex (MHC-I) dan menjadi target dari sel T sitotoksik (CTL) untuk
terjadinya proses lisis.
Partikel virus yang tidak utuh dan berasal dari sel yang lisis tidak menimbulkan infeksi,
sedangkan virus utuh yang keluar akan dinetralisir oleh antibodi penetral. Mekanisme
imunologis juga berperan pada manifestasi ekstrahepatik. Kompleks imun yang mengandung

8
HbsAg dapat menimbulkan poliarteritis nodosa, glomerulonefritis membranosa, polimialgia,
vaskulitis, dan sindroma Guillain-Barre.1
Mekanisme timbulnya infeksi kronis mungkin disebabkan oleh gangguan imunologis yang
menyebabkan gangguan produksi anti-HBs karena pada pasien Hepatitis B kronik anti- HBs
tidak lagi terdeteksi; sehingga HbcAg dan MCH I tidak dapat dieksposisi pada permukaan sel,
atau sel T sitotoksik tidak teraktivasi.1

I1.2.2 Manifestasi Klinis


a. Hepatitis Akut
Manifestasi klinis infeksi HBV cenderung ringan.Gejala yang muncul seperti flu dengan
malaise, lelah, anoreksia, mual dan muntah, timbul kuning atau ikterus dan pembesaran hati;
dan berakhir setelah 6-8 minggu. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan
kadar ALT dan AST sebelum timbulnya gejala klinis, yaitu 6-7 minggu setelah terinfeksi.
Gejala dapat didahului serum sickness, yaitu nyeri sendi dan lesi kulit (urtikaria, purpura,
makula dan makulopapular).
Pada pemeriksaan fisik, kulit dan membrana mukosa ikterik pada sklera dan mukosa
dibawah lidah. Pada pemeriksan abdomen didapat pembesaran hepar, splenomegali dan
limfadenopati.1
b. Hepatitis Kronis
Hepatitis Kronis merupakan terdapatnya peningkatan kadar aminotransferase atau HbsAg
dalam serum, minimal selama 6 bulan. Gejala klinis tidak berhubungan langsung dengan
beratnya penyakit, tingginya kadar aminotransferase serum, atau kerusakan jaringan hati pada
biopsi. 50% diantaranya akan berkembang menjadi sirosis hati setelah 4 tahun, sedangkan
penderita hepatitis kronis-aktif sedang akan menjadi sirosis setelah 6 tahun.1
c. Gagal Hati Fulminan
Gagal hati fulminan ditandai dengan timbulnya ensefalopati hepatikum dalam beberapa
minggu setelah munculnya gejala pertama hepatitis, disertai ikterus, gangguan pembekuan,
dan peningkatan kadar aminotransferase serum hingga ribuan unit.

d. Pengidap Sehat

9
Pada golongan ini tidak didapatkan gejala penyakit hati dan kadar aminotransferase serum
berada dalam batas normal. Dalam hal ini terjadi toleransi imunologis sehingga tidak terjadi
kerusakan pada jaringan hati.1

II.2.3 Diagnosis
Dasar diagnosis hepatitis B adalah diagnosis klinis dan serologis. Pada saat awal infeksi
HBV terjadi toleransi imunologis, DNA HBV, HbsAg, HbeAg, dan anti-HBc terdeteksi dalam
serum.

Tabel I. Manifestasi Klinis Hepatitis


Antigen Interpretasi Bentuk Klinis
HBsAg Sedang infeksi Hepatitis akut, Hepatitis
kornis, penanda kronis
HBeAg Proses replikasi dan sangat Hepatitis akut, hepatitis
Menular kronis
Antibodi
Anti HBs Resolusi infeksi Kekebalan
Anti HBc total Sedang infeksi / pernah Hepatitis akut, penanda
infeksi kekebalan, hepatitis kronis

IgM anti HBc Infeksi akut atau infeksi Hepatitis akut, Hepatitis
kronis yang kambuh kronis
Anti Hbe Penurunan aktivitas replikasi Penanda kronis, kekebalan
Pemeriksaan Molekular
Hibridisasi DNA HBV Replikasi aktif dan sangat Hepatitis akut, hepatitis
menular kronis
PCR DNA HBV Infeksi HBV Hepatitis akut, hepatitis
kronis, penanda kronis

II.2.4 Pengobatan

10
Hepatitis virus akut, sebagian besar kasus akan sembuh dan sebagian kecil menjadi kronis.
Prinsip dengan terapi suportif dan pemantauan gejala penyakit.
a. Interferon Alfa
Pengobatan interferon-alfa-2b (IFN-a2b) merupakan pengobatan standar hepatitis B kronis
dengan gejala dekompensasi hati (asites, ensefalopati, koagulopati, dan hipoalbuminemia)
dengan penanda replikasi aktif (HbeAg dan DNA HBV) serta peningkatan kadar
aminotransferase serum. Dosis interferon adalah 3 MU/m 3 secara subkutan 3x / minggu,
diberikan16minggu.1
b. Analog Nukleosida
Lamivudin, famsiklovir, dan adefovir adalah golongan nukleosida yang menghambat
replikasi HBV. Dosisnya 3 mg/kgBB, 1x/hari selama 52 minggu atau 1 tahun.

II.2.5 Pencegahan
Pencegahan secara umum dapat dilakukan dengan uji tapis donor darah, upaya
pencegahan umum mencakup sterilisasi instrumen kesehatan, alat dialisis individual,
membuang jarum disposable ke tempat khusus, dan pemakaian sarung tangan oleh tenaga
medis.3
Selain itu juga perlu dilakukan penyuluhan perihal safe sex, penggunaan jarum suntik
disposable, mencegah kontak mikrolesi (pemakaian sikat gigi, sisir), menutup luka. Selain itu,
idealnya skrining ibu hamil (trimester ke 1 dan ke 3 terutama ibu risiko tinggi) dan skrining
populasi risiko tinggi.3
Pemberikan imunisasi Hepatitis B3x dengan jumlah dosis sesuai rekomendasi, akan
menyebabkan terbentuknya respons protektif (anti HBs ≥ 10 mlU/mL) pada > 90% dewasa, bayi,
anak dan remaja. Vaksin diberikan secara intramuskular dalam. Pada neonatus dan bayi diberikan
anterolateral paha sedangkan pada anak besar dari dewasa diberikan di regiodeltoid.3

II. 3 HEPATITIS C
Hepatitis C adalah penyakit hati yang serius yang disebabkan oleh infeksi dari Hepatitis C
virus (HCV). HCV merupakan virus RNA dengan genom positif, termasuk famili Flaviviridae
dan Pestivirus karena organisasi genetikanya yang saling menyerupai. HCV berdiameter 30-
60nm, dengan panjang 9,4 kb atau 9413 nukleotida, mempunyai suatu open reading frame (ORF)
dapat melakukan mengkode suatu protein yang tersusun atas 3010 asam amino.1,6

11
II.3.1 Patofisiologi
Eradikasi HCV melibatkan antibodi penetral (neutralising antibodies) terhadap virus yang
beredar dalam sirkulasi dan aktivasi sel T sitotoksik untuk merusak sel yang terinfeksi dan
menghambat replikasi intraseluler melalui pelepasan sitokin. HCV dapat menghindar dari
aktivitas antibodi penetral dengan cara mutasi komposisi antigeniknya1.
Mekanisme ini dapat menyebabkan timbulnya kuasi spesies (quasi-species) yakni dalam
sirkulasi seorang penderita terdapat virus yang homogen tetapi mempunyai variasi imunologis
yang menyebabkan efikasi dari antobodi penetral turun. HCV mungkin juga menurunkan respons
imun antivirus dengan cara infeksi langsung pada sel limfoid dan menggangu produksi
interferon.1

II.3.2 Manisfestasi Klinis


Hepatitis C Akut masa inkubasi sekitar 7 minggu (2-30 minggu). Anak maupun dewasa yang
terkena infeksi biasanya asimtomatik atau gejala tidak spesifik yaitu rasa lelah, lemah, anoreksia,
dan penurunan berat badan.1
Hepatitis C Kronis, sebagian penderita tidak sadar akan penyakitnya, dengan tidak spesifik
seperti rasa lelah, mual, mialgia, rasa tidak enak pada perut kanan atas, gatal-gatal dan penurunan
berat badan. Beberapa penderita menunjukkan gejala ekstrahepatik meliputi gejala hematologis,
autoimun, mata, persendian, kulit, ginjal, paru, dan system saraf. Pada fase lanjut,bisa
berkembang menjadi Sirosis Hepatis dan Karsinoma Hepatoseluler.1,6

II.3.3 Diagnosa
Uji saring merupakan uji terhadap antibodi. Uji ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu
mudah tersedia, mudah dilakukan dan murah.
Uji konfirmasi dilakukan karena uji saring kurang sensitif dan spesifik. Uji konfirmasi ini
meliputi Recombinant Immunoblot Assay (RIBA-1, RIBA-2,RIBA-3), deteksi virologis dan
biopsi hati.
Pemeriksaan serologis dilakukan untuk menemukan serta untuk menemukan adanya IgG
anti HCV. IgM anti HCV tidak digunakan secara rutin. Pemeriksaan yang sering dilakukan

12
dengan cara Enzyme Immuno Assays (EIA). Prinsip uji tersebut adalah menemukan antibodi
HCV yang terdiri dari:
a. ELISA-1: ELISA generasi I untuk menemukan antibodi dari komponen protein non
struktural NS4 (c100). Serokonversi terjadi setelah 16 minggu terinfeksi HCV.
b. ELISA-2: ELISA generasi II untuk menemukan antibodi dari komponen protein non
struktural NS3 (c33), NS4 (c100), dan protein inti (c22). Serokonversi terjadi setelah 10
minggu terinfeksi HCV.
c. ELISA-3: ELISA generasi III untuk menemukan 2 protein non struktural NS3 (c33 dan
NS5) dan protein inti (c22). Serokonversi terjadi antara 2-3 minggu setelah terinfeksi
virus.
Pemeriksaan molekular bertujuan untuk menemukan nukleotida virus, dan juga dapat untuk
melakukan penghitungan densitas virus. Ada 4 cara diagnosis molekular terhadap HCV yaitu
PCR, Nucleic acid sequence based amplification(NASBA), Ligase chain reaction(LCR),
Branched DNA assay (b DNAassay).1,6

II.3.4 Pengobatan
Terapi standar yang umumnya digunakan adalah pegylated interferon alfa- 2a atau alfa-2b
dikombinasikan dengan ribavirin. Dosis pegylated interferon alfa-2b adalah 60 mcg/m2 sekali
seminggu (disetujui digunakan pada usia 3 tahun atau lebih), dosis maksimal 1,5 mcg/ kg)
dikombinasi dengan ribavirin 15 mg/kg/hari dibagi menjadi 2 dosis. Bila digunakan pegylated
interferon alfa-2a dosisnya 180 mcg/1,73 m2, dosis maksimum 180 mcg) dikombinasi dengan
ribavirin pada anak berusia 5 tahun atau lebih. Dapat juga diberikan interferon (3 MU/m 2 tiga
kali dalam seminggu) dan dikombinasi ribavirin.1,4,6

II.3.5 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan melalui uji saring yang efektif terhadap donor darah, jaringan,
maupun organ.Pendidikan kesehatan pada pekerja yang erat kontak dengan darah dan cairan
tubuh. Tidak berbagi alat seperti jarum , alat cukur, sikat gigi dan gunting kuku.
Jika melakukan manicure, pedicure, tattoo ataupun tindik pastikan alat yang dipakai steril.
Jika mengalami luka karena jarum suntik maka harus melakukan test ELISA atau RNAHCV
setelah 4 sampai 6 bulan terjadinya luka untuk memastikan tidak terinfeksi hepatitis C.

13
II.4 HEPATITIS D
Hepatitis D, juga disebut virus delta, adalah virus cacat yang memerlukan pertolongan virus
hepatitis B untuk berkembang biak sehingga hanya ditemukan pada orang yang terinfeksi
hepatitis B.
HDV adalah virus RNA rantai tunggal dengan ukuran 36 nm. Lapisan luarnya adalah HbsAg
yang membungkus genom RNA dan antigen delta. HDAg adalah protein yang dikode oleh RNA-
HDV ditemukan pada serum dan sel hati penderita dengan massa molekul 27000 kD dan 24000
kD. Oleh karena dibungkus oleh HbsAg maka cara masuknya HDV ke dalam sel hati
kemungkinan besar menggunakan reseptor untuk HBV. Apabila sudah berada di dalam sel hati
maka HDV melakukan replikasi tanpa adanya HBV.1

II.4.1 Patofisiologi
HDV dibungkus HbsAg, maka cara masuknya HDV ke dalam sel hati kemungkinan besar
juga menggunakan reseptor untuk HBV. HDV merupakan virus sitopatik menyebabkan
kerusakan langsung pada sel hati. Peran sistem imun pada infeksi HDV tidak jelas. Terjadi
infiltrasi sel radang kronis pada portal trek yang menandakan peranan sistem imun, namun
pengobatan kortikosteroid tidak memberikan efek yang menguntungkan, terdapat beberapa
auto-antibodi pada serum penderita dan infeksi kronis HDV namun peranannya pada
terjadinya kerusakan sel hati tidak jelas.1,5

II.4.2 Manisfestasi Klinis


Dari semua jenis hepatitis, gejala awal yang dirasakan : rasa lelah, demam, diare, mual,
muntah, sakit perut, mata kuning, sakit kepala dan hilangnya nafsu makan jika HDV koinfeksi.
Sedangkan pada superinfeksi jarang terjadi gejala klinis hepatitis akut namun sering terjadi
hepatitis kronis dan pada kejadian superinfeksi risiko terjadinya hepatitis fulminan lebih tinggi.1,5

II.4.3 Diagnosa
Diagnosa infeksi HDV ditegakkan dengan mendeteksi HDV RNA di darah maupun hepar
tepat sebelum dan di awal masa infeksi akut. IgM anti-HDV dapat menjadi indikator yang

14
diandalkan untuk pajanan terhadap HDV, timbul sekitar 2-4 minggu setelah infeksi secara
koinfeksi dan 10 minggu pada superinfeksi. 5

II.4.4 Pengobatan
Adanya infeksi secara bersamaan antara HBV dengan HDV menyebabkan pengobatan lebih
sukar daripada pengobatan pada infeksi kronis HBV. Penggunaan interferon-alfa pada penderita
HDV kronis minimal dilakukan selama satu tahun. Bila tidak ada hasil dimana kadar ALT tetap
tinggi dan RNA HDV tetap ada, maka pengobatan dihentikan. Bila terjadi respons positif
ditandai dengan hilangnya RNA HDV dan ALT menjadi normal, maka pemberian interferon
diteruskan sampai HbsAg hilang dari serum.1

II.4.5 Pencegahan
Tidak ada vaksin hepatitis D, namun dengan mendapatkan vaksinasi hepatitis B maka
otomatis Anda akan terlindungi dari virus ini karena HDV tidak mungkin hidup tanpa HBV.5

II. 5 HEPATITIS E
Hepatitis E ini dulu disebut sebagai hepatitis non-A non-B dengan transmisi secara enterik.
Hepatitis E Virus adalah RNA virus rantai tunggal dengan virion nonenveloped yang mempunyai
diameter 32-34nm, dalam pemeriksaan mikroskop elektron virus ini berbentuk sferis, dan dulu
termasuk golongan calcivirus seperti Norwalk virus, akan tetapi sekarang termasuk family
Hepeviridae. HEV terdiri dari 7500 pasangan nukleotida. Biasanya menyerang usia lebih dewasa
antara 15-40 tahun.

II.5.1 Patofisiologi
HEV dianggap sebagai virus yang bersifat sitopatik. Respons imun humoral menimbulkan
IgM dan IgG anti HEV. IgM menurun dengan cepat dan hampir hilang pada masa konvalesens
sedangkan IgG anti HEV dapat bertahan sampai 10 tahun. Mekanisme kerusakan sel hati pada
infeksi HEV masih belum jelas; namun adanya infiltrasi limfosit di hati dan ditemukannya
cytotoxic supression immunophenotype menandakan bahwa kerusakan sel hati disebabkan oleh
mekanisme imunologis selular danhumoral.1

15
II.5.2 Manisfestasi Klinis
Gambaran klinis hepatitis E bervariasi antara bentuk ringan atau subklinis sampai kasus
fatal yang menyebabkan kematian. Masa inkubasinya sekitar 40 hari (15-60 hari). Bentuk
subklinisnya tidak dapat dikenali karena memberikan gejala seperti flu. Bentuk klinis dengan
gambaran ikterus akan sembuh sendiri seperti hepatitis A. Kasus yang berat dan menyebabkan
kematian terjadi pada wanita hamil. Tidak pernah didapatkan bentuk kronis.1

II.5.3 Diagnosa
Diagnosa dapat dilakuakan dengan mikroskop elektron imun (IEM); memeriksa virus pada
tinjapenderita. Deteksi antibodi spesifik terhadap virus menggunakan fluorescent antibody-
blockingassay.
Pemeriksaan IgM dan IgG anti HEV secara Western blot dan EIA; IgM anti HEV ditemukan
satu minggu timbulnya gejala klinis. PCR juga bisa dilakukan untuk mencari RNA HEV dari
serum dant inja1

II.5.4 Pencegahan
Belum terdapat vaksin terhadap HEV. Imunoglobulin tidak efektif untuk mencegah HEV.
Karena tidak adanya vaksin pencegah hepatitis E, maka usaha utama untuk pencegahan adalah
penyediaan air yang bersih.1

II.6 HEPATITIS G
Virus hepatitis G (HGV), virus GB-C merupakan virus RNA rantai tunggal yang terdiri atas
9300 pasang nukleotida dan termasuk golongan flaviviridae, dengan ukuran 50-100nm,
ditularkan secara parenteral. Virusini bereplikasi dalam sel mononuklear (MN cells), termasuk
CD4, CD8, sel T, dan sel B.1

I.6.1 Patofisiologi
Sebagian besar penderita yang terinfeksi HGV/ virus GB-C mengalami viremia tetapi tidak
didapatkan perubahan gambaran histopatologis yang berarti dan kadar ALT dalam batas normal.
Sampai saat ini tidak didapatkan bukti bahwa HGV menyebabkan gejala klinis. Replikasi virus

16
terjadi pada sel mononuklear, termasuk CD4 dan CD8 sel T dan sel B. Karena ditemukan di
limfosit, virus ini dianggap mempunyai sifat biologis seperti virus Epstein-Barr atau CMV.1

II.6.2 Manisfestasi Klinis


Infeksi HGV/ virus GB-C tidak menimbulkan gejala peradangan pada hati. Tidak
ditemukan kasus hepatitis kronis pada penderita yang terinfeksi HGV/ virus GB-C. Akan
tetapi pasien dengan GB-C virus akan meningkatkan resiko dari limfoma non-hodgkin akibat
replikasi dari GB-C virus ini yang menyebabkan kegagalan imunitas. Selain itu apabila
seseorang menderita HIV disertai Hepatitis G akan mengurangi mortalitas penderita infeksi
HIV, akibat dari Virus GB-C yang menghalangi penetrasi HIV kedalam limfosit.1

II.6.3 Diagnosa
Diagnosis Hepatitis G dapat dilakukan dengan mengidentifikasi GBV-C RNA di dalam
darah penderita dengan PCR (polymerase chain reaction). Partikel virus ini terdapat dalam sel
hepatosit, endotel, monosit dan limfosit. Apabila infeksi telah hilang, terbentuk antibodi terhadap
kapsul glikoprotein E2 (anti-E2) dan dapat ditemukan didalamdarah.1

II.6.4 Pencegahan
Tidak ada metode pencegahan terhadap infeksi HGV ini.1

III. PENYAKIT SISTEMIK YANG BERPENGARUH PADA HATI

III.1 Pendahuluan
Hepar merupakan organ parenkim terbesar dalam tubuh manusia, yang menerima
hampir 1/4 dari curah jantung dan memerlukan hampir 1/5 dari konsumsi oksigen dalam

17
keadaan istirahat. Di samping itu hepar memegang peranan fungsi metabolik yang esensial
(seperti mempertahankan kadar protein dan glukosa plasma tetap normal, sintesis empedu
dan lain-lain), biotransformasi xenobiotik (obat, food additives, pollutant dan lain-lain) dan
respon imunologis.
Hepar sendiri merupakan organ tubuh selanjutnya yang pertama sekali kontak dengan
nutrien dan xenobiotik (maupun mikroorganisme) yang masuk secara enteral melalui vena
porta; sedangkan hila bahan-bahan tersebut/mikroorganisme masukmelalui rute parenteral
juga akan mencapai hati melalui arteri hepatika. Bahan-bahan tersebut / mikroorganisme
yang masuk melalui vena porta maupun arteri hepatika akan bertemu di sinusoidal. Untuk
sampai ke hepatosit, bahan tersebut/mikroorganisme harus melalui barier yang terdapat di
dinding sinusoid (sel endotel, sel Kupffer dan sel stelat = sel Ito). Sel Kupffer berfungsi
sebagai makrofag sedangkan sel stelate ( sel Ito) berfungsi untuk penyimpan.an lemak dan
vitamin A (lihat gambar 18.2.1)

Gambar.1 ~ Hubungan antara arteri hepatika, v. porta, sinusoid dan hepatosit

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, (ukuran hepar, fungsi metabolik dan biotransformasi,
posisi sentral dalam sirkulasi/saluran cerna dan respon imunologis), tidak dapat disangkal lagi
bahwa hepar merupakan organ tubuh yang secara insidental sangat rentan dipengaruhi oleh
penyakit/kelainan sistemik. Yang dimaksud dengan hepar di sini adalah hepar dan saluran
empedu (hepatobilier). Karena itu dapat didefinisikan penyakit sistemik yang berpengaruh pada

18
hati adalah kelainan hepar (baik klinis, laboratorium dan, histologi) yang sekunder terjadi oleh
karena penyakit/kelainan sistemik yang primernya di luar hati. Penyakit/kelainan sistemik adalah
penyakit/kelainan yang mempengaruhi tubuh secara keseluruhan.
Dalam tulisan ini akan diuraikan secara umum mengenai kejadian, etiologi, patogenesis,
manifestasi, diagnosis, terapi, prognosis dan pencegahan kelainan hepar sekunder yang
disebabkan oleh penyakit/kelainan sistemik. Juga akan dipaparkan beberapa penyakit/kelainan di
luar hepar yang menyebabkan kelainan hepar. Penyakit yang diuraikan hanya menggambarkan
hepar sangat mudah terkena oleh berbagai penyakit/kelainan sistemik. Drug induced liver
diseases tidak akan diuraikan dalam tulisan ini.

III. 2 Etiologi
Data mengenai penyakit sistemik yang berpengaruh pada hepar, belurn jelas
dipublikasikan. Hanya dikatakan, bukan tidak jarang. Pada bayi yang mendapat nutrisi parenteral
total, insidens dilaporkan mencapai 30%. Bayi prematur yang mendapat nutrisi parenteral total
lebih dari 90 hari bahkan mencapai 100%. Insidensi kelainan hepar pada bayi premature yang
mendapat nutrisi parenteral total dipengaruhi oleh umur bayi, lamanya mendapat nutrisi
parenteral total dan penyakit-penyakit lain yang menyertai.
Penyakit sistemik yang berpengaruh pada hati dapat dapat dibagi atas 2 kelompok yaitu
kelompok infeksi dan non-infeksi. Infeksi dapat dibagi atas infeksi akut yang
sering ,berhubungan dengan sepsis dan infeksi kronis yang menyebabkan hepatitis
granulomatosa.

III.3 Patogenesis

Walaupun patogenesis terjadinya kerusakan hepatobiliaris sekunder oleh karena penyakit/


kelainan sistemik belum begitu jelas dalam beberapa hal, namun mekanisme terjadinya kelainan
hepatobiliaris (baik infeksi maupun non-infeksi) dapat disimpulkan sebagai berikut:

19
1. Invasi langsung parenkim hati oleh mikoorganisme melalui darah/limfe.
2. Kerusakan hepatobiliaris karena produk mikroorganisme dengan bantuan mediator
proinflamasi (seperti tumor necrosis factor, platelet activating factor, dll).
3. Kerusakan hepatosit karena penumpukan bahan-bahan baik hasil metabolisme atau
proses ·peradangan (amiloidosis hepatik, kelainan hepar pada hemoglobinopati).
4. Kerusakan hepatosit karena anoksia dan penekanan (misal: kelainan hepar karena
gagal jantung).
5. Gangguan nutrisi (baik kekurangan/kelebihan nutrien atau efek pemuasaan), misalnya:
kelainan hati pada nutrisi parenteral total.
6. Kerusakan hepar karena hiperpireksia (misal: kelainan hepar pada infeksi susunan
saraf pusat).
Tidak ditemukannya mikroorganisme pada parenkim hepar, tidak menyingkirkan
kemungkinan kerusakan hepar oleh infeksi. Harus diingat bahwa salah satu fungsi hepar adalah
pertahanan imunologis tubuh. Darah akan dibersihkan dari bahan-bahan pathogen dengan
bantuan fagositosis dari sel Kupffer. Kemungkinan mikroorganisme yang dimakan sel Kupffer
menimbulkan cedera hepatobiliaris dan selanjutnya mengalami disolusi. Meskipun pada
beberapa kasus toksin tidak ditemukan dalam sirkulasi, namun produk dari mikroorganisme
tersebut terbukti menyebabkan kerusakan hepar. Selain itu harus dipertimbangkan peranan efek
nonspesifik seperti malnutrisi, anoksia dan hiperpireksia pada kerusakan hepatosit oleh karena
infeksi.

Tabel 2. Penyebab penyakit yang berpengaruh pada hati

20
III.4 Manifestasi klinis

21
Manifestasi klinis merupakan gabungan gejala kelainan hepatobiliaris primer dan gejala
penyakit yang mendasarinya (seperti sesak, gejala bendungan venosa pada gagal jantung). Dapat
ditemukan gejala klinis seperti hepatomegali, ikterus, edema, perdarahan, ensefalopatia, dll.
Ensefalopati diperberat dengan adanya gangguan sirkulasi dan hipoglikemia. Demikian juga
ikterus diperberat dengan adanya hemolisis. Gejala ini bisa ringan hingga membahayakan
kehidupan. Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium/ biokimia hepar:
1. Peningkatan kadar aminotransferase serum yang merupakan refleksi dari gangguan
integritas hepatosit dan membran sinusoidal.
2. Peningkatan kadar bilirubin, fosfatase alkali dan transpeptidase gamma glutamil serum,
menggambarkan adanya gangguan sekresi empedu.
3. Pemanjangan masa protrombin (terutama bila tetap memanjang setelah pemberian
vitamin K) dan penurunan kadar albumin serum menunjukkan adanya gangguan
kapasitas biosintesis hepar oleh karena proses akut ataupun kronis.
Gambaran histologik hepar tidak spesifik. Kadang-kadang dijumpai bercak-bercak radang di
daerah porta, tetapi daerah porta ini juga bisa normal. Dapat dijumpai nekrosis setempat disertai
hiperplasi sel Kupffer ataupun steatosis yang meluas. Gambaran ini disebut hepatitis reaktif.
Tergantung dari lama/beratnya penyakit dan daya tahan tubuh penderita, nekrosis tersebut bisa
meluas sehingga terjadi disfungsi hati yang berat. Daerah nekrosis ini diganti dengan jaringan
ikat dan diikuti pembentukan nodul (sirosis hepatis). Adanya gambaran granuloma hepar
merupakan manifestasi radang kronis akibat penyakit sistemik di luar hepar.

III. 5 Diagnosis
 Adanya gejala kelainan hati (baik klinis atau laboratorium) harus dipikirkan apakah
gangguan hati tersebut merupakan kelainan hati primer atau sekunder karena
penyakit/kelainan sistemik ataupun obat-obatan yang digunakan. Baik untuk pengobatan
penyakit hati primer maupun penyakit/kelainan sistemik (drug induced liver disease).
 Kecurigaan terhadap penyakit hepar primer dapat dibuat berdasarkan perjalanan/gejala
klinis dan didukung pemeriksaan biokimia hati. Perlu dipertimbangkan apakah
penyebabnya karena viral, autoimmun dan gangguan metabolisme.

22
 Hepatopati kongestif dicurigai bila ada pembesaran hepar ataupun abnormalitas biokimia
hepar disertai gejala-gejala gagal jantung (sesak, bendungan vena, dll).
 Biopsi hati hanya dianjurkan jika kelainan sistemik tidak jelas dengan catatan masa
pembekuan, jumlah trombosit dalam batas normal dan tidak ada riwayat perdarahan.
 Pemeriksaan tambahan seperti ultrasonografi dapat dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan kolelitiasis, kolesistitis ataupun massa di hepar (kista, tumor).

III. 6 Beberapa Penyakit Sistemik yang Mempengaruhi Hepar pada Anak


III.6.1 Kelainan hepar pada gagal jantung.
 Gagal jantung dapat menyebabkan kelainan hepar karena adanya bendungan vena
hepatik dan curah jantung yang berkurang. Bendungan venosa hepatik disebabkan
oleh peningkatan tekanan atrium kanan sekunder terhadap gagal jantung kanan,
sedangkan curah jantung yang berkurang disebabkan oleh gagal jantung kiri.
 Berkurangnya curah jantung akut sekunder terhadap gagal jantung kiri akut
menyebabkan hepatitis iskemia (shock liver). Dua pertiga dari aliran darah ke
hepar berasal dari vena porta yang kaya akan nutrien, hormon dan enzim yang
berasal dari saluran pencernaan. Sisanya berasal dari arteri hepatika yang kaya
akan oksigen. Karena itu daerah periportal mendapat darah yang kaya akan
nutrien, oksigen, hormon dan enzim untuk pernafasan sel. Sedangkan daerah
perisentral mendapat darah yang miskin akan substrat-substrat tersebut dan
oksigen. Nekrosis hepatik menyebabkan ikterus, asidosis laktat, peningkatan
kadar aminotransferase serum, pemanjangan masa protrombin dan hipoglikemia.
 Tekanan atrium kanan yang meningkat akibat gagal jantung kanan menyebabkan
kongesti venosa hepatik (hepatopati kongestif). Akibatnya terjadi distensi
sinusoidal sentrizonal. Distensi menyebabkan asites dan gejala hipertensi porta
lainnya. Distensi juga akan mengganggu difusi oksigen ke hepatosit sentrolobuler
(hipoksia), sehingga terjadi perdarahan, atrofi karena tekanan, dan nekrosis
hepatosit.

23
III.6.2 Kelainan hepar pada sepsis
 Sepsis adalah respons inflamasi sistemik yang disebabkan
infeksi (bakteremia dan respons inflamasi sistemik). Sepsis dapat
menyebabkan kelainan hepatobiliaris dan organisme penyebab yang
paling sering adalah Escheria coli, Klebsiella pneumoniae dan
Pseudomonas aeroginosa.
 Diduga, endotoksin bakteri merangsang sel retikuloendotelial hepar
(sel Kupffer) untuk melepaskan mediator inflamasi. Agen
proinflamatorik seperti sitokin (tumor necrosis factor, interleukin 1
dan 8) dan leukotrien merangsang kemotaksis, peningkatan
permeabilitas vaskular dan kontraksi otot polos vaskular. Permeabilitas
vaskular yang meninggi menyebabkan ekstravasasi plasma sehingga
terjadi edema periduktular yang mengakibatkan kolestasis. Kontraksi
pembuluh darah menyebabkan hipoperfusi sehingga terjadi iskemia.

III.6.3 Kelainan hepar pada nutrisi parenteral total


 Kelainan hepar akibat nutrisi parenteral total tergantung pada umur
penderita dan lamanya mendapat nutrisi parenteral total. Pada bayi,
kolestasis merupakan gejala dominan sedangkan pada anak yang lebih
tua dan dewasa terjadi steatosis dan steatohepatitis. Kedua golongan
ini menyebabkan timbulnya lumpur empedu dan kolelitiasis, dan juga
berakhir dengan end stage liver disease (sirosis hepatis).
 Gambaran histologis kelainan hepar bervariasi dan tidak spesifik. Area
porta edematosa dan kolestasis diperberat dengan terbentuknya
jaringan ikat. Bila proses berlanjut, terbentuklah fibrosis yang
menghubungkan satu area porta dengan area porta lainnya disertai
proliferasi saluran empedu.
 Gejala awal yang merupakan manifestasi kolestasis, umumnya
dijumpai 2-3 minggu setelah pemberian nutrisi parenteral total yang
ditandai dengan peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi, fosfatase
alkali, dan transpeptidase gamma glutamil dalam serum.

24
 Patogenesis: Makanan dalam saluran pencernaan merangsang sekresi
hormon pencernaan seperti kolesistokinin, pankreozimin, sekretin,
enteroglukagon, dll. Kolesistokinin dan pankreozimin merangsang
kontraksi kandung empedu, sekretin merangsang sekresi empedu,
sedangkan enteroglukagon mempengaruhi ambilan asam empedu oleh
hepatosit. Tidak adanya makanan dalam saluran pencernaan (starvasi
enteral) merupakan faktor penting dalam patogenesis kelainan hepar
pada nutrisi parenteral total. Pengaturan aliran empedu tergantung dari
ambilan asam empedu oleh hepatosit, proses dalam hepatosit, dan
sekresi kenalikular.
 Sedikit atau tidak adanya asam empedu dalam lumen usus
menyebabkan penurunan sirkulasi enterohepatik asam empedu. Ini
mengakibatkan pool asam empedu berkurang (hampir 95% asam
empedu yang terdapat dalam pool asam empedu berasal dari sirkulasi
enterohepatik, sedangkan sisanya berasal dari sintesis dalam
hepatosit). Perubahan pool asam empedu ini menyebabkan lumpur
empedu dan batu empedu (kombinasi kolesterol dan bilirubin).
 Enteral starvation menyebabkan over growth bakteri terutama bakteri
anaerob (misalnya Bacteroides), mengakibatkan terbentuknya asam
litokolat (bersifat toksik bagi hepar). Harus pula dipertimbangkan
kemungkinan adanya ketidakseimbangan nutrien dalam larutan nutrisi
parenteral, misalnya defisiensi taurin, defisiensi karnitin, dan
kelebihan asam amino.
i. Taurin dibutuhkan dalam proses konjugasi asam empedu
primer.
ii. Karnitin diperlukan untuk oksidasi asam lemak.
iii. Asam amino mungkin menghambat pembentukan asam
empedu.

25
III.7 Tatalaksana Umum
 Tidak ada pengobatan spesifik untuk kelainan hepatobiliaris sekunder karena
penyakit/kelainan sistemik. Pengobatan ditujukan pada penyakit/kelainan sistemik yang
menyebabkannya. Abnormalitas biokimia hepar akan kembali normal setelah
penyakit/kelainan sistemik mengalami penyembuhan.
 Bila ada kolestasis, perdarahan ataupun ensefalopati hepatik (gagal hati), maka
pengobatan terhadap gangguan ini sama seperti bila gangguan ini disebabkan kelainan
hepatobilier primer. Misalnya, pemberian vitamin A, D, E, dan K, urseodeoksikolat, pada
kolestasis.

III. 8 Prognosis
 Prognosis sangat tergantung dari penyakit/kelainan sistemik yang menyebabkannya. Bila
penyakit berlangsung progresif yang ditandai dengan penurunan kesadaran, gangguan
pembekuan yang tidak bisa dikoreksi dan penurunan kadar aminotransferase alanin yang
disertai peningkatan kadar bilirubin serum, maka merupakan indikator prognosis yang
buruk. Pada keadaan ini dapat dipertimbangkan transplantasi hepar.
 Pembatasan lamanya pemberian nutrisi parenteral akan mencegah kelainan hepar yang
diakibatkan oleh nutrisi parenteral total. Pemberian makanan secara enteral harus secepat
mungkin dilakukan walaupun dalam jumlah sedikit, untuk merangsang sekresi empedu.
Bila ada gangguan biokimia hepar, nutrisi parenteral total harus dihentikan. Pemberian
kolesistokinin dilaporkan memberikan hasil, karena merangsang aliran empedu dan
menghambat kolestasis.
 Hepatitis akibat obat dapat sembuh 14 hari setelah obat dihentikan. Demikian juga
hepatitis akibat pemberian nutrisi parenteral total akan sembuh jika pemberiannya
dihentikan. Hepatitis yang berhubungan dengan penyakit jantung juga akan sembuh jika
penyakit jantung terkontrol dengan baik sepanjang belum terjadi kerusakan hati
permanen ataupun telah terjadi gagal hati.

26
. DAFTAR PUSTAKA

1. Arief, Samsul. Hepatitis Virus. Dalam : Buku Ajar Gastroenterologi-hepatologi Anak.


Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2020: 265-293.
2. Crawford J, Liu C. Robbins and Cotran. Pathologic Basis of Disease. Edisi ke 8.
Saunders Elseifer, Philadelphia; 2010.h.444-50
3. Ranuh G, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita C, Ismoedijanto, Soedjatmiko.
Pedoman I munisasi di Indonesia. Edisi ke 5.Jakarta : Badan Penerbit IDAI ;2014.h.247-
53,335-40.
4. Djer M,Sekartini R,Handryastuti RAS, Hidayati EL, Juniar I. Current evidence in
pediatric practices. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM; 2014.
H.12-13.
5. Wedemeyer H, Manns MP. Epidemiology, pathogenesis and management of hepatitis D
: update and challenges a head . Ed.7.Vol. 1. Nature Reviews Gastroenterology &
Hepatology; 2010. P. 31-40.
6. Jurnalis, Yusri Dianne; Sayoeti, Yorva; Russelly, Adria. Hepatitis C pada Anak. Jurnal
Kesehatan Andalas, 2014, 3.2.
7. Chang, Mei‐Hwei. Chronic hepatitis virus infection in children. Journal of
gastroenterology and hepatology, 2008, 13.5: 541-548.
8. Daulay DG, Supriatmo, Sinuhaji AB. Hepatitis Akibat Penyakit Sistemik. Sari Pediatri,
Vol. 8, No. 4, Maret 2007: 294-298

27

Anda mungkin juga menyukai