Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Kista duktus koledokus merupakan dilatasi kistik dari saluran empedu baik

intrahepatik maupun ekstra hepatik, yang menyebabkan obtruksi biliaris dan sirosis

biliaris progresif. Kista duktus koledukus dapat memberikan gejala klinik seperti ikterus,

nyeri dan demam. Kadang-kadang bisa seperti tanda pankreatitis. Kista duktus umumnya

berhubungan dengan komplikasi pada traktus biliaris dan pankreas.1,

Prevalensi kista duktus koledokus relatif jarang di Negara Barat, yaitu sekitar 1

kasus dalam 100.000-150.000 hingga 1 kasus dalam 2 juta kelahiran hidup. Prevalensi

kista koledokus lebih banyak terjadi di Negara Asia, dimana 33-50% kasus dilaporkan

terjadi di Jepang mencapai 1 kasus dalam 1000 populasi penduduk. Kista koledokus

lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki, dengan perbandingan

perempuan dan laki-laki adalah 3:1 hingga 4:1. Kasus ini dapat ditemukan dalam segala

usia, namun hampir 67% kasus dengan tanda-tanda tersebut ditemukan sebelum usia 10

tahun.1

Kista duktus koledokus dapat terlihat pada semua usia, tetapi lebih dari setengahnya

pertama kali terlihat pada dekade pertama kehidupan. Manifestasi klinis akan berbeda

sesuai dengan usia pada saat permulaan gejala. Gejala pada pasien dengan kista duktus

koledokus dapat diklasifikasikan menjadi gejala pada anak bayi dan pada anak yang lebih

besar. Pada bayi, dengan rentang usia 1 sampai 3 bulan, gejala yang muncul adalah

obstruktif jaundice, feses yang akholis, dan hepatomegali. Tampilan klinis pada kelompok

ini tidak dapat dibedakan dari atresia biliaris. Kadang-kadang disertai juga dengan fibrosis

hati. Pasien pada kelompok ini tidak harus terdapatgejala nyeri pada abdomen ataupun

massa pada abdomen.

1
Untuk mendiagnosis lebih lanjut Kista Duktus Choledokus perlu dilakukan

pemeriksaan penunjan seperti lab dan radiologi. Pada pemeriksaan penunjang radiologi

kista duktus koledukus ini akan memberikan gambaran kista yang anechoic ataupun

hyperechoic serta adanya dilatasi pada duktus biliaris pada pemeriksaan USG. Pada

pemeriksaan MRI, ERCP, maupun PTC didapatkan gambaran yang sama yaitu dilatasi

pada duktus biliaris. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan memperlihatkan gambaran

massa kistik dengan dilatasi dinding duktus choledokus yang jelas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Kista duktus koledokus merupakan suatu anomaly kongenital yang ditandai

dengan dilatasi kistik dari saluran empedu baik intrahepatik maupun ekstrahepatik. 1

B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi kista duktus koledokus relatif jarang di Negara Barat, yaitu sekitar 1

kasus dalam 100.000-150.000 hingga 1 kasus dalam 2 juta kelahiran hidup. Prevalensi

kista koledokus lebih banyak terjadi di Negara Asia, dimana 33-50% kasus dilaporkan

terjadi di Jepang mencapai 1 kasus dalam 1000 populasi penduduk. Kista koledokus

lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki, dengan perbandingan

perempuan dan laki-laki adalah 3:1 hingga 4:1. Kasus ini dapat ditemukan dalam segala

usia, namun hampir 67% kasus dengan tanda-tanda tersebut ditemukan sebelum usia 10

tahun.1

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM BILIER

Hati

Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2–1,8 kg atau

kurang lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme

tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran

kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang intercostal V

kanan dan batas bawah menyerong keatas dari costae IX kanan ke costae VIII kiri.

Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal

3
sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari

sistem porta yang mengandung arteri hepatika, vena porta dan duktus koledokus.

Sistem porta terletak didepan vena cava dan dibalik kandung empedu berukuran

kira-kira dua kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falciform dengan

kandung empedu dilobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan lobus kuadratus

dan sebuah daerah yang disebut sebagai lobus kaudatus yang biasanya tertutup

oleh vena cava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Hati

terbagi dalam 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis cantlie

yang terdapat mulai dari vena cava sampai kandung empedu telah membagi hati

menjadi sebuah lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi

relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi. Pembagian lebih lanjut

menjadi 8 segmen didasarkan pada pedicle pembuluh darah dan saluran empedu

yang dimiliki oleh masing-masing segmen.2

Secara mikroskopik didalam hati manusia terdapat 50.000 sampai

100.000 lobulus, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati

berbentuk kubus yang terssusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara

lembaran sel hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang

vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel kupffer)

yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri

dan benda asing lain sistem tubuh, jadi hati merupakan salah satu organ utama

pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ toksik.2

Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi

bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler

empedu yang dinamakan kanalikuli empedu.2

4
Sistem Bilier dan kandung Empedu

Empedu yang dihasilkan hepatosit akan diekskresikan kedalam kanalikuli

dan selanjutnya ditampung dalam suatu saluran kecil empedu yang terletak

didalam hati yang secara perlahan akan membentuk saluran yang lebih besar lagi.

Saluran keci ini memiliki epitel kubis yang bisa mengembang secara bertahap bila

saluran empedu makin membesar. 2

Saluran empedu intrahepatik secara perlahan menyatu membentuk saluran

yang lebih besar yang bisa menyalurkan empedu ke delapan segmen hati. Didalam

segmen hati kanan, gabungan cabang-cabang ini membentuk sebuah saluran

dianterior dan posterior yang kemudian bergabung membentuk duktus hepatikus

kanan. Pada beberapa orang, duktus hepatikus kanan kurang lebih 1 cm diluar hati.

Duktus ini kemudian bergabung dengan tiga segmen dari segmen hati kiri (duktus

hepatikus kiri emnjadi duktus hepatikus komunis). 2

Setelah penggabungan dengan duktus sistikus dari kandung empedu,

duktus hepatikus menjadi duktus koledokus. Pada beberapa keadaan, didnding

duktus koledokus menjadi besar dan lumennya melebar sampai mencapai ampula.

Biasanya panjang duktus koledukus sekitar 7 cm dengan diameter berkisar antara

4-12 mm. Kandung empedu menerima suplai darah terbesar dari jaringan

pembuluh darah cabang arteri hepati kanan. 2

5
Gambar 1. Anatomi kandung empedu dan duktus biliaris

D. ETIOLOGI DAN EMBRIOLOGI

Etiologi pasti Kista Duktus Koledokus sampai saat ini masih belum diketahui dengan

jelas. Terdapat beberapa teori berkenaan dengan etiologi dan patogenesis dari kista duktus

koledokus:

1. Terjadinya kegagalan rekanalisasi sehingga terjadi kelemahan kongenital

pada dinding duktus biliaris, dimana hal ini merupakan hipotesis awal.

2. Terdapatnya abnormalitas pada inervasi dari distal common bile duct yang

menyebabkan terjadinya obstruksi fungsional dan dilatasi proksimal.

3. Kelemahan yang didapat dari dinding duktus biliarisyang berhubungan

dengan PBM, pertama kali diperkenalkan oleh Babbit (1969), dimana

digambarkan terdapatnya common pancreaticobiliary channel pada

kistaduktus koledokus, dan terjadinya refluks enzim pankreas dapat

menyebabkankerusakan pada duktus biliaris dan dilatasi.


6
4. Terdapatnya obstruksi dari bagiandistal duktus biliaris. Stenosis sering

ditemukan dibagian bawah dari kista tipe 1,tetapi apakah penyebabnya

kongenital ataupun sekunder akibat adari inflamasi masih belum jelas.

Konsentrasi yang tinggi dari enzim pankreas sering ditemukan pada bile didalam

kista. Hal ini ditunjang dengan meningkatnya kadar amilase yang diaspirasi dari

kistaduktus koledokus. Long common channel tidak hanya disertai dengan komplikasi

pankreatitis, tetapi dapat juga disertai dengan komplikasi protein plugs, kalkulus, pada

anak dan dapat berkembang menjadi karsinoma kandung empedu.3

E. PATOLOGI

Pada kista duktus koledokus, mukosa duktus biliaris menunjukkan adanya erosi,

deskuamasi epitel dan hiperplasia papilary dengan regenerasi atipik. Displasia

mukosaduktus biliaris tanpa karsinoma juga kerap ditemui. Perubahan metaplasia seperti

selmucous, sel goblet dan sel Panet juga ditemui. Hiperplasia dan metaplasia meningkat

seiring usia dan dapat menjadi karsinoma pada usia dewasa. Perubahan ini dapat ditemui

pada semua tipe kista duktus koledokus.4

Mukosa kandung empedu pada pasien dengan PBMU menunjukkan kolesistitis,

cholesterolosis, adenomyosis atau adenomyomatosis, polip, termasuk adenoma dan

hiperflasia epitel. Mukosa kandung empedu pada FFCC ditandai hiperplasia difus diepitel

dengan atau tanpa metaplasia dari pyloric glands, sel goblet dan sel Panet.5

F. KLASIFIKASI ANATOMIS

Klasifikasi Kista Duktus koledukus yang umum dipakai adalah klasifikasi menurut

Alonzo-Todani yang didasarkan pada lokasi kista duktus billiaris:

 Tipe I : Tipe ini merupakan tipe yang tersering (80-90% dari Kista Duktus

7
Koledokus). Tipe ini mencangkup dilatasi fusiform atau sacular dari

duktuskoledokus dengan melibatkan sebagian hingga seluruh duktus.

 Tipe I A : Berbentuk sacular dan melibatkan seluruh dari duktus

ekstrahepatik.

 Tipe I B : Berbentuk sacular dan melibatkan sebagian segmen dari duktus

billiaris.

 Tipe I C:Berbentuk fusiform dan melibatkan sebagian besar

hinggaseluruhnya dari duktus ekstra hepatik

 Tipe II: Tampak seperti divertikulum yang menonjol pada dinding duktus

koledokus, sedangkan duktus billiaris intrahepatik dan ektrahepatik normal.

 Tipe III: Dikenal sebagai choledochocele. Biasanya terdapat intraduodenal

tetapi terkadang dapat muncul pada bagian intra hepatik dari traktus biliaris.

Sebaliknya, sistem duktus normal dan duktus koledokus biasanya memasuki

choledochocele ke dalam dinding dari duodenum.

 Tipe IV: untuk tipe IVA terjadi dilatasi multipel dari duktus intra dan

ekstrahepatik sedangkan untuk tipe IV B hanya melibatkan duktus

ekstrahepatik saja.

 Tipe V (Caroli disease): multipel dilatasi dari duktus intrahepatik.7

Gambar 2. Klasifikasi Kista Duktus Choledokus

8
G. MANIFESTASI KLINIS

Kista duktus koledokus dapat terlihat pada semua usia, tetapi lebih dari setengahnya

pertama kali terlihat pada dekade pertama kehidupan. Manifestasi klinis akan berbeda

sesuai dengan usia pada saat permulaan gejala. Gejala pada pasien dengan kista duktus

koledokus dapat diklasifikasikan menjadi gejala pada anak bayi dan pada anak yang lebih

besar. Pada bayi, dengan rentang usia 1 sampai 3 bulan, gejala yang muncul adalah

obstruktif jaundice, feses yang akholis, dan hepatomegali. Tampilan klinis pada kelompok

ini tidak dapat dibedakan dari atresia biliaris. Kadang-kadang disertai juga dengan fibrosis

hati. Pasien pada kelompok ini tidak harus terdapatgejala nyeri pada abdomen ataupun

massa pada abdomen.9

Pada kelompok umur yang lebih besar, biasanya manifestasi klinis akantampak pada

anak setelah usia 2 tahun. Pada anak yang lebih besar, gejalanya dapat dibedakan menjadi

2 kelompok, yaitu massa pada perut kanan atas dengan jaundice intermittent karena

obstruksi biliaris, yang umumnya dijumpai pada pasien dengan kista duktus koledokus

sakuler, dan nyeri perut akibat pankreatitis, yang biasanya tampak pada bentuk yang

fusiform. Pada kelompok umur ini, classic triad berupa nyeri perut, terabanya massa, dan

jaundice yang dikemukan oleh Alonso-Lej dan kolega biasanya dijumpai. Karena

obstruksi yang terjadi pada kelompok umur inihanya parsial, maka gejala bersifat

intermiten.10

Rekuren kolangitis dapat menjadi ciri dari gejala kista duktus koledokus pada anak

yang lebih besar. Bagaimanapun, sangat penting ditekankan bahwa gejala pada anak yang

lebih besar sering tidak ketara dan bersifat intermitan, sehingga sering tidak terdiagnosis,

yang mengakibatkan kerusakan hati yang terus berlanjut, sehingga pasien biasanya datang

dengan kondisi sirosis hati dan manifestasi hipertensi portal.10

9
H. DIAGNOSIS

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak mampu untuk menegakkan diagnosis

dari kistaduktus koledokus, tetapi dapat menggambarkan kondisi klinis dari

pasien. Oleh karena gejala tersering adalah jaundice, hasil laboratorium

terpenting adalah conjugated hiperbilirubinemia, peningkatan alkaline

phosphatase, dan marker lainuntuk obstruktif jaundice. Apabila obstruksi

biliaris sudah terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka dapat pula disertai

profil koagulasi yang abnormal. Nilai amilase plasma dapat menunjukkan

peningkatan pada saat episode nyeri perut. 5

Pemeriksaan Radiologi

Bagaimanapun bentuk dari kelainan anatomi, pemeriksaan radiologis

merupakankunci dalam menegakkan diagnosis. Computed tomography (CT)

cholangiography, dahulu digunakan sebagai alat penunjang dalam

menegakkan diagnosis dari kistaduktus koledokus, saat ini digantikan oleh

pemeriksaan yang lebih akurat. 6

Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang awal yang terpilih

dan dapat menggambarkan ukuran, bentuk, duktus proksimal, pembuluh

darah dan bnetuk dari hepar. Komplikasi seperti kolelitiasis, hipertensi

portal dan biliary ascites dapat pula terlihat. Pada pemeriksaan ini

didapatkan adanya gambaran kista anechoic ataupun hyperechoic disertai

dilatasi dari duktus biliaris.6

Percutaneus transhepatic cholangiography dan endoscopic

retrogradecholangiopancreatography (ERCP) dapat memeberikan gambaran

yang akurat dari sistem pancreaticobiliary. Gambaran tersebut berupan

10
pelebaran atau dilatasi duktus biliaris. Tetapi, pemeriksaan ini bersifat

invasif dan tidak cocok untuk digunakan berulang kali serta merupakan

kontraindikasi apabila dilakukandalam keadaan pankreatitis akut.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan anesthesia umum.8

Gambar 3. Pemeriksaan USG (ultrasonography) memperlihatkan adanya dilatasi


pada duktus biliaris.

Gambar 4. Pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging) memperlihatkan

11
pelebaran/dilatasi pada duktur biliaris.

Gambar 5. Pemeriksaan ERCP (endoscopic retrogradecholangiopancreatography)


adanya gembaran duktus biliaris yang dilatasi

Gambar 6. Pemeriksaan PTC (Percutaneus Transhepatic Cholangiography) dilatasi

kistik pada duktus biliaris

12
Gambar 7. Pemeriksaan CT-scan memperlihatkan gambaran massa kistik dengan
dilatasi dinding duktus choledokus yang jelas. 11,12

I. PENATALAKSANAAN

Eksisi kista merupakan terapi definitif yang terpilih untuk kista duktus koledokus

karena tingginya morbiditas dan tingginya resiko terjadinya karsinoma setelahdrainase

interna. Bervariasi pendekatan telah diusahakan sejak dahulu untuk penanganan

pembedahan mulai dari aspirasi kista, marsupialisasi, serta drainage eksternal tetapi

angka mortalitas tetap tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan kebanyakan pasien yang

datang dengan kondisi lanjut.9

Pada tahun 1970, Kasai dan kolega dan Ishida dan kolega, melaporkan hasilyang

memuaskan dengan dilakukannya eksisi kista dan Roux-en-Y jejunostomy.Roux-en-Y

cyst jejunostomy telah dikembangkan sebagai alternatif dari cytduodenostomy untuk

menghindari terjadinya reflux isi dari duodenum ke dalam percabangan traktus

billiaris.9

13
J. KOMPLIKASI

Dari beberapa literatur disebutkan dapat terjadi komplikasi pasca eksisi kista baik

awal maupun lanjut seperti cholangitis, pembentukan batu, striktur anatomosis,

pancreatitis, disfungsi hepar dan keganasan. Fenomena pembentukan batu setelah

operasi pertama kali diungkapkan olehTsuchida et al. Uno dan kawan-kawan, pada

penelitiannya tentang batu intrahepatik yang terjadi setelah eksisi kista, menerangkan

bahwa selalu terjadi striktur sebagaikejadian awal. Cetta juga melaporkan bahwa stasis

dari bile akibat striktur dari duktus merupakan kejadian yang mendahului, bukan

mengikuti, untuk terbentuknya batuintrahepatik. Telah banyak dilaporkan terjadinya

degenerasi maligna baik akibat retained cyst ataupun akibat inflamasi kronis yang

terjadi oleh karena refluks dari enzim pankreas akibat kelemahan dari fungsi sfingter

Oddi yang menyebabkan perubahan histologis dan perkembangan ke arah malignansi.

Pankreatitis akut merupakankomplikasi yang terjadi pada 20% kasus pada follow up

jangka panjang akibat dari pembentukan protein plug. 10

K. PROGNOSIS

Prognosis setelah eksisi kista koledokus biasanya adalah baik. Pasien

membutuhkan pemantauan jangka panjang akibat adanya peningkatan resiko

kolangiosarkoma, meskipun eksisi total sudah selesai dilakukan. 10

14
BAB III

KESIMPULAN

Kista duktus koledokus merupakan dilatasi kistik dari saluran empedu baik intrahepatik
maupun ekstra hepatik, yang menyebabkan obtruksi biliaris dan sirosis biliaris progresif
dan dapat memberikan gejala klinik seperti ikterus, nyeri dan demam. Pada pemeriksaan
penunjang radiologi yakni USG, kista duktus koledukus ini akan memberikan gambaran
kista yang anechoic ataupun hyperechoic serta adanya dilatasi pada duktus biliaris. Pada
pemeriksaan MRI, ERCP, maupun PTC didapatkan gambaran yang sama yaitu dilatasi
pada duktus biliaris. Pemeriksaan CT-scan memperlihatkan gambaran massa kistik
dengan dilatasi dinding duktus choledokus yang jelas.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Sunumo O. The Association of Choledochal Cyst and Pancreatitis: A Case Report

and Review the Literatur. World journal of pediatric. 2017. 4(2): 78-81.

2. Amiruddin R. Hepatobilier : Anatomi dan Fisiologi Hati & Sistem Bilier. Dalam

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta: Interna Publisiing. 2014.

Hal: 417-419.

3. S.K Bhasin, et all. Missed choledochal cyst: a rare presentation and review of

literature. International Surgery Journal. 2014. 1(2): 112-115

4. Wibawa I.D.N, Koncoro H. Acute Pancreatitis as a Complication of Choledochal

Cyst. Case Report. 2012. 13(2): 123-124

5. Sinuhaji, B.A. Kista Duktus Koledukus. Majalah Kedokteran Nusantara. 2006.

39(4): 448-449

6. Khandelwal, N et all. Diagnostic Radiology Pediatric Imaging. 2011. Hal 198-199.

7. Choi, I.B. Radiology Ilustrated: Hepatobiliary and Pancreatic Radiology. 2015. Hal

395-396

8. Temple, M, & Masrhallec, E.F. Pediatric Interventional Radiology. 2014. Hal 328-

331

9. Yamataka Y, Yoshifumi Kato, Miyano T. Dalam: Ashcraft’s Pediatric Surgery.

Edisike-5. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2010.Hal. 566-73.

10. Long Li, Atsuyuki Yamataka. Ectopic Distal Location of the Papilla of Vater in

Congenital Biliary Dilatation: Implications for Pathogenesis. J Pediatr Surg 2010;

36:376-78

11. Siegel’s. Pediatric Body CT. 2008. Hal 209-210

12. Singh H. Text Book of Radiology. Abdomen and Pelvis. 2017. Hal 61-62

16

Anda mungkin juga menyukai