Anda di halaman 1dari 27

Oleh :

Rahmawati S.
111 2016 2063

Pembimbing
dr. Zaenab Djafar, Sp.PD, Sp.JP

Kantong
empedu

• Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti


buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hepar.
Pada orang panjangnya sekitar 7-10 cm, yang berfungsi untuk
menyimpan empedu dengan kapasitas ± 45 ml. Empedu yang
disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil di dalam hepar
Duktus Duktus
hepatikus hepatikus
kanan kiri

• Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran


yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus
hepatikus kanan dan kiri.
• Duktus hepatikus kiri mengaliri 3 segmen hepat kiri (segmen II, III, IV).
• Duktus hepatik kanan dibentuk oleh bagian posterior kanan duktus hepatik
(segmen VI dan VII) dan anterior kanan (segmen V dan VIII)
• Kedua saluran bersatu membentuk duktus hepatikus komunis.
• Duktus hepatikus
komunis bergabung
dengan duktus sistikus
membentuk Duktus
Koledokus ( Duktus
Biliaris komunis )

• Pada banyak orang,


duktus koledokus
bersatu dengan duktus
pankreatikus
membentuk Ampulla
Vateri (bagian duktus
yang melebar pada
tempat menyatu)
sebelum bermuara ke
duodenum.

• Bagian terminal dari


kedua saluran dan
ampula dikelilingi oleh
serabut otot sirkular,
dikenal sebagai
Sfingter Oddi.
 Fungsi primer kandung empedu -> memekatkan empedu ->
cairan empedu dalam kandung empedu lebih pekat 10 kali
lipat daripada cairan empedu hati
 Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya
ke dalam duodenum melalui kontraksi stimultan lapisan
ototnya dan relaksasi sfinngter Oddi
Faktor-faktor yang mempengaruhi rangsang normal kontraksi
dan pengosongan kandung empedu, sebagai berikut

• Masuknya kimus asam dalam duodenum. dipengaruhi oleh


faktor neural, humoral dan rangsang kimiawi.
• Adanya lemak dalam makanan rangsangan terkuat
• Rangsang vagal meningkatkan sekresi empadu, sedangkan
saraf splennikus menurunkan sekresi empedu
• Hormon kolesistikinin (CCK)
• Asam hidroklorik
• Kolesistitis (radang kandung
empedu) adalah reaksi
inflamasi dinding kandung
empedu yang disertai keluhan
nyeri perut kanan atas, nyeri
tekan dan demam.

DEFINISI
 Cholecystitis akut adalah peradangan yg biasanya disebabkan
oleh obstruksi saluran keluar kandung empedu, dengan tanda
yg bervariasi dari edema & kongesti sampai infeksi berat
dengan gangren dan perforasi.
 Cholecystitis kronik adalah peradangan kandung empedu
dengan gejala yang relatif ringan yang menetap untuk waktu
yg lama.
 Kolesistitis akut ringan (derajat 1)
Pasien dengan inflamasi ringan pada kandung empedu, tanpa
disertai disfungsi organ, dan kolesistektomi dapat dilakukan
dengan aman dan berisiko rendah.
 Kolesistitis akut sedang (derajat 2)
Salah satu kriteria yang harus dipenuhi adalah :
a. Leukositosis
b. Massa teraba di abdomen kuadran atas
c. Keluhan berlangsung lebih dari 72 jam
d. Inflamasi lokal yang jelas (peritonitis bilier, abses
perikolesistikus, abses hepar, kolesistitis gangrenosa, kolesistitis
emfisematosa)
 Kolesistitis akut berat (derajat 3)
a. Disfungsi kardiovaskuler (hipotensi dilatasi dengan dopamin
atau dobutamin)
b. Disfungsi neurologis (penurunan kesadaran)
c. Disfungsi pernapasan (rasio PaO2/FiO2 < 300)
d. Disfungsi renal (oliguria, kreatitin >2mg/dL)
e. Disfungsi hepar (PT-INR > 1,5) f. Disfungsi hematologi
(trombosit
stasis
cairan
empedu
Penyebab utama kolesistitis
akut adalah batu kandung
empedu (90%) sedangkan
sebagian kecil kasus (10%)
timbul tanpa adanya batu
empedu (kolesistitis akut
akalkulus)
Patofisiologi

iskemia
dinding infeksi
kandung kuman
empedu
• Menyumbat duktus sistikus  stasis cairan empedu distensi kandung empedu
 aliran darah dan limfe menjadi terganggu  iskemia dan nekrosis dinding
Batu kandung kandung empedu
empedu

• E. Coli, spesies Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan


spesies Clostridium.
• Endotoxin  hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin,  iskemia
Infeksi nekrosis dinding kandung empedu.
kuman

• Trauma atau luka bakar yang serius, dengan periode pascapersalinan yang
menyertai persalinan yang memanjang dan dengan operasi pembedahan besar
nonbiliaris lainnya dalam periode pascaoperatif.
• Faktor lain yang mempercepat termasuk vaskulitis, adenokarsinoma yang
mengobstruksi kandung empedu, diabetes mellitus, torsi kandung empedu
Kolesistitis • Penyakit sistemik lainnya (sarkoidosis, penyakit kardiovaskuler, sifilis,
tuberkulosis, aktinomises).
akalkulus • Pemasangan infus dalam jangka waktu yang lama dan puasa yang
berkepanjangan
Hilang timbul
Nyeri perut
sebelah kanan
atas Kadang
menjalar ke
punggung/bahu
Demam
GEJALA
KLINIS
Mual, muntah

Kuning
Anamnesis :
 Nyeri perut kanan atas atau epigastrium
 Nyeri menjalar ke bahu kanan atau subskapula (khas)
 Mual & muntah
 Demam
Pemeriksaan fisik :
 Murphy sign (+)
 Ikterus ( 20% )
 Teraba masa kandung empedu

Laboratorium
 Leukositosis
 SGOT dan SGPT meningkat
 Alkali fosfatase meningkat
 Bilirubin total meningkat
Pemeriksaan penunjang
 Foto polos abdomen
 Tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis. 15 %
pasien kemungkinan dapat terlihat batu radiopak
 Gambaran kalsifikasi diffus dari kandung empedu (empedu
porselain)  keganasan pada kandung empedu.
 Ultrasonografi (USG)
 memprlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung
empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik.
 Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90 – 95%.
 Gambaran di USG yang pada kolesistitis akut  cairan
perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4
mm dan tanda sonographic Murphy.
Pemeriksaan Penunjang
 Skintigrafi sal empedu menggunakan zat radioaktif HIDA atau 99n
Tc6 Iminodiacetic acid
Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran
kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau
skintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut.
 Pemeriksaan CT scan abdomen
kurang sensitif dan mahal, tapi mampu memperlihatkan adanya
abses perikolesisitik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat
dengan pemeriksaan USG.
 appendiks yang retrosekal,
 perforasi ulkus peptikum
 pankreatitis akut
 pielonefritis
 infark miokard.
 Perforasi kandung empedu
 Empiema kandung empedu
 Sepsis
 Kolesistitis emfisematous
 Ileus batu kandung empedu
 Terapi konservatif
 istirahat total,
 perbaiki status hidrasi pasien,
 pemberian nutrisi parenteral, diet rendah lemak, koreksi elektrolit,
 obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik.
 Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk
mencegah komplikasi seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia.
Golongan ampisilin,
sefalosporin dan metronidazol
cukup memadai untuk
mematikan kuman – kuman
yang umum terdapat pada
kolesistitis seperti E. Coli,
Strep. faecalis dan Klebsiela,
namun pada pasien diabetes
dan pada pasien yang
memperlihatkan tanda sepsis
gram negatif, lebih dianjurkan
pemberian antibiotik
kombinasi.
 Berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan
ampisilin/sulbactam dengan dosis 3 gram / 6 jam, IV,
cefalosporin generasi ketiga atau metronidazole dengan dosis
awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg / 6 jam, IV. Pada kasus –
kasus yang sudah lanjut dapat diberikan imipenem 500 mg / 6
jam, IV.
 Bila terdapat mual dan muntah dapat diberikan anti – emetik
atau dipasang nasogastrik tube
 Terapi Bedah
 kolesistostomi
 Kolesistektomi

Selain itu, dapat juga dilakukan terapi dengan metode


endoskopi. Metode endoskopi dapat berfungsi untuk diagnosis
dan terapi.
 Pemeriksaan endoscopic retrograde cholangiopancreatography
dapat memperlihatkan anatomi kandung empedu secara jelas dan
sekaligus terapi dengan mengeluarkan batu dari duktus biliaris.
 Endoscopic ultrasound-guided transmural cholecystostomy adalah
metode yang aman dan cukup baik dalam terapi pasien kolesistitis
akut yang memiliki resiko tinggi pembedahan.
 Pada kasus kolesistitis akut tanpa komplikasi, perbaikan gejala
dapat terlihat dalam 1 – 4 hari bila dalam penanganan yang
tepat. Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus,
sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal, fibrotik,
penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang pula,
menjadi kolesistitis rekuren. Kadang – kadang kolesistitis akut
berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema dan
perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis
umum pada 10 – 15% kasus. Bila hal ini terjadi, angka kematian
dapat mencapai 50 – 60%. Hal ini dapat dicegah dengan
pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Pasien
dengan kolesistitis akut akalkulus memiliki angka mortalitas
sebesar 10 – 50%. Tindakan bedah pada pasien tua (>75 tahun)
mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan
banyak timbul komplikasi pasca bedah.

Anda mungkin juga menyukai