Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kolestasis adalah kegagalan hati untuk menekskresikan bilirubin, yang
menyebabkan ikterus bila kadar bilirubin serum melebihi 2 mg per 100 mL.
Penyebab kolestasis mencakup pemecahan hemoglobin, cedera sel hati dan
penyumbatan saluran empedu ekstrahepatik. Bilirubin serum merupakan tes
penyaring tunggal terbaik bagi fungsi sekresi hati. Penyumbatan salura
empedu ektrahepatik, menyebabakn kenaikan bilirubin dan fosfatase alkali,
yang melebihi perbandingan terhadap biasanya hanya peingkatan ringan kaar
transaminase serum (Sabiston. David C. 1995). Kolestasis diklasifikasikan
menjadi dua yaitu kolestasis ekstrahepatik yang disebabkan lesi kongenital
atau didapat dan kolestasis intrahepatic yang disebabkan adanya kelainan pada
saluran empedu dan sel hepatositnya.
Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden
hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000,
defisiensi α-1 antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan
dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik
5,6,7. Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia
bilier 377 (34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), α-1 antitripsin defisiensi
189 (17,4%), hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista
duktus koledokus 34 (3,1%).3,5 Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr.
Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap,
didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 68
(70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1
(1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 (1,04%) (A-Kader HH, Balisteri WF,
2004)
Suchy, Millar dan Bates yang menyebutkan bahwa pada kasus-kasus
atresia biliaris berat lahir bayi umumnya normal, sedangkan pada kasus
neonatal hepatitis berat lahir cenderung rendah. Gejala cholestasis ini
hampir sama dengan atresia biliar yaitu adanya ikterik, tinja akolik,
hepatomegali, asites dan terjadi malabsobsi lemak. Prognosis kolestasis juga

1
lebih baik dari pada atresia biliar. Umumnya pasien kolestasis dapat bertahan
hidup hingga dewasa dengan adanya penatalaksaan yang sesuai. Bahaya serta
dampak buruk yang dapat terjadi ini lah yang harus diwaspadai. Oleh karena
itu perawat harus menguasai konsep kolestasis ini dan dapat menyusun asuhan
keperawatan pada pasien kolestasis.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Apa definisi dari cholestasis?
1.2.2 Apa saja klasifikasi dan etiologi dari cholestasis?
1.2.3 Bagaimana insidensi dari cholestasis?
1.2.4 Bagaimana manifestasi klinis dari cholestasis?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi dari cholestasis?
1.2.6 Apa saja pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk cholestasis?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan dari cholestasis?
1.2.8 Bagaiaman prognosis dari cholestasis?
1.2.9 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien anak dengan cholestasis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep cholestasis dan menyusun
asuhan keperawatan pada pasien anak dengan cholestasis.
1.3.2 Tujuan khusus
1) Mahasiswa mampu menjelaskan definisi cholestasis.
2) Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi cholestasis.
3) Mahasiswa mampu menjelaskan insidensi cholestasis.
4) Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis cholestasis.
5) Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi cholestasis.
6) Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang cholestasis.
7) Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan cholestasis.
8) Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis cholestasis.
9) Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan cholestasis.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Cholestasis
2.1.1 Definisi
Kolestasis adalah kelainan mekanisme pengangkutan empedu (kolestasis)
dapat sekunder terhadap obstruksi atau terjadi sebagai efek samping
terganggunya struktur hati akibat kerusakan sel hati. Pada kolestasis terjadi
gangguan sekresi dan atau gangguan aliran bilirubin. Yang menyebabkan
penumpukan bahan-bahan yang harus diekskresikan oleh hati yaitu bilirubin,

2
asam empedu, kolesterol. Menyebabkan regurgitasi bahan bahan tersebut ke
plasma. Kolestasis dapat terjadi prehepatik, intrahepatik atau posthepatik.
Mekanisme pengangkutan empedu dapat mengakibatkan penumpukan bilirubin
pada tahap prehepatik akibat produksi bilirubin tidak terkonjugasi berlebih yang
berasal dari hemolisis. Penyebab yang bersal dari hati sendiri termasuk kerusakan
sel hati, gangguan proses konjugasi atau terjadi obstruksi intrahepatik. Kolestasis
posthepatik biasanya bersifat meknais dan tidak berhubungan dengan pelerjaan
(misal tumor, batu empedu, striktur duktus biliaris). Dinitrofenol, metilen
dianilin, dan arsenik organik menyebabkan ikterus kolestatik akut yang diawali
demam, menggigil, dan rasa gatal. Sebagaian besar pasien sembuh tanpa banyak
hal penyerta. (Jeyaratnam, J. 2009)
Kolestasis adalah kegagalan hati untuk menekskresikan bilirubin, yang
menyebabkan ikterus bila kadar bilirubin serum melebihi 2 mg per 100 mL.
Penyebab kolestasis mencakup pemecahan hemoglobin, cedera sel hati dan
penyumbatan saluran empedu ekstrahepatik. Bilirubin serum merupakan tes
penyaring tunggal terbaik bagi fungsi sekresi hati. Penyumbatan salura empedu
ektrahepatik, menyebabakn kenaikan bilirubin dan fosfatase alkali, yang
melebihi perbandingan terhadap biasanya hanya peingkatan ringan kaar
transaminase serum (Sabiston. David C. 1995).
Ikterus diamati selama usia minggu pertama paa sekitar 60% bayi cukup
bulan dan 80% bayi preterm. Warna kuning dapat dijadikan tumpuan untuk
memeperkirakan kadarnya di dalam darah. Ikterus pada bagian tengah abdomen,
tanda-tanda dan gejala-gejalanya merupakan faktor resiko-tinggi yang memberi
kesan ikterus nonfisiologis atau hemolisis yang harus dievaluasi lebih lanjut.
Ikterometer atau ikterus transkutanmeter dapat diguakan untuk menskrinning
bayi, tetapi kadar bilirubin serum diindikasikan pada penderita-penderita yang
ikterusnya progesif bergejala, atau berisiko untuk mengalami hemolisis atau
sepsis. Ikterus akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit cenderung tampak
kuning terang
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam
jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari
hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum.4 Dari segi
klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu

3
seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh.
Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu
pada sel hati dan sistem bilier.

2.1.2 Klasifikasi dan etiologic


Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik.
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat.
Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan
akhirnya pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan
saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan
adalah proses imunologis, infeksi virus terutama CMV10 dan Reo virus,
asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita
terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum
normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20%
penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi
dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia
bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi
(Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada
pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik
disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran
empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang
normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu
ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi
bilier. Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang
edematus dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya
trombus empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif
dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran
bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
2. Kolestasis intrahepatik
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: Paucity saluran empedu, dan
Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu
intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik
(foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran

4
intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan
intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak
mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi
virus CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian
saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati
maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler.
Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal.
Serum alkali fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut
terus dan mengenai saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus,
hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat
neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik.
Dinamakan paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal
tract. Contoh dari sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan
autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene JAGGED.
Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multi 3 organ
pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae),
kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang spesifik
(triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu
yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai
gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah
sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma
imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan hepatosit. Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan
gangguan pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai
cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur, dan
kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi
kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan
parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon
hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis. Hepatitis neonatal
adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal hepatopati, suatu
inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin,
metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang

5
serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan
gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus
empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal
sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila
penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat ditemukan.

2.1.3 Insidensi
Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden
hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000,
defisiensi α-1 antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan
anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik 5,6,7.
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377
(34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), α-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%),
hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34
(3,1%).3,5 Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun
1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan
neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista
duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1
(1,04%) (A-Kader HH, Balisteri WF, 2004)

2.1.4 Manifestasi klinis


Alagille, menyebutkan bahwa berat lahir yang normal cenderung
didapatkan pada kasus kolestasis ekstrahepatal, sedangkan pada kasus-kasus
kolestasis intrahepatal cenderung didapatkan berat badan yang rendah atau
normal rendah. Hal ini diperkuat dengan penjelasan dari Suchy, Millar dan
Bates yang menyebutkan bahwa pada kasus-kasus atresia biliaris berat lahir
bayi umumnya normal, sedangkan pada kasus neonatal hepatitis berat lahir
cenderung rendah. Keadaan tersebut disebabkan karena pada banyak
penyebab kolestasis intrahepatal, terjadi gangguan sejak masa pertumbuhan
pada janin, sedangkan pada atresia bilier tidak.

6
1. Ikterus
Ikterus ini terjadi karena peningkatan kadar bilirubin, biasanya
peningkatan kadar bilirubin ini yaitu yang disebabkan retensi empedu.
2. Hiperkolesterolemia
Peningkatan kolesterol ini bisa terjadi karena retensi empedu
3. Hepatotoksik
Hepatotoksik bisa terjadi karena peningkatan asam empedu dan
peningkatan kadar tembaga
4. Hipertensi portal
Hipertensi portal menyebabkan penurunan volume intravaskular dan
menurunkan perfusi ginjal sehingga menyebabkan peningkatan aldosteron
yang menyebabkan retensi natrium sehingga terjadilah asites
5. Malnutrisi hambatan pertumbuhan
Terjadi karena penurunan aliran empedu ke usus sehingga menyebabkan
kosentrasi asam empedu intraluminal menurun kemudian menyebabkan
terjadi malabsorbsi empedu yang akan menyebabkan malnutrisi hambatan
pertumbuhan
6. Diare terjadi karena penurunan aliran empedu ke usus sehingga
menyebabkan kosentrasi asam empedu intraluminal menurun yang
akhirnya bisa menyebabkan diare.
7. Defisiensi vitamin ADEK
Defisiensi vitamin A bisa mengakibatkan rabun senja
Defisiensi vitamin D bisa mengakibatkan kelainan tulang

7
Defisiensi vitamin E bisa mengakibatkan degenerasi neuromuscular
Defisiensi vitamin K bisa mengakibatkan hipoprothrombinemia

2.1.5 Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan
merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu
mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang
terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan
asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin
terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah
sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana
permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan
apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel
terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari
darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil
proses tersebut kedalam empedu.1,2,4,5 Salah satu contoh adalah penanganan
dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin
tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter
pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang
mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan
kedalam empedu oleh transporter mrp2. Mrp2 merupakan bagian yang
bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu
dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa
aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi
dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia
terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan
metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier
menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonyugasi.
Perubahan fungsi hati pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi
kerusakan fungsional dan struktural:
1. Proses transpor hati.
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas
dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam

8
empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan
sinusoid terganggu
2. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan
menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi,
sulfasi dan konyugasi akan terganggu.
3. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang
produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.
4. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam
empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi
menghambat HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan
penurunan asam empedu primer sehingga menurunkan rasio
trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan detergenik
akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati
menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
5. Gangguan pada metabolisme logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun.
Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh
Cu karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.
6. Metabolisme cysteinyl leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif
dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses
sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan
progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat
menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.
7. Mekanisme kerusakan hati sekunder
a. Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan
kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik.
Zat ini akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran
sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang
berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase,
enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu,
sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga
terganggu. Sistim transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-

9
zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin,
Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati
pada kolestasis adalah asam empedu.
b. Proses imunologis. Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang
mengalami display secara abnormal pada permukaan hepatosit, sedang
HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga menyebabkan
respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan
terjadi sirosis bilier.
2.1.6 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium kolestasis

Pada kasus kolestasis ditemukan warna tinja akholis lebih sering pada
kasus kolestasis ekstrahepatal (6/8 vs 12/61) dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang cukup tingi, yaitu 75% dan 80%. Bahkan Deghani menyebutkan
94,7% bayi dengan atresia bilier ditemukan tinja yang akholis. Fakta bahwa
warna tinja akholis lebih sering terjadi pada kelompok kolestasis
ekstrahepatal sesuai dengan patofisiologi bahwa terjadi sumbatan aliran
empedu menuju lumen usus, sehingga tidak terjadi pewarnaan kuning pada
tinja.
Pada karakteristik laboratoris didapatkan perbedaan rerata jumlah
leukosit yang lebih tinggi pada kelompok kasus kolestasis ekstrahepatal
(2,649/mm3, 95%CI 1,556-12,141, p=0,012). Sedangkan jumlah leukosit pada
kelompok intrahepatal menjadi lebih rendah dibanding ekstrahepatal. ALT lebih
tinggi pada kelompok kasus kolestasis ekstrahepatal dibandingkan dengan

10
kelompok intrahepatal. Alanine aminotransferase (ALT) merupakan enzim
sitosol yang sebagian besar ditemukan di hati. Kerusakan sel hati akan memicu
keluarnya ALT ke dalam sirkulasi. Peningkatan ALT lebih spesifik untuk
kerusakan di hati dibandingkan aspartate aminotrasferase (AST) karena AST
terdapat pula di mitokondria dan sitosol jaringan hati, otot jantung, otot
rangka, ginjal, otak, pankreas, paru-paru, sel darah merah dan sel darah
putih. Hal tersebut menjelaskan derajat kerusakan sel-sel hati yang relatif lebih
rendah dibandingkan pada kelompok ekstrahepatal, yang didominasi kasus
atresia bilier, dimana kerusakan sel hati sudah terjadi sejak awal kelahiran.
Kadar kolesterol dan trigliserida yang meningkat pada kolestasis ekstrahepatal
disebabkan karena pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi penumpukan
asam empedu intraseluler sehingga terjadi hambatan sintesis asam empedu dan
kolesterol oleh hepatosit. Hal ini akan menyebabkan hambatan HMG-CoA
reduktase dan 7-α-hidroksilase yang mengakibatkan penurunan asam empedu
primer dan penurunan rasio asam empedu trihidroksi/dihidroksi. Rangkaian
aktivitas tersebut pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan kadar kolesterol
dalam darah, namun produksinya di hati akan menurun. Rerata kadar kalium lebih
rendah pada kelompok ekstrahepatal. Asam empedu, terutama litokolat
merupakan zat yang menyebabkan kerusakan sel hati melalui aktivitas
detergenik dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan kolesterol
dan fosfolipid dari sistem membran sehingga merusak integritas membran.
Kadar PPT, bilirubin total, bilirubin terkonjugasi/direk,bilirubin tak
terkonjugasi/indirek, AST dan alkali phosphatase sama-sama meningkat pada
kedua kelompok penelitian, dan tidak terdapat perbedaan bermakna pada
peningkatan keduanya. Kadar protein albumin dan globulin pada kedua
kelompok normal. Hal ini dimungkinkan terjadi karena kapasitas sintesis
oleh sel hati yang besar.
2. Pencitraan
Ultrasonografi : dilakukan setelah penderita dipuasakan minimal 4 jam dan
diulang kembali setelah bayi minum (sebaiknya dikerjakan pada semua penderita
kolestasis karena tekniknya sederhana, relatif tidak mahal, noninvasif, serta tanpa
sedasi). Pada kolestasis intrahepatik, kandung empedu terlihat waktu puasa dan

11
mengecil pada ulangan pemeriksaan sesudah bayi minum. USG dapat
menunjukkan ukuran dan keadaan hati dan kandung empedu, mendeteksi adanya
obstruksi pada sistem bilier oleh batu maupun endapan, asites, dan menentukan
adanya dilatasi obstruktif atau kistik pada sistem bilier.pada atresia biliaris, saat
puasa kandung empedu dapat tidak terlihat. Hal ini kemungkinan disebabkan
adanya gangguan patensi duktus hepatikus dan duktus hepatis komunis sehingga
terjadi gangguan aliran empedu dari hati ke saluran empedu ekstrahepatik.
3. Skintigrafi
Pada kolestasis intrahepatik menunjukkan ambilan kontras oleh hati yang
terlambat tetapi ada ekkresi ke dalam usus. Dua hal yang harus dicatat pada
pemeriksaan skintigrafi adalah realibilitas yang berkurang bila kadar bilirubin
direk sangat tinggi (> 20 mg/dl) dan fase positive dan negatifnya sebesar 10%.

2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana kolestasis intrahepatik adalah :
1. Memperbaiki aliran empedu dengan cara :
a. Mengobati etiologi kolestasis dengan medikamentosa pada kolestasis
hepatoseluler yang dapat diobati seperti beberapa kelainan tertentu.
b. Menstimulasi aliran empedu dengan :
1) Fenobarbital: bermanfaat sebagai antipruritus dan dapat
mengurangi kuning. Mekanisme kerjanya yaitu meningkatkan
aliran empedu dengan cara menginduksi enzim UDP-Glukuronil
transferase, sitokrom P450 dan Na+ K+ ATP ase. Tetapi pada bayi
jarang dipakai karena efek sedasinya dan mengganggu metabolism
beberapa obat diantaranya vitamin D, sehingga dapat
mengeksaserbasi ricketsia. Dosis: 3-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam
dua dosis.
2) Asam Ursodeoksikolat: asam empedu tersier yang mempunyai sifat
lebih hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan
asam empedu primer serta sekunder sehingga merupakan
competitive binding terhadap asam empedu untuk absorbs lemak.
Khasiat lainnya adalah sebagai hepatoprotektor karena antara lain
dapat menstabilkan dan melindungi membrane sel hati serta

12
sebagai bile flow induser karena meningkatkan regulasi sintesis dan
aktivitas transporter pada membrane sel hati. Dosis : 10-20
mg/kgBB/hari. Efek samping : diare, hepatotoksik.
3) Kolestiramin : dapat menyerap asam empedu yang toksik sehingga
juga akan menghilangkan gatal. Kolestiramin dapat mengikat asam
empedu di lumen usus sehingga dapat menghalangi sirkulasi
enterohepatik asam empedu serta meningkatkan ekskresinya.
Selain itu, kolestiramin dapat menurunkan umpn balik negative ke
hati, memacu konversi kolesterol menjadi bile acids like cholic acid
yang berperan sebagai koleretik. Kolestiramin biasanya digunakan
pada manajemen jangka panjang kolestasis intrahepatal dan
hiperkolesterolemia. Dosis : 0,25-0,5 g/kgBB/hari. Efek samping:
konstipasi, steatorrhea, asidosis metabolic hiperkloremik.
4) Rifampisin : dapat meningkatkan aktivitas mikrosom serta
menghambat ambilan asam empedu oleh sel hati dan mengubah
metabolismenya, sehingga dapat menghilangkan gatal pada ±50%
kasus. Efek sampingnya adalah trombositopenia dan
hepatotoksisitas yang terjadi pada 5-1-% kasus.
2. Nutrisi
Kekurangan Energi Protein (KEP) sering terjadi sebagai akibat dari
kolestasis (terjadi pada >60% pasien). Steatorrhea sering terjadi pada bayi
dengan kolestasis. Penurunan ekskresi asam empedu menyebabkan
gangguan pada lipolisis intraluminal,solubilisasi dan absorbs trigliserid
rantai panjang. Maka pada bayi dengan kolestasis diperlukan kalori yang
lebih tinggi disbanding bayi normal untuk mengejar pertumbuhan. Karena
itu untuk menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal mungkin dengan terapi
nutrisi digunakan formula special dengan jumlah kalori 120-150% dari
kebutuhan normal serta vitamin, mineral dn trace element :
a. Formula MCT (Medium Vhain Triglyceride) karena relative lebih laeut
dalam air sehingga tidak memerlukan garam empedu untuk absorbs
dan menghindarkan makanan yang banyak mengandung cuprum
(tembaga).

13
b. Kebutuhan kalori umumnya dapat mencapai 125% kebutuhan bayi
normal sesuai dengan berat badan ideal. Kebutuhan protein : 2-3
g/kgBB/hari.
c. Vitamin yang larut dalam lemak :
1) A : 5000-25.000 U/hari
2) D : Clacitriol : 0,05-0,2 ug/KgBB/hari
3) E : 25-50 IU/kgBB/hari
4) K : K1 2,5-5 mg/2-7x/minggu
d. Mineral dan trace element : Ca, P, Mn, Zn, Selenium, Fe.
3. Terapi komplikasi yang sudah terjadi misalnya hiperlipidema/xantelasma
dengan kolestipol dan pada gagal hati serta pruritus yang tidak teratasi
adalah transplantasi hati. Dukungan psikologis dan edukasi keluarga
terutama untuk penderita dnegan kelainan hati yang progresif yang
membutuhkan transplantasi hati.

2.1.8 Prognosis
Tergantung penyakit dasar, prognosis umumnya baik yaitu 60% sembuh
pada kasus sindrom hepatitis neonatal yang sporadic, sementara pada kasus yang
bersifat familial, prognosisnya buruk (60% meninggal). Prognosis hepatitis
neonatal idiopatik biasanya baik dengan mortalitas sebesar 13-25%. Prediktor
untuk prognosis yang buruk adalah : kuning hebat yang berlangsung lebih dari 6
bulan, tinja dempul, riwayat penyakit dalam keluarga, hepatomegali persisten dan
terdapatnya inflamasi hebat pada hasil biopsy hati.

14
2.1.9 WOC

infeksi virus asam Paucity saluran empedu,


empedu yang toksik, dan Disgenesis saluran
iskemia dan kelainan empedu, Kelainan
genetik hepatosit

Kolestasis ekstrahepatik Kolestasis intrahepatik

kegagalan aliran cairan


empedu

Regurgitasi/ retensi Penurunan aliran Konsentrasi asam


empedu empedu ke usus empedu intraluminal
turun

peningkatan Sirosis bilier


bilirubin progresif
Metabolisme lemak
tidak terjadi

Hipertensi portal
defisiensi vitamin
Kulit sangat gatal larut lemak
Asites
(pruritus)

Kurang Vit K
Kelebihan Volume
Kerusakan Cairan
integritas kulit
Resiko perdarahan
Malnutrisi
hambatan
Gizi tidak terpenuhi
pertumbuhan

15
Pertumbuhan dan Ketidakseimbangan
Gangguan perkembangan Nutrisi Kurang dari
perkembangan terganggu Kebutuhan
2.2 Asuhan keperawatan
2.2.1 Asuhan keperawatan teori
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penanggung biaya.
b. Keluhan Utama
Kulit dan sklera nampak kuning (ikterus), tinja akholis, dan urine klien
berwarna gelap, gatal-gatal di kulit
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu : Apakah ada tanda-tanda infeksi dahulu
pada ibu, apakah ibu pernah mengkonsumsi obat-obatan yang
dapat meningkatkan ikterus pada bayi.
2) Riwayat kesehatan sekarang : Pada umumnya bayi masuk rumah
sakit dengan keluhan tubuh bayi berwarna kuning dan ada rasa
gatal-gatal dari tubuh bayi.
3) Riwayat keluarga : Adanya riwayat keluarga yang menderita
kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu kelainan
genetik/metabolik.
4) Riwayat kehamilan dan kelahiran: infeksi ibu pada saat hamil atau
melahirkan, berat lahir, lingkar kepala, pertumbuhan janin peran
janin (kolestasis intrahepatik umumnya berat lahirnya< 3000 g dan
pertumbuhan janin terganggu.
d. Riwayat tumbuh kembang
Pada anak yang dalam masa tumbuh kembang, terjadi peningkatan
serum AP yang disebabkan oleh influks isoenzim di tulang ke dalam
serum. Oleh karena itu, penggunaan kadar serum AP dalam penilaian
penyakit hati pada anak dalam pertumbuhan aktif kurang bermakna.

16
Pada bayi dengan kolestasis diperlukan kalori yang lebih tinggi
dibanding bayi normal karena penurunan ekskresi asam empedu
menyebabkan gangguan lipolisis intraluminal, solubilisasi, dan absorpsi
trigliserid rantai panjang. Untuk menjaga pertumbuhan dan
perkembangannya diperlukan jumlah kalori 120%-150% dari
kebutuhan normal serta tambahan vitamin, mineral, dan trace element.
e. Pengkajian fisik
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan
hubungan anggota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang
dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit
klien dan lain-lain. Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode
head to toe yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-
tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, eksteremitas, dan
genita-urinaria.
Pemeriksaan fisik abdomen antara lain:
1) Inspeksi
a) lihat keadaan klien apakah kurus, ada edema pada muka atau
kaki
b) lihat warna rambut, kering dan mudah dicabut
c) mata cekung dan pucat
d) lihat warna kulit pasien ada warna kuning atau tidak
e) lihat seluruh tubuh pasien ada bekas garukan karena gatal-gatal
atau tidak
2) Auskultasi
a) dengar denyut jantung apakah terdengar bunyi S1, S2, S3 serta
S4
b) dengarkan bunyi peristaltik usus
c) bunyi paru – paru terutama weezing dan ronchi
3) Perkusi
a) perut apakah terdengar adanya shitting duilnees
b) bagaimana bunyinya pada waktu melakukan perkusi
4) Palpasi
a) Hati :bagaimana konsistensinya, kenyal, licin dan tajam pada
permukaannya, berapa besarnya dan apakah ada nyeri tekan
b) limpa : apakah terjadi pembesaran limpa
c) tungkai : apakah ada pembesaran pada tungkai

2. Diagnosa Keperawatan

17
a. 00026 Kelebihan volume cairan b.d edema di pipi, lengan tangan dan
kaki, dan perut (asites)
b. 00206 Resiko perdarahan b.d penurunan factor pembekuan darah
c. 00002 Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
rendahnya intake makanan, mual, muntah, anorexia dan gangguan
penyerapan nutrisi pada usus
d. 00032 Ketidakefektifan pola pernapasan b.d ekspansi paru yang tidak
maksimal karena pendesakan hati.
e. 00146 Ansietas b.d kondisi penyakit pada pasien atresia bilier
f. 00044 Gangguan Integritas Kulit b.d munculnya tanda-tanda ikterik
(kuning) pada seluruh kulit, akumulasi garam empedu pada kulit.
g. 00113 Resiko keterlambatan perkembangan b.d kurangnya nutrisi,
kurangnya stimulus baik visual maupun auditori dan akibat dari
penyakit yang diderita.

3. Intervensi
a. Diagnosa Keperawatan 1
Domain 2: Nutrition
Class 5: Hydration
00026 Kelebihan volume cairan b.d edema di pipi, lengan tangan dan
kaki, dan perut (asites)

NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)


Domain 2 Physiologic Health Domain 2: Physiological : Complex
Class: Fluid and electrolytes Class : Electrolyte And Acid-Base Manajement
0601 Fluid Balance 2080 Fluid Management

060116 skin turgor (1-5) f. Kaji lokasi dan tingkat edema


g. Monitor cairan yang diminum dan hitung
060117 moist mucous membranes
kebutuhan kalorinya
(1-5)
h. Monitor status nutrisi
060118 serum electrolyte (1-5) i. Monitor hasil laboratorium yang
060110 ascites (1-5) berhubungan dengan retensi cairan
j. Monitor status cairan
k. Timbang berat badan setiap hari.

b. Diagnosa Keperawatan 2
Domain 11: Safety/Protection
Class 2: Physical Injury
00206 Resiko Perdarahan

18
NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)
Domain 2 Physiologic Health Domain 2: Physiological : Complex
Class Cardiopulmonary Class: Tissue Perfusion Manajement
0409 Blood Coagulation 4010 Bleeding precauttion

040908 platelet count (1-5) a Monitor pasien yang mungkin terjadi


040909 plasma fibrinogen (1-5) perdarahan
b Hindari injeksi, bila perlu
040901 clot formation (1-5)
c Lindungi klien dari trauma fisik
040910 hematokrit (1-5) d Monitor factor pembekuan darah dari hasil
laboratorium
e Memberikan produk darah (platelet, FFP)

c. Diagnosa Keperawatan 3
Domain 2 Nutrition
Class 1. Ingestion
00002 Imbalace Nutrition:less than body requirements
Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d rendahnya
intake makanan, mual, muntah, anorexia dan gangguan penyerapan
nutrisi pada usus

NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)


Domain 2 Physiologic Health Domain 1 Physiological: Basic
Class: K-Digestion & Nutrition Class: D-Nutrition Support
1009 Nutrition Status: Nutrient 1100 Nutrition Management
Intake
100904 Masukan karbohidrat (1- a Tentukan status nutrisi dan kemampuan
5) untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
100902 Masukan protein (1-5) b Identifikasi makanan alergi dan intoleransi
100903 Masukan lemak (1-5)
klien.
100905 Masukan vitamin (1-5)
c Tentukan makanan yang dibutuhkan klien.
100906 Masukan mineral (1-5)
d Intruksikan keluarga klien mengenai
kebutuhan nutrisi.
e Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan untuk penggantian nutrisi
yang hilang.
f Jelaskan kepada keluarga klien tentang
teknik pemberian makanan.

d. Diagnosa Keperawatan 4

19
Domain 4: Activity/Rest
Class 4. Cardiovaskular/ Pulmonary Responses
00032 Ketidakefektifan pola pernapasan b.d ekspansi paru yang tidak
maksimal karena pendesakan hati.
NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)
Domain 2 Physiologic Health Domain 2 Physiological: Complex
Class: E-Cardiopulmonary Class: K-Respiratory Management
0403 Repiratory Status: 3350 Respiratory Monitoring
Ventilation
040301 Respiratory Rate (1-5) a. Monitoring rate, irama dan usaha dalam
040302 Irama dan ritme
bernapas.
pernapasan (1-5) b. Perhatikan pernapasan klien lihat ekspansi
040303 Ekspansi dada maksimal
antara dada kanan dan kiri.
(1-5) c. Monitoring apakah ada penggunaan oto bantu
040312 Pernapasan cuping hidung
pernapasan.
(1-5) d. Monitoring saturasi oksigen secara terus-
menerus.
e. Palpasi ekspansi paru, perkusi anterior dan
posterior dada untuk mengetahui adanya
pembesaran.
f. Posisikan klien semi fowler atau libatkan
orang tua untuk menggendong anaknya.
e. Diagnosa Keperawatan 5
Domain 9: Coping / Stress Tolerance
Class 2. Coping Responses
00146 Ansietas b.d kondisi penyakit pada pasien atresia bilier
NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)
Domain 3 Physiologic Health Domain 3 Behavioral
Class: M Psychological Well Class: T Psychological Confort Promotion
5820 Anxiety Reduction
Being
1211 Anxiety Level
121119 Peningkatan tekanan a. Libatkan keluarga untuk tetap bersama
darah (1-5) pasien terutama ibu.
121120 Peningkatan HR (1-5) b. Berikan informasi kepada keluarga klien
121121 Peningkatan RR (1-5)
terkait kondisi kesehatan anaknya.
121116 Tanda-tanda verbal
c. Identifikasi kapan level ansietas berubah.
anxietas (1-5) d. Tentukan penyebab ansietas klien.
e. Kontrol stimulus terutama pencetus
ansietas.
f. Kaji dan monitoring tanda-tanda verbal

20
yang dialami klien.
f. Diagnosa Keperawatan 6
Domain 11 Safety/Protection
Class 2. Physical Injury
00044 Gangguan Integritas Kulit b.d munculnya tanda-tanda ikterik
(kuning) pada seluruh kulit, akumulasi garam empedu pada kulit.

NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)


Domain 2 Physiologic Health Domain 2 Physiologic: Complex
Class: L-Tissue Integrity Class : I-Skin/Wound Management
1101 Tissue Integrity: Skin & 3584 Skin Care: Topical Treatments
Mucous Membrans.
110113 Integritas kulit (1-5) a. Bersihkan dengan sabun antibakterial yang
110101 Suhu kulit (1-5)
sesuai.
110103 Elastisitas (1-5)
b. Gunakan antibiotik untuk area yang sesuai
110108 Tekstur (1-5)
c. Hindarkan klien dari tempat tidur yang
110105 Pigmen kulit tidak normal
teksturnya kasar.
(1-5)
d. Gunakan obat pengurang rasa sakit di area
sekitar.
e. Gunakan antiinflamasi untuk area sekitar
yang disesuaikan.
f. Pastikan tempat tidur klien bersih, kering
dan bebas dari kerutan.
g. Dokumentasikan derajat kerusakan kulit

g. Diagnosa Keperawatan 7
Domain 13 Growth/Development
Class 1. Growth
00113 Resiko keterlambatan perkembangan b.d kurangnya nutrisi, kurangnya
stimulus baik visual maupun auditori dan akibat dari penyakit yang diderita.
NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)
Domain 1 Functional Health Domain 3 Behavioral
Class: B-Growth & Development Class: S-Patient Education
0100 Child Development 2 Month 5568 Parent Education: Infant Z
5640 Teaching: Infant Nutrition 0-3 Months Z
010003 Dapat mengangkat kepala, a. Instruksikan orang tua untuk meberikan
bahu, dan tengkurap dengan susu atau formula sesuai cdengan kebutuhan
bantuan tangan tanpa pasien
b. Identifikasi pengetahuan dan kesiapan orang
hambatan (1-5)
010008 Menunjukkan ketertarikan tua untuk merawat anaknya.
c. Monitoring kebutuhan pasien.
stimulus auditory (1-5)

21
010009 Menunjukkan ketertarikan d. Siapkan antisipasi adanya keterlambatan
stimulus visual (1-5) perkembangan pada pasien.
010010 Dapat tersenyum (1-5) e. Ajarkan pasien tentang skill dalam merawat
pasien.
f. Instruksikan orang tua pasien untuk
memberikan stimulus visual dan auditorial.
g. Berikan beberapa mainan yang sesuai
dengan usia klien untuk membantu
meningkatkan perkembangan.

2.2.2 Asuhan keperawatan kasus


1. Kasus Semu
An.K (laki-laki) usia 6 minggu dibawa ke RS Unair, ibunya berkata
bahwa sudah 3 minggu anaknya ikterus, semakin lama semakin bertambah
kuning, awalnya kuning tampak di mata kemudian di seluruh badan, badannya
juga bengkak (pipi, lengan, perut) BAB tampak pucat (seperti dempul) sejak 3
minggu yang lalu, frekwensi 1-2 kali/hari, konsistensi lunak. BAK berwarna
seperti teh pekat, tidak disertai demam, mual muntah dan batuk pilek. Ibu
anak mengatakan bahwa sebelumnya klien mempunyai hepatitis akut.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditemukan serum transaminase dan
bilirubin meningkat. Nafsu makan menurun, BB turun dari 3,2 kg menjadi 2,5
kg, PB 50 cm. Ibu klien cemas jika harus dirawat lagi karena khawatir jika
tidak sanggup biaya.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan TTV TD 104/65 mmHg, RR 24
x/menit, N 100 x/menit dan T 37,2 oC. Riwayat imunisasi BCG diberikan pada
umur 0 bulan, polio satu kali dan Hepatitis B satu kali pada umur 1bulan.
Riwayat pertumbuhan dan perberkembangan normal, anak hanya diberi ASI
saja.

2. Pengkajian
Anamnesa
a. Identitas
Nama : An. K
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 6 minggu
Alamat : Surabaya
Agama : Islam

22
Suku : Jawa
Penanggung Jawab : Bambang
Usia PJ : 32 tahun
Tanggal MRS : 27 Februari 2015
Dx Medis : Cholestasis
b. Keluhan Utama
Sudah 3 minggu anaknya ikterus, BAB tampak pucat dan lunak, BAK
berwarna seperti teh pekat, mual muntah dan batuk pilek.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Saat Lahir An. K masih terlihat normal seperti bayi pada umumnya,
setelah 3 minggu pasca kelahiran kulit An. K berubah menjadi kuning,
saat BAB tinjanya berwarna pucat, Urine gelap dan perutnya membesar.
An. K juga mual muntah dan batuk pilek. Nafsu makan An.K menurun,
BB turun. Karena khawatir dengan kondisi tersebut, orangtua An.K
membawanya ke Rumah Sakit Unair. Ketika tiba di RS Unair An. K
didiagnosa cholestasis oleh dokter dan harus MRS pada 27 Februari
2015.

d. Riwayat Penyakit Dahulu : hepatitis

e. Riwayat Tumbuh Kembang Anak


1) Imunisasi : imunisasi BCG diberikan pada umur 0 bulan, polio
satu kali dan Hepatitis B satu kali pada umur 1bulan
2) Status Gizi : anak hanya diberi ASI.
f. Riwayat Kehamilan Ibu dan Kelahiran Anak
1) Prenatal : ibu klien penderita hepatitis. tidak ada gangguan pada
masa kehamilan. Nutrisi yang didapatkan cukup seperti susu dan
gizi seimbang.
2) Intranatal : waktu lahir klien tidak mengalami gangguan.
3) Postnatal : Nafas normal, menangis (+)

g. Pemeriksaan Fisik (Review of System)


1) Tanda-Tanda Vital
TD 104/65 mmHg, RR 24 x/menit, N 100 x/menit dan T 37,2 oC
2) Review of System
B1(breath) : RR 24x/menit
B2 (blood) : TD 104/65 mmHg, N 100 x/menit, Tacicardia,
hipertensi vena porta
B3 (brain) : Suhu 37.2 oC, kesadaran CM
B4 (bladder) : air kencing berwarna gelap

23
B5 (bowel) : tinja pucat, perut membesar (asites), pembesaran
hati
B6 (bone) : ikterik, kerusakan turgor kulit, edema di pipi dan
lengan tangan dan kaki, , mudah perdarahan karena vitamin K.

h. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Bilirubin direk dalam serum meninggi. (N: 0,3 – 1,9 mg/dl).
Bilirubin indirek meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat
banyaknya empedu. (N: 1,7-7,9 mg/dl)
Urobilinogen dalam urin tidak ada.
Peningkatan transaminase alkalifosfatase dan traksi-traksi lipid
pada bayi yang sakit berat
Uji serologi : hepatitis (+)
2) USG untuk mengetahui kelainan kongenital seperti dilatasi kristik
saluran empedu
3) Skintigrafi Radio Kolop Hepatobilier untuk mengetahui
kemampuan hati produksi empedu
4) Biopsi Hati ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler,
kandung empedu mengecil karena kolaps.

3. Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Cairan asam empedu kembali Nutrisi Kurang dari
Ibu klien mengatakan ke hati Kebutuhan
anak mual muntah. ↓
Nafsu makan menurun, Aliran abnormal empeduke
berat badan menurun usus terganggu
DO: ↓
BB tetap 3,5 kg Gg. Penyerapan lemak
menjadi 2,5, Panjang ↓
badan 52 cm, anak Kekurangan vit A.D.E.K
terlihat lemah. ↓
Asupan nutrisi terganggu

BB ↓ kurang dari normal

24
(IMT)

Nutrisi kurang dari kebutuhan

DS: Cairan asam empedu kembali Gg. Integritas Kulit


Ibu mengeluhkan kulit
ke hati
anaknya tampak kuning ↓
DO: Itching dan akumulasi toksik
Kulit berwarna kuning, ↓
Hematogen mengendap di
sklera ikterik,
kulit
konjungtiva anemis,

hasil lab menunjukkan Pruiritis (gatal) pada kulit

kadar bilirubin
Integritas kulit terganggu
meningkat.
DS: Penyumbatan aliran empedu Kelebihan volume cairan
Ibu mengeluhkan 
Akumulasi empedu di hepar
adanya bengkak pada

pipi, lengan tangan dan Hepatomegaly
kaki, perutnya juga 
Hipertensi portal
membesar. 
DO: Albumin turun
Pipi bengkak, lengan 
tangan dan kaki Darah masuk ke jaringan
bengkak, asites. intertesial
Hasil laboratorium : 
Edema
kadar albumin turun.

Kelebihan volume cairan
DO : - Penyumbatan aliran empedu Resiko perdarahan
DS : 
hasil laboratorium Empedu tidak sampai ke usus
darah lengkap : 
Lemak tidak bisa di
trombosit menurun, laju
metabolisme
endap darah melambat 
Vitamin K tidak bisa di absorsi

Factor pembekuan darah
menurun

25

Resiko perdarahan

4. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b.d edema di pipi, lengan tangan dan kaki, dan
perut (asites)
b. Resiko perdarahan b.d penurunan factor pembekuan darah
c. Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d rendahnya
intake makanan, mual, muntah, anorexia dan gangguan penyerapan
nutrisi pada usus
d. Gangguan Integritas kulit b.d munculnya tanda-tanda ikterik (kuning)
pada seluruh kulit, akumulasi garam empedu pada kulit

5. Intervensi
a. Diagnosa Keperawatan 1
Domain 2: Nutrition
Class 5: Hydration
00026 Kelebihan volume cairan b.d edema di pipi, lengan tangan dan
kaki, dan perut (asites)

NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)


Domain 2 Physiologic Health Domain 2: Physiological : Complex
Class: Fluid and electrolytes Class : Electrolyte And Acid-Base Manajement
0601 Fluid Balance 2080 Fluid Management

060116 skin turgor (1-5) l. Kaji lokasi dan tingkat edema


m. Monitor cairan yang diminum dan hitung
060117 moist mucous membranes
kebutuhan kalorinya
(1-5)
n. Monitor status nutrisi
060118 serum electrolyte (1-5) o. Monitor hasil laboratorium yang
060110 ascites (1-5) berhubungan dengan retensi cairan
p. Monitor status cairan
q. Timbang berat badan setiap hari.

b. Diagnosa Keperawatan 2
Domain 11: Safety/Protection
Class 2: Physical Injury
00206 Resiko Perdarahan b.d penurunan factor pembekuan darah

NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)


Domain 2 Physiologic Health Domain 2: Physiological : Complex

26
Class Cardiopulmonary Class: Tissue Perfusion Manajement
0409 Blood Coagulation 4010 Bleeding precauttion

040908 platelet count (1-5) f Monitor pasien yang mungkin terjadi


040909 plasma fibrinogen (1-5) perdarahan
g Hindari injeksi, bila perlu
040901 clot formation (1-5)
h Lindungi klien dari trauma fisik
040910 hematokrit (1-5) i Monitor factor pembekuan darah dari hasil
laboratorium
j Memberikan produk darah (platelet, FFP)

c. Diagnosa Keperawatan 3
Domain 2 Nutrition
Class 1. Ingestion
00002 Imbalace Nutrition:less than body requirements
Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d rendahnya
intake makanan, mual, muntah, anorexia dan gangguan penyerapan
nutrisi pada usus

NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)


Domain 2 Physiologic Health Domain 1 Physiological: Basic
Class: K-Digestion & Nutrition Class: D-Nutrition Support
1009 Nutrition Status: Nutrient 1100 Nutrition Management
Intake
100904 Masukan karbohidrat (1- g Tentukan status nutrisi dan kemampuan
5) untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
100902 Masukan protein (1-5) h Identifikasi makanan alergi dan intoleransi
100903 Masukan lemak (1-5)
klien.
100905 Masukan vitamin (1-5)
i Tentukan makanan yang dibutuhkan klien.
100906 Masukan mineral (1-5)
j Intruksikan keluarga klien mengenai
kebutuhan nutrisi.
k Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan untuk penggantian nutrisi
yang hilang.
l Jelaskan kepada keluarga klien tentang
teknik pemberian makanan.

d. Diagnosa Keperawatan 4
Domain 3 Elimination and Exchange
Class 2. Gastrointestinal Function

27
00013 Gangguan eliminasi fekal (Diare) b.d berhubungan dengan
malasorbsi usus, gangguan penyerapan dan peningkatan BAB.

NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)


Domain 2 Physiologic Health Domain 1 Physiologic: Basic
Class: F- Elimination Class: B-Elimination Management
0501 Bowel Elimination 0430 Bowel Management
050101 Pola eliminasi (1-5) a Monitoring perpindahan usus termasuk
050102 Kontrol pergerakan usus
frekuensi, konsistensi, bentuk, volume dan
(1-5)
warna yang sesuai.
050103 Warna feses (1-5)
b Monitoring bising usus.
050129 Bising usus (1-5)
c Monitoring tanda dan gejala dari diare,
050111 Diarrhea (1-5)
konstipasi dan impaksi.
d aInstruksikan keluarga klien tentang
makanan tinggi serat yang sesuai.
e Instruksikan keluarga klien untuk mencatat
warna, volume, frekuensi dan konsistensi
dari feses.

e. Diagnosa Keperawatan 5
Domain 11 Safety/Protection
Class 2. Physical Injury
00044 Impaired Tissue Integrity
Gangguan Integritas Kulit b.d munculnya tanda-tanda ikterik (kuning)
pada seluruh kulit, akumulasi garam empedu pada kulit.

NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)


Domain 2 Physiologic Health Domain 2 Physiologic: Complex
Class: L-Tissue Integrity Class : I-Skin/Wound Management
1101 Tissue Integrity: Skin & 3584 Skin Care: Topical Treatments
Mucous Membrans.
110113 Integritas kulit (1-5) a Bersihkan dengan sabun antibakterial yang
110101 Suhu kulit (1-5)
sesuai.
110103 Elastisitas (1-5)
b Gunakan antibiotik untuk area yang sesuai
110108 Tekstur (1-5)
c Hindarkan klien dari tempat tidur yang
110105 Pigmen kulit tidak normal
teksturnya kasar.
(1-5)
d Gunakan obat pengurang rasa sakit di area
sekitar.
e Gunakan antiinflamasi untuk area sekitar

28
yang disesuaikan.
f Pastikan tempat tidur klien bersih, kering
dan bebas dari kerutan.
g Dokumentasikan derajat kerusakan kulit

BAB III
PENUTUP

29
3.1 Kesimpulan
Kolestasis adalah kelainan mekanisme pengangkutan empedu.
Penyebab kolestasis mencakup pemecahan hemoglobin, cedera sel hati dan
penyumbatan saluran empedu ekstrahepatik. Kolestasis adalah kegagalan
aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah normal. Kolestasis
ada dua, yaitu kolestasis ekstrahepatik yang disebabkan lesi kongenital
atau didapat dan kolestasis intrahepatic disebabkan karena ada kelainan
pada saluran empedu dan hepatosit.Suchy, Millar dan Bates yang
menyebutkan bahwa pada kasus-kasus atresia biliaris berat lahir bayi
umumnya normal, sedangkan pada kasus neonatal hepatitis berat lahir
cenderung rendah. Gejala yang ditimbulkan penyakit ini hampir sama
dengan atresia bilier yaitu icterus, hiperkolesterolemia, hepatotoksik,
hipertensi portal, malnutrisi hambatan pertumbuhan defisiensi vitamin
ADEK. Prognosis kolestasis lebih baik dari pada atresia bilier. Perawat
dapat melakukan asuhan keperawatan sebagaimana dengan prosesnya
yaitu dimulai dari pengkajian, analisa data, penentuan diagnose, menyusun
intervensi dan melakukan evaluasi. Diagnose keperawatan yang bisa
diambil dari kasus kolestasis antara lain kelebihan volume cairan, resiko
perdarahan, ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
ketidakefektifan pola pernapasan, ansietas, gangguan integritas kulit resiko
keterlambatan perkembangan.

30

Anda mungkin juga menyukai