Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

OBSTRUKSI JOUNDICE SUPS MALIGNACY

DI SUSUN OLEH :
Anjella Sinthia Nso
2130702046

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BONEO
TARAKAN
2022/202
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya

(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang

meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat

pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata

ikterus (jaundice) berasal dari kata Prancis “jaune” yang berarti kuning. Ikterus

sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata, dan

kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43

umol/L). Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mengkin

sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg%. (Fraser & Cooper, 2011).

Munculnya jaundice (ikterus) pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis

secara visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil

akhir jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice

adalah gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini

biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan

dengan gejala-gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan pencitraan,

memberikan perbaikan lebih lanjut pada diagnosa banding.


Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara

jaundice obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi

lainnya untuk pengobatan.

Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika

(parenkimatosa) dan ikterus post hepatika (obstruksi). Ikterus obstruksi (post hepatika)

adalah ikterus yang disebabkan oleh gangguan aliran empedu antara hati dan duodenum

yang terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi) pada saluran empedu ekstra hepatika.

Ikterus obstruksi disebut juga ikterus kolestasis dimana terjadi stasis sebagian atau

seluruh cairan empedu dan bilirubin ke dalam duodenum.

Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan

evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering

dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 – 1,3 mg/dL;

ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi

terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi

pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien.

(Sulaiman, 2007)

Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan

dari sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang

tidak larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan

melewati membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphate–

glucuronyl transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut

dengan asam glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin

monoglucuronide dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara


aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon,

bilirubin dirubah menjadi urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal.

Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal

didalam urin.

Umumnya diagnosis ikterus obstruktif secara klinik ditegakkan dengan cara

imaging. Pemeriksaan ultrasonografi mudah membedakan penyebab ikterus ekstra

hepatik atau intra hepatik dengan melihat pelebaran dari saluran empedu dengan

ketepatan 95%. Tindakan biopsi umumnya hanya dilakukan untuk evaluasi dari ikterus

intra hepatik. Pada kasus tertentu tidak selalu mudah untuk menegakkan diagnosis

ikterus obstruktif ektrahepatik atau intra hepatik. Kadang-kadang saluran empedu tidak

terlihat jelas pada pemeriksaan USG untuk menentukan letak obstruksi, karena bagian

distal saluran empedu sukar terlihat pada 30-50% kasus, sehingga dibutuhkan

pemeriksaan patologi anatomi dengan tindakan biopsi hepar dalam memastikan

diagnosis ikterus obstruktif ekstrahepatik.8,13-16 Berikut ini dilaporkann sebuah kasus

ikterus obstruktif yang mula-mula tidak bisa ditegakkan diagnosisnya dengan imaging,

tetapi kemudian akhirnya diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

B. Definisi

Ikterus (icterus) berasal dari bahasa Greek yang berarti kuning. Nama lain

ikterus adalah “jaundice” yang berasal dari bahasa Perancis “jaune” yang juga berarti

kuning. Dalam hal ini menunjukan peningkatan pigmen empedu pada jaringan dan

serum. Jadi ikterus adalah warna kuning pada sclera, mukosa dan kulit yang disebabkan

oleh akumulasi pigmen empedu di dalam darah dan jaringan (> 2 mg / 100 ml serum).

1) Tanda dan gejala

Gejala obstruksi empedu dapat tergantung pada penyebab obstruksi. Orang

dengan obstruksi empedu biasanya memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:

 Feses berwarna terang

 urin gelap

 penyakit kuning (mata atau kulit kekuningan)

 Gatal

 rasa sakit di sisi kanan atas perut

 Mual

 Muntah
 penurunan berat badan

 Demam

2) Etiologi

Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat adanya hambatan saluran empedu.

Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya

adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing

askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran.

Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor

ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar

menimbulkan gangguan aliran empedu.

Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista

koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter

papila vater.

Penyebab terjadinya jaundice obstruktif adalah adanya obstruktif post hepatik

yang antara lain disebabkan oleh :

1. Obstruksi dalam lumen saluran empedu:

 Batu

 Parasit (ascaris)

2. Kelainan di dinding saluran empedu

 Atresia bawaan

 Striktur traumatic

 Tumor saluran empedu


3. Penekanan saluran empedu dari luar

 Tumor caput pancreas

 Tumor ampula Vateri

 Pankreatitis

 Metastasis di dalam ligamentum hepaoduodenale

Ascaris
Gambar 3. Etiologi Obstruksi Jaundice

3) Klasifikasi Jaundice

Klasifikasi umum jaundice: pre-hepatik, hepatik dan post-hepatik. Jaundice

obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada jalur

metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai

jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau

sebuah kondisi pre-hepatik.

4) Patofisiologi Obstruksi Jaundice

Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk

pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-

obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen

endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon.

Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan

komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus

halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses

biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus.
Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea

dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level

protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa

menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia.

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin

terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam

empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan

retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun

meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil);

level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh.

Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik,

disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam

empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan

perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan

metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan

meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan

oksidatif.

5) Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang timbul antara lain:

a. Ikterus, hal ini disebabkan penumpukkan bilirubin terkonjugasi yang ada dalam

darah yang merupakan pigmen warna empedu.

b. Nyeri perut kanan atas, nyeri yang dirasakan tergantung dari penyebab dan beratnya

obstruktif. Dapat ditemui nyeri tekan pada perut kanan atas maupun kolik bilier.
c. Warna urin gelap (Bilirubin terkonjugasi). Urin yang berwarna gelap karena adanya

bilirubin dalam urin.

d. Feces seperti dempul (pucat/akholis). Hal ini disebabkan karena adanya sumbatan

aliran empedu ke usus yang mengakibatkan bilirubin di usus berkurang atau bahkan

tidak ada sehingga tidak terbentuk urobilinogen yang membuat feces berwarna pucat.

e. Pruritus yang menetap. Adanya pruritus menunjukkan terakumulasinya garam

empedu di subkutan yang menyebabkan rasa gatal.

f. Anoreksia, nausea dan penurunan berat badan. Gejala ini menunjukkan adanya

gangguan pada traktus gastrointestinal.

g. Demam

h. Pembesaran hepar dan kandung empedu (Courvoisier sign).

6) Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk serum

bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel darah

lengkap. Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan

produksi bilirubin atau menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit. Kegagalan pada

ekskresi bilirubin (kolestasis intrahepatik) atau obstruksi bilier ekstrahepatik

menyebabkan hiperbilirubinemia (direk) terkonjugasi mendominasi. Elevasi tertinggi

pada bilirubin serum biasanya ditemukan pada pasien dengan obstruksi maligna, pada

mereka yang levelnya meluas sampai 15 mg/dL yang diamati. Batu kandung empedu

umumnya biasanya berhubungan dengan peningkatan lebih menengah pada bilirubin

serum (4 – 8 mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda yang lebih sensitif pada
obstruksi bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan obstruksi

bilier parsial.

Bilirubin direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan

oleh sumbatan saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat.

Pada keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak

dapat diekskresikan melalui ginjal sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat

keluar melalui urin. Karena itu adanya bilirubin lebih mungkin disebabkan akibat

hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-sel hati. Pemeriksaan feses yang

menunjukkan adanya perubahan warna feses menjadi akolis menunjukkan terhambatnya

aliran empedu masuk ke dalam lumen usus (pigmen tidak dapat mencapai usus).

2. Hematologi

Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin

terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada

kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu

hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-

hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali

jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan

menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan. Meningkatnya leukosit

terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker obstruksi lainnya, bilirubin

serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal,

namun transamin tetap normal.

Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada

karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda


tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan

hepatobilier lainnya.

3. Pencitraan

Tujuan dibuat pencitraan adalah:

a. memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah jaundice

akibat post-hepatik dibandingkan hepatik),

b. untuk menentukan level obstruksi,

c. untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi,

d. memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya

(misal, informasi staging pada kasus malignansi).

I. USG

Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu

dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang

pencitraan yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan

sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu

atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem hepatobilier

untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung empedu, pelebaran saluran empedu

dan massa tumor tinggi sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran

empedu dapat diperkirakan penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu,

sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif.1

Pada pemeriksaan USG akan memperlihatkan ukuran duktus biliaris,

mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi

lain sehubungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan
parenkimal hepatik). Identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan

batu kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat

diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau

abses di pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya.

II. Pemeriksaan Radiologi

a. Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar

batu empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus

karena zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit.

b. CT-scan : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas,

ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik

dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.

c. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography) dan PTC

(Percutaneus Transhepatic Cholangiography) : menyediakan visualisasi langsung

level obstruksi. Namun prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi

seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan.

d. EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging

malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi

modalitas penting dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk

mendeteksi dan staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan

ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography) dan PTC (Percutaneus

Transhepatic Cholangiography) : menyediakan visualisasi langsung evaluasi striktur

duktus biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista

dan biopsi lesi padat.


e. MRCP (Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography): merupakan teknik

visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini

terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP.

Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari

ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.

7) Penatalaksanaan Obstruksi Jaundice

Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya. Beberapa

gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis

intrahepatik, pengobatan penyakit dasarnya sudah mencukupi. Pruritus pada keadaan

irreversibel (seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif terhadap kolestiramin 4-16

g/hari PO dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat garam empedu di usus. Kecuali

jika terjadi kerusakan hati yang berat, hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah

pemberian fitonadion (vitamin K1) 5-10 mg/hari SK untuk 2-3 hari.

Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis yang ireversibel,

namun pencegahan penyakit tulang metabolik mengecewakan. Suplemen vitamin A

dapat mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini dan steatorrhea yang berat

dapat dikurangi dengan pemberian sebagian lemak dalam diet dengan medium chain

trigliceride.

Selama ini titik berat jaundice obstruktif ditujukan kepada eradikasi bakteri

dengan pemberian antibiotika empedu pengganti, pemberian laktulosa dan terapi

pembedahan. Penatalaksanaan terapi ini sangat efektif bila dilakukan pada fase dini dari

ikterus obstruktif, akan tetapi hasilnya terbukti menjadi kurang efektif bila dilakukan
pada penderita yang sudah berlangsung lama, karena adanya pengingkatan risiko

gangguan fungsi ginjal.

Terapi pembedahan untuk mengembalikan fungsi aliran empedu dari hepar ke

duodenum adalah melakukan drenase interna yang dilakukan secara langsung dengan

menyambungkan kembali saluran empedu ke usus halus. Bila hal ini tidak

memungkinkan karena keadaan penderita terlalu lemah untuk dilakukan pembedahan

besar, maka dalam keadaan darurat dapat dilakukan drainase eksterna dengan

melakukan pemasangan pipa saluran melalui kulit ditembuskan ke hepar sampai ke

saluran empedu (Percutaneous Transhepatal Drainage). Apabila keadaan penderita

sudah stabil kembali, maka ppenderita harus segera dilakukan pembedahan interna (DI).

8) Prognosis

Prognosis hiperbilirubinemia ditentukan oleh etiologinya. Prognosis yang baik

terutama pada hiperbilirubinemia fisiologis neonatus, breast milk jaundice, sindroma

Gilbert, dan koledokolitiasis. Sementara itu, keganasan dengan obstruksi bilier

dan sirosis hepatis memiliki prognosis yang lebih buruk.

Pada sirosis hepatis, prognosis dapat ditentukan dengan menggunakan Model for

End-Stage Liver Disease (MELD) yang dapat menentukan persentase mortalitas dalam

3 bulan. Child-Pugh score dapat menentukan mortalitas terkait tindakan operatif, dan

mortalitas dalam 1 tahun.

9) Komplikasi

Salah satu penyulit dari drainase interna pada ikterus obstruktif adalah gagal

ginjal akut (GGA). GGA pada penderita ikterus obstruktif lanjut pasca drenase interna

sampai saat ini masih merupakan komplikasi klinis yang mempunyai risiko kematian
tinggi. Pada penderita ikterus obstruktif lanjut yang mengalami tindakan pembedahan

sering mengalami komplikasi pasca operatif. Komplikasi ini berhubunga dengan

endoktoksemia sistemik terjadi melalui 2 mekanisme yang pertama, tidak adanya

empedu pada traktus gastrointestinal yang bersifat “detergen like” sehingga terjadi

transolakasi endotoksin melalui mukosa usus. Dengan tidak adanya empedu dan

cinjugated bilirubin di traktus gastrointestinal akan menganggu funngsi barier usus

sehingga terjadi over growth bakteri, terutama bakteri gram negatif, yang dapat

menyebabkan translokasi bakteri maupun endotoksinnya kedalam sirkulasi. Mekanisme

kedua, ikterus obstruktif menyebabkan menurunnya fungsi kupffer sebagai “clearance

of endotoxin” sehingga endotoksin semakin meningkat di dalam sirkulasi.

Perubahan hemodinamika ginjal yang terjadi pada pasien denga ikterus

obstruktif bersifat reversible. Oleh karena itu harus segera dilakukan intervensi optimal

untuk mencegah semakin memburuknya fungsi ginjal. Pencegahan terjadinya gagal

ginjal akut pada pembedahan ikterus obstruktif dengan melakukan ekspansi volume

cairan dari intaseluler menuju ekstraseluler dan menurunkan terjadinya endotoksinemia.

Komplikasi yang terjadi pada ikterus obstruktif adalah sepsis primer, perdarahan

gastrointestinal, koagulopati, gangguan penyembuhan luka bedah dan gagal ginjal akut

(GGA).

10) Pathway
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

C. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Dalam

mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien. Informasi yang didapat dari

klien (sumber data primer), data yang didapat dari orang lain (sumber data

sekunder), catatan kesehatan klien, informasi atau laporan laboratorium, tes


diagnostik, keluarga dan orang terdekat atau anggota tim kesehatan lain

merupakan pengkajian data dasar.

Pengkajian pasien Post Operatif ikterus obstruktif meliputi :

a. Aktifitas/Istirahat

1) Gejala :

a) Kelemahan, atau keletihan

b) Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari;

adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas,

rasa gatal.

b. Sirkulasi

1) Tanda :

a) Takikardia (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan nyeri).

b) Kulit/membran mukosa: Turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah

(dehidrasi/malnutrisi).

c) Berkeringat

c. Eliminasi

1) Gejala

Perubahan warna urine dan feses.

2) Tanda

a) Distensi abdomen

b) Teraba massa pada kuadran kanan atas

c) Urine gelap, pekat

d) Feses berwarna seperti tanah liat


d. Makanan dan cairan

1) Gejala

a) Anoreksia, mual/muntah

b) Tidak toleran terhadap lemak dan makanan “pembentuk gas”; regurgitasi

berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dispepsia.

c) Berdahak

2) Tanda

Kegemukan, adanya penurunan berat badan.

e. Nyeri/kenyamanan

1) Gejala

a) Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan.

b) Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.

c) Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.

2) Tanda

Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan.

f. Pernafasan

1) Tanda

a) Peningkatan frekuensi pernafasan

b) Pernafasan tertekan ditandai oleh nafas pendek, dangkal.

g. Keamanan

1) Tanda

a) Demam, menggigil

b) Ikterik dengan kulit berkeringat dan gatal ( pruritus )


c) Kecendrungan perdarahan ( kekurangan vitamin K )

h. Penyuluhan dan pembelajaran

1) Gejala

a) Kecendrungan keluarga untuk terjadi batu empedu.

b) Adanya kehamilan atau melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi usus,

diskrasias darah.

a. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri.

2. Resiko infeksi

3. Kurang pengetahuan

4. Defisit nutrisi

No. Diagnosa Intervensi

1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x8 jam

biologis (batu diharapkan nyeri berkurang pasien merasa nyaman dg kriteria

empeduu) hasil :

(D.0077) - Nyeri terkontrol

-ttv dalam batas normal

-nyeri perut tidak ada


- hematokrit tidak terganggu

- nafsu makan tidak terganggu

(I.08066)

1. dorong klien terlibat dalam perubahan posisi tirah baring.

2. anjurkan klien relaksasi nafas dalam

3. monitor tanda-tanda vital

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x8 jam

(D.0142) diharapkan nyeri berkurang pasien merasa nyaman dg kriteria

hasil :

- tidak menunjukan resiko infeksi

- ttv dalam batas normal

1. kaji ulang Riwayat Kesehatan masalalu klien

2. monitor ttv klien

3. monitor tanda-tanda infeksi

(I.14539)

3. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x8 jam

b.d kurang diharapkan pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah dg

informasi (D.0111) kriteria hasil :

- klien paham tentang penyakit yang diderita

- klien menjadi paham akan perjalanan penyakitnya.

- klien paham akan cara perawatan penyakitnya

1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi


Terapeutik

2. berikan klien kesempatan untuk bertanya

3. uji tingkat pegetahuan klien dengan beberapa pertanyaan

simple terkait penyakitnya

(I.12383)

4. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam

( D.0019) diharapkan status nutrisi membaik dg kriteria hasil ( L.03030 )

- Porsi makan yang dihabiskan meningkat

- Diare menurun

- rekuensi makan membaik

-Nafsu makan membaik

1. identifikasi status nutrisi

2. identifikasi makan yang disukai

3. berikan makanan tinggi kalori

4. berikan suplemen makanan jika perlu

5. kolaborasi pemberian obat antimetik jika perlu

( I.03119)

Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan

keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Bruno, 2019).

Evaluasi
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan, dalam

konteks ini aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah ketika pasien dan

professional kesehatan menentukan kemajuan kemajuan pasien menuju pencapaian

tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan (Kozier et al., 2010).

Evaluasi ikterik merupakan salah satu dari berbagai tanggung jawab

keperawatan yang membutuhkan pemikiran kritis yang efektif. Perawat harus

melakukan observasi dengan penuh perhatian dan mengetahui respon apa yang akan

diantisipasi berdasarkan kualitasn perubahan warna kulit dan waktu pemberian terapi.

(Perry & Potter, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Lesmana L.: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.

I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System

Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322

(7278): 91–94. Available from :


http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388 [diakses

pada tanggal 10 April 2014].

Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2005. 570-579.

Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses Penyakit. Jilid 1.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. Schwartz S, Shires G, Spencer

F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.

Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery).

Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.

Kasper Dennis, Harrison Tinsley Randolph. 2005. Harrison Principle’s of Internal

Medicine 16th. New York: Mc Graw Hills Publishing. 1880-1890

Sujono Hadi. 1983. Nyeri Epigastrik Penyebab dan Pengelolaannya. Dalam: Cermin

Dunia Kedokteran No. 4, 1983: 29. Available From:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigastri

k.html [diakses pada tanggal 10 April 2014.

Anda mungkin juga menyukai