World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terdapat 130 juta bayi baru lahir di seluruh dunia, diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada usia empat minggu pertama kehidupan. Penyebab kematian neonatal adalah kelahiran kurang bulan (28%), infeksi (26%), asfiksia (23%), kelainan kongenital (7%), dan penyebab lain (7%). Berdasarkan data WHO tersebut tampak angka mortalitas neonatus yang disebabkan oleh infeksi cukup tinggi (Kardana, 2011). Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 angka kematian bayi baru lahir mencapai 34 per 1000 kelahiran hidup. Insiden infeksi neonatus di beberapa rumah sakit di Indonesia mencapai 8,76- 30,29% dengan angka mortalitas 11,56- 49,9% (Utomo, 2010). Infeksi neonatal dapat terjadi secara early onset (awitan dini) dan late onset (awitan lambat). Bakteri dapat diperoleh neonatus dari ibunya ketika ia melewati jalan lahir, terutama bakteri flora normal pada jalan lahir ibu seperti Group B Streptococcus (GBS). Beberapa keadaan komplikasi obstetri merupakan faktor risiko penting timbulnya infeksi neonatal early onset antara lain adalah kelahiran prematur (sebelum usia kehamilan 37 minggu), partus lama (>18 jam), Ketuban Pecah Dini (KPD), perdarahan antepartum dan demam maternal (>38C) (Tumbaga dan Philip, 2003; Haws, 2008). Bakteri pada kasus infeksi neonatal paling sering diperoleh bayi dari ibunya ketika ia melewati jalan lahir. Velaphi et al.(2003) melaporkan bahwa dari 32 kasus infeksi neonatal GBS early onset, 19 kasus (59%) lahir dari ibu yang mengalami komplikasi obstetri. Dari 19 kasus komplikasi obstetri tersebut, 79 % kasus menderita demam maternal (maternal intrapartum fever), 32 % prematur dan 32% lainnya adalah ketuban pecah dini. Negara et al. (2009) melaporkan terdapat 32% kasus infeksi neonatal Eschericia coli early onset dari ibu hamil dengan demam maternal dan Ketuban Pecah Dini (KPD) di Rumah Sakit dr.
Sardjito, Yogyakarta. Kedua penelitian tersebut melaporkan bahwa spesies bakteri yang ada pada vagina ibu sama dengan bakteri yang menginfeksi neonatus. Liang telinga bagian depan neonatus adalah daerah yang paling baik untuk dijadikan lokasi pengambilan sampel. Cronin et al. (2001) berhasil mengisolasi Group B Streptococcus (GBS) dari liang telinga bagian depan, lubang hidung bagian depan dan sisa potongan tali pusat neonatus. Penelitian tersebut melaporkan bahwa GBS paling banyak terisolasi dari liang telinga bagian depan neonatus. Hal ini disebabkan kecilnya kemungkinan memperoleh kontaminasi dari luar seperti sarung tangan petugas kesehatan yang kurang steril sehingga dapat menyamarkan hasil kultur. Pengambilan sampel dari lubang hidung bagian depan akan meningkatkan bias pada kultur karena daerah tersebut mudah memperoleh kontaminasi dari udara bebas saat bernapas. Pengambilan sampel dari potongan tali pusat juga mningkatkan bias pada kultur. Hal ini disebabkan daerah tersebut mudah terkontaminasi saat petugas kesehatan membersihkan dan memberikan perawatan terhadap neonatus. Infeksi pada neonatus di negara berkembang biasanya disebabkan oleh bakteri Eschericia coli dan enterobacteriaceae lainnya, Listeria monocytogenes, Coagulase-Negative Staphylococci (CoNS), Group B Streptococcus (GBS), Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus. Di negara India, Afrika, dan Timur Tengah penyebab utama infeksi pada neonatus adalah Klebsiella sp.. Selain itu, ditemukan juga Staphylococcus aureus, Eschericia coli, Pseudomonas sp. dan ditemukan kurang dari 10% Group B Streptococcus (Motara, et al., 2005). Berdasarkan penelitian Juniatiningsih, et al. (2008) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, penyebab infeksi neonatus terbanyak adalah bakteri Gram negatif seperti Acenitobacter calcoaceticus, Enterobacter aerogenes, Pseudomonas sp., Eschericia coli dan bakteri Gram positif seperti Streptococcus viridans dan streptococcus anhemoliticus. Kardana (2011) melaporkan bahwa penyebab infeksi neonatorum terbanyak di RSUP Sanglah, Denpasar disebabkan oleh bakteri Gram negatif (Serratia marcescens) dan bakteri Gram positif (Coagulase-negative staphylococci, Coagulase-positive staphylococci dan Streptococcus viridans). Di propinsi Aceh belum ada penelitian yang melaporkan tentang etiologi infeksi pada neonatus.
Pemberian antibiotik yang bijak penting dilakukan untuk mencegah resistensi kuman terhadap antibiotik. Oleh karena itu, perlu pendataan mikroorganisme penyebab infeksi secara berkala untuk membuat protokol pemilihan antibiotik secara empirik. Berdasarkan penjelasan di atas peneliti ingin mengetahui jenis dan pola sensitivitas bakteri yang dapat diisolasi dan diidentifikasi dari neonatus yang dilahirkan oleh ibu hamil dengan komplikasi obstetri di RSUD dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) dan Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA), Banda Aceh. 1.2 Rumusan Masalah 1. 2. Apa saja jenis bakteri yang dapat diisolasi dan diidentifikasi dari neonatus yang dilahirkan oleh ibu hamil dengan komplikasi obstetri? Bagaimana sensitivitas antibiotik bakteri yang diisolasi dari neonatus yang dilahirkan oleh ibu hamil dengan komplikasi obstetri? 1.3 Tujuan 1. 2. Mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri dari neonatus yang dilahirkan oleh ibu hamil dengan komplikasi obstetri. Mengetahui sensitivitas antibiotik bakteri yang diisolasi dari neonatus yang dilahirkan oleh ibu hamil dengan komplikasi obstetri. 1.4 Manfaat 1. Memberikan informasi ilmiah khususnya kepada klinisi tentang bakteri yang terisolasi dan teridentifikasi dari neonatus yang dilahirkan oleh ibu hamil dengan komplikasi obstetri. 2. Memberi masukan kepada RSUD dr. Zainoel Abidin dan RSIA tentang pola dan sensitivitas antibiotik bakteri yang terisolasi dari neonatus yang dilahirkan oleh ibu hamil dengan komplikasi obstetri untuk dijadikan pedoman dalam membuat protokol pemilihan antibiotik secara empirik. 3. Penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.