Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

KISTA

A. KONSEP DASAR TEORI


1. PENGERTIAN
Kista ductus
Kista koledokus didefenisikan sebagai suatu dilatasi terlokalisasi atau
difus dari traktus bilier yang dapat terjadi secara kongenital maupun
akuisita. Adanya dilatasi ini mengganggu aliran empedu ekstrahepatik,
aliran

empedu

intrahepatik,

maupun

keduanya

nantinya

akan

menyebabkan obstruksi saluran empedu dan bahkan duodenum.


Dilatasi paling sering terjadi pada duktus koledokus (common bile
duct), tapi dilatasi saluran empedu intra hepatik saja atau berkombinasi
dengan

abnormalitas

saluran

ekstrahepatik

juga

mulai

banyak

ditemukan.
Kista koledokus adalah penyebab paling sering ikterus obstruktif pada
anak-anak, namun dapat juga gejala awalnya muncul pada usia
dewasa. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh kista koledokus lebih sering
merupakan gejala dari komplikasi-komplikasi yang ditimbulkannya,
termasuk kolangitis, sirosis bilier, hipertensi portal, batu, dan pecahnya
kista. Kista koledokus memiliki karakteristik gejala berupa nyeri perut
berulang, ikterus episodik dan teraba massa dikuadran kanan atas
abdomen.
ANATOMI
Traktus sistem hepatobilier tersusun dari komponen-komponen berikut :
kanalikuli-kanalikuli

empedu,

duktus

empedu

dari

lobulus-lobulus

hepar, duktus hepatikus kiri dan kanan, duktus hepatikus komunis,


duktus

sistikus,

dan

duktus

koledokus.

Sistem bilier ekstrahepatik dimulai dari duktus hepatikus dan berakhir


pada stoma dari duktus koledokus di duodenum. Duktus hepatikus
kanan dan kiri begabung membentuk duktus hepatikus komunis yang
panjangnya sekitar 3 4 cm. Duktus hepatikus komunis kemudian
bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.
Panjang duktus koledokus kira-kira 8 11,5 cm dan diameternya 6 10
mm. Duktus koledokus memasuki duodenum pada ampula Vater, yang
biasanya bersatu dengan duktus pankreatikus. Duktus koledokus
dengan duktus pankreatikus dapat (1) bersatu di luar duodenum, (2)
bersatu di dalam dinding duodenum, (3) memasuki duodenum sendirisendiri. Duktus koledokus mengeluarkan empedu ke dalam duodenum

dengan

kontrol

oleh

sfingter

Oddi.

Kandung empedu adalah kantung tipis berbentuk buah pear berwarna


kehijauan yang menempel pada aspek posterior lobus kanan hepar.
Pada orang dewasa, panjangnya 10 cm, lebarnya 3 4 cm. Kapasitas
kandung empedu rata-rata 50ml. Kandung empedu memiliki tiga
lapisan, yakni: lapisan mukosa yang berlipat-lipat, lapisan otot polos
untuk berkontraksi, dan lapisan serosa yang membungkusnya . Mukosa
tersusun dari lapisan tunggal sel-sel kolumner yang membentuk
lipatan-lipatan dengan ketebalan yang tidak sama. Sel-sel kolumner ini
memiliki sitoplasma yang pucat, dengan vakuola di apikal dan inti di
bagian dasar. Sel-sel ini memiliki sejumlah mikrofili dengan glikokaliks
filamentous. Selain itu dapat juga ditemukan sel-sel kolumner yang
ukurannya lebih kecil, warnanya lebih gelap, yang disebut sel-sel mirip
pensil. Lapisan otot tersusun dari bundel-bundel serat otot polos yang
halus. Sel-sel ganglion dapat ditemukan di mana saja pada dinding
kandung empedu. Kandung empedu dibagi menjadi beberapa regio,
yakni

fundus,

badan,

dan

leher.

Kandung empedu diperdarahi oleh arteri sistikus, yang berasal dari


arteri hepatikus kanan. Aliran vena dibawa oleh vena-vena kecil yang
akan membawa darah langsung ke hati, dan vena sistikus yang
membawa
Kandung

darah
empedu

ke

dipersarafi

vena
oleh

sistem

portal
saraf

kanan.

simpatis

dan

parasimpatis. Preganglion saraf simpatis berasal dari T8 dan T9. Saraf


parasimpatis

berasal

dari

percabangan

nervus

vagus.

Saraf

parasimpatis berperan dalam kontraksi kandung empedu sedangkan


saraf simpatis berperan dalam relaksasi kandung empedu.

KLASIFIKASI ANATOMIS
Klasifikasi Kista Duktus koledukus yang umum dipakai adalah
klasifikasi menurut Alonzo-Todani (1977) yang didasarkan pada
lokasi kista duktus billiaris:
Tipe I : tipe ini merupakan tipe yang tersering (80-90% dari Kista
Duktus Koledokus). Tipe ini mencangkup dilatasi fusiform atau
sacular dari duktuskoledokus dengan melibatkan sebagian hingga
seluruh duktus.
Tipe I A : berbentuk sacular dan melibatkan seluruh dari duktus
ekstrahepatik.
Tipe I B : berbentuk sacular dan melibatkan sebagian segmen dari

duktus billiaris.
Tipe I C : berbentuk fusiform dan melibatkan sebagian besar
hinggaseluruhnya dari duktus ekstra hepatik
Tipe II: tampak seperti divertikulum yang menonjol pada dinding
duktus koledokus, sedangkan duktus billiaris intrahepatik dan
ektrahepatik normal.
Tipe III: dikenal sebagai choledochocele. Biasanya terdapat
intraduodenal tetapi terkadang dapat muncul pada bagian intra hepatik
dari traktus biliaris. Sebaliknya, sistem duktus normal dan duktus
koledokus biasanya memasuki choledochocele ke dalam dinding dari
duodenum.
Tipe IV: untuk tipe IVA terjadi dilatasi multipel dari duktus intra dan
ekstrahepatik sedangkan untuk tipe IV B hanya melibatkanduktus
ekstrahepatik saja.
Tipe V (Caroli disease): multipel dilatasi dari duktus intrahepatik.
Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang
Trias nyeri, massa intraabdomen, dan ikterus obstruksi menunjukkan
kemungkinan kista koledokus. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kelainan
akibat obstruksi saluran empedu, terutama kenaikan kadar fosfatase alkali. Sepertiga
penderita menunjukkan hiperamilasemia waktu diagnosis, dan sepertiganya lagi
menunjukkan leukositosis.
Pada biopsi hati perkutan, 50% penderita menunjukkan tanda kolangitis dan
kadang sudah terlihat tanda hipertensi portal. Pemeriksaan ultrasonografi dapat
membantu mengevaluasi penderita dengan massa intraabdomen.
Kolangiopankreatikografi endoskopik retrograd (ERCP) membantu mendiagnosis
anomali letak saluran pankreas maupun bentuk dan batas kista saluran empedu. Kista
koledokus harus dibedakan dengan pseudokista pankreas, abses pankreas, abses hati,
kista mesentrial dengan atau tanpa kolesistitis dan kolangitis
Patofisiologi
Tidak ada teori yang kuat yang menyatakan tentang kista koledokus.
Patogenesis kemungkinan multifaktor. Pada beberapa pasien dengan kista koledokus,
terdapat hubungan anomali antara common bile duct dan pancreatic duct. Hal ini
terjadi ketika duktus pankreatikus mengalirkan cairan ke common bile duct lebih dari
1 cm proksimal ke arah ampulla. Penyatuan abnormal ini menyebabkan sekresi
pankreatik masuk ke common bile duct, dimana proenzim pankreatik menjadi aktif,
sehingga dapat merusak dan melemahkan dinding bile duct. Selain itu penyebab lain
adanya defek pada epitelisasi dan rekanalisasi dari perkembangan bile duct dan
kelemahan kongenital dari dinding duktus. Hal ini juga menyebabkan terjadinya kista
koledokus.
Gejala Klinis
Pada kelompok infantile, yang berumur rata-rata tiga bulan memiliki gejala
ikterus obstruksi yang mirip ikterus akibat atresia saluran empedu.
Pada kelompok yang gejalanya timbul lambat, yaitu berumur rata-rata 9
tahun, mempunyai gejala berupa nyeri, massa di perut kanan atas, serta ikterus.

Ikterus biasanya berhubungan dengan nyeri perut vagal. Sering penderita datang
dengan gejala perforasi spontan
Terapi
Prinsip pengobatan kista koledokus adalah reseksi kista, memperbaiki dan
menjamin penyaliran empedu sambil memperhatikan keutuhan saluran pankreas yang
mungkin juga mengalami anomali. Untuk mencegah bahaya perubahan keganasan,
Makalah Bedah Anak - Kista Koledokus 6
reseksi total kista koledokus dianggap tindakan terbaik. Perbaikan pengaliran empedu
dengan prosedur sistoenterotomi tidak memuaskan karena timbul kolestasis dan
refluks cairan usus, yang mengakibatkan kolangitis berulang. Perubahan keganasan
sering timbul di sisa dinding kista. Oleh karena itu, bedah penyaliran sebagai
tindakan sementara dilakukan pada bayi dengan keadaan umum terlalu lemah untuk
menjalani bedah definitif berupa reseksi kista. Alternatif lain sebagai tindakan
sementara adalah pemasangan pipa empedu secara endoskopik.
Pada sebagian besar penderita, seluruh kista ekstrahepatik dapat direseksi,
diikuti rekonstruksi untuk menyalurkan empedu. Selalu dilakukan kolesistektomi
untuk mencegah kolesistitis dan menyingkirkan diagnosis kolesistitis bila keluhan
timbul lagi. Apabila telah terjadi perlengketan antara kista dengan jaringan di
belakangnya sehinggga sulit dibebaskan dan menimbulkan trauma vaskuler, bagian
dinding posterior kista dapat ditinggalkan, tetapi mukosanya diangkat dengan cara
dikupas. Sewaktu melakukan pembedahan harus dilihat apakah ada anomali saluran
pankreas.
Kista di dalam sistem saluran empedu intrahepatik tidak mungkin direseksi,
kecuali kalau letaknya terbatas pada satu segmen atau satu lobus. Pada keadaan
demikian dianjurkan reseksi guna mencegah perubahan keganasan di kemudian hari.
Pada kista koledokus jenis IV, yaitu kombinasi dilatasi ekstrahepatik dan
intrahepatik, prosedur pembedahan yang dianjurkan adalah reseksi kista ekstrahepatik
diikuti anastomosis hepatikoenterostomi letak tinggi. Terapi kista saluran empedu
intraduodenal berupa sfingterotomi atau sistoduodenostomi yang lebar

Etiologi
Etiologi dari kista duktus koledokus belum dapat diketahui dengan pasti,
mungkin banyak faktor yang berperan. Diduga penyebabnya kongenital atau didapat.
Agaknya kelainan ini dimulai dengan anomali pengaliran saluran empedu dan saluran
pankreas, serta gangguan mekanisme sfingter Oddi. Infeksi dengan atau tanpa refluks
cairan pankreas mungkin merupakan faktor kausal.
Komplikasi kista koledokus adalah obstruksi empedu, kolangitis, abses hati,
ruptur dan perubahan keganasan. Kemungkinan perubahan keganasan adalah 20 kali
dan risiko keganasan bertambah besar dengan bertambahnya usia. Sewaktu penderita
hamil, kista mungkin ruptur. Tidak biasa terdapat batu empedu di dalam kista.
4
2.10 Prognosis
Prognosis setelah eksisi dari kista koledokus biasanya adalah baik. Pasien
membutuhkan pemantauan jangka panjang akibat adanya peningkatan resiko
kolangiosarkoma, meskipun eksisi total sudah selesai dilakukan.

4
Makalah Bedah Anak - Kista Koledokus 8
DAFTAR PUSTAKA
1. Zettermean, RK. Cystic Diseases of Bile Duct and Liver. Dalam: Scott LF,
dkk, editor. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. Edisi ke2. Singapore: Mc Graw Hill Companies. 2003; hlm 807-809.
2. Baas, Atan. Kista Duktus Koledokus. Dalam Majalah Kedokteran Nusantara
Volume 39 No. 4. Desember 2006. Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15639/1/mkn
des2006%20%2813%29.pdf
3. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong. Saluran Empedu dan Hati. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : EGC. 2005; hlm 564-566.
4. Sawyer, MAJ. Choledochal Cyst. 2009.Medscape home website. Diunduh
dari:
http://emedicine.medscape.com/article/366004-overview
5. Sucby, FJ. Penyakit Kista Saluran Empedu dan Hati. Dalam: Behrman,
Kliegman dan Arvin, Nelson.editor. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-15.
Jakarta: EGC. 1996; 1415

KOMPLIKASI
Dari beberapa literatur disebutkan dapat terjadi komplikasi pasca eksisi
kista baik awal maupun lanjut seperti cholangitis, pembentukan batu,

striktur anatomosis, pancreatitis, disfungsi hepar dan keganasan.


Fenomena pembentukan batu setelah operasi pertama kali diungkapkan
olehTsuchida et al. Uno dan kawan-kawan, pada penelitiannya tentang
batu intrahepatik yang terjadi setelah eksisi kista, menerangkan bahwa
selalu terjadi striktur sebagaikejadian awal. Cetta juga melaporkan
bahwa stasis dari bile akibat striktur dari duktus merupakan kejadian
yang mendahului, bukan mengikuti, untuk terbentuknya
batuintrahepatik. Telah banyak dilaporkan terjadinya degenerasi
maligna baik akibat retained cyst ataupun akibat inflamasi kronis yang
terjadi oleh karena refluks dari enzim pankreas akibat kelemahan dari
fungsi sfingter Oddi yang menyebabkan perubahan histologis dan
perkembangan ke arah malignansi. Pankreatitis akut
merupakankomplikasi yang terjadi pada 20% kasus pada follow up
jangka panjang akibat dari pembentukan protein plug.
Daftar Pustaka
1. Oneill JA. Choledochal Cyst. Dalam: Grosfeld JL, ONeill JA,
Coran AG, FonkalsrudEW, Pediatric Surgery. Edisi ke-6.
Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006. h. 1620-31.
2. Stringer MD. Choledochal cys. Dalam: Surgery Of The Liver
Bile Ducts and Pancreasin Children. Edisi ke-2. London:
Elsevier Saunders; 2002. h. 149-64.
3. Yamataka Y, Yoshifumi Kato, Miyano T. Dalam: Ashcrafts
Pediatric Surgery. Edisike-5. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2010. h. 566-73.
4. By J.S. de Vries, S. de Vries, D.C. Aronson, et al. Choledochal
Cysts: Age of Presentation, Symptoms, and Late Complications
Related to Todanis Classification. JPediatr Surg
2002;37:1568-73.
5. Shigeru O, Shigesa F, et al. Long-term outcomes after
hepaticojejunostomy for choledochal cyst: a 10- to 27 year
follow up. J Pediatr Surg 2001; 45: 1617-22.
6. Long Li, Atsuyuki Yamataka. Ectopic Distal Location of the
Papilla of Vater inCongenital Biliary Dilatation: Implications
for Pathogenesis. J Pediatr Surg 2010; 36:376-78

Anda mungkin juga menyukai