PENDAHULUAN
2.1.2 Malnutrisi
2.1.2.1 Kwashiorkor
a. Definisi
Kwashiorkor adalah penyakit yang ditandai dengan malnutrisi protein berat
dan pembengkakan ekstremitas bilateral. Biasanya menyerang bayi dan anak-
anak, paling sering sekitar usia penyapihan hingga usia 5 tahun. Penyakit ini
terlihat pada kasus kelaparan dan wilayah miskin yang sangat parah di seluruh
dunia. Pada 1950-an, itu diakui sebagai krisis kesehatan masyarakat oleh WHO.
Gejala umum dari kwashiorkor adalah hipoalbuminemia, edema, penurunan
imunitas, dermatitis, anemia, apatis, dan terjadi penipisan rambut.11
b. Etiologi
Etiologi kwashiorkor secara detail tidak diketahui, namun diet terutama yang
terkait jagung, singkong, atau nasi sering dikaitkan dengan penyakit ini.
Sebelumnya diyakini karena kekurangan protein dan rendahnya tingkat
antioksidan dan aflatoksin. Beberapa faktor yang secara konsisten terkait dengan
penyakit ini termasuk penyapihan, infeksi (terutama campak), dan gangguan pada
masa kanak-kanak (kematian orang tua, lingkungan rumah, kemiskinan).11
c. Patofisiologi
Kwashiorkor ditandai dengan edema perifer pada seseorang yang menderita
kelaparan. Edema merupakan hasil dari hilangnya keseimbangan cairan antara
tekanan hidrostatik dan onkotik di dinding pembuluh darah kapiler. Pertama,
konsentrasi albumin berkontribusi pada tekanan onkotik, memungkinkan tubuh
menyimpan cairan di dalam pembuluh darah. Anak-anak dengan kwashiorkor
ditemukan memiliki kadar albumin yang sangat rendah dan, sebagai akibatnya,
cairan keluar dari intravaskular. Kedua, hormon antidiuretik (ADH) meningkat
sebagai respons terhadap hipovolemia, yang mengakibatkan edema. Ketiga, renin
plasma merespon secara agresif, menyebabkan retensi natrium.
Kwashiorkor juga ditandai dengan rendahnya kadar glutathione (antioksidan).
Hal ini mencerminkan tingkat stres oksidan yang tinggi pada anak yang
kekurangan gizi. Tingkat oksidan yang tinggi biasanya terlihat selama kelaparan
dan bahkan terlihat pada kasus peradangan kronis. Salah satu langkah
memperbaikinya adalah peningkatan status gizi dan antioksidan yang
mengandung belerang. Ada juga teori eksperimental yang menyatakan bahwa
perubahan mikrobioma/virone berkontribusi pada malnutrisi edema.11
d. Diagnosis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada kwashiorkor meliputi: edema
pitting perifer, atrofi otot, distensi abdomen (dengan/tanpa dilatasi usus dan
hepatomegali), wajah bulat (tonjolan pipi, atau "wajah bulan"), kulit tipis, kering,
mengelupas dengan area bersisik dan hiperpigmentasi, rambut kering,
hipopigmentasi, mudah rontok dan dicabut, hepatomegali (dari infiltrat
perlemakan hati), keterlambatan pertumbuhan, perubahan psikis (anoreksia,
apatis), lesi kulit/dermatitis (perineum, selangkangan, tungkai, telinga, ketiak),
dan retensi lemak subkutan dengan lipatan kulit inguinal bagian dalam yang
longgar.
WHO memiliki sistem klasifikasi untuk mengevaluasi keparahan malnutrisi
yang menentukan wasting versus kwashiorkor. Terdapat tiga ukuran klinis yang
digunakan sebagai penilaian: lingkar lengan atas-tengah, skor Z berat-untuk-
tinggi/panjang badan, dan adanya pitting edema simetris. Secara umum lingkar
lengan atas-tengah kurang dari 110 mm sangat terkait dengan kematian pada bayi
di bawah 6 bulan. Riwayat nutrisi, riwayat medis masa lalu, riwayat vaksinasi,
dan riwayat keluarga juga penting untuk diketahui dari pasien yang diduga
malnutrisi.11
e. Tatalaksana
Berikut ini adalah sepuluh prinsip utama yang digunakan secara universal
untuk pengobatan pasien yang dirawat karena kwashiorkor. Prinsip-prinsip ini
dilakukan dalam fase yang berbeda dari saat anak tiba yang membutuhkan
stabilisasi darurat hingga rehabilitasi, yaitu11:
- Mengobati/mencegah hipokalsemia
- Mengobati/mencegah hipotermia
- Mengobati/mencegah dehidrasi
- Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit
- Mengobati/mencegah infeksi
- Memperbaiki defisiensi mikronutrien
- Mulai memberi makan dengan hati-hati
- Megejar target pertumbuhan
- Memberikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
- Mempersiapkan tindak lanjut setelah pemulihan
2.1.2.2 Marasmus
a. Definisi
Marasmus adalah manifestasi berat dari kekurangan energi protein. Ini terjadi
sebagai akibat dari insufisiensi kalori total. Hal ini menyebabkan hilangnya
jaringan adiposa dan otot. Anak dengan marasmus mungkin memiliki nilai berat-
untuk-tinggi badan yang lebih dari 3 standar deviasi di bawah rata-rata untuk usia
atau jenis kelaminnya.12
b. Etiologi
Penyebab utama marasmus adalah asupan kalori total yang tidak mencukupi.
Penyebab sosial yang mendasari marasmus pada anak-anak adalah kemiskinan.
Kemiskinan dapat terjadi sebagai akibat dari rendahnya status dan pendidikan ibu
yang tidak memadai disertai dengan perang, bencana alam, dan ketidakstabilan
sipil. Pendidikan ibu merupakan faktor kunci lain dalam kemungkinan terjadinya
malnutrisi pada anak.
Penyebab biologis malnutrisi pada anak termasuk HIV/AIDS dan penyakit
menular lainnya. Anak-anak yang telah terinfeksi HIV memiliki hasil gizi yang
buruk dibandingkan dengan mereka yang tidak. Ibu menyusui yang terinfeksi HIV
juga cenderung memiliki simpanan protein dan mikronutrien yang buruk
dibandingkan dengan ibu yang tidak terinfeksi HIV.12
c. Diagnosis
Presentasi klinis marasmus sangat bervariasi tergantung pada tingkat
keparahan dan durasi restriksi kalori. Marasmus umumnya muncul dengan
kegagalan perkembangan. Pada bayi, mungkin berhubungan dengan iritabilitas
dan apatis. Selain itu, bayi mungkin memiliki ubun-ubun cekung akibat dehidrasi.
Penurunan berat badan awalnya paling terlihat pada daerah lipatan, kemudian di
bokong, wajah, dan paha. Kehilangan lemak di wajah menyebabkan penampilan
'orang tua' yang khas pada marasmus.
Marasmus juga dapat dikaitkan dengan hipotensi, hipotermia, anemia, rakhitis,
dan bradikardia. Anak akan kurang dari 60% dari berat badan untuk usia.
Marasmus yang berlangsung lama dikaitkan dengan perawakan pendek. Lakukan
pemeriksaan apakah ditemukan tanda mata kering, bintik Bitot, kuku sendok
(koilonychia), dan tanda Chvostek atau Trousseau.
Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan dalam diagnosis malnutrisi energi
protein bersama dengan pemeriksaan defisiensi mineral terkait. Pemeriksaan
laboratorium yang direkomendasikan oleh WHO meliputi pemeriksaan
hemoglobin dan apusan darah, glukosa darah, albumin serum, elektrolit,
mikroskop tinja, dan kultur, termasuk pemeriksaan parasit, tes human
immunodeficiency virus, serta pemeriksaan mikroskopis dan kultur urin.12
d. Tatalaksana
Penatalaksanaan marasmus dibagi menjadi tiga fase utama12:
1. Resusitasi dan stabilisasi
Penyebab utama kematian pada marasmus termasuk dehidrasi dan infeksi,
tujuan utama selama fase resusitasi dan stabilisasi adalah untuk rehidrasi,
mencegah infeksi yang dapat berkembang menjadi sepsis, dan menghindari
komplikasi pengobatan marasmus seperti sindrom refeeding. Fase ini
berlangsung selama kurang lebih satu minggu dan merupakan fase dimana
pasien paling rentan.
2. Rehabilitasi nutrisi
Setelah komplikasi akut marasmus telah diobati dan nafsu makan anak
mulai kembali seiring dengan koreksi kelainan elektrolit dan sepsis, fase
rehabilitasi nutrisi dapat dimulai. Ini termasuk peningkatan bertahap asupan
kalori, vaksinasi, dan peningkatan aktivitas motorik. Anak-anak mungkin
membutuhkan 120% hingga 140% dari asupan kalori yang dibutuhkan untuk
mempertahankan tingkat pertumbuhan yang serupa dengan teman sebayanya.
Fase rehabilitasi nutrisi dapat berlangsung dari 2 hingga 6 minggu.
3. Tindak lanjut dan pencegahan kekambuhan
Terdapat risiko kambuh, penting untuk menindaklanjuti pasien yang
mengalami marasmus. Edukasi harus diberikan kepada ibu tentang menyusui
dan makanan tambahan.
2.1.3 Obesitas
a. Definisi
Obesitas adalah akumulasi berlebihan atau abnormal dari lemak atau jaringan
adiposa dalam tubuh yang mengganggu kesehatan. Insiden obesitas terjadi pada
sekitar 17% remaja di Amerika Serikat. Menurut data Center for Disease Control
and Prevention (CDC) 2011-2012, satu dari lima remaja, satu dari enam anak usia
sekolah dasar, dan satu dari 12 anak usia prasekolah mengalami obesitas.13
b. Etiologi
Obesitas adalah hasil dari ketidakseimbangan antara asupan energi harian dan
pengeluaran energi yang mengakibatkan penambahan berat badan yang
berlebihan. Obesitas adalah penyakit multifaktorial, yang disebabkan oleh banyak
faktor genetik, budaya, dan sosial. Berbagai penelitian genetik telah menunjukkan
bahwa obesitas diwariskan, dengan banyak gen yang teridentifikasi terkait adiposa
dan penambahan berat badan. Penyebab lain dari obesitas termasuk berkurangnya
aktivitas fisik, insomnia, gangguan endokrin, obat-obatan, aksesibilitas dan
konsumsi kelebihan karbohidrat dan makanan tinggi gula, dan penurunan
metabolisme energi.
Sindrom paling umum yang terkait dengan obesitas termasuk sindrom Prader
Willi dan sindrom MC4R, fragile X, sindrom Bardet-Beidl, defisiensi leptin pada
Wilson Turner Syndrome, dan sindrom Alstrom.13
c. Diagnosis
Anamnesis secara mendetail perlu dilakukan untuk menyaring penyebab yang
mendasari berkontribusi terhadap obesitas. Riwayat lengkap mencakup: riwayat
berat badan masa kecil, upaya dan hasil penurunan berat badan sebelumnya,
riwayat nutrisi lengkap, pola tidur, aktivitas fisik, riwayat pembedahan, riwayat
konsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan berat badan, dan riwayat
keluarga.13
Pemeriksaan fisik mencakup pengukuran indeks massa tubuh (IMT), lingkar
berat badan, habitus tubuh, dan tanda-tanda vital. IMT merupakan alat skrining
standar untuk obesitas. IMT dihitung menggunakan berat badan dalam kilogram
dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Obesitas dapat diklasifikasikan
menurut BMI13:
- Underweight: kurang dari 18,5 kg/m2
- Normal: 18,5 kg/m2 hingga 24,9 kg/m2
- Overweight: 25 kg/m2 hingga 29,9 kg/m2
- Obesitas, Kelas I: 30 kg/m2 hingga 34,9 kg/m2
- Obesitas, Kelas II: 35 kg/m2 hingga 39,9 kg/m2
- Obesitas, Kelas III: lebih dari 40 kg/m2
d. Tatalaksana
Modifikasi diet harus individual dengan pemantauan ketat penurunan berat
badan secara teratur. Direkomendasikan diet rendah kalori. Kalori rendah bisa
dibatasi karbohidrat atau lemak. Diet rendah karbohidrat dapat menghasilkan
penurunan berat badan yang lebih besar di bulan-bulan pertama dibandingkan
dengan diet rendah lemak. Obat antiobesitas dapat digunakan untuk BMI lebih
besar atau sama dengan 30 atau BMI lebih besar atau sama dengan 27 dengan
penyakit penyerta. Sedangkan pembedahan, diindikasikan pada BMI lebih besar
atau sama dengan 40 atau BMI 35 atau lebih besar dengan kondisi komorbiditas
yang parah.13
Palsi Serebral
Palsi serebral adalah sekelompok gangguan perkembangan saraf yang
memengaruhi fungsi tonus otot, gerakan, dan keterampilan motorik. Diagnosis
biasanya ditegakkan pada rentang usia 12-24 bulan. Penyebab palsi serebral hanya
dapat diidentifikasi apada 50% kasus. Faktor risiko palsi serebral dikelompokkan
menjadi faktor prenatal, perinatal, dan postnatal.15
1. Faktor Prenatal
Terdiri atas prematuritas, berat badan lahir rendah, riwayat epilepsi pada
ibu selama kehamilan, hipertiroidisme, infeksi TORCH, perdarahan pada
trimester ketiga, inkompeten serviks, penyalahgunaan obat, trauma, kehamilan
ganda, dan insufisiensi plasenta.15
2. Faktor Perinatal
Terdiri atas persalinan lama dan sulit, ketuban pecah dini, anomali
presentasi, perdarahan vagina, dan hipoksia.15
3. Faktor Postnatal (0-2 tahun)
Infeksi SSP, hipoksia, kejang, koagulopati hiperbilirubinemia neonatus,
dan trauma kepala.15
Anak-anak dengan palsi serebral memiliki tiga jenis masalah motorik.
Gangguan primer, yaitu dari tonus otot (spastisitas dan distonia), keseimbangan,
kekuatan, selektivitas, dan sensasi yang berkaitan langsung dengan lesi pada otak.
Gangguan sekunder terjadi sebagai respon terhadap gangguan primer dan
pertumbuhuan muskuloskeletal. Gangguan sekunder terdiri atas kontraktur
(equinus, adduksi) dan deformitas (skoliosis) yang akan bertambah parah seiring
pertambahan usia. Gangguan tersier adalah mekanisme dan respon adaptif yang
dikembangkan oleh anak untuk beradaptasi dengan masalah primer dan sekunder,
seperti spastisitas otot gastrocnemius (gangguan primer) yang menyebabkan
kontraktur plantar fleksi pergelangan kaki (gangguan sekunder) dan hiperekstensi
lutut sebagai mekanisme adaptif (gangguan tersier). Adapun tanda bahaya dari
palsi serebral pada anak adalah sebagai berikut:15
1. Hanya menggunakan satu tangan dalam mengambil benda atau tidak
menggunakan kedua tangan saat bermain.
2. Keterlambatan dalam pencapaian motorik awal, seperti membalikkan
badan, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan.
3. Kekakuan atau kelemahan otot di satu sisi tubuh.
4. Kesulitan dengan perkembangan awal berjalan dan keseimbangan.
5. Gerakan dan postur tubuh asimetris.
Tatalaksana palsi serebral yang berkaitan dengan gejala gangguan motorik
dapat dilakukan dengan fisioterapi. Meskipun efektivitasnya dalam meningkatkan
fungsi fisik tidak pasti, fisioterapi membantu dalam mendorong orangtua atau
pengasuh anak untuk belajar cara terbaik untuk menangani anak, melatih ke toilet,
mencuci tangan, dan memberi makan anak-anak dengan palsi serebral dan
membantu untuk meningkatkan postur dan mobilitas tubuh anak. Teknik terapi
okupasi berusaha untuk meningkatkan fungsi, tetapi juga fokus pada
memaksimalkan kemampuan anak untuk menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari-hari, pendidikan, dan pekerjaan. Hal ini sangat membantu dalam
memaksimalkan fungsi motorik yang tersedia. Selain itu, stimulasi listrik,
hipnoterapi, pijat, dan vibrasi pada tubuh dinyatakan gagal secara signifikan untuk
menunjukkan perbaikan gejala motorik pada anak.15
Spina Bifida
Spina bifida adalah kelainan kongenital dimana tulang belakang terbelah
(bifid) akibat kegagalan penutupan tabung saraf embrio, selama minggu keempat
pasca pembuahan. Anak dengan spina bifida sering menunjukkan defisit
neurologis motorik dan sensorik di bawah level dari lesi, sehingga dapat
menyebabkan kelemahan ekstremitas bawah atau kelumpuhan yang menggagu
dalam berjalan. Banyak studi epidemiologi yang menggabungkan spina bifida
bersama dengan defek terkait anencephaly, dan kadang-kadang juga dengan
encephalocele, di bawah istilah umum 'neural tube defect' (NTDs). Prevalensi
NTD di Amerika Serikat dan negara Eropa diperkirakan 0,5-0,8/1000 kelahiran ,
sedangkan prevalensi di beberapa wilayah Cina telah dilaporkan 20 kali lebih
tinggi. Dengan asumsi prevalensi rata-rata satu kasus NTD per 1000 kelahiran,
dengan populasi global 7 miliar dan tingkat kelahiran 20 per 1000 penduduk, ini
menghasilkan angka 140.000 kasus NTD per tahun di seluruh dunia.16
Gangguan utama dalam patogenesis spina bifida adalah kegagalan
penutupan tabung saraf di daerah tulang belakang embrionik yang menyebabkan
terpaparnya tabung oleh cairan ketuban sehingga menyebakan neuron mati akibat
keracunan cairan ketuban. Tidak diketahui apa yang menyebabkan spina bifida
tetapi beberapa hal dapat meningkatkan risiko bayi mengalami kondisi tersebut.16
1. Kekurangan Asam Folat
Asupan asam folat ibu sebelum dan selama awal kehamilan merupakan
intervensi yang terbukti untuk mencegah sebagian besar kasus NTD. Sebua
studi menemukan penggunaan asam folat dapat menurukan risiko kejadi NTD
hingga 60%.17
2. Riwayat Keluarga
16,9% anak dengan NTD memiliki Riwayat keluarga dengan NTD.Ini
menunjukkan bahwa genetika dan epigenetik mungkin memainkan peran yang
lebih besar dalam patogenesis NTD. Seorang ibu yangmemiliki anak dengan
NTD, risiko anak nerikutnya lahir dengan NTD akan meningkat.17
3. Obat-obatan
Wanita yang melahirkan anak spina bifida mungkin menggunakan berbagai
obat sebelum konsepsi. Obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya spina
bifida adalah analgesik, AED untuk mengontrol kejang, pencahar untuk
konstipasi kronis, antikolinergik untuk kontinensia kandung kemih dan
antibiotik untuk profilaksis/pengobatan infeksi saluran kemih berulang
(ISK).17
4. Diabetes Melitus
Ibu dengan Diabetes mellitus merupakan faktor risiko yang dapat menyabakan
spina bifida. Risiko ini disebbakan karena kadar glukosa pada trimester
pertama. Wanita diabetes, yang sudah berisiko tinggi untuk memliki janin
dengan NTD, harus mengoptimalkan kontrol glikemik prakonsepsi.17
Gangguan motorik merupakan defisit inti pada anak dengan spina bifida.
Hal ini terlihat saat lahir, anak dengan spina bifida memiliki kualitas gerakan
ekstremitas atas dan bawah yang lebih buruk daripada teman sebayanya dan lebih
lambat daripada teman sebayanya. Anak-anak dengan spina bifida memiliki
defisit pada tiga efektor: ekstremitas atas, ektremitas bawah, dan mata.
Variabilitas gerakan berhubungan dengan integritas daerah otak seperti otak kecil
yang mengontrol gerakan batang dan aksial, otak kecil dan midbrain yang
mengontrol gerakan mata. Variabilitas dalam gerakan berhubungan dengan
sumsum tulang belakang dan otak, sehingga semakin tinggi lesi tulang belakang,
semakin parah defisit motorik yang terjadi. Anak-anak dengan spina bifida kurang
mampu dibandingkan teman sebayanya dalam mengeksplorasi motorik Defisit
motoric pada anak memiliki implikasi yang signifikan untuk fungsi ekologis
karena mereka dapat membatasi anak dalam eksplorasi lingkungan yang biasanya
dipengaruhi oleh gerakan.16
Anak-anak dengan spina bifida dilakukan terapi berupa conventional
physical therapy (CPT) dan physical therapy based on reflex stimulation (RPT).
RPT bertujuan untuk memfasilitasi konduksi rangsangan dari ekstremitas ke
korteks oleh jalur aferen, sehingga dapat terjadi terjadi peningkatan informasi
sensoris perifer. Peningkatan informasi sensorik yang tiba di korteks ini penting
untuk meningkatkan integrasi sensorik-motorik dan kualitas respons motorik. Ada
kemungkinan bahwa CPT mengoptimalkan strategi motorik batang tubuh dan
ekstremitas atas untuk mengkompensasi hilangnya kontrol ekstremitas bawah.
sebaliknya, RPT dapat mendukung kontrol ekstremitas bawah yang lebih baik.
Terapi fisik konvensional (CPT) biasanya dilakukan dengan tujuan menjaga
ekstremitas bawah sejajar dan untuk mengkompensasi defisit motorik pada anak
dengan spina bifida.16
2.2.1.2 Gangguan Motorik Halus
Motorik halus adalah gerakan yang memerlukan koordinasi tangan dan
mata yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih, seperti
menggambar, menulis, menggunting, dan memindahkan benda.2 Gangguan
motorik halus adalah ketidakmampuan individu dalam melakukan pekerjaan yang
membutuhkan tingkat ketangkasan. Gangguan motorik halus merupakan gejala
dari proses penyakit yang mendasarinya, bukan merupakan penyakit itu sendiri.
Agar dapat melakukan gerakan motorik halus yang sederhana sekalipun
memerlukan koordinasi antara korteks premotor dan motorik, serebelum, ganglia
basalis, traktur kortikospinalis, dan saraf perifer.18
Tiga komponen utama dalam kontrol motorik halus terdiri atas kekuatan
dalam menggenggam, kecepatan gerakan, dan koordinasi motorik.2
Developmental coordination diorder adalah faktor utama pada gangguan kesulitan
menggenggam pada anak, dicirikan pada kemampuan motorik yang buruk
sehingga hal ini mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari dan prestasi anak.
DCD adalah salah satu gangguan motorik halus yang paling umum bagi anak-
anak usia prasekolah sekitar 2-7%.18
Ekolalia
Ekolalia adalah pengulangan kata atau frasa yang tidak berarti yang
didengar oleh seseorang. Ekolalia adalah gangguan bicara menonjol yang sering
ditemukan pada anak-anak dengan gangguan spektrum autisme (ASD). Prevalensi
echolalia tidak jelas karena merupakan gejala heterogen yang terlihat di berbagai
keadaan patologis. Sekitar 75% anak dengan ASD menunjukkan echolalia.
tiopatogenesis yang tepat dari echolalia tidak sepenuhnya dipahami. Peniruan dan
pengulangan bicara merupakan bagian dari perkembangan bahasa yang normal
pada balita. Echophenomena membaik selama dua tahun pertama kehidupan.
Disregulasi dopaminergik juga telah dihipotesiskan sebagai mekanisme
neurobiologis yang mengarah pada fenomena gema. Echolalia mungkin terkait
dengan disfungsi lobus frontal. Ekolali dapat disebabkan oleh Afasia, Gangguan
autoimun, cedera kepala, Kebutaan kongenital, Delirium, Demensia, Ensefalitis,
Sindrom Gilles de la Tourette, Keterlambatan bahasa, Penyakit Pick, Demensia
frontotemporal, pascaepilepsi. Diagnosis ekolalia perlu riwayat rinci dan evaluasi.
Echolalia memiliki beberapa 2 Subtype. Ada dua jenis utama echolalia27:
Ekolalia segera: Ini mengacu pada pengulangan ucapan segera setelah
ucapan.
Ekolalia tertunda: Ini mengacu pada pengulangan ucapan beberapa saat
setelah ucapan.
Pengobatan echolalia tergantung pada etiologi. Penatalaksanaan echolalia
terkait autisme memerlukan tim multidisiplin, antara lain orang tua, spesialis
perkembangan saraf, terapis, psikolog, dan pendidik khusus. Kunci untuk
mengelola echolalia pada anak adalah mengetahui alasan pengulangan ucapan,
makna di balik pengulangan, dan merespons dengan cara yang membantu anak
belajar berkomunikasi. Mengamati, mendengarkan, dan menunggu selama
interaksi dan pembicaraan anak membantu mengumpulkan pesan di balik suatu
pidato. Intervensi analitik perilaku yang diterapkan untuk echolalia di ASD
termasuk pelatihan isyarat-jeda-titik, pelatihan skrip, isyarat visual, pembelajaran
gestalt, pemodelan verbal, pelatihan pemantauan diri, penguatan diferensial dari
tingkat perilaku yang lebih rendah. Farmakoterapi dapat diindikasikan pada anak
yang lebih tua, di mana echolalia dipicu oleh stres dan kecemasan.27
Skrining Gangguan Perkembangan Bicara dan Bahasa
- Developmental Stuttering Screening Instrument (DSSI)
DSSI berisi serangkaian pertanyaan yang bertujuan untuk mendapatkan
jawaban objektif dan pertimbangan subjektif mengenai aspek-aspek yang
terlibat dalam perkembangan umum, komunikasi, dan kelancaran bicara anak.
DSSI dapat digunakan pada anak berusia 2 tahun sampai 5 tahun 11 bulan.
DSSI terdiri atas 24 pertanyaan dan mengandung 4 kategori utama, yaitu:
kategori I – Pengembangan Umum dan Komunikasi; kategori II – Aspek
Linguistik; kategori III – Aspek Motorik Bicara; dan kategori IV – Aspek
Psikososial.28
- Capute Scales (CAT/CLAMS)
Capute Scales terdiri dari Clinical Linguistic and Auditory Milestone Scale
(CLAMS) untuk skrining gangguan bicara dan Cognitive Adaptive Test
(CAT). Pada CLAMS akan dinilai kemampuan bahasa ekspresif dan reseptif
anak; terdapat 43 milestones yang terdiri dari 26 milestones gugus tugas
bahasa ekspresif (berdasarkan laporan orang tua saja) dan 17 milestones
gugus tugas bahasa reseptif (6 laporan orang tua dan 11 demonstrasi anak).
Pada CAT terdapat 57 milestones visual-motor/kognitif adaptif yang harus
dilakukan oleh anak dan tidak berdasarkan keterangan orang tua.29
Retardasi Mental
Retardasi Mental adalah suatu keadaan dimana fungsi intelegensi berada
di bawah rata-rata, yang dimulai pada masa perkembangan. Anak dengan retardasi
mental memiliki keterbatasan fungsi mental, kemampuan berkomunikasi,
kemampuan memelihara diri dan kemampuan bersosialisasi. Retardasi mental
masih menjadi masalah dunia terutama di negara berkembang. Diperkirakan
angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari total populasi dan hampir
3% Intellegence Quotient (IQ) di bawah 70. Retardasi mental merupakan hasil
proses patologis di otak yang menggambarkan keterbatasan fungsi intelektual dan
adaptif, tetapi itu bukan penyakit. Keterbelakangan mental dapat terjadi dengan
atau tanpa gangguan gangguan mental atau fisik.32
Terjadinya retardasi mental tidak dapat dipisahkan dari tumbuh
kembang seorang anak. Seperti diketahui factor penentu tumbuh kembang seorang
anak pada garis besarnya adalah faktor genetik/heredokonstitusional yang
menentukan sifat bawaan anak tersebut dan factor lingkungan. Etiologi retardasi
mental dapat terjadi mulai dari fase prenatal (Kelainan kromosom, Kelainan
genetik /herediter, Gangguan metabolic, Sindrom dismorfik, Infeksi intrauterine,
Intoksikasi), perinatal (Prematuritas, Asfiksia, Kernikterus, Hipoglikemia,
Meningitis, Hidrosefalus, Perdarahan intraventrikular ) dan postnatal (Infeksi
(meningitis, ensefalitis), Trauma, Kejang lama, Intoksikasi).32
Tatalaksana pada anak dengan retardasi mental mulai dari tatalaksana
medis, psikoterapi, dan konseling. Psikoterapi dapat diberikan kepada anak
retardasi mental maupun kepada orangtua anak tersebut. Walaupun tidak dapat
menyembuhkan retardasi mental tetapi dengan psikoterapi dan obat-obatan dapat
diusahakan perubahan sikap, tingkah laku dan adaptasi sosialnya. Tujuan
konseling dalam bidang retardasi mental ini adalah menentukan ada atau tidaknya
retardasi mental dan derajat retardasi mentalnya, evaluasi mengenai sistem
kekeluargaan dan pengaruh retardasi mental pada keluarga, kemungkinan
penempatan di panti khusus, konseling pranikah dan prenatal.32
Skrining Retardasi Mental
1. Caput scales
Caput scales merupakan alat skrining yang dapat menilai secara akurat
aspek-aspek perkembangan utama termasuk komponen bahasa dan visual-
motor. Capute scales terdiri dari 2 jenis pemeriksaan yaitu cognitive
adaptive test (CAT) dan clinical linguistic and auditory milestone scale
(CLAMS). Pemeriksaan CLAMS mengukur milestones bahasa
reseptif dan ekspresif. Di dalam CLAMS terdapat 26 milestones bahasa
ekspresif yang meliputi 19 tingkat usia pengujian. Pengukuran CAT juga
terdiri dari 19 tingkat usia pengujian dengan 57 milestones visual-motor
yang diukur.33
2. Denver II
Pada Denver II bias digunakn untuk skiring Persona sosial. Uji Denver
membutuhkan waktu cukup lama sekitar 30-45 menit. Kesimpulan hasil
skrining Denver II hanya menyatakan bahwa balita tersebut: normal atau
dicurigai ada gangguan tumbuh kembang pada aspek tertentu.22
3. Stanford Binet Intelligence Scale
Berdasarkan Stanford Binet Intelligence Scale retardasi mental dibagi
menjadi 4 golongan yaitu:33
-Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50- 69
-Moderate retardation (retardasi mental sedang), IQ 35-49
-Severe retardation (retardasi mental berat), IQ 20- 34
-Profound retardation (retardasi mental sangat berat), IQ <20
Global developmental delay (GDD)
Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan Global
(KPG) adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain
perkembangan anak, diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif,
personal atau sosial aktivitas hidup sehari-hari. Istilah KPG dipakai pada anak
berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan pada anak berumur lebih dari 5 tahun
saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang akurat maka istilah yang
dipergunakan adalah retardasi mental.36
Tanda bahaya perkembangan motor kasar
1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota
tubuh bagian kiri dan kanan.
2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih
dari usia 6 bulan
3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol
Tanda bahaya gangguan motor halus
1. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan
2. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun
3. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih
sangat dominan setelah usia 14 bulan
4. Perhatian penglihatan yang inkonsisten
Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)
1. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan
terhadap suatu benda pada usia 20 bulan
2. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan
3. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan
Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)
1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi,
misalnya saat dipanggil tidak selalu member respons
2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau
ketertarikan dengan orang lain pada usia 20 bulan
3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan