DI SUSUN OLEH :
Anjella Sinthia Nso
2130702046
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata
ikterus (jaundice) berasal dari kata Prancis “jaune” yang berarti kuning. Ikterus
sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata, dan
kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43
umol/L). Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mengkin
Munculnya jaundice (ikterus) pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis
secara visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil
akhir jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice
adalah gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini
biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan
dengan gejala-gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan pencitraan,
Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika
(parenkimatosa) dan ikterus post hepatika (obstruksi). Ikterus obstruksi (post hepatika)
adalah ikterus yang disebabkan oleh gangguan aliran empedu antara hati dan duodenum
yang terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi) pada saluran empedu ekstra hepatika.
Ikterus obstruksi disebut juga ikterus kolestasis dimana terjadi stasis sebagian atau
Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan
dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 – 1,3 mg/dL;
ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi
terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi
pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien.
(Sulaiman, 2007)
dari sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang
dengan asam glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin
Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal
didalam urin.
hepatik atau intra hepatik dengan melihat pelebaran dari saluran empedu dengan
ketepatan 95%. Tindakan biopsi umumnya hanya dilakukan untuk evaluasi dari ikterus
intra hepatik. Pada kasus tertentu tidak selalu mudah untuk menegakkan diagnosis
ikterus obstruktif ektrahepatik atau intra hepatik. Kadang-kadang saluran empedu tidak
terlihat jelas pada pemeriksaan USG untuk menentukan letak obstruksi, karena bagian
distal saluran empedu sukar terlihat pada 30-50% kasus, sehingga dibutuhkan
ikterus obstruktif yang mula-mula tidak bisa ditegakkan diagnosisnya dengan imaging,
TINJAUAN PUSTAKA
B. Definisi
Ikterus (icterus) berasal dari bahasa Greek yang berarti kuning. Nama lain
ikterus adalah “jaundice” yang berasal dari bahasa Perancis “jaune” yang juga berarti
kuning. Dalam hal ini menunjukan peningkatan pigmen empedu pada jaringan dan
serum. Jadi ikterus adalah warna kuning pada sclera, mukosa dan kulit yang disebabkan
oleh akumulasi pigmen empedu di dalam darah dan jaringan (> 2 mg / 100 ml serum).
dengan obstruksi empedu biasanya memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
urin gelap
Gatal
Mual
Muntah
penurunan berat badan
Demam
2) Etiologi
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya
adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing
Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor
ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista
koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter
papila vater.
Batu
Parasit (ascaris)
Atresia bawaan
Striktur traumatic
Pankreatitis
Ascaris
Gambar 3. Etiologi Obstruksi Jaundice
3) Klasifikasi Jaundice
obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada jalur
jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau
pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-
obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen
endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon.
komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus
halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses
biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus.
Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea
dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level
terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam
meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil);
perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan
oksidatif.
5) Manifestasi Klinis
a. Ikterus, hal ini disebabkan penumpukkan bilirubin terkonjugasi yang ada dalam
b. Nyeri perut kanan atas, nyeri yang dirasakan tergantung dari penyebab dan beratnya
obstruktif. Dapat ditemui nyeri tekan pada perut kanan atas maupun kolik bilier.
c. Warna urin gelap (Bilirubin terkonjugasi). Urin yang berwarna gelap karena adanya
d. Feces seperti dempul (pucat/akholis). Hal ini disebabkan karena adanya sumbatan
aliran empedu ke usus yang mengakibatkan bilirubin di usus berkurang atau bahkan
tidak ada sehingga tidak terbentuk urobilinogen yang membuat feces berwarna pucat.
f. Anoreksia, nausea dan penurunan berat badan. Gejala ini menunjukkan adanya
g. Demam
6) Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk serum
bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel darah
produksi bilirubin atau menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit. Kegagalan pada
pada bilirubin serum biasanya ditemukan pada pasien dengan obstruksi maligna, pada
mereka yang levelnya meluas sampai 15 mg/dL yang diamati. Batu kandung empedu
serum (4 – 8 mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda yang lebih sensitif pada
obstruksi bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan obstruksi
bilier parsial.
Bilirubin direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan
oleh sumbatan saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat.
Pada keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak
dapat diekskresikan melalui ginjal sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat
keluar melalui urin. Karena itu adanya bilirubin lebih mungkin disebabkan akibat
hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-sel hati. Pemeriksaan feses yang
aliran empedu masuk ke dalam lumen usus (pigmen tidak dapat mencapai usus).
2. Hematologi
hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali
jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan
terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker obstruksi lainnya, bilirubin
serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal,
Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada
hepatobilier lainnya.
3. Pencitraan
I. USG
sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu
atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem hepatobilier
untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung empedu, pelebaran saluran empedu
dan massa tumor tinggi sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran
empedu dapat diperkirakan penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu,
lain sehubungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan
parenkimal hepatik). Identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan
batu kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat
diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau
a. Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar
batu empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus
karena zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit.
b. CT-scan : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas,
dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.
level obstruksi. Namun prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi
modalitas penting dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk
duktus biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista
visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini
Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari
gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis
irreversibel (seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif terhadap kolestiramin 4-16
g/hari PO dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat garam empedu di usus. Kecuali
jika terjadi kerusakan hati yang berat, hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah
Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis yang ireversibel,
dapat mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini dan steatorrhea yang berat
dapat dikurangi dengan pemberian sebagian lemak dalam diet dengan medium chain
trigliceride.
Selama ini titik berat jaundice obstruktif ditujukan kepada eradikasi bakteri
pembedahan. Penatalaksanaan terapi ini sangat efektif bila dilakukan pada fase dini dari
ikterus obstruktif, akan tetapi hasilnya terbukti menjadi kurang efektif bila dilakukan
pada penderita yang sudah berlangsung lama, karena adanya pengingkatan risiko
duodenum adalah melakukan drenase interna yang dilakukan secara langsung dengan
menyambungkan kembali saluran empedu ke usus halus. Bila hal ini tidak
besar, maka dalam keadaan darurat dapat dilakukan drainase eksterna dengan
sudah stabil kembali, maka ppenderita harus segera dilakukan pembedahan interna (DI).
8) Prognosis
9) Komplikasi
Salah satu penyulit dari drainase interna pada ikterus obstruktif adalah gagal
ginjal akut (GGA). GGA pada penderita ikterus obstruktif lanjut pasca drenase interna
sampai saat ini masih merupakan komplikasi klinis yang mempunyai risiko kematian
tinggi. Pada penderita ikterus obstruktif lanjut yang mengalami tindakan pembedahan
empedu pada traktus gastrointestinal yang bersifat “detergen like” sehingga terjadi
transolakasi endotoksin melalui mukosa usus. Dengan tidak adanya empedu dan
sehingga terjadi over growth bakteri, terutama bakteri gram negatif, yang dapat
obstruktif bersifat reversible. Oleh karena itu harus segera dilakukan intervensi optimal
ginjal akut pada pembedahan ikterus obstruktif dengan melakukan ekspansi volume
Komplikasi yang terjadi pada ikterus obstruktif adalah sepsis primer, perdarahan
gastrointestinal, koagulopati, gangguan penyembuhan luka bedah dan gagal ginjal akut
(GGA).
10) Pathway
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
C. PENGKAJIAN
mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien. Informasi yang didapat dari
klien (sumber data primer), data yang didapat dari orang lain (sumber data
a. Aktifitas/Istirahat
1) Gejala :
b) Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari;
rasa gatal.
b. Sirkulasi
1) Tanda :
(dehidrasi/malnutrisi).
c) Berkeringat
c. Eliminasi
1) Gejala
2) Tanda
a) Distensi abdomen
1) Gejala
a) Anoreksia, mual/muntah
c) Berdahak
2) Tanda
e. Nyeri/kenyamanan
1) Gejala
a) Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan.
2) Tanda
Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan.
f. Pernafasan
1) Tanda
g. Keamanan
1) Tanda
a) Demam, menggigil
1) Gejala
diskrasias darah.
a. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri.
2. Resiko infeksi
3. Kurang pengetahuan
4. Defisit nutrisi
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x8 jam
empeduu) hasil :
(I.08066)
hasil :
(I.14539)
(I.12383)
- Diare menurun
( I.03119)
Implementasi
Evaluasi
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan, dalam
konteks ini aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah ketika pasien dan
melakukan observasi dengan penuh perhatian dan mengetahui respon apa yang akan
diantisipasi berdasarkan kualitasn perubahan warna kulit dan waktu pemberian terapi.
DAFTAR PUSTAKA
Lesmana L.: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Sujono Hadi. 1983. Nyeri Epigastrik Penyebab dan Pengelolaannya. Dalam: Cermin
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigastri