Optimal
Koran SINDO
DI SAMPING stimulasi dari lingkungan, asupan nutrisi yang tepat dan bermanfaat
merupakan faktor penting dalam mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Jika tidak, anak akan berisiko menderita tubuh pendek atau stuntingyang pastinya akan
berdampak pada kesehatan dan kehidupannya kelak saat dewasa. Di Indonesia, data
terakhir menunjukkan, sekitar 36% anak mengalami stunting. Ini berarti, 3 di antara 10
anak mengalami tinggi badan yang kurang atau pendek.
Padahal, tinggi badan menjadi ukuran sebenarnya kualitas sumber daya manusia (SDM)
Indonesia. Ini dikuatkan dengan hasil penelitian South East Asia Nutritions Surveys
(SEANUTS), di mana dua temuan yang masih membutuhkan perhatian khusus adalah
stuntingdan defisiensi vitamin D.
Dari data tersebut terungkap, sekitar 24,1% anak laki-laki dan 24,3% anak prempuan
Indonesia mengalami stunting. Dua kasus ini cukup menjadi perhatian besar karena
menjadi salah satu faktor penghambat tumbuh kembang anak secara optimal. Sementara
menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, angka kasus stuntingdi 20 provinsi
menunjukkan rata-rata 37,2%.
Ahli Endokrin Peneliti Masalah Pertumbuhan dan Genetik Pendek DR Dr Aman Bhakti
Pulungan SpA (K) mengatakan, stuntingbukan hanya pertumbuhan terhambat (balita
pendek), tetapi ada bahaya mendasar yang harus diwaspadai.
Bahaya tersebut adalah terhambatnya perkembangan otak dan kapasitas kognitif anak.
Namun, tidak semua anak yang pendek itu stunting, ujarnya dalam acara media
workshop Diskusi Cerdas Frisian Flag bertema Tantangan Pencegahan Stunting dan
Pentingnya Peranan Vitamin D dalam Masa Tumbuh Kembang Anak yang Optimal di
Double Tree Hotel, Cikini, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Tubuh stunting umumnya bisa dikarenakan dua faktor. Pertama, karena masalah endokrin
atau hormonal. Kedua dan penyebab paling sering adalah nonendokrin, seperti infeksi
kronik, gangguan nutrisi, kelainan saluran pencernaan, penyakit jantung bawaan, dan
lainnya.
Perawakan pendek pada anak, tidak hanya menghambat perkembangan anak secara fisik,
juga berdampak negatif yang akan berlangsung di dalam kehidupan selanjutnya. Studi
menunjukkan, anakanak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk
tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang percaya diri, kurang sehat, dan lebih rentan
terhadap penyakit tidak menular.
Selain isu stunting, fakta defisiensi vitamin D juga menjadi salah satu sorotan yang perlu
diupayakan solusinya. Masalah vitamin D sangat bergantung pada pola hidup. Menurut
Dr Fitrah Ernawati MSc, peneliti dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI),
pemenuhan vitamin D yang seimbang dapat membantu mengoptimalkan pertumbuhan
fisik anak. Selain itu, dapat menjaga sistem kekebalan tubuh sehingga mendukung anak
dalam melakukan berbagai aktivitas, tuturnya.
Mengenai asupan gizi, besaran kalori yang dibutuhkan untuk anak usia prasekolah usia
46 tahun yaitu sebesar 1.600 kkal dan anak usia sekolah dasar umur 712 tahun berkisar
antara 1.8002.200 kkal.
Pertumbuhan fisik dan tulang yang optimal tidak hanya diperoleh dari asupan makanan
yang dikonsumsi sehari-hari, juga dari intensitas sinar matahari yang diserap oleh tubuh,
sebut Fitrah.
Rendra hanggara
Perawakan pendek atau short stature adalah tinggi badan yang berada di bawah
persentil 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi
tersebut atau kurva NCHS. Perawakan pendek dapat disebabkan karena berbagai
kelainan endokrin maupun non endokrin. Penyebab terbanyak adalah kelainan non
endokrin seperti penyakit infeksi kronik, gangguan nutrisi, kelainan
gastrointestinal, penyakit jantung bawaan dan lain lain. Pemantauan pertumbuhan
khususnya tinggi badan harus diulakukan sejak dini untuk menilai normal tidaknya
pertumbuhan anak. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan diperlukan untuk
pemberian terapi lebih awal, sehingga memberikan hasil yang lebih baik.
Menurut definisi, 2,5% dari populasi adalah pendek. Namun, jumlah anak dengan
pertumbuhan linier pada kelompok ekonomi rendah lebih tinggi diberikan frekuensi
penyakit kronis masa kanak-kanak. Orang tua sering menduga gangguan endokrin
(misalnya, GHD) sebagai penyebab utama perawakan pendek pada anak mereka. Bahkan,
Studi Pertumbuhan Utah menegaskan bahwa kebanyakan anak-anak (95%) dengan
pertumbuhan yang buruk (kecepatan <5 cm / th) tidak memiliki gangguan endokrin. Studi
Pertumbuhan Utah yang merupakan survei berbasis populasi terbesar pertumbuhan pada
anak-anak melaporkan bahwa anak dengan perawakan pendek (tinggi di bawah persentil
ketiga) dan laju pertumbuhan yang buruk (kecepatan pertumbuhan <5 cm per tahun),
hanya 5% memiliki gangguan endokrin. Selain itu, 48% anak dengan defisiensi hormon
pertumbuhan (GHD) atau sindrom Turner (TS) dalam kohort besar telah terdiagnosis atau
tidak diobati.
Stunting atau perawakan pendek dapat merupakan salah satu bentuk gizi kurang. Data
WHO menunjukkan tinggi anak Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan tinggi
anak dari negara-negara lain. Berdasarkan hasil Riskesdas 2010, prevalensi anak balita
pendek (stunting) 35,6 % atau turun 1,2 % dibandingkan 2007 (36,8 %);
Perawakan pendek dapat merupakan variasi normal, atau karena kelainan endokrin dan
non endokrin. Terbanyak perawakan pendek adalah familial, rasial atau genetik.
Perawakan pendek pathologis terjadi setelah malnutrisi, IUGR, dysmorphisme, masalah
psikososial, penyakit sistemik yang kronis.
Pada kelainan genetik (Sindroma Turner), seringkali tak jelas, kemungkinan pengaruh
psikososial yang dikaitkan dengan pengaruh lingkungan terhadap fungsi neurohormonal
yang disebut sebagai functional hypopituitarism dengan akibat kekurangan gizi pada
bayi/anak yang tidak tumbuh (failure to thrive).
Berat badan dan panjang badan lahir bisa normal, atau BBLR (Berat Bayi Lahir
Rendah) pada keterlambatan tumbuh intra uterine, umumnya tumbuh kejarnya
tidak sempurna.
Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5 cm/tahun
desimal.
Pada kecepatan tumbuh tinggi badan < 4 cm/tahun kemungkinan ada kelainan
hormonal.
Umur tulang (Bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya.
Tanda-tanda pubertas terlambat (payudara, menarche, rambut pubis, rambut
ketiak, panjangnya penis dan volume testis).
Wajah tampak lebih muda dari umurnya.
Pertumbuhan gigi yang terlambat.
Gejala dengan sistem organ memberikan petunjuk tambahan untuk etiologi yang
mendasari perawakan pendek.
Kriteria awal untuk melakukan pemeriksaan lanjutan lebih lengkap pada anak
dengan gangguan pertumbuhan
Tinggi Badan di bawah persentil 3 atau -2SD
Kecepatan pertumbuhan di bawah persentil 25 atau laju pertumbuhan <=
4cm/tahun (usia 3 12 tahun)
Pengukuran tinggi badan, berat badan harus diukur dan dipantau berkala, minimal
pada waktu waktu berikut :
Target height atau midparental height atau Taksiran Pertumbuhan sesuai Tinggi
Orang Tua
Laki laki = (TB ayah + (TB Ibu + 13)x 1/2
Pemeriksaan Penunjang
Diferensial Diagnosis
Organis, metabolik
Psikologis terutama pada remaja (rendah diri)
Fungsional dalam memenuhi standard dimasyarakat (keterbatasan bidang
pekerjaan dsb.)
Pengobatan dengan hormon pertumbuhan walaupun sangat jarang terjadi perlu
diantisipasi dengan informed consent adanya pseudotumor cerebri, FT4 rendah
dan resistensi Insulin.
Penanganan
Sebagian besar anak akan mencapai tinggi badan yang sama dengan
orangtuanya. Namun ada sebagian anak yang pertumbuhannya terganggu,
sehingga tinggi badannya tidak sesuai umurnya, Proses pertumbuhan
dipengaruhi oleh faktor genetik, hormonal, nutrisi, kesehatan, dan lingkungan.
Varian normal :
Tinggi badan < -2 SD (standar deviasi) yang sesuai untuk usia, jenis
kelamin, dan ras. Sekitar 80% anak dengan tinggi badan < 2SD
termasuk dalam kategori normal namun 80% anak dengan tinggi badan <
-3SD adalah patologis.
Kecepatan tumbuh < persentil ke 25 pada kurva kecepatan tumbuh atau
kurang dari 4 cm/ tahun
Prakiraan tinggi dewasa dibawah potensi tinggi genetiknya
Kecepatan tumbuh melambat setelah umur 3 tahun dan turun menyilang
garis persentilnya pada kurva panjang/ tinggi badan
Kecepatan pertumbuhan.
Normalnya panjang badan rerata saat lahir adalah 50 cm, mencapai 75 cm pada
usia 1 tahun dan 100 cm pada usia 4 tahun, serta 125 cm pada usia 8 tahun.
Pemeriksaan penunjang
Pada perawakan pendek yang varian normal, tidak perlu dilakukan terapi
hormonal, cukup observasi saja.
Penulis,
Dr Dicky Pribadi SpA, M. Kes
PERAWAKAN PENDEK
PENGERTIAN
DAN BATASAN
Perawakan pendek
atau short stature
adalah keadaan anak dengan panjang badan/tinggi badan di bawah persentil ke 3 (P<3)
pada grafik pertumbuhan NCHS (National Centre for Health Statistics), atau -2 SD dari
rata-rata pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi tersebut. Perawakan cebol
(dwarfism) adalah bentuk perawakan pendek yang berat bila panjang/tinggi badan < 3 SD
dari tinggi badan rata-rata.
PATHOPHYSIOLOGI
Perawakan pendek dapat merupakan variasi normal, atau karena kelainan endokrin dan
non endokrin. Terbanyak perawakan pendek adalah familial, rasial atau genetik.
Perawakan pendek pathologis terjadi setelah malnutrisi, IUGR, dysmorphisme, masalah
psikososial, penyakit sistemik yang kronis.
Klasifikasi perawakan pendek sebagai berikut :
Variasi normal.
Pada kelainan genetik (Sindroma Turner), seringkali tak jelas, kemungkinan pengaruh
psikososial yang dikaitkan dengan pengaruh lingkungan terhadap fungsi neurohormonal
yang disebut sebagai functional hypopituitarism dengan akibat kekurangan gizi pada
bayi/anak yang tidak tumbuh (failure to thrive).
GEJALA KLINIK/symptom
Berat badan dan panjang badan lahir bisa normal, atau BBLR (Berat Bayi
Lahir Rendah) pada keterlambatan tumbuh intra uterine, umumnya
tumbuh kejarnya tidak sempurna.
Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5
cm/tahun desimal.
Pada kecepatan tumbuh tinggi badan < 4 cm/tahun kemungkinan ada
kelainan hormonal.
Umur tulang (Bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya.
Tanda-tanda pubertas terlambat (payudara, menarche, rambut pubis,
rambut ketiak, panjangnya penis dan volume testis).
Wajah tampak lebih muda dari umurnya.
Pertumbuhan gigi yang terlambat.
Pada gangguan psikososial : polidipsia, poliuria, kebiasaan makan
abnormal, dari tempat sampah, sering muntah. Mencuri makanan, makan
tanah, makan dari WC.Buang air besar/kecil dicelana, terlambat bicara,
tempertantrum, insensitif terhadap nyeri, dan berjalan dalam tidur (night
wandering).
Keadaan keluarga/rumah kacau karena kurang pengetahuan maka terjadi
kegoncangan psikososial didalam keluarga.Yang dirisaukan adalah
masalah keturunan.
CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Antenatal, natal dan Postnatal, adanya keterlambatan pertumbuhan dan maturasi
dalam leluarga (pendek, menarhe) penyakit infeksi kongenital, KMK (Kecil Masa
Kehamilan), penyakit kronis pada organ-organ (saluran cerna, kardiovaskuler, organ
pernafasan dan ginjal).
2. Pemeriksaan
a. Pengukuran anthropometri (TB, BB, Lingkaran Kepala, Lingkaran dada, panjang
lengan, panjang kaki).
b. Plot TB dan BB pada kurva pertumbuhan NCHS, dinilai menurut persentil yang
sesuai.
c. Ukur TB dan BB ayah, ibu dan saudara-saudaranya.
d. Menghitung kecepatan tumbuh tinggi badan (growth velocity) pada pengukuran ulang
sedikitnya 3 bulan setelah pengukuran pertama.
e. Kelainan kongenital, kelainan saluran cerna, paru, kardiovaskuler, leher (webbed
neck) kelenjar tyroid, pertumbuhan gigi.
f. Tanda-tanda pubertas menggunakan pedoman (standard) dari Tanner.
g. Mata : Funduskopi, Lapang pandang (visual field)
h. X-Ray : - Bone Age (umur tulang)
- Tengkorak kepala/Sella Tursica.
- Bila perlu CT scan atau MRI
i. Laboratorium : Darah lengkap rutin, serologic urea dan elektrolit, calcium, fosfatase
dan alkali fosfatase, T4 dan TSH, GH (growth Hormone) atas indikasi.
j. Analisa khromosom.
k. Endoskopi/Biopsi usus
l. Pemeriksaan psikologik/psikiatrik.
DIFFERENSIAL DIAGNOSIS/KAUSA
I. Keterlambatan konstitusional (Constitutional Delay) :
- Perlambatan pertumbuhan linier pada 3 tahun pertama
- Maturasi fisik terlambat dibandingkan kelompok umur yang sama
- Bone age sesuai dengan umur tingginya
- Tinggi badan maksimalnya normal.
II. Keluarga Pendek (familial) disebut juga sebagai variasi normal :
- Pemeriksaan fisik normal.
- Kecepatan tumbuh > 4 Cm/tahun, sekitar P25. (masih dalam rentang potensi genetik)
- Bone age sesuai umur khronologis
- Maturasi pubertas normal.
III. Sindrom Turner :
- Didapatkan tanpa gejala yang klasik pada 60% kasus.
- Leher pendek (webbed neck), jarak papilla mammae lebar, maturasi seks terlambat.
- Setelah usia 9-10 tahun, FSH dan LH menunjukkan kegagalan ovarium.
- Karyotyping untuk menetapkan diagnosa.
IV. Defisiensi Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone Deficiency)
- Kecepatan tumbuh < 4 Cm/tahun
- Fungsi Tyroid Normal
- Bone age terlambat
- Uji stimulasi/provokasi untuk hormone pertumbuhan
V. Kelainan Tiroid
- T4 rendah dan TSH meningkat kemungkinan : Thyroid binding protein defisiensi,
gangguan pituitaria sekunder, gangguan Hipothalamus tertier.
- Penderita harus dirujuk untuk evaluasi lebih lanjut.
PENYULIT
- Organis, metabolik
- Psikologis terutama pada remaja (rendah diri)
- Fungsional dalam memenuhi standard dimasyarakat (keterbatasan bidang pekerjaan
dsb.)
- Pengobatan dengan hormon pertumbuhan walaupun sangat jarang terjadi perlu
diantisipasi dengan informed consent adanya pseudotumor cerebri, FT 4 rendah dan
resistensi Insulin.
PENATALAKSANAAN
- Lihat Algoritma (Berman) lampiran
- Psikoanalisa (pada ahli psikologi)
- Medikamentosa
- Konseling (Genetika atau Psikiatri)
- Pemantauan (monitoring)
Medikamentosa :
Pengobatan anak dengan perawakan pendek harus sesuai dengan dasar etiologinya. Anak
dengan variasi normal perawakan pendek tidak memerlukan pengobatan, sedang dengan
kelainan patologis terapi sesuai dengan etiologinya, antara lain :
Nutrisi.
Organic disease .
Hormonal (pada defisiensi hormon pertumbuhan, sindroma Turner,hipotyroid dan
lain-lainnya)
Mechanical/pembedahan (bone lengthening) pada skeletal dysplasia dan tumor.
Implikasi :
1. Orang tua bertubuh pendek, kecepatan tumbuh anak normal, bone age sesuai umur
sesungguhnya anak akan tumbuh dewasa yang pendek, dan tidak perlu pengobatan
khusus hanya konseling untuk mencegah rasa rendah diri dan hambatan perkembangan.
2. Kecepatan tumbuh normal, bone age terlambat akan tetapi sesuai dengan umur
tingginya, terdapat riwayat keterlambatan pubertas dalam keluarga. Anak akan
mengalami pubertas yang terlambat, akan tetapi akan mencapai tinggi badan yang
normal. Tidak memerlukan pengobatan khusus.
3. Kecepatan tumbuhnya subnormal, bone age terlambat, dibanding umur untuk
tingginya. Anak perlu diselidiki kemungkinan defisiensi hormon pertumbuhan,
hypotiroidi dan penyakit lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. IGN.Gde Ranuh, Moersintowarti B. Narendra, Hardjono Soeparto : Perawakan
Pendek (Short Stature), dalam buku Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab./SMF Ilmu
Kesehatan Anak. Tahun 1994.
2. Kappy Michael S.: Short Stature dalam buku in Pediatric Decision Making, 2nd
editing by Berman; pp. 134 edisi 2, 1991.
3. Burg Frederic D. et al : Treatment of Infants, Children and Adolescent, W.B.
Saunders Company, 1990.
4. Behrman, R.E. et. Al : Nelson Textbook of Pediatrics, W.B. Saunders Company,
1987.
5. Lifshitz Fima, et.al : Disorders of Growth. Pediatric Endokrinology edited by Fima
Lifshitz, A clinical Guide, Marcel Dekker Inc. New York and Basel, 1985.
6. Yusuf Rukman : Perawakan Pendek, NAskah lengkap Pendidikan Tambahan Berkala
ke-XIII, FKUI, 1998.
7. Moersintowarti B.N., dkk : Masalah Gangguan Pertumbuhan Anak, Simposium
Nasional Perkembangan Mutakhir Endokrinologi Metabolisme, Surabaya 6-7 September
1991
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan masalah gizi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: Masalah
gizi yang secara public health sudah terkendali; Masalah yang belum dapat diselesaikan
(un-finished); dan Masalah gizi yang sudah meningkat dan mengancam kesehatan
masyarakat (emerging). Masalah gizi lain yang juga mulai teridentifikasi dan perlu
diperhatikan adalah defisiensi vitamin D.
Masalah gizi yang sudah dapat dikendalikan meliputi kekurangan Vitamin A pada anak
Balita, Gangguan Akibat Kurang Iodium dan Anemia Gizi pada anak 2-5 tahun.
Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA) pada anak Balita sudah dilaksanakan
secara intensif sejak tahun 1970-an, melalui distribusi kapsul vitamin A setiap 6 bulan,
dan peningkatan promosi konsumsi makanan sumber vitamin A. Dua survei terakhir
tahun 2007 dan 2011 menunjukkan, secara nasional proporsi anak dengan serum retinol
kurang dari 20 ug sudah di bawah batas masalah kesehatan masyarakat, artinya masalah
kurang vitamin A secara nasional tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Penanggulangan GAKI dilakukan sejak tahun 1994 dengan mewajibkan semua garam
yang beredar harus mengandung iodium sekurangnya 30 ppm. Data status Iodium pada
anak sekolah sebagai indikator gangguan akibat kurang Iodium selama 10 tahun terakhir
menunjukkan hasil yang konsisten. Median Ekskresi Iodium dalam Urin (EIU) dari tiga
survai terakhir berkisar antara 200-230 g/L, dan proporsi anak dengan EIU <100 g/L di
bawah 20%. Secara nasional masalah gangguan akibat kekurangan Iodium tidak lagi
menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Masalah gizi ketiga yang sudah bisa dikendalikan adalah anemia gizi pada anak 2-5
tahun. Prevalensi anemia pada anak mengalami penurunan, yakni 51,5% (1995) menjadi
25,0% (2006) dan 17,6% (2011).
Masalah gizi yang belum selesai adalah masalah gizi kurang dan pendek (stunting). Pada
tahun 2010 prevalensi anak stunting 35.6 %, artinya 1 diantara tiga anak kita
kemungkinan besar pendek. Sementara prevalensi gizi kurang telah turun dari 31%
(1989), menjadi 17.9% (2010). Dengan capaian ini target MDGs sasaran 1 yaitu
menurunnya prevalensi gizi kurang menjadi 15.5% pada tahun 2015 diperkirakan dapat
dicapai.
Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa 35,6% anak Indonesia stunted. Sebagai akibatnya,
produktivitas individu menurun dan masyarakat harus hidup dengan penghasilan yang
rendah.Stunting atau penurunan tingkat pertumbuhan pada manusia utamanya disebabkan
oleh kekurangan gizi. Lebih jauh lagi, kekurangan gizi ini disebabkan oleh rusaknya
mukosa usus oleh bakteri fecal yang mengakibatkan terjadinya gangguan absorbsi zat
gizi. Dengan demikian, peningkatan cakupan sanitasi dan perilaku hygiene sebesar 99%
dapat membantu menurunkan insiden diare sebesar 30% dan menurunkan
prevalensi stuntingsebesar 2,4%.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa sanitasi buruk mengakibatkan beragam dampak negatif,
baik bagi kesehatan, ekonomi maupun lingkungan. Saat ini, tantangan pembangunan
sanitasi semakin berat dengan adanya temuan bahwa sanitasi buruk mengakibatkan
sebagian besar generasi penerus bangsa terdiagnosa stunted. Sanitasi buruk dan air
minum yang terkontaminasi mengakibatkan diare yang mengganggu penyerapan zat-zat
gizi dalam tubuh. Akibatnya, anak-anak tidak mendapatkan zat gizi yang memadai
sehingga pertumbuhannya terhambat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi Stunting
Stunting merupakan istilah para nutrinis untuk penyebutan anak yang tumbuh tidak sesuai
dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek). Stunting (tubuh pendek) adalah keadaan
tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2 SD dibawah median panjang atau
tinggi badan populasi yang menjadi referensi internasional. Stunting adalah keadaan
dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan dimana tubuh anak lebih
pendek dibandingkan dengan anak anak lain seusianya (MCN, 2009). Stunted adalah
tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai dengan terlambatnya
pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang
normal dan sehat sesuai usia anak. Stunted merupakan kekurangan gizi kronis atau
kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang
untuk gizi kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan menurut umur yang
mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan
indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau
kesehatan. Stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai potensi
genetic sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit (ACC/SCN, 2000).
Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau kurang dari
minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan dimana tubuh
anak lebih pendek dibandingkan dengan anak anak lain seusianya (MCN, 2009) (WHO,
2006). Ini adalah indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis yang
memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan keadaan
sosial ekonomi.
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan
dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak anak lain seusianya (MCN,
2009).
Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai dengan
terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi
badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunted merupakan kekurangan gizi kronis
atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang
untuk gizi kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan menurut umur yang
mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan
indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau
kesehatan.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil
dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation
(IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan.Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunted
antara lain kekurangan energi dan protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek
pemberian makan yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan.
Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran
tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun. Antropometri
merupakan ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah jenis pengukuran
dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi, yang
digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein dan energi. Anak yang
menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga
pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan
menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh proporsional
akan kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya pendek.
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam kandungan
dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu
hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi
(tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat
ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi makanan
pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat
makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A.
DAFTAR PUSTAKA
Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunted antara lain kekurangan energi dan
protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai
dan faktor kemiskinan. Prevalensi stunted meningkat dengan bertambahnya usia,
peningkatan terjadi dalam dua tahun pertama kehidupan, proses pertumbuhan anak masa
lalu mencerminkan standar gizi dan kesehatan.
Menurut laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait stunted dan pengaruhnya antara
lain sebagai berikut :
Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan,
akan mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunted yang parah
pada anak-anak akan terjadi defisit jangka panjang dalam perkembangan fisik
dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di sekolah,
dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal. Anak-anak dengan stunted
cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih sering absen dari sekolah
dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik. Hal ini memberikan
konsekuensi terhadap kesuksesan anak dalam kehidupannya dimasa yang akan
datang.
Stunted akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak. Faktor
dasar yang menyebabkan stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan intelektual. Penyebab dari stunted adalah bayi berat lahir rendah,
ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang tidak sesuai, diare berulang,
dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar anak-anak dengan
stunted mengkonsumsi makanan yang berada di bawah ketentuan rekomendasi
kadar gizi, berasal dari keluarga miskin dengan jumlah keluarga banyak,
bertempat tinggal di wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan.
Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak stunted pada usia
lima tahun cenderung menetapsepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan anak usia
dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa
yang stunted dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan
produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak dengan BBLR.
Stunted terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung
menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal saat
melahirkan.
Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak merupakan suatu proses
kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus
kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunted pada anak dan peluang
peningkatan stunted terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidaklangsung yang
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil
dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation
(IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan.
Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran
tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun. Antropometri
merupakan ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah jenis pengukuran
dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi, yang
digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein dan energi. Antropometri
dilakukan untuk pengukuran pertumbuhan tinggi badan dan berat badan (Gibson, 2005).
Indikator antropometrik seperti tinggi badan menurut umur (stunted) adalah penting
dalam mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak-anak pada wilayah dengan banyak
masalah gizi buruk. Dalam menentukan klasifikasi gizi kurang dengan stunted sesuai
dengan Cut off point, dengan penilaian Z-score, dan pengukuran pada anak balita
berdasarkan tinggi badan menurut Umur (TB/U) Standar baku WHO-NCHS berikut
(Sumber WHO 2006) .
Kasus Balita pendek, atau stunting, ternyata masih tinggi jumlahnya. Kalau dibiarkan, tak
hanya berdampak pada kualitas fisik tapi juga kecerdasan anak ke depan.
CARA TEPAT CEGAH STUNTING
Stunting memang berdampak serius, tapi bukan berarti tidak dapat dicegah. Pencegahan
stunting sejatinya dapat dilakukan sedini mungkin dengan memperbaiki asupan gizi
mulai dari remaja putri, wanita usia subur, ibu hamil maupun pada Balita. Artinya,
sebelum hamil, kondisi si calon ibu harus sudah siap hamil. Tentunya dengan asupan
gizi yang cukup, berat badan memadai dan tidak anemia.
Kejadian Balita pendek juga dapat dicegah sejak janin dalam kandungan. Caranya dengan
memenuhi asupan gizi bagi ibu hamil, mulai dari pembuahan sampai dengan umur
kehamilan 20 minggu.
Di masa-masa tersebut, ibu hamil harus mendapatkan asupan gizi mikro (mikronutrien)
dan protein untuk membangun tinggi badan potensial dan pertumbuhan otak anak.
Asupan gizi mikro itu antara lain berupa mineral seperti zat besi (tablet Fe) maupun
vitamin-vitamin.
Jangan lupa, sang ibu juga perlu diperhatikan asupan kalorinya. Ibu hamil perlu 300-400
kalori ekstra setiap harinya, yang bisa diperoleh makanan-makanan sumber karbohidrat,
lemak nabati dan hewani, protein, sayuran dan buah. Asupan ini penting untuk
membangun berat badan potensial bayi dan Balita.
Nah, setelah lahir, bayi baru lahir cukup hanya mendapat ASI saja (ASI eksklusif) sampai
dengan umur 6 bulan. Umur 6 bulan sampai 2 tahun, barulah makanan pendamping ASI
(MP-ASI) bisa diberikan. Pemberian ASI tetap terus diberikan sampai usia 2 tahun.
Masa paling tepat untuk memperbaiki kondisi Balita pendek memang sampai Balita
berusia 2 tahun.
Masalah stunting ini erat hubungannya dengan faktor pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat terhadap gizi. Menurutnya, masyarakat sudah cukup tahu apa dan bagaimana
dampak dari gizi buruk. Tapi, kalau bicara tentang gizi berimbang dan manfaat makanan
seperti lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah, dan juga ASI eksklusif, pengetahuan
masyarakat masih rendah.
Untuk itu, Kementerian Kesehatan tahun ini mulai menggelar Gerakan Nasional Sadar
Gizi. Tujuannya untuk menumbuhkan pengetahuan, sikap dan perilaku yang lebih
merefleksikan kesadaran gizi yang baik. Sekedar tahu gizi saja tidak cukup. Tapi juga
harus diikuti dengan perubahan perilaku, antara lain pola konsumsi makanan yang baik.
(SM/Sie Gizi