Anda di halaman 1dari 19

KOLESTASIS EKSTRAHEPATAL

IKTERUS
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Ikterus yang ringan dapat dilihat
paling awal pada sklera mata, kadar bilirubin sudah berkisar antara 2 2,5 mg/dL.
Jika ikterus sudah dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenarnya
sudah mencapai angka 7 mg%. 1,2
Patofisiologik Ikterus 2,3
Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus terjadi :
1. Produksi bilirubin berlebihan
Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah
merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan.
Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Beberapa penyebab
ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S
pada anemia sel sabit), sel darah merah abnormal (sferositosis herediter),
antibodi dalam serum (Rh atau inkompabilitas transfuse atau sebagian
akibat penyakit hemolitik autoimun), pemberian beberapa obat-obatan,
dan beberapa limfoma (pembesaran limfa dan peningkatan hemolisis).
Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat diakibatkan oleh peningkatan
destruksi sel darah merah atau prekusornya dalam sumsum tulang
(talasemia, anemia pernisosa, porfiria). Proses ini dikenal sebagai
eritropoiesis tak efektif.
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati
Pengambilan bilirubin tak terkonyugasi yang terikat albumin oleh sel-sel
hati dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkannya
pada protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti
menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati:
asam flavaspidat (dipakai untuk mengobati cacing pita), novobiosin, dan
beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonyugasi
dan ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab

dihentikan. Pada keadaan ini peningkatan bilirubin plasma namun tidak


terjadi peningkatan urobilinogen dalam urin.
3. Gangguan konjugasi bilirubin
Hiperbilirubinemia tak terkonyugasi yang ringan (< 12,9 / 100 ml) yang
mulai terjadi pada hari kedua sampai kelima lahir disebut ikterus fisiologis
pada neonates. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang
matangnya enzim glukoronil transferase. Aktivitas glukoronil transferase
biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu, dan
setelah itu ikterus akan menghilang. Ketika bilirubin yang tak
terkonyugasi pada bayi yang baru lahir melampaui 20 mg/ 100 ml, terjadi
suatu keadaan yang disebut kern ikterus. Keadaan ini dapat timbul bila
suatu proses hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi
baru lahir dengan defisiensi glukoronil transferase normal. Kern ikterus
atau bilirubin ensefalopati timbul akibat penimbunan bilirubin tak
terkonyugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Ada tiga
kondisi herediter yang menyebabkan defisiensi progrsif dari glukoronil
transferase: sindrom Gilbert dan sindrom Crigler-Najjar tipe I dan Tipe II.
4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu
Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor
fungsional maupun obstruktif, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia
terkonyugasi. Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, maka bilirubin
ini dapat diekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubinuria
dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih
sering berkurang sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya,
seperti peningkatan kadar fosfatase alkali dalam serum, AST, kolesterol,
dan garam-garam ampedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah
menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh
hiperbilirubinemia terkonyugasi biasanya lebih kuning dibandingkan
dengan hiperbilirubinemia tak terkonyugasi. Perubahan warna berkisar
dari kuning-jingga muda atau tua sampai kuning-hijau bila terjadi
obstruksi total aliran empedu. Perubahan ini merupakan bukti adanya
ikterus kolestatik yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif.

Kolestasis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli, atau


kolangiola) atau ekstrahepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati).
KOLESTASIS EKSTRAHEPATIK
Pendahuluan
Kolestasis atau obstruksi biliaris adalah gangguan aliran empedu dari hati
ke usus halus yang dapat terjadi pada saluran intrahepatik atau ekstrahepatik.
Kolestasis intrahepatik terjadi karena gangguan ekskresi bilirubin yang terjadi
dalam mikrosom hati dengan duktus empedu, sedangkan kolestasis ekstrahepatal
terjadi karena obstruksi di duktus empedu yang lebih besar seperti duktus
koledukus.4
Penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus
koledokus dan kanker pancreas. Penyebab lainnya yang relative lebih jarang
adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus
koledokus, pancreatitis atau pseudocyst pancreas dan kolangitis sklerosing.
Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Mekanismenya sangat
kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis empedu.1,5
Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu (yang
terpenting bilirubin, garam empedu dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan
kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin
menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konyugasi
masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa
mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan garam empedu dalam sirkulasi
selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal (pruritis), walaupun
sebenarnya hubungannya belum jelas sehingga patogenesis gatal masih belum
bisa diketahui dengan pasti.1,5
Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak, dan vitamin K,
gangguan

eskresi

garam

empedu

dapat

berakibat

steatorrhea

dan

hipoprotombinemia. Pada keadaan kolestasis yang berlangsung lama (primary


biliary cirrhosis), gangguan penyerapan Ca dan vitamin D dan vitamin lain yang
larut lemak dapat terjadi dan dapat menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia.
Retensi kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis
kolesterol di hati dan esterifikasi yang berkurang dalam darah turut berperan;
konsentrasi trigliserida tidak terpengaruh. Lemak beredar dalam darah sebagai

lipoprotein densitas rendah yang unik dan abnormal yang disebut sebagai
lipoprotein X.1
Ada 4 kategori obstruksi biliaris5 :
1. Obstruksi total akan menimbulkan ikterus seperti karsinoma kaput
pancreas
2. Obstruksi intermiten dengan atau tanpa serangan ikterus seperti pada
koledokolitiasis
3. Obstruksi kronik parsial seperti pada striktura duktus koledukus
4. Obstruksi setempat dimana hanya ada satu atau beberapa cabang
saluran empedu intrahepatal yang tersumbat
Batu empedu umumnya ditemukan dikandung empedu, tapi batu tersebut
dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu yang disebut
batu empedu sekunder. Batu empedu yang terdapat dikandung empedu disebut
kolesistolitiasis, pada saluran empedu ekstrahepatik disebut koledokolitiasis,
sedangkan bila dalam saluran intrahepatik disebut hepatolitiasis.6
Faktor Resiko 6,8

Etnik : prevalensi meningkat pada kaukasia barat, hispanik dan

Amerika, eropa timur, afrika amerika dan asia rendah


Umur : meningkat usia semakin besar resiko batu empedu
Gender : rasio wanita : pria = 3 : 1
Kehamilan
Estrogen
Diet tinggi lemak : meningkat karena tingginya kolesterol
Genetik : lebih besar kemungkinan dengan riwayat keluarga batu

empedu
Obesitas, hipertrigliserida, faktor kuat pembentukan batu dan

timbulnya komplikasi
Komorbid : DM, hemolitik, anemia sel sabit, sirosis hepatis, nutrisi
parenteral total, paralise atau rawat di ICU dan mayor trauma

Jenis Batu Kandung Empedu


Batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori mayor yaitu batu
kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%. Batu pigmen coklat atau
batu Cabilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama,
batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam yang tidak terekstrasi. Di negara

barat batu yang sering didapatkan adalah batu kolesterol, sedangkan di Jakarta
73% batu pigmen dan 27% batu kolesterol.6
Patogenesis
Ada 3 faktor penting yang berperan dalam pathogenesis batu :6
1. Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu
2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol
3. Gangguan motilitas kandung empedu dan usus
Gejala Batu Kandung Empedu
Ada 3 kategori yaitu asimptomatik (80%), simptomatik (kolik bilier) dan
dengan komplikasi (kolesistitis akut, ikterus, kolangitis dan pancreatitis). Pasien
asimptomatis setelah 20 tahun, sebanyak 50% tetap asimptomatis, 30%
mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi. Gejala yang spesifik dan
karakteristik adalah kolik bilier yaitu nyeri episodic di perut kanan atas menjalar
ke punggung dan bahu kanan, berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12
jam. Kolik bilier dicetuskan oleh konsumsi lemak yang banyak diikuti dengan
puasa, atau konsumsi lemak dalam jumlah biasa pada malam hari. Batu akan
memberikan keluhan bila batu bermigrasi ke leher kandung empedu atau ke
duktus koledukus. Migrasi ke duktus sistikus akan menyebabkan obstruksi yang
dapat menimbulkan iritasi zat kimia dan infeksi. Batu yang bermigrasi ke duktus
koledukus dapat lewat ke duodenum atau tetap tinggal di duktus yang dapat
menimbulkan ikterus obstruktif. 4,7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi
hepar, serta bilirubin/urobilin urin. Pada kasus dengan batu pada saluran empedu
akan terjadi peningkatan kadar aminotransferase, alkali fosfatase dan bilirubin.9
Pada umumnya USG merupakan pencitraan pilihan pertama untuk
mendiagnosis batu kandung empedu dengan sensitifitas tinggi melebihi 95%,
sedangkan untuk deteksi batu saluran empedu sensitifitas tidak lebih dari 50%. 8
Pemeriksaan CT Scan untuk traktus biliaris banyak dilakukan untuk
melengkapi data suatu pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan sebelumnya.
Secara khusus CT Scan dilakukan untuk menegaskan tingkat atau penyebab
5

adanya obstruksi/kelainan pada saluran empedu. Dalam hal ini CT Scan dapat
membedakan antara ikterus obstriktif, apakah intra atau ekstra hepatik dengan
memperhatikan adanya dilatasi dari duktus biliaris.8
Endoskopik Ultrasonografi adalah metoda pemeriksaan dengan memakai
instrument gastroskopi dengan echoprobe yang ditaruh dekat organ yang
diperiksa. Dalam studi sensitifitas EUS dalam mendeteksi batu saluran empedu
adalah 97%. Juga antara EUS dan ERCP tidak menunjukkan perbedaan nilai
sensitifitas dan spesifitas.8
Magnetic Resonance Cholangio Pancreatografy (MRCP) merupakan
pilihan terbaik apabila terdapat kecurigaan adanya batu di saluran empedu, dengan
sensitivitas dan spesifitas lebih dari 90%. Kelemahannya biaya pemeriksaan
mahal.8
Penatalaksanaan
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non
bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang
menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan
kolelitiasis yang asimptomatik.8
Penatalaksanaan Non Bedah
Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi penghancuran batu
dengan obat-obatan seperti chenodeoxycholic atau ursodeoxycholic acid,
extracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL) dengan pemberian kontinyu obat obatan, penanaman obat secara langsung di kandung empedu.

Terapi

medikamentosa dengan UDCA untuk menurunkan saturasi kolesterol empedu dan


menghasilkan suatu cairan lamelar yang menguraikan kolesterol dari batu serta
mencegah pembentukan inti batu. Pada pasien dengan fungsi kandung empedu
yang masih baik dan batu radiolusen < 10 mm, disolusi lengkap tercapai pada 50
% pasien dengan 6 sampai 12 bulan dengan UDCA dengan dosis 8-12 mg/kgBB
per hari.8
Untuk batu saluran empedu, ERCP terapeutik merupakan modalitas utama,
dengan melakukan sphingterektomi endoskopi untuk mengeluarkan batu saluran

empedu. Komplikasi dari sphingterektomi dan ekstraksi meliputi pancreatitis akut,


perdarahan dan perforasi.6,11
Penatalaksanaan Bedah
Kolesistektomi laparaskopik dewasa ini dianggap sebagai tindakan pilihan
untuk batu empedu simtomatik. 8
Untuk batu empedu, profilak untuk batu asimptomatik tidak diperlukan
kecuali batu yang besar (> 3 cm)

atau timbul dengan anomaly congenital

kandung empedu. Untuk batu yang simptomatik, kolesistektomi laparoskopi telah


mulai menggantikan kolesistektomi terbuka. Namun kolesistektomi terbuka masih
dilakukan bila kolesistektomi laparoskopi gagal atau tidak memungkinkan.6,8

ILUSTRASI KASUS
Telah dirawat seorang pasien perempuan, berumur 37 tahun di bangsal
Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 25 Januari 2014
dengan:
Keluhan Utama:
Mata kuning semakin meningkat sejak 1 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Mata kuning semakin meningkat sejak 1 minggu yang lalu, mata kuning
sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, mata kuning juga disertai dengan
badan yang menguning, semakin lama dirasakan semakin kuning.

Awalnya pasien merasa nyeri di ulu hati sejak 1 tahun yang lalu, hilang
timbul kadang nyeri hebat timbul tiba-tiba, nyeri menjalar ke punggung.
Pasien

mengganggap

dirinya

menderita

sakit

maag

sehingga

mengkonsumsi sendiri obat maag.

Buang air kecil seperti teh pekat dirasakan sejak 1 bulan yang lalu.

Mual dan muntah sejak 1 bulan yang lalu, berisi apa yang dimakan,
frekuensi 3x/hari, sekarang muntah tidak ada, riwayat muntah hitam
tidak ada.

Penurunan nafsu makan sejak 1 bulan yang lalu.

Riwayat penurunan berat badan ada, sebanyak 4 kg dalam 1 bulan terakhir.

Riwayat buang air besar berwarna pucat ada 20 hari yang lalu, berminyak,
sekarang BAB sudah berwarna kuning, riwayat BAB hitam tidak ada.

Badan terasa letih dan lemah sejak 2 minggu yang lalu.

Gatal-gatal dirasakan diseluruh badan sejak 2 hari yang lalu, gatal tidak
dipengaruhi oleh keringat, cuaca dan makanan.

Riwayat nyeri nyeri sendi dan nyeri betis tidak ada.

Demam tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat sakit gula tidak ada

Riwayat sakit kuning sebelumnya tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit kuning atau batu

empedu
Tidak ada keluarga yang menderita sakit tumor atau kanker

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kebiasaan:

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga

Riwayat pemakaian kotrasepsi implant 3 tahun, pil 3 tahun, suntik 2 tahun


Riwayat mengkonsumsi alkohol, merokok dan kebiasaan minum kopi

tidak ada
Riwayat transfusi darah tidak ada
Riwayat pemakaian jarum suntik atau narkoba suntik tidak ada
Pasien tidak suka makan jeroan

Riwayat Pengobatan:
Sebelumnya pasien rawat jalan di RSUD Lubuk Basung, pada awalnya
pasien diduga hepatitis kemudian pasien di USG dan dikatakan menderita
batu empedu kemudian dirujuk ke Padang

Pemeriksaan Umum
Kead. umum : Sedang
Kesadaran

: CMC

Tek darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 88 x / menit, reguler,

Suhu

: 36,6 C

Sianosis

: (-)

pengisian cukup
Pernafasan

: 20 x / menit

Keadaan gizi : sedang

Ikterus

: (+)

Tinggi badan : 167 cm

Anemis

: (-)

BB

: 60 kg

Edema

: (-)

BMI

: 21,5 ( normoweight )

Kulit

: ikterik (+), turgor kulit normal

Kelenjer getah bening : tidak membesar


Kepala

: ukuran normal, tidak ada benjolan

Rambut

: tidak ada kelainan

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik kehijauan, injeksi


silier (-), injeksi konjunctiva (-)

Telinga
Hidung

: tidak ada kelainan


: tidak ada kelainan

Tenggorokan

: tidak ada kelainan

Gigi dan mulut

: Gusi berdarah (-)

Leher

: JVP 5- 2 cm H2O
Tiroid dan KGB tak membesar

Dada

: Spider naevi (-)

Paru Depan :
Insp

: Simetris kanan dan kiri, statis dan dinamis

Palp

: Fremitus normal kiri dan kanan

Perk

: Sonor, kiri sama dengan kanan


Batas pekak hepar setinggi RIC V dextra

Ausk : Vesikuler , rhonki (-), wheezing (-)


Paru Belakang :
Insp

: Simetris kanan dan kiri, statis dan dinamis

Palp

: Fremitus normal kiri dan kanan

Perk

: Sonor, kiri sama dengan kanan


Batas peranjakan paru - hepar 2 jari

Ausk : Vesikuler , rhonki (-), wheezing (-)


Jantung :
Insp

: Iktus tidak terlihat

Palp

: Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V, tidak kuat angkat

Perk : Atas: RIC II, kanan : LSD, kiri : 1 jari medial LMCS RIC
V, pinggang jantung (+)
Ausk : Irama teratur, M1 > M2, P2 < A2, bising(-), gallop (-)
Abdomen :
Insp

: Tidak membuncit, kolateral (-)

Palp

: Hepar teraba 2 jari BAC, 3 jari BPX, pinggir tumpul,


permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-),
kandung empedu tidak teraba, Murphys sign (-)
Lien tidak teraba

Perk

: timpani, shifting dullness (-)

Ausk : Bising usus (+) normal, bruit (-)


Punggung

: Nyeri tekan, nyeri ketok sudut CVA (-)

10

Alat kelamin

: rambut pubis (+) normal

Anus

: Tak diperiksa

Anggota gerak

: Palmar eritem (-)


Reflek fisiologis +/+ normal, Reflek patologi -/-, Edema
-/-, , nyeri tekan m. gastrocnemius (-).

Laboratorium :
Darah:

Hb

: 11 g%

Hematokrit

: 33%

Leukosit

: 9.000/mm3

Trombosit

: 244.000/mm3

Hitung jenis

: 0 /4 /0 /74 /22 /0

LED

: 90 mm/jam

Gambaran darah tepi :


Eritrosit

: normokrom, anisositosis

Leukosit

: jumlah cukup dengan eosinofilia + netrofilia shift to the right

Trombosit

: jumlah cukup

Urinalisis :
Protein

: (-)

Epitel

: gepeng +

Reduksi

: (-)

Silinder

: (-)

Leukosit

: 2 - 3/LPB

Bilirubin

: (+)

Eritrosit

: 0 - 1/LPB

Urobilinogen : (+)

Kristal

: (-)

Feses :
Warna

: coklat

Eritrosit

: 0 - 1/LPB

Konsistensi

: keras

Leukosit

: 1 2/LPB

Darah

: (-)

Amuba

: (-)

Lendir

: (-)

Cacing

: (-)

Daftar Masalah :

11

Ikterus kolestasis ekstrahepatal


Diagnosis Kerja:

Kolestasis ekstrahepatal ec koledokolitiasis

Diagnosis Banding :

Kolestasis ekstrahepatal ec tumor caput pankreas

Kholangiokarsinoma

Terapi :

Istirahat / Diet Hepar III 1700 kkal (karbohidrat 125 gr, protein 45 gr,
lemak 25 gr)

Curcuma 3 x 1 tab

Sistenol 3 x 500 mg

Pemeriksaan Anjuran :
Faal Hepar (Bil I/II, SGOT, SGPT, Albumin, globulin, alkali fosfatase,
gammaGT)
Profil lipid
Gula darah sewaktu
Elektrolit
CA 19-9
USG abdomen
MRCP
Follow up
27 Januari 2014
S/ mata kuning (+), BAK seperti teh pekat (+), nyeri perut kanan atas (+) hilang
timbul, BAB dempul (-), mual (+), muntah (-)
O/ KU: Sedang
Kesadaran
: CMC
Nafas : 20 x/mnt Nadi : 86 x/mnt

12

TD
: 110/70mmHg
Suhu : 36,60 C

Mata : sklera :ikterik +/+


Hasil lab :
Total bilirubin

: 32,19 mg/dl

Kolesterol total

: 488 mg/dl

Bilirubin direk

: 24,08 mg/dl

LDL

: 407,4 mg/dl

Bilirubin indirek

: 8,11 mg/dl

HDL

: 13 mg/dl

SGOT

: 173 u/l

Trigliserida

: 338 mg/dl

SGPT

: 234 u/l

CA 19-9

: 119,81 U/ml

Alkali Fosfatase

: 589 u/L

GDS

: 83 mg/dl

Gamma GT

: 428 u/L

Natrium

: 139 mmol/L

Albumin

: 3,6 g/dl

Kalium

: 2,7 mmol/L

Globulin

: 2,9 g/dl

Clorida

: 102 mmol/L

Kesan : Menyokong untuk kolestatik extrahepatal, gangguan faal hepar,


dislipidemia, hipokalemia
Rencana : EKG
Therapi :

Diet rendah lemak dan kolesterol

KSR 1x1 tab

Terapi lain lanjut

EKG :
-

HR

: 88 x/menit

- QRS komplek

: 0,08 detik

Irama : Sinus

- ST segmen

: isoelektrik

Aksis : Normal

- S V1 + RV5

: < 35 mm

Gel P : 0,08 dtk

- R/S di V1

:<1

PR interval

- T inverted

: (-)

: 0,16 detik

Kesan EKG : Dalam batas normal


Keluar Hasil USG Abdomen :

13

Hati

: membesar, permukaan rata, parenkim homogen dan halus, pinggir tajam,


vena tidak melebar, duktus biliaris melebar, CBD melebar dengan suspect

batu, SOL (-), vena portal normal


Kandung empedu : membesar, batu (+) multipel
Pankreas : normal, kista?
Lien : normal
Ginjal : tidak membesar, batu (-), kista (-)
Kesan : kolelitiasis intra dan ekstrahepatal dengan koledokolitiasis + suspect kista
pankreas
Anjuran: MRCP

29 September 2013
S/ mata kuning (+), BAK seperti teh pekat (+), nyeri perut kanan atas (+) hilang
timbul, BAB dempul (-), mual (+), muntah (-)
O/ KU: Sedang

Kesadaran

Nafas : 20 x/mnt Nadi


Mata : sclera :ikterik +/+

: CMC

: 88 x/mnt

TD

: 110/70mmHg

Suhu : 37,00 C

Keluar hasil MRCP:


Hepar :tampak gambaran pelebaran sistem biliar, hepar tidak membesar, SOL (-),
asites (-)
Lien : besar dan bentuk normal
Pankreas : besar dan bentuk normal
Kandung empedu : tampak gambaran batu multipel, dinding KE rata
Duktus sistikus tidak melebar
Tampak gambaran batu pada distal CBD, dan tampak pelebaran bagian proksimal
CBD, pelebaran duktus hepatikus komunis, duktus hepatikus dekstra dan sinistra
Kesan: koledokolitiasis dengan obstruksi billiar dan kolelitiasis
Rencana: konsul bedah
30 Januari 2014
S/ mata kuning (+), BAK seperti teh pekat (+), nyeri perut kanan berkurang, BAB
dempul (-), mual (+), muntah (-)
O/ KU: Sedang
Kesadaran
: CMC
Nafas : 20 x/mnt Nadi : 84 x/mnt

14

TD
: 110/70mmHg
Suhu : 36,50 C

Mata : sclera :ikterik +/+


Hasil Konsul bedah :
Kesan : jaundice ektrahepatal ec koledokolitiasis
Advis :
Pindah rawat ke bagian Bedah untuk eksplorasi CBD
Toleransi operasi
Edukasi pasien : Menjelaskan tentang penyakit, komplikasi dan manfaat terapi
Rencana:
Cek PT/APTT
Cek faal ginjal (ureum, kreatinin)
Keluar hasil labor :

PT
APTT
Ureum
Kreatinin

: 27,4 detik
: 52,6 detik
: 9 mg/dl
: 0,6 mg/dl

Kesan : hipokoagulasi ec gangguan absorbsi vitamin K


Sikap :

transfusi FFP 250 cc dan cryopreipitat 5 U (untuk persiapan operasi)


cek PT dan APTT post tranfusi

1 Februari 2014
S/ mata kuning (+), BAK seperti teh pekat (+), nyeri perut kanan (-), BAB dempul
(-), mual (+), muntah (-)
O/ KU: Sedang
Kesadaran
: CMC
Nafas : 20 x/mnt Nadi : 88 x/mnt
Mata : sclera :ikterik +/+

TD
: 110/70mmHg
Suhu : 36,70 C

Keluar hasil labor :

PT
APTT

: 11,4 detik
: 33,9 detik

Kesan: hipokoagulasi teratasi


Rencana: pindah bagian Bedah, karena tempat di Bedah penuh pasien masih
dirawat di Penyakit Dalam

15

DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien perempuan berumur 37 tahun di bangsal
penyakit dalam dengan diagnosis akhir :
Kolestasis ekstrahepatal ec koledokolitiasis et kolelitiasis

Dislipidemia
Hipokoagulasi ec gangguan absorbsi vitamin K
Diagnosis kolestasis ekstrahepatal ec koledokolithiasis ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan


penunjang. Dari anamnesis didapatkan mata dan badan tampak kuning, nyeri
perut kanan atas yang hilang timbul, buang air kecil seperti teh pekat, riwayat
buang air besar berwarna pucat, gatal-gatal diseluruh tubuh. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan sklera kuning kehijauan (greenish jaundice), hepatomegali,
kandung empedu tidak teraba,

bruit (-). Dari Laboratorium didapatkan

16

conjugated hyperbilirubinemia, peningkatan alkali fosfatase dan gamma GT,


dislipidemia, peningkatan transaminase, serta bilirubin urin +1. Faktor resiko
terjadinya koledokolitiasis pada pasien ini adalah umur, gender, dislipidemia, dan
penggunaan kontrasepsi oral. Sebuah penelitian metaanalisis yang dilakukan oleh
Thijs et al didapatkan hubungan yang signifikan antara kontrasepsi oral dengan
resiko terjadinya batu empedu. Efek dari kontrasepsi oral dalam pembentukan
batu empedu dimediasi oleh peningkatan saturasi kolesterol biliaris.10
Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala
nyeri perut kanan atas yang berulang dengan atau tanpa mual
dan muntah mencapai 75% dari gejala klinik yang timbul,
sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice, failure
to thrive, keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya 10% dijumpai
dengan

gejala

asimptomatik.13

Gatal-gatal

dibadan

disebabkan

peningkatan asam empedu yang bersifat pruritogenik dan peningkatan aktivitas


opioid endogen yang merangsang terjadi gatal secara sentral. Tidak terabanya
kandung empedu karena batu mengakibatkan kandung empedu akan menciut
akibat inflamasi.2
Peningkatan bilirubin total terutama bilirubin II, aminotransaminase, alkali
phosphatase dan gamma GT didapatkan pada pasien ini. Nilai aminotransferase
tergantung penyakit dasarnya. Temuan yang menandakan adanya obstruksi di
saluran empedu adalah dengan meningkatnya kadar ALP. ALP banyak dijumpai di
epitel saluran empedu intrahepatal, sehingga bila terjadi obstruksi akan terjadi
ekstravasasi enzim ini kedalam darah sehingga didapatkan kadar yang meningkat. 5
Pada pasien ini ditemukan faal hepar yang tinggi, ini menandakan bilirubin sudah
mulai merusak parenkim hati, sehingga batu CBD harus dievakuasi. Pada kasus
ini ditemukan CA 19-9 119,81 U/ml. CA 19-9 merupakan tumor marker
karsinoma pankreas dengan sensitivitas 80% dan spesifitas 90%. CA 19-9 juga
meningkat pada kelainan nonneoplasma seperti pankreatitis, batu saluran empedu
dan kolangitis.14
Dari hasil USG abdomen didapatkan adanya pelebaran common bile duct
(CBD) dengan suspect batu di CBD. USG untuk deteksi batu saluran empedu
sensitifitasnya tidak lebih dari 50%. Keterbatasan relatif dari USG adalah

17

ketergantungan ketelitian diagnosis pada keterampilan dari operator, pasien


gemuk dan adanya gas di usus memberikan bayangan kurang baik. Pada kasus ini
tidak dilakukan CT scan abdomen karena CT scan berguna untuk menunjukkan
pelebaran saluran empedu dan adanya lesi masa dan merupakan pilihan bila
dicurigai kuat adanya tumor (seperti kanker pankreas) yang menyumbat duktus
koledukus. Sensitifitas CT Scan dalam mendeteksi batu saluran empedu tidak
sebaik MRCP (>75%). MRCP merupakan pilihan terbaik apabila terdapat
kecurigaan adanya batu di saluran empedu. Bila dicurigai kuat ada batu
koledukus, ERCP didahulukan karena bisa diikuti oleh ekstraksi batu
perendoskopi. Keuntungan MRCP yakni non invasif dan tanpa menggunakan
bahan kontras. Dari pemeriksaan MRCP yang merupakan modalitas utama dengan
sensitifitas dan spesifitas > 90%, didapatkan adanya gambaran batu pada distal
CBD.6,8
Dislipidemia pada pasien ini dimana kadar LDL dan trigliserida yang
tinggi dan HDL rendah sekali. Mendez melaporkan bahwa dislipidemia
merupakan bagian dari sindroma metabolik yang merupakan faktor resiko
terjadinya batu empedu, didapatkan 40% pada sindroma metabolik muncul batu
empedu.15 Pada keadaan ini hepar memproduksi kolesterol yang berlebih,
kemudian dialirkan ke kandung empedu sehingga konsentrasinya sangat jenuh,
merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu. Pada tahap kolestasis akan
terjadi peningkatan kadar VLDL, LDL, HDL akibat peningkatan kadar
apolipoprotein A-I, A-II, B dan C-II, kemudian pada tahap lanjut akan terjadi
peningkatan kadar LDL akibat peningkatan apolipoprotein B dan C-II serta
penurunan kadar HDL akibat peningkatan apolipoprotein A-I, A-II.16 Pemberian
obat hipolipidemik golongan statin dan fibrat tidak dapat diberikan dengan
peningkatan kadar SGOT dan SGPT lebih dari 3 kali. Terapi yang diberikan diet
rendah lemak dan mengobati kolestasisnya.
Hipokoagulasi pada pasien ini dimana didapatkan PT dan APTT yang
memanjang. PT yang memanjang pada pasien ini diduga disebabkan oleh
gangguan fungsi hati dalam mensintesis faktor koagulasi atau karena kurangnya
vitamin K yang disebabkan obstruksi biliaris dimana empedu tidak sampai ke
usus sehingga terjadi kegagalan absorbsi lemak. Untuk membedakan penyebab

18

pemanjangan PT sebaiknya dilakukan pemberian vitamin K parenteral selama 3


hari, apabila PT kembali normal setelah 3 hari pemberian vitamin K berarti
penyebab pemanjangan PT adalah kekurangan vitamin K.18 Tetapi pada pasien
tidak dilakukan, karena pasien akan dipindahkan ke Bedah sehingga langsung
diberikan transfusi FFP dan cryopresipitat utuk persiapan operasi. APTT yang
memanjang belum bisa dijelaskan patofisiologinya. Dari literatur didapatkan
keadaan disfibrinogenemia yang didapat (acquired dysfibrinogenemia) dapat
ditemukan pada penyakit hati kronis, sirosis, gagal hati akut, overdosis
acetaminofen, kista pada duktus koledukus dan beberapa macam penyebab ikterus
obstruksi. Prevalensi disfibrinogenemia yang didapat lebih tinggi pada pasien
dengan penyakit hati (76-86%) dibandingkan dengan pasien ikterus obstruktif
(8%). 19
Pasien

ini termasuk

pada

kategori

koledokolitiasis

simptomatik.

Penatalaksanaan utama pada pasien ini adalah mengatasi kolestasisnya. Modalitas


utamanya adalah dengan ERCP terapeutik dengan melakukan sphinkterotomi
endoskopik. Selanjutnya batu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon
ekstraksi melalui lumen duodenum sehingga batu dapat dikeluarkan bersama tinja.
ERCP belum tersedia, sehingga terapi pada pasien ini adalah secara operatif,
pasien dipersiapkan untuk kolesistektomi laparaskopik elektif. Sphingeroplasti
transduodenum atau pintas saluran empedu melalui koledokoduodenostomi sisike-sisi atau koledokojejunostomi, akan dapat meningkatkan drainase empedu,
mencegah stasis serta memungkinkan batu apapun atau lumpur yang tertinggal
untuk keluar, tak terhalang oleh spinkter ampula. Komplikasi intraoperatif (vasooklusi), komplikasi sesudah operasi antara lain kolangitis, kolesistitis akut dan
striktur bilier.12,17

19

Anda mungkin juga menyukai