A. Ikterus Obstruktif
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat
pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata
ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis yaitu jaune yang berarti kuning. Ikterus
sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata.
Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus
obstruktif.
Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan
sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal,
tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.
Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu
kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik
intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan
penyakit hepatitis autoimun sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis
ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas.
B. Epidemiologi
Ikterus obstruktif dapat ditemukan pada semua kelompok umur, tetapi bayi
baru lahir dan anak-anak lebih rentan mengalami ikterus obstruktif karena struktur
hepar yang masih immatur. Bayi-bayi yang lahir prematur, BBLR, dan riwayat sepsis,
serta riwayat mendapat nutrisi parenteral dalam waktu lama meningkatkan resiko
terjadinya ikterus obstruktif. Adapun angka kejadian ikterus obstruksi kausa Atresia
Bilier (AB) di USA sekitar 1 : 15.000 kelahiran, dan dominasi oleh pasien berjenis
kelamin wanita. Didunia angka kejadian atresia bilier tertinggi di Asia, dengan
perbandingan bayi-bayi di negara Cina lebih banyak dibandingkan Bayi di Negara
Jepang.
Dari segi gender, Atresia bilier lebih sering ditemukan pada anak perempuan.
Dan dari segi usia, lebih sering ditemukan pada bayi-bayi baru lahir dengan rentang
usia kurang dari 8 minggu. Insiden tinggi juga ditemukan pada pasien dengan ras kulit
hitam yang dapat mencapai 2 kali lipatinsiden bayi ras kulit putih.
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377
(34,7%), Hepatitis Neonatal 331 (30,5%), @-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%),
hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34
(3,1%).
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antarra tahun 19992004 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatasl
hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista
hati 1 (1,04%) dan sindroma inspissated-bie 1 (1,04%).
C. Etiologi
Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati
(kanalikulus), sampai ampula vateri, sehingga ikterus obstruktif berdasarkan lokasi
-
3.
4.
D. Patofisiologi
Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional
maupun obstruktif terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Bilirubin terkonjugasi larut dalam air sehingga dapat dieksresi dalam urin dan
menimbulkan bilirubinuria serta urin yang gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen
urin sering menurun sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti
peningkatan kadar fosfatase alkali, AST, kolesterol dan garam empedu dalam serum.
Kadar garam empedu yang meningkat dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada
ikterus.
Ikterus akibat hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning
dibandingkan akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar
dari orange-kuning muda atau tua sampai kuning-hijau muda atau tua bila terjadi
obstruksi total saluran empedu. Perubahan ini merupakan bukti adanya icterus
kolestatik, yang merupakan nama lain icterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat
intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstrahepatik
( mengenai saluran empedu diluar hati). Pada kedua keadaan ini terdapat gangguan
biokimia yang serupa.
Penyebab tersering kolestasis intrahepatic adalah penyakit hepatoseluler
dengan kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis.
Pada penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan
menghambat kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu
semua fase metabolism bilirubin-ambilan, konjugasi, dan ekskresi-tetapi eksresi
biasanya paling terganggu, sehingga yang paling menonjol adalah hiperbilirubinemia
terkonjugasi. Penyebab kolestasis intra hepatic yang lebih jarang adalah pemakaian
obat-obat tertentu, dan gangguan herediter Dubin Jhonson serta sindrom Rotor
( jarang terjadi). Pada keadaan ini, terjadi gangguan transfer bilirubin melalui
membran hepatosit yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel. Obat
yang sering mencetuskan gangguan ini adalah halotan ( anastetik) kontrasepsi oral,
estrogen, steroid anabolic, isoniazid, dan chlorpromazine.
Penyebab tersering kolestatis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu,
biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pancreas
menyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan
karsinoma ampula vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah striktur pasca
peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis.
Lesi intra hepatic seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktu hepatikus
kanan atau kiri.
E. Manifestasi Klinik
a. Ikterus obstruktif intrahepatik
Terdapat tiga fase :
1)Fase pra-ikterik
Periode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual, muntah, diare,
konstipasi, penurunan berat badan, malaise, sakit kepala, demam ringan, sakit sendi,
ruam kulit.
2) Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol).
Urine gelap berkabut (disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin), hepatomegali
dengan nyeri tekan, pembesaran nodus limfa, pruritus (akibat akumulasi garam
empedu pada kulit); gejala fase pra-ikterik berkurang sesuai menonjolnya gejala.
3) Fase pasca ikterik.
Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut; empat bulan diperlukan untuk
pemulihan komplit.
b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis
gejala yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung empedu sendiri dan gejala yang
terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa
bersifat akut atau kronis seperti:
1) Gangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar
pada kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan
yang berlemak atau digoreng.
2) Rasa nyeri dan kolik bilier.
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akhirnya infeksi. Klien akan menderita panas dan mungkin teraba massa
padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada
abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri
ini biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu
beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.
3) Ikterus
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan
persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi
pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas
yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan
penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning.
Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit
f) Peningkatan alkalin fosfat dan level kolesterol karena tidak dapat diekskresi ke
kandung empedu secara normal.
g) Pada kasus penyakit hati yang sudah parah, penurunan level kolesterol
mengindikasikan ketidakmampuan hati untuk mensintesisnya.
h) Peningkatan garam empedu yang menyebabkan deposisi di kulit, sehingga
menimbulkan pruritus.
i) Pemanjangan waktu PTT (Prothrombin Time) (> 40 detik) dikarenakan penurunan
absorbsi vitamin K.
G. TATALAKSANA
a. Ikterus Obstruktif Intrahepatik
Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepetitis virus akut. Tirah baring selama fase
akut penting dilakukan, dan diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat umumnya
merupakan makanan yang paling dapat dimakan oleh penderita. Pemberian
makanan secara intravena mungkin perlu diberikan selama fase akut bila pasien
terus menerus muntah. Aktifitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala mereda
dan tes fungsi hati kembali normal.
b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik
Operasi pengangkatan kandung empedu melalui pembedahan tradisional dianggap
sebagai cara pendekatan yang baku dalam penatalaksanaan penyakit ini. Namun
demikian, perubahan dramatis telah terjadi dalam penatalaksanaan bedah dan
nonbedah terhadap penatalaksanaan kandung empedu.
1) Penatalaksanaan Nonbedah
a) Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya dibatasi
pada makanan cair rendah lemak. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat
dapat diaduk ke dalam susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien
dapat menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak,
kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh.
Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya
mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala
gastrointestinal ringan.
b) Farmakoterapi
2) Penatalaksanaan Bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan
untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan
penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat
efektif kalau gejala yang dirasakan klien sudah mereda atau bisa dikerjakan
sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien mengharuskannya.
a) Kolesistektomi
Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan, di
Amerika lebih dari 600.000 orang menjalani pembedahan ini setiap tahunnya.
Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus
diligasi.
b) Minikolesistektomi
Minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung
empedu lewat insisi selebar 4 cm.
c) Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik)
Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui
dinding abdomen pada umbilikus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik,
rongga abdomen ditiup dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk
membantu pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur
abdomen.
d) Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk
mengeluarkan batu.
e) Bedah Kolesistostomi
Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk
dilakukan operasi yang lebih luas atau bila reaksi infalamasi yang akut membuat
system bilier tidak jelas.