Anda di halaman 1dari 70

Ikterus Obstruktif (obstructive jaundice)

Filed under: Bedah,med papers ningrum @ 6:04 pm

PENDAHULUAN

Munculnya jaundice pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis secara visual. Jaundice
selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir jangka panjang bergantung
pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah gambaran fisik sehubungan dengan
gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal
lainnya dan biasanya berhubungan dengan gejala-gejala spesifik. Kegunaan yang tepat
pemeriksaan darah dan pencitraan, memberikan perbaikan lebih lanjut pada diagnosa banding.
Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice
obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk
pengobatan. (1)

Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan evaluasi serta
manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh ahli bedah.
Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi 2,0
mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai
tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang
terlihat pada tubuh pasien. (2)

Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel darah
merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut
ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati membran
sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphateglucuronyl transferase
mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam glukoronat untuk
membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide dan bilirubin
diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan kedalam kanalikulus
empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi urobilinogen, 10-20%
direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu
atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin. (2)

DEFENISI

Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat akumulasi
pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai 35-40 mmol/l
sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik. (3)

Jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin untuk
jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit
bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut. (4)

ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER


Pengetahuan yang akurat akan anatomi hati dan traktus biliaris, dan hubungannya dengan
pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan hepatobilier karena biasanya terdapat variasi
anatomi yang luas. Deskripsi anatomi klasik pada traktus biliaris hanya muncul pada 58%
populasi. (4)

Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral (divertikulum
hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat kehidupan. Bagian ini
terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik
ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian
kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi
duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut,
nantinya membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk
duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum. (4)

Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan ekstra-hepatik.
Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu,
duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran
intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis,
duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen
ekstrahepatik percabangan biliaris. (4)

Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus biliaris
komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi
menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus biliaris
komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial melalui
lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian
distal duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis
dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus pankreatikus
(75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater. (4)

Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular peribilier.
Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir
kedalam sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid hepatikum. (4)

METABOLISME NORMAL BILIRUBIN

Bilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel retikuloendotelial, cincin heme
setelah dibebaskan dari besi dan globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau.
Biliverdin berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin ini dikombinasikan
dengan albumin membentuk kompleks protein-pigmen dan ditransportasikan ke dalam sel hati.
Bentuk bilirubin ini sebagai bilirubin yang belum dikonjugasi atau bilirubin indirek berdasar
reaksi diazo dari Van den Berg, tidak larut dalam air dan tidak dikeluarkan melalui urin. Didalam
sel inti hati albumin dipisahkan, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronik yang larut
dalam air dan dikeluarkan ke saluran empedu. Pada reaksi diazo Van den Berg memberikan
reaksi langsung sehingga disebut bilirubin direk. (5)
Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah merah yang terlalu banyak,
kekurangmampuan sel hati untuk melakukan konjugasi akibat penyakit hati, terjadinya refluks
bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam darah karena adanya hambatan aliran empedu
menyebabkan tingginya kadar bilirubin didalam darah. Keadaan ini disebut hiperbilirubinemia
dengan manifestasi klinis berupa ikterus. (5)

KLASIFIKASI

Gambar 3 berisi daftar skema bagi klasifikasi umum jaundice: pre-hepatik, hepatik dan post-
hepatik. Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada
jalur metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai jaundice
non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau sebuah kondisi pre-
hepatik. (1)

DIAGNOSIS

Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati. (5)

Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses, rasa gatal, keluhan
saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan berkurang, pekerjaan, adanya kontak dengan pasien
ikterus lain, alkoholisme, riwayat transfusi, obat-obatan, suntikan atau tindakan pembedahan. (5)

Diagnosa banding jaundice sejalan dengan metabolisme bilirubin (Tabel 1). Penyakit yang
menyebabkan jaundice dapat dibagi menjadi penyakit yang menyebabkan jaundice medis
seperti peningkatan produksi, menurunnya transpor atau konjugasi hepatosit, atau kegagalan
ekskresi bilirubin; dan ada penyakit yang menyebabkan jaundice surgical melalui kegagalan
transpor bilirubin kedalam usus. Penyebab umum meningkatnya produksi bilirubin termasuk
anemia hemolitik, penyebab dapatan hemolisis termasuk sepsis, luka bakar, dan reaksi transfusi.
Ambilan dan konjugasi bilirubin dapat dipengaruhi oleh obat-obatan, sepsis dan akibat hepatitis
virus. Kegagalan ekskresi bilirubin menyebabkan kolestasis intrahepatik dan hiperbilirubinemia
terkonjugasi. Penyebab umum kegagalan ekskresi termasuk hepatitis viral atau alkoholik, sirosis,
kolestasis induksi-obat. Obstruksi bilier ekstrahepatik dapat disebabkan oleh beragam gangguan
termasuk koledokolitiasis, striktur bilier benigna, kanker periampular, kolangiokarsinoma, atau
kolangitis sklerosing primer. (2) Ketika mendiagnosa jaundice, dokter harus mampu membedakan
antara kerusakan pada ambilan bilirubin, konjugasi, atau ekskresi yang biasanya diatur secara
medis dari obstruksi bilier ekstrahepatik, yang biasanya ditangani oleh ahli bedah, ahli radiologi
intervensional, atau ahli endoskopi. Pada kebanyakan kasus, anamnesis menyeluruh,
pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan pencitraan radiologis non-invasif membedakan
obstruksi bilier ekstrahepatik dari penyebab jaundice lainnya. Kolelitiasis selalu berhubungan
dengan nyeri kuadran atas kanan dan gangguan pencernaan. Jaundice dari batu duktus biliaris
umum

biasanya sementara dan berhubungan dengan nyeri dan demam (kolangitis). Serangan jaundice
tak-nyeri bertingkat sehubungan dengan hilangnya berat badan diduga sebuah
keganasan/malignansi. Jika jaundice terjadi setelah kolesistektomi, batu kandung empedu
menetap atau cedera kandung empedu harus diperkirakan. (2)

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari tanda-tanda stigmata
sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas garukan di kulit karena pruritus,
tanda-tanda asites. Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai pada pasien dengan anemia
hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya sumbatan pada saluran
empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor (dikenal hukum Courvoisier). (5)

Hukum Courvoisier

Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu kandung
empedu. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor pankreas,
ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau limfadenopati portal. (3)

Pemeriksaan Laboratorium

Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk serum bilirubin direk
dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel darah lengkap.
Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan produksi bilirubin
atau menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit. Kegagalan pada ekskresi bilirubin (kolestasis
intrahepatik) atau obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan hiperbilirubinemia (direk)
terkonjugasi mendominasi. Elevasi tertinggi pada bilirubin serum biasanya ditemukan pada
pasien dengan obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya meluas sampai 15 mg/dL yang
diamati. Batu kandung empedu umumnya biasanya berhubungan dengan peningkatan lebih
menengah pada bilirubin serum (4 8 mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda yang lebih
sensitif pada obstruksi bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan
obstruksi bilier parsial. (2)

Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan oleh gangguan
pada sel-sell hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran empedu. Bilirubin direk
meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan oleh sumbatan saluran
empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat. Pada keadaan normal bilirubin
tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui ginjal
sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu adanya
bilirubin lebih mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-sel
hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses menjadi akolis
menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen usus (pigmen tidak dapat
mencapai usus). (2)

Pemeriksaan Penunjang

USG
Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang pencitraan yang pertama dilakukan
sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim
hati, duktus yang melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan
sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung empedu,
pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda
pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran
empedu, sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif. (2)

Keuntungan lain yang diperoleh pada penggunaan sonografi ialah sekaligus kita dapat menilai
kelainan organ yang berdekatan dengan sistem hepatobilier antara lain pankreas dan ginjal.
Aman dan tidak invasif merupakan keuntungan lain dari sonografi. (2)

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar batu empedu
radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus karena zat kontras tidak
diekskresikan oleh sel hati yang sakit. (5)

Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah pemeriksaan ERCP
(Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography). Dengan bantuan endoskopi melalui
muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu dan saluran pankreas.
Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat menilai apakah ada kelainan pada
muara papila Vater, tumor misalnya atau adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin
timbul pada pemeriksaan ini ialah bila muara papila tidak dapat dimasuki kanul. (5)

Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran proksimalnya dapat
divisualisasikan dengan pemeriksaan Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui jarum yang ditusukkan ke arah
hilus hati dan sisi kanan pasien. Kontras disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini berada di
dalam saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan radiologi yang dapat
memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya kelainan hati dapat diperlihatkan lokasinya
dengan tepat. (5)

Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian adanya keganasan dilakukan biopsi
jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak dianjurkan bila ada tanda-tanda
obstruksi saluran empedu karena dapat menimbulkan penyulit kebocoran saluran empedu. (5)

JAUNDICE OBSTRUKTIF

Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan terjadinya
kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum sumbatan melebar.
Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan tanda adanya kolestasis.
Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan abses menyertai demam dan
septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit ikterus obstruktif. (5)
Patofisiologi jaundice obstruktif

Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan
penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan
metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk
metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon. (4)

Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu


(yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang
menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya
bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi,
mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K
bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin
D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. (4)

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi


mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu berhubungan
dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan
hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya
esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh. (4)

Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi mitokondria
dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik
mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel
penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi
asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal
bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif. (4)

Etiologi jaundice obstruktif

Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya
tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering
dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput
pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum
hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran
empedu. (5)

Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus,
abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. (5)

Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma ampulla,


karsinoma pankreas, striktur bilier. (4)

Gambaran klinis jaundice obstruktif


Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice obstruktif.
Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga
kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar ke
punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas. Jaundice
yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan
karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga
diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier). (4)

Pemeriksaan pada jaundice obstruktif

1. Hematologi (4)

Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi. Serum
gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis.

Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu hiperbilirubinemia lebih rendah
dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20
mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak
meningkat 10 kali nilai normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi
dihilangkan.

Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker obstruksi
lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase meningkat 10 kali
nilai normal, namun transamin tetap normal.

Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada karsinoma
pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda tersebut tidak spesifik
dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya.

1. Pencitraan (4)

Tujuan dibuat pencitraan adalah: (1) memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu
membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik), (2) untuk menentukan
level obstruksi, (3) untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi, (4) memberikan
informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya (misal, informasi staging
pada kasus malignansi)

USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi


penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik,
kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik).

USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung empedu
dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur.
Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang
mengelilinginya.
CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan
retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi 95%.
CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.

ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini invasif
dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan
perdarahan.

EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi


gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting dalam
evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging tumor
ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau
maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.

Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik visualisasi


terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini terutama berguna pada
pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier
memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni
diagnostik.

Penatalaksanaan jaundice obstruktif

Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk menghilangkan
penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan
pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Upaya untuk menghilangkan
sumbatan dapat dengan tindakan endoskopi baik melalui papila Vater atau dengan laparoskopi.
(5)

Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab sumbatan,
dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu yang terhambat dapat dialirkan.
Drainase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa nasobilier, pipa T
pada duktus koledokus atau kolesistotomi. Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat
pintasan biliodigestif. Drainase interna ini dapat berupa kolesisto-jejunostomi, koledoko-
duodenostomi, koledoko-jejunostomi atau hepatiko-jejunostomi. (5
Mata kuning, feses seperti dempul, urin seperti teh, bilirubin naik
ini penjelasannnya.

14 Oktober 2014 by apotekmiami-drsatyadeng Tinggalkan komentar

1 Votes

PENDEKATAN DIAGNOSA PADA IKTERUS DAN PENANGANANNYA

BAB I
PENDAHULUAN

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang
menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi
darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat
metabolisme sel darah merah.
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya
diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi
dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif.
Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila sebuah batu
empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (yang terjadi pada
hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak
dapat lewat dari darah ke dalam usus.
Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis intrahepatik
dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan
obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun sedangkan penyebab paling
sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas.
Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus
koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis
sklerosing.
Sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu
empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk striktur (sering keganasan)
atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang non-operabel, drainase bilier
paliatif dapat dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara
endoskopik.
Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice
obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk
pengobatan.

BAB II
IKTERUS

II.1 DEFINISI IKTERUS


Jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin untuk
jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit
bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut. Ikterus ini merupakan suatu
keadaan dimana jaringan berwarna kekuning-kuningan akibat deposisi bilirubin yang terjadi bila
kadar bilirubin darah mencapai 2 mg/dL atau 35-40 mmol/L.
II.2 ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER
Pengetahuan yang akurat akan anatomi hati dan traktus biliaris, dan hubungannya dengan
pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan hepatobilier karena biasanya terdapat variasi
anatomi yang luas. Deskripsi anatomi klasik pada traktus biliaris hanya muncul pada 58%
populasi.

Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral (divertikulum
hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat kehidupan. Bagian ini
terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik
ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian
kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi
duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut,
nantinya membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk
duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan ekstra-hepatik.
Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu,
duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran
intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis,
duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen
ekstrahepatik percabangan biliaris.
Duktus biliaris ekstrahepatal terdiri atas duktus hepatikus kiri dan kanan, common hepatic duct,
duktus sistikus, dan common bile duct atau duktus koledokus.Duktus hepatika kanan dan kiri
keluar dari hati dan bergabung dengan hilum membentuk duktus hepatik komunis, umumnya
anterior tehadap bifurkasio vena porta dan proksimal dekat dengan arteri hepatica kanan. Bagian
ekstrahepatik dari duktus kiri cenderung lebih panjang. Duktus hepatikus komunis membangun
batas kiri dari segitiga Calot dan berlanjut dengan duktus koledokus. Pembagian terjadi pada
tingkat duktus sistikus. Duktus koledokus panjangnya sekitar 8 cm dan terletak antara
ligamentum hepatoduodenalis, ke kanan dari arteri hepatica dan anterior terhadap vena porta.
Segmen distal dari duktus koledokus terletak di dalam substansi pankreas. Duktus koledokus
mengosongkan isinya ke dalam duodenum sampai ampula Vateri, orifisiumnya dikelilingi oleh
muskulus dari sfingter Oddi. Secara khas, ada saluran bersama dari duktus pankreatikus dan
duktus koledokus distal.
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika; yang akan terbagi menjadi
anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri hepatika kanan, tetapi asal dari
arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus,
common hepatic duct dan ujung hepar). Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya
ke dalam cabang kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung ke dalam hati dan
juga ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta.. Persarafannya berasal dari vagus dan
cabang simpatik yang melewati celiac plexus (preganglionik T8-9). Impuls dari liver, kandung
empedu, dan bile ducts melewari aferen simpatetik melalui splanknik nerve dan menyebabkan
nyeri kolik. Saraf muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi
nyeri diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung
empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.

II.3 FISIOLOGI METABOLISME BILIRUBIN


Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase;
prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik masih relevan, walaupun diperlukan penjelasan akan
adanya fase tambahan dalam tahapan metabolisme bilirubin. Pentahapan yang baru
menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirtibin menjadi 5 fase. yaitu fase
1). Pembentukan bilirubin, 2). Transpor plasma, 3). Liver uptake, 4). Konyugasi, dan 5). Eskresi
bilier

Fase Prahepatik
1. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat
badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang.
Sedangkan sisanya 20-30% (early labelled billirubin) datang dari protein heme lainnya yang
berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein heme dipecah menjadi
besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase. Enzim lain,
biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama dalam
sel sistem retikuloendotelial (mononuklir fagositosis). Peningkatan hemolisis sel darah merah
merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin. Pembentukan early labelled
bilirubin meningkat pada beberapa kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif namun secara
klinis kurang penting.
2. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonyugasi ini
transportnya dalam plasma terikat dengan albuinin dan tidak dapat melalui membran glomerulus,
karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti
asidosis, dan beberapa bahan seperti antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada tempat ikatan
dengan albumin.

Fase Intrahepatik.
3. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati secara rinci dan
pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Pengambilan bilirubin
melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.
4. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konyugasi dengan
asam glukuronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin konyugasi atau bilirubin
direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukuronil-transferase yang
menghasilkan bilirubin yang larut dalam air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya
menghasilkan bilirubin monoglukuronida, dengan bagian asam glukuronik kedua ditambahkan
dalam saluran empedu melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini tidak dianggap
fisiologik. Biliruibin konyugasi lainnya selain diglukuronid juga terbentuk namun kegunaannya
tidak jelas.
Fase Pascahepatik
5. Eskresi Bilirubin. Bilirubin konyugasi dikeluarkan ke dalam kanalilculus bersama bahan
lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di
dalam usus flora bakteri mendekonyugasi dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen.dan
mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi wama coklat. Sebagian diserap
dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai
urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bilirubin unkonyugasi. Hal
ini menerangkan wama air seni yang gelap yang khas pada gangguan liepatoselular atau
kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak terkonyugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut
dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkonyugasi dapat melewati barier darah-otak atau masuk
ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonyugasi mengalami proses konyugasi
dengan gula melaltii enzim glukuroniltransferase dan larut dalam empedu cair.
II.4 EPIDEMIOLOGI IKTERUS
Prevalensi dari ikterus adalah beragam sesuai usia dan jenis kelamin. Bayi baru lahir dan dewasa
tua adalah yang paling sering terkena. Penyebab dari ikterus juga bervariasi menurut usia.
Sekitar 20% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupan, terutama
diakibatkan oleh imaturitas proses konjugasi di hepar. Kelainan kongenital, kelainan hemolitik
dan dekek konjugasi juga bertanggungjawab sebagai penyebab ikterus pada bayi dan anak-anak.
Virus hepatitis A adalah penyebab tersering ikterus pada anak usia sekolah.
Ikterus pada jenis kelamin laki-laki biasanya disebabkan oleh sirosis, hepatitis B kronis,
hepatoma, karsinoma pankreas, dan kolangitis. Sedangkan pada wanita penyebab terseringnya
yaitu batu empedu, sirosis bilier dan karsinoma kandung empedu.
II.5 KLASIFIKASI IKTERUS
Adanya ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh menunjukkan terjadinya gangguan
sekresi bilirubin. Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Ikterus pre-hepatik
Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis, misalnya
pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebih.
Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia sp., dan Anaplasma sp. Menurut
Price dan Wilson (2002), bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga
tidak diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan
urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan
oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat. Contoh
kasus pada anjing adalah kejadian Leptospirosis oleh infeksi Leptospira grippotyphosa.
2. Ikterus hepatik
Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit
sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-
sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap
pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena
defisiensi enzim glukoronil transferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2002). Ikterus
3. Ikterus Post-Hepatik
Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi bilirubin
terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi
bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal,
tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab
gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus
yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi yang
mengakibatkan fibrosis.
Migrasi larva cacing melewati hati umum terjadi pada hewan domestik. Larva nematoda yang
melewati hati dapat menyebabkan inflamasi dan hepatocellular necrosis (nekrosa sel hati). Bekas
infeksi ini kemudian diganti dengan jaringan ikat fibrosa (jaringan parut) yang sering terjadi
pada kapsula hati. Cacing yang telah dewasa berpindah pada duktus empedu dan menyebabkan
cholangitis atau cholangiohepatitis yang akan berdampak pada penyumbatan/obstruksi duktus
empedu. Contoh nematoda yang menyerang hati anjing adalah Capillaria hepatica. Cacing
cestoda yang berhabitat pada sistem hepatobiliary anjing antara lain Taenia hydatigena dan
Echinococcus granulosus. Cacing trematoda yang berhabitat di duktus empedu anjing meliputi
Dicrocoelium dendriticum, Ophisthorcis tenuicollis, Pseudamphistomum truncatum, Methorcis
conjunctus, M. albidus, Parametorchis complexus, dan lain-lain.
Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada jalur
metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai jaundice non-
obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau sebuah kondisi pre-hepatik.

BAB III
IKTERUS OBSTRUKTIF
III.1 DEFINISI
Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana kondisi ini akan
menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan ampula vateri. Dengan demikian, ikterus
obstruktif merupakan jaundice/ kekuningan yang disebabkan oleh obstruksi yang menghalangi
bilirubin mengalir ke jejunum.
Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan terjadinya
ikterus obstruktif yang disebut sebagai kolestasis saluran empedu, sebelum sumbatan melebar.
Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan tanda adanya kolestasis.
Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan abses menyertai demam dan
septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit ikterus obstruktif.
III.2 ETIOLOGI
Ikterus obstruktif disebabkan oleh dua grup besar yaitu intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab
dari ikterus obstruktif intrahepatik yaitu:
1. Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan penyakit hepatoseluler, seperti Steatohepatitis,
hepatitis virus akut A, hepatitis B atau dengan ikterus dan fibrosis, sirosis dekompensata serta
hepatitis karena obat.
2. Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan duktopenia seperti sindrom Alagilles, kolestatik
familial progresif tipe 1, non sindromic bile duct paucity, obat-obatan hepatotoksik, reaksi
penolakan kronik setelah transplantasi hati, dan stadium lanjut dari sirosis bilier primer.
Penyebab dari ikterus obstruktif ekstrahepatik dibagi dalam dua bagian yaitu:
1. Kolestasis yang berhubungan dengan kerusakan kandung empedu yaitu stadium lanjut sirosis
bilier primer, dan obat-obat hepatotoksik.
2. Kolestasis yang berhubungan perubahan atau obstruksi traktus portal seperti batu duktus
koledokus, striktur kandung empedu, sklerosis primer kolangitis, karsinoma pankreas, dan
pankreatitis kronik.
III.3 PATOFISIOLOGI
Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan
penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan
metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk
metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon.
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu
(yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang
menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya
bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi,
mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K
bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin
D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia.
Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi
mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu berhubungan
dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan
hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya
esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh.
Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi mitokondria
dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik
mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel
penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi
asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal
bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.
III.4 FAKTOR RISIKO
Riwayat tansfusi darah, penggunaan jarum suntik bergantian, tatoo, pekerjaan beresiko tinggi
terhadap hepatitis B, pembedahan sebelumnya dapat menjadi faktor risiko hepatitis yagn dapat
menyebabkan hepatitis sebagai etiologi ikterus obstruktif intrahepatik. Makanan dan obat,
contohnya Clofibrate akan merangsang pembentukan batu empedu; alkohol, CCl4, makanan
tinggi kolesterol juga akan merangsang pembentukan batu empedu. Disamping itu alkohol juga
akan menyebabkan fatty liver disease.
III.5 DIAGNOSIS
Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati.

III.5.1 ANAMNESIS
Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri ikterus obstruktif.
Dicolorisation (ikterus) atau riwayat ikterus yang terlihat dalam inspeksi bila kadar bilirubin
serum > 2,5 mg/dl. Perubahan warna urine, urine jadi gelap seperti warna teh. Perubahan warna
feses, menjadi pucat seperti dempul dalam minimal 3x pemeriksaan berturut-turut. Pada pasien
ini juga timbul gejala pruritus akibat penumpukan bilirubin direk pada kolestasis. Terkadang
kolelitiasis dapat disertai dengan anemia hemolitik. Nyeri terutama di regio perut kanan atas,
lebih sering diakibatkan oleh obstruksi mekanis. Kolik bilier merupakan gejala yang umum
terjadi berupa nyeri hilang timbul pada area epigastrium (subxyphoid) yang menjalar ke
subcostal dextra, scapula dextra, dan leher. Waktu munculnya nyeri pada obstruksi bilier
terutama dirasakan setelah makan makanan berlemak yang diikuti mual, muntah. Gejala
anoreksia dan kaheksia lebih sering terjadi pada keganasan (Ca caput pankreas atau Ca hepar)
daripada obstruksi batu bilier.
Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga
kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar ke
punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas. Jaundice
yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan
karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga
diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier).
III.5.2. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari tanda-tanda stigmata
sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas garukan di kulit karena pruritus,
tanda-tanda asites. . Hepar membesar pada hepatitis, Ca hepar, obstruksi bilier, bendungan hepar
akibat kegagalan jantung. Hepar mengecil pada sirosis. Anemi dan limpa yang membesar dapat
dijumpai pada pasien dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan
adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor
(dikenal hukum Courvoisier).
Hukum Courvoisier
Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu kandung
empedu. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor pankreas,
ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau limfadenopati portal.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak anatomik
kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita
menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan
pemeriksaan dan pasien berhenti menarik napas. Murphys sign positif pada kolangitis,
kolesistitis, koledokolelitiasis terinfeksi.
Kriteria
Ekstrahepatik
Intrahepatik
Warna tinja
pucat
kuning

79 %
21%

26%
74%
Berat lahir (g)
3226 45
2678 65
Usia saat tinja dempul (hari)
16 1,5
2 minggu
30 2
1 bulan
Gambaran hati
Normal
Hepatomegali
Konsistensi normal
Konsistensi padat
Konsistensi keras

13 %

12
63
24

47 %

35
47
6

III.5.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Hematologi
Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi. Serum
gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis.
Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu hiperbilirubinemia lebih rendah
dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya 2%

N/
N

N/

N/
N/

N
Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker obstruksi
lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase meningkat 10 kali
nilai normal, namun transamin tetap normal.
Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada karsinoma
pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda tersebut tidak spesifik
dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya.

Ekstrahepatik
Intrahepatik
Bilirubin Direk (mg/dL)
6,2 2,6
8,0 6,8
SGOT
10 x N /
> 800 U/I

2. Pencitraan
Tujuan dibuat pencitraan adalah: (1) memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu
membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik), (2) untuk menentukan
level obstruksi, (3) untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi, (4) memberikan
informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya (misal, informasi staging
pada kasus malignansi)
USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi
penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik,
kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik).
USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung empedu
dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur.
Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang
mengelilinginya.
CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan
retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi 95%.
CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.
ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography) : menyediakan visualisasi langsung
level obstruksi. Dengan bantuan endoskopi melalui muara papila Vater kontras dimasukkan
kedalam saluran empedu dan saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah
sekaligus dapat menilai apakah ada kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau
adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah bila muara
papila tidak dapat dimasuki kanul. Namun prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan
komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan.

PTC : Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran proksimalnya dapat
divisualisasikan dengan pemeriksaan Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui jarum yang ditusukkan ke arah
hilus hati dan sisi kanan pasien. Kontras disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini berada di
dalam saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan radiologi yang dapat
memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya kelainan hati dapat diperlihatkan lokasinya
dengan tepat.

EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi


gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting dalam
evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging tumor
ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau
maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik visualisasi terbaru,
non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini terutama berguna pada pasien dengan
kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan
tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.

Obstruksi Duktus Ekstrahepatik


USG

Tidak ada dilatasi duktus Dilatasi duktus


Kolestasis intrahepatik Kolestasis ekstrahepatik
ERCP PTC/ERCP
Striktura Kalsium
Kolangitis sklerosans Striktur
Ca duktus biliaris
Ca pankreas
Ca ampularis

III.6 TATALAKSANA
Medikamentosa
Terapi medikamentosa digunakan sesuai dengan etiologi dari ikterus. Pada kasus batu empedu,
pasien dapat diberikan ursodeoycholic acid 10 mg/kg/hari untuk mengurangi sekresi kolesterol
bilier. Pada pasien dengan gejala pruritus dapat diberikan bile acid-binding resins
(cholestyramine atau colestipol) dan antihistamin.
Pembedahan
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk menghilangkan
penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan
pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Upaya untuk menghilangkan
sumbatan dapat dengan tindakan endoskopi baik melalui papila Vater atau dengan laparoskopi.
Penatalaksanaan secara konservatif yang dapat dilakukan antara lain dengan cara pemberian diet
rendah lemak, obat-obatan antispasmodik, analgetik dan antibiotik bila disertai dengan
kolesistitis.
Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab sumbatan,
dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu yang terhambat dapat dialirkan.
Drainase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa nasobilier, pipa T
pada duktus koledokus atau kolesistotomi. Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat
pintasan biliodigestif. Drainase interna ini dapat berupa kolesisto-jejunostomi, koledoko-
duodenostomi, koledoko-jejunostomi atau hepatiko-jejunostomi.
III.7 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat dialami oleh pasien dengan ikterus obstruktif antara lain gagal hati,
sirosis hati, diare, pruritus, koagulopati, sindroma malabsorpsi, gagal ginjal, hiperkolesterolemia,
dan defisiensi vitamin K.
1. Kolangitis asendens
Adanya gejala nyeri yang intermiten, demam, dan ikterus. Kolangitis ini dapat menyebabkan
abses hepar.
2. Koagulopati
Hal ini disebabkan oleh defisiensi vitamin K akibat tidak diabsorpsi. Pada keadaan ini, pasien
dapat diberikan FFP (fresh frozen plasma).
3. Hepatorenal sindrom
Penyebabnya dapat berupa garam empedu dan pigmen yang bersifat nerotoksik, endotoksin dan
mediator inflamasi.

BAB IV
KESIMPULAN
Ikterus obstruktif merupakan jaundice/ kekuningan yang disebabkan oleh obstruksi yang
menghalangi bilirubin mengalir ke jejunum. Ikterus obstruktif disebabkan oleh dua grup besar
yaitu intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab dari ikterus obstruktif ekstrahepatik dibagi dalam
dua bagian yaitu: Kolestasis yang berhubungan dengan kerusakan kandung empedu yaitu
stadium lanjut sirosis bilier primer, dan obat-obat hepatotoksik; kolestasis yang berhubungan
perubahan atau obstruksi traktus portal seperti batu duktus koledokus, striktur kandung empedu,
sklerosis primer kolangitis, karsinoma pankreas, dan pankreatitis kronik. Langkah pertama
pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang
teliti serta pemeriksaan faal hati. Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif
bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Dapat
berupa pembedahan sesuai etiologi dari ikterus. Jika terapi tidak adekuat, maka komplikasi yang
dapat terjadi pada pasien ini adalah gagal hati, sirosis hati, diare, pruritus, koagulopati, sindroma
malabsorpsi, gagal ginjal, hiperkolesterolemia, dan defisiensi vitamin K.
OBSTRUKSI BILIARIS : PENYEBAB, PEMERIKSAAN FISIS DAN DIFERENTIAL
DIAGNOSIS Macz Tags digestif gastroenterohepatologi interna PEMERIKSAAN OBSTRUKSI
BILIARIS Bagaimana cara memeriksa pasien dengan Obstruksi Biliaris ? dapat dilakukan
dengan pengumpulan informasi riwayat keluhan dan penyakit serta pemeriksaan fisis. A.
Riwayat (Anamnesa) Penderita biasanya mengeluhkan kotoran (feses) yang berwarna pucat, urin
yang berwarna lebih gelap, menderita jaundice (kuning) dan gatal-gatal di seluruh tubuh.
anatomi-traktus-biliaris Selain itu perlu juga diperhatikan hal hal sebagai berikut : Umur pasien
dan kaitannya dengan kondisi/keluhan yang diderita Ditemukan ada nyeri ataukah tidak ada
Lokasi dan karakteristik dari nyeri Sifat gejala penyakit, akut atau tidak Adanya gejala sistemik
yang menyertai (seperti, demam, penurunan berat badan, dll) Gejala adanya stasis gaster atau
pengosongan lambung yang lambat (seperti, cepat merasa kenyang, muantah, sendawa
berlebihan, dll) Riwayat adanya anemia Riwayat adanya keganasan / malignansi Riwayat adanya
penyakit batu empedu Riwayat diare Riwayat menderita diabetes Riwayat penyalahgunaan
alkohol, obat-obatan ataupun medikasi lainnya. B. Pemeriksaan Fisis Obstruksi biliaris Berikut
hal-hal yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisis terkait obstruksi biliaris : Adanya jaundice
(sakit kuning) Bila abdomen dipalpasi, kandung empedu dapat teraba (Courvoisier sign). Hal ini
dicurigai keterkaitan dengan keganasan pankreas, yang mungkin sebagai penyebab temuan ini.
Bila ditemukan perubahan berat badan, adenopati dan gumpalan darah pada kotoran,
menunjukkan adanya keganasan. Dapat dijumpai adanya ascites dan sirkulasi kolateral,
menunjukkan adanya sirosis hepatik. Bila ditemukan demam tinggi dan menggigil, biasanya
menunjukkan adanya cholangitis. Bila ditemukan nyeri, kadangkala membuat penegakan
diagnosis salah arah. Beberapa pasien obstruksi dengan batu saluran empedu di CBD (common
bile duct),justru dapat menderita jaundice yang tanpa disertai rasa nyeri. Sementara beberapa
pasien dengan hepatitis dapat merasakan nyeri yang menyiksa pada kuadran kanan atas.
Keganasan merupakan salah satu penyebab obstruksi yang juga tidak menunjukkan rasa nyeri
pada pemeriksaan fisis. Bila ditemukan xanthomata (gumpalan/plak kuning ireguler pada kulit,
berupa deposisi lemak), maka dicurigai adanya sirosis biliaris primer. Bila ditemukan ekskoriasi,
dicurigai adanya kolestasis yang telah berlangsung lama atau adanya obstruksi biliaris derajat
tinggi. PENYEBAB OSTRUKSI BILIARIS Penyebab dari obstruksi bilier sumbatan empedu)
dapat dibagi menjadi intrahepatik dan ekstrahepatik. A. Intrahepatik Penyebab mekanik dari
obstruksi bilier intrahepatik , paling banyak adalah terkait hepatitis dan sirosis liver. Obat-obatan
juga dapat menyebabkan kerusakan langsung pada hepatosit (sel-sel liver) dan menyebabkan
obstruksi metabolik. Hepatitis merupakan inflamasi liver yang ditandai dengan nekrosis
(jaringan mati) yang luas. Penyebab hepatitis diantaranya adalah infeksi virus dan
penyalahgunaan obat-obatan serta alkohol. Sirosis hati ditandai dengan kerusakan struktur
jaringan hati yang luas dengan pembentukan nodul dan parut pada parenkim hati. Sirosis ini
disebabkan oleh inflamasi yang berjalan kronik pada hati. Walaupun banyak sebab yang
mendasari, sirosis paling sering terjadi akibat infeksi kronik dari hepatitis B dan C serta hepatitis
alkoholik kronik. PBC (primer billiare cirrhose / sirosis bilaris primer) adalah destruksi
granulomatosa yang berlangsung kronik, progresif dan non supuratif yang berlangsung di dalam
duktus intrahepatik. PBC disebabkan oleh penyakit autoimun, merusak duktus hepatikus yang
berukuran kecil dan lebih sering ditemukan pada wanita dibanding pria. Obat-obatan seperti
steroid anabolik dan klorpromazin, diketahui sebab penyebab langsung dari kondisi kolestasis
(meski mekanismenya belum dipahami baik). Penggunaan diuretik thiazide, dapat sedikit
meningkatkan risiko terkena batu empedu. Amoxicillin / Asam clavulanat (Augmentin),
merupakan salah satu kelompok obat yang paling sering menyebabkan cedera kolestatik yang
mirip dengan obstruksi bilier. Obat-obatan lain, seperti acetaminophen dan isoniazid, dapat
menyebabkan nekrosis sel-sel hati. Biasanya obat-obatan yang menginduksi munculnya jaundice
terkait obat, gejalanya dapat muncul lebih dini disertai pruritus, namun keadaan umum pasien
biasanya tidak berubah. Gejala akan cepat hilang, begitu konsumsi obat dihentikan. bagan-
penyebab-obstruksi-biliaris pembagian penyebab obstruksi biliaris B. Ekstrahepatik Penyebab
ekstrahepatik obstruksi bilier dapat dibagi lagi sebagai intraduktal dan extraduktal. Penyebab
intraduktal meliputi : neoplasma, batu, striktur biliaris, parasit, cholangitis sklerosing primer
(PSC), cholangiopathy terkait AIDS, dan tuberculosis bilier. Penyebab ekstraduktal meliputi
kompresi eksternal dari duktus biliaris oleh penyebab sekunder seperti : neoplasma,
pankreatitis,dan batu duktus sistikus yang menyebabkan distensi kandung empedu. Neoplasma
dari berbagai jenis tumor yang dapat menyebabkan obstruksi bilier extraduktal, diantaranya : -
Cholangiocarsinoma (tumor langka, berkembang dari epitel biliaris), karsinoma ampularis
(karsinoma ampula vateri) dan karsinoma kandung empedu (tumor yang berekstensi ke dalam
duktus biliaris komunis). - Tumor metastasis ( biasanya dari saluran cerna atau payudara).
Adenopaty sekunder dalam porta hepatis yang biasanya berkaitan dengan tumor metastasis ini,
yang menyebabkan kompresi duktus eksternal. - Tumor dari pankreas, 60% tumor pada caput
pankreas menyebabkan obstruksi ekstraduktal dengan gejala jaundice obstruktif yag muncul dini.
Batu merupakan penyebab umum dari jaundice obstruktif. Batu empedu dapat masuk ke CBD
(duktus biliaris komunis) dan menyebabkan obstruksi disana. Gejala yang muncul biasanya
berupa kolik biliaris dan kolesistitis.Batu berukuran besar dapat menyebabkan obstruksi komplit
dan meningkatkan tekanan intraduktal sepanjang saluran empedu. Sindrom Mirizi menunjukkan
adanya impaksi batu empedu dalam duktus sistikus atau di leher kandung empedu. Impaksi ini
menyebabkan inflamasi dan kompresi eksternal terhadap duktus hepatikus komunis dan
obstruksi bilier. Striktur pada saluran empedu, 95% akibat trauma post bedah dan 5% akibat
trauma eksternal pada abdomen atau pankreas atau erosi pada duktus oleh batu empedu. Batu
empedu merupakan penyebab tersering terjadinya striktur biliaris pada pasien-pasien yang tidak
dioperasi. Robekan pada duktus biliaris menyebabkan kebocoran empedu dan merupakan
predisposisi masuknya infeksi. Hal ini selanjutnya akan memicu terbentuknya parut dan striktur
jaringan fibrosa. Pada infeksi parasit, cacing Ascaris lumbricoides, dapat bermigrasi dari usus ke
dalam saluran empedu dan menyebabkan obstruksi ekstrahepatik intraduktal. Telur dari cacing
hepatik seperti Clonorchis sinensis dan fasciola hepatica, dapat masuk ke dalam duktus biliaris
kecil di dalam hati, dan menyebabkan obstruksi intrahepatik. Hal ini lebih sering dijumpai pada
negara-negara Asia. PSC (primer sclerosing cholangitis / cholangitis sklerosing primer) umum
ditemukan pada pria kelompok usia 20-40 tahun. Penyebabnya tidak diketahui pasti meskipun
dikatakan paling sering terkait dengan IBD (inflammatory bowel disease) dan terutama dengan
pan-colitis. IBD (sebagian besar IBD akan menjadi kolitis ulseratif) ditemukan pada 60-80%
pasien dengan PSC. Sementara PSC sendiri ditemukan pada 3% pada pasien dengan kolitis
ulseratif. PSC ditandai dengan inflamasi difus pada traktus biliaris, menyebabkan fibrosis dan
striktur pada sistem biliaris tersebut. Secara umum bermanifestasi sebagai jaundice obstruktif
yang progresif dan didiagnosis berdasarkan temuan d ari ERCP (endoscopic retrograde
cholangipancreatography). Cholangiopathy terkait AIDS bermanifestasi sebagai nyeri abdomen
dan meningkatnya hasil tes fungsi hati yang mengarah pada obstruksi. Penyebab gangguan
empedu terkait HIV positif ini adalah, akbat infeksi penyerta, seperti cytomegalovirus,
cryptosporodium dan microsporodia. Pemeriksaan kolangiografi direk, menunjukkan adanya
temuan abnormal pada duktus intra dan ektrahepatik yang menyerupai PSC. Tuberkulosis biliaris
sangat jarang ditemukan. Namun seiring dengan munculnya strain Mycobacterium tuberculosis
yang resisten terhadap antibiotika saat ini, kemungkinan insiden tuberkulosis biliaris akan
meningkat di masa-masa akan datang. Untuk mengkonfirmasi tuberkulosis sebagai penyebab
gangguan pada traktus biliaris, maka dibutuhkan pemeriksaan histopatologik (biopsi) dari
jaringan granulomatosa-kaseosa (granuloma dengan perkejuan) dengan ditemukannya M
tuberculosis. PCR juga dapat bermnafaat pada tes ini. Obstruksi biliaris terkait pankreatits,
ditemukan paling banyak pada pasien yang menderita dilatasi dari duktus pankreatikus,
disebabkan baik oleh karena proses inflamasi disertai fibrosis maupun pseudokista pankreas.
Pemberian makanan secara intravena dalam jangka waktu lama, dapat menjadi predisposisi
terjadinya kondisis empedu stasis yang berujung pada jaundice obstruksi. Sindroma Sump
merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada choledochoduodenostomy, dimana makanan,
batu dan debris lainnya, terakumulasi di dalam kandung empedu dan menyumbat alirannya.
DIFERENTIAL DIAGNOSIS OBSTRUKSI BILIER Sekali diagnosis obstruksi biliaris
ditegakkan, dokter harus memastikan pasien berespon baik terhadap terapi. Bila tidak, maka
harus dilakukan evaluasi ulang dari penyakit dan mempertimbangkan diagnosis lain bila perlu.
Beberapa penyakit yang menjadi diferensial diagnosis dari obstruksi bilier : Acute Pancreatitis
Alcoholic Hepatitis Ampullary Carcinoma Bile Duct Strictures Bile Duct Tumors Biliary Colic
Biliary Disease Biliary Trauma Cholangiocarcinoma Cholangitis Cholecystitis Choledochal
Cysts Chronic Pancreatitis Cirrhosis Conjugated Hyperbilirubinemia Gallbladder Cancer
Gallbladder Tumors Gallstones (Cholelithiasis) Hepatitis B Hepatitis C Hepatocellular Adenoma
Pancreatic Cancer Primary Biliary Cholangitis (Primary Biliary Cirrhosis) Primary Hepatic
Carcinoma Primary Sclerosing Cholangitis Unconjugated Hyperbilirubinemia Viral Hepatitis
Pada kondisi tertentu, seperti pasca pembedahan bypass gastrointestinal (gastrojejunostomy,
hepatojejunostomy, diversi biliopancreatic). Struktur anatomi normal dapat berubah, sehingga
menyulitkan melakukan pemeriksaan ERCP. Pada pasien-pasien ini dianjurkan dilakukan
pemeriksaan pendahuluan dengan DBE (double balloon enteroscopy) utnuk mengatasi limitasi
endoskopik, baru dilakukan ERCP.

Read more at: http://www.medicinestuffs.com/2016/03/diagnosis-obstruksi-biliaris-dan-


kausanya.html
Copyright MedStuffs
Home

Askep

Askeb

Medical

Askep Gadar

Askep Komunitas

Askep Gerontik

Askep Maternitas

Askep Anak

Askep Jiwa

Manajemen Keperawatan

Keperawatan

Obat-Obatan

Biologi

Search Her

Link Kesehatan

Link_nya Mahasiswa

askep pada pasien dengan kanker hati


A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi Kanker Hepar


Kanker hepar atau kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati. Ia
juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda
(contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak).
Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas
dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker
hepatoselular (hepatocellular cancer) atau Karsinoma (carcinoma).

2. Etiologi

Penyebab dari Ca. Hepar yaitu

1. Cerosis Hepatis
2. Virus Hepatitis B dan Hepatitis C
3. Kontak dengan racun kimia tertentu (misalnya : ninil klorida, arsen)
4. Kebiasaan merokok
5. Kebiasaan minum minuman keras (pengguna alkohol)
6. Aftatoksik atau karsinogen dalam preparat herbal
7. Nitrosamin

3. Patofisiologi
Berdasarkan etiologi dapat dijelaskan bahwa Virus Hepatitis B dan Hepatitis C, Kontak dengan racun
kimia tertentu (misalnya : ninil klorida, arsen), Kebiasaan merokok, Kebiasaan minum minuman keras
(pengguna alkohol), Aftatoksik atau karsinogen dalam preparat herbal, dan Nitrosamin dapat
menyebabkan terjadinya peradangan sel hepar.

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul yang menyebabkan percabangan pembuluh
hepatik dan aliran darah pada porta yang dapat menimbulkan hipertensi portal. Hipertensi portal terjadi
akibat meningkatnya resistensi portal dan aliran darah portal karena tranmisi dari tekanan arteri hepatik
ke sistem portal. Dapat menimbulkan pemekaran pembuluh vena esofagus, vena rektum superior dan
vena kolateral dinding perut. Keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan (hematemesis melena).
Perdarahan yang bersifat masif dapat menyebabkan anemia, perubahan arsitektur vaskuler hati
menyebabkan kongesti vena mesentrika sehingga terjadi penimbunan cairan abnormal dalam perut
(acites) menimbulkan masalah kelebihan volume cairan .

Pada waktu yang bersamaan peradangan sel hepar memacu proses regenerasi sel-sel hepar secara terus
menerus (fibrogenesis) yang mengakibatkan gangguan kemampuan fungsi hepar yaitu gangguan
metabolik protein, yang menyebabkan produksi albumin menurun (hipoalbuminenia), sehingga tidak
dapat mempertahankan tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotik koloid yang rendah mengakibatkan
terjadinya acites dan oedema. Kedua keadaan ini dapat menyebabkan masalah kelebihan volume cairan.
Metabolisme protein menghasilkan produk sampingan berupa amonia bila kadarnya meningkat dalam
darah dapat menimbulkan kerusakan saraf pusat (SSP) yang dapat menimbulkan rangsangan mual dan
ensefalopati hepatik.
Kerusakan sel hepar juga mempengaruhi terganggunya metabolisme karbohidrat. Sel hati tidak mampu
menyimpan glikogen sedangkan pemakaian tetap bahkan meningkat akibat proses radang,
menyebabkan depot glikogen di hati menurun. Kurangnya asupan (perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan) akibat anoreksia menyebabkan turunnya produksi energi sehingga timbul gejala lemas,
perasaan sepat lelah yang dapat mengganggu aktivitas. Peradangan hati menyebabkan pembesaran
pada hati yang menimbulkan nyari. Nyeri yang tidak dapat ditoleransi menimbulkan penurunan nafsu
makan, asupan berkurang menyebabkan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Berdasarkan sumber lain fatofisiologi Ca. Hepar ada yang menjelaskan bahwa :

1. Hepatoma 75 % berasal dari Sirosis hati yang lama / menahun. Khususnya yang disebabkan oleh
alkoholik dan post nekrotik.
2. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang disertai pembesaran hati mendadak.
3. Tumor hati yang paling sering adalah metastase tumor ganas dari tempat lain. Matastase ke hati
dapat terdeteksi pada lebih dari 50 % kematian akibat kanker. Hal ini benar, khususnya untuk
keganasan pada saluran pencernaan, tetapi banyak tumor lain juga memperlihatkan
kecenderungan untuk bermestatase ke hati, misalnya kanker payudara, paru-paru, uterus, dan
pankreas.
4. Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai penyebaran tumor yang
sangat luas, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi lokal lagi.

4. Patologi
a. Ada 3 type :

1. Type masif tumor tunggal di lobus kanan.

2. Type Nodule tumor multiple kecil-kecil dalam ukuran yang tidak sama.

3. Type difus secara makroskpis sukar ditentukan daerah massa tumor.

b. Penyebarannya :

1. Intrahepatal.

2. Ekstrahepatal.

5. Manifestasi Klinik

Manifestasi dini penyakit keganasan pada hati mencakup tanda-tanda dan gejala seperti :

1. Gangguan nutrisi : penurunan berat badan yang baru saja terjadi, kehilangan kekuatan,
anoreksia, dan anemia.
2. Nyeri abdomen
3. Pembesaran hati yang cepat
4. Pada pemeriksaan fisik, palpasi teraba permukaan hati yang ireguler
1. Gejala ikterus, terjadi jika saluran empedu yang besar tersumbat oleh tekanan nodul
malignan dalam hilus hati.
2. Acites timbul setelah nodul tersumbat vena porta atau bila jaringan tumor tertanam
dalam rongga peritoneal.

4. Pemeriksaan

1. Laboratorium:

1) Darah Lengkap : Hb/Ht dan sel darah merah (SDM) mungkin menurun karena perdarahan
kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisit besi leukopenia mungkin ada
sebagai akibat hipersplenisme.
2) Bilirubin serum : meningkat karena gangguan seluler, ketidak mampuan hati untuk menkonjugasi
atau obstruksi bilier.

3) AST (SGOT) / ALT (SGPT), LDH : meningkat karena kerusakan seluler dan mengeluarkan enzim.

4) Alkali fosfatase : meningkat karena penurunan ekskresi.

1. Radiologi :

Ultrasonografi (USG), CT-Scan, Thorak foto, Arteriography, MRI. Dan Laparoskopi

1. Biopsi jaringan hati.

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non Bedah

Penatalaksanaan atau terapi ini hanya dapat memperpanjang kelangsungan hidup pasien dan
memperbaiki kualitas hidupnya dengan cara mengurangi rasa nyeri serta gangguan rasa nyaman, namun
efek utamanya masih bersifat paliatif. Penatalaksanaan non bedah ini seperti :

1) Terapi Radiasi

2) Kemoterapi

b. Penatalaksanaan Bedah

1) Lobektomi hati

2) Transplantasi hati

7. Prognosa

Tumor ganas liver memiliki prognosa yang jelek dapat terjadi perdarahan dan akhirnya kematian. Dan
proses ini berlangsung antara 5-6 bulan atau beberapa tahun
B. MANAJEMEN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu prosesyang sistematis
dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Iyer et.al.,
1996 dalam Nursalam, 2001 : 17).

Dalam pengumpulan data ada 2 tipe data yang ada pada pengkajian yaitu data subyektif dan data
obyektif (Nursalam, 2001 : 19).

1. Data Subyektif

Data Subyektif adalah data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi
dan kejadian. Data subyektif sering didapatkan dari riwayat keperawatan termasuk persepsi pasien,
perasaan dan ide tentang status kesehatan (Nursalam, 2001 : 19).
Data Subyektif yang biasanya muncul pada pengkajian dengan Ca. Hepar adalah

Keluhan berupa nyeri abdomen, kelemahan dan penurunan berat badan, anoreksia, rasa penuh setelah
makan terkadang disertai muntah dan mual. Bila ada metastasis ke tulang penderita mengeluh nyeri
tulang.

1. Data Obyektif adalah dan diukurata yang dapat diobservasi dan diukur (Iyer, et.al., 1996, dalam
Nursalam, 2001 : 19). Data Obyektif yang dapat dikaji pada pasien dengan Ca. Hepar adalah :
penurunan tonus otot, distensi abdomen (hepatomegali, Splenomegali, asites), penurunan BB
atau peningkatan (cairan), edema, kulit kering, ikterik, ensefalopati hepatik, takipnea, demam,
hipoksia, pernapasan dangkal, perubahan mental, ekspansi paru terbatas, peningkatan suhu
tubuh, dan sebagainya.

Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan :


1. Ascites

2. Ikterus

3. Hipoalbuminemia

4. Splenomegali, Spider nevi, Eritoma palmaris, Edema.

Secara umum pengkajian Keperawatan pada klien dengan kasus kanker hati, meliputi :

1. Gangguan metabolisme

2. Perdarahan

3. Asites
4. Edema

5. Hipoproteinemia

6. Jaundice/icterus

7. Komplikasi endokrin

8. Aktivitas terganggu akibat pengobatan

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang dapat muncul pada pasien dengan Ca. Hepar yaitu :

1. Tidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, gangguan absorbsi,


metabolisme vitamin di hati.
1. Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites ).
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan
3. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus,edema dan
asites

III. RENCANAAN KEPERAWATAN


Rencana keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan yang terdiri dari
tiga tahap yaitu menetapkan prioritas diagnosa keperawatan, menentukan tujuan dan merumuskan
intervensi keperawatan.

Adapun rencana keperawatan pada pasien dengan Ca. Hepar adalah.

1. a. Tidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, gangguan absorbsi,


metabolisme vitamin di hati.

Tujuan :
1. Mendemontrasikan BB stabil, penembahan BB progresif kearah tujuan dgn normalisasi nilai
laboratorium dan batas tanda-tanda malnutrisi

2. Penanggulangan pemahaman pengaruh individual pd masukan adekuat .

Intervensi :

1. Pantau masukan makanan setiap hari, beri pasein buku harian tentang makanan sesuai Indikasi
2. Dorong pasien utk makan deit tinggi kalori kaya protein dg masukan cairan adekuat.

Dorong penggunaan suplemen dan makanan sering / lebih sedikit yg dibagi bagi selama

sehari.

3. Berikan antiemetik pada jadwal reguler sebelum / selama dan setelah pemberian agent antineoplastik
yang sesuai .
Rasional :

1. Keefektifan penilaian diet individual dalam penghilangan mual pascaterapi. Pasien harus mencoba
untuk menemukan solusi/kombinasi terbaik.

2. Kebutuhan jaringan metabolek ditingkatkan begitu juga cairan ( untuk menghilangkan produksi sisa ).
Suplemen dapat memainkan peranan penting dlm mempertahankan masukan kalori dan protein
adekuat.

3. Mual/muntah paling menurunkan kemampuan dan efek samping psikologis kemoterapi yang
menimbulkan stess.

b. Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites )

Tujuan :

1. Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi


nyeri.

2. Melaporkan penghilangan nyeri maksimal / kontrol dengan pengaruh minimal pada AKS

Intervensi :

1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi , frekwensi, durasi dan intensitas ( 0-10 ) dan tindakan
penghilang rasa nyeri misalkan berikan posisi yang duduk tengkurap dengan dialas bantal pada daerah
antara perut dan dada.

2. Berikan tindakan kenyamanan dasar misalnya reposisi, gosok punggung.

3. kaji tingkat nyeri / kontrol nilai

Rasional :

1. memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan / keefektifan intervensi

2. meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian

3. kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum pada AKS.

c. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan

Tujuan :

1. Dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan tubuh.

Intervensi :
1. Dorong pasein untuk melakukan apa saja bila mungkin, misalnya mandi, bangun dari kursi/ tempat
tidur, berjalan. Tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan.

2. Pantau respon fisiologi terhadap aktivitas misalnya; perubahan pada TD/ frekuensi jantung /
pernapasan.

3. Beri oksigen sesuai indikasi

Rasional :

1. Meningkatkan kekuatan / stamina dan memampukan pasein menjadi lebih aktif tanpa kelelahan yang
berarti.

2. Teloransi sangat tergantung pada tahap proses penyakit, status nutrisi, keseimbnagan cairan dan
reaksi terhadap aturan terapeutik.

3. Adanya hifoksia menurunkan kesediaan O2 untuk ambilan seluler dan memperberat keletihan.

d. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus,edema dan asites

Tujuan :

1. Mengedentifikasi fiksi intervensi yang tepat untuk kondisi kusus.

2. Berpartisipasi dalam tehnik untuk mencegah komplikasi / meningkatkan penyembuhan

Intervensi :

1. Kaji kulit terhadap efek samping terapi kanker. Perhatikan kerusakan atau perlambatan
penyembuhan
2. Mandikan dengan air hangat dan sabun
3. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit yang kering dari pada
menggaruk.
4. Balikkan / ubah posisi dengan sering
5. Anjurkan pasein untuk menghindari krim kulit apapun ,salep dan bedak kecuali seijin dokter

Rasional :

1. Efek kemerahan atau reaksi radiasi dapat terjadi dalam area radiasi dapat terjadi dalam area
radiasi. Deskuamasi kering dan deskuamasi kering,ulserasi.
2. Mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit.
3. Membantu mencegah friksi atau trauma fisik.
4. Untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit/ jaringan yang tidak perlu.
5. Dapat meningkatkan iritasi atau reaksi secara nyata.

IV. PELAKSANAAN
Pelaksanaan merupakan langkah keempat dari proses keperawatan dan merupaka wujud nyata dari
rencana keperawatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan pasien akan keperawatan dengan
melaksanakan kegiatan kegiatan sesuai dengan alternatif tindakan yang telah direncanakan.
Pelaksanaan keperawatan sebagai data untuk rencana keperawatan.

V. EVALUASI

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam keperawatan untuk menilai pencapaian tujuan. Berdasarkan
analisis, jika tujuan belum tercapai maka dilakukan perencanaan selanjutnya (P) sebagai berikut :

1. Rencana dilanjutkan yang artinya diagnosa tetap berlaku, tujuan atau intervensi masih
memadai.
2. Direvisi yang artinya diagnosa tetap berlaku, tujuan atau intervensi perlu direvisi.
3. Diagnosa keperawatan atau kemungkinan menjadi aktual atau bahkan disingkirkan (untuk
diagnosa kemungkinan). Jika diagnosa menjadi aktual maka dibutuhkan perencanaan baru
sehinggadalam planning (P) diuraikan perencanaan yang dimaksud.
4. Tujuan tercapai maka perencanaan selanjutnya tidak perludilanjutkan, tidak perlu direvisi dan
tidak perlu perencanaan baru.
5. Rencana semula dipakai lagi, jika dalam analisis ditentukan bahwa masalah atau diagnosa yang
telah teratasi terjadi kembali.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC : Jakarta

Inayah, Iin, 2004, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan, Edisi 1,
Salemba Medika : Jakarta

Nursalam, 2001, Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktek, Edisi 1, Salemba Medika :
Jakarta

Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth, Edisi 8, EGC
: Jakarta

Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook

Label: askep

Newer Post Older Post Home

pencarian materi lain

askep gadar pada pasien syok


Pengkajian keperawatan komunitas
Penggolongan Antidiabetik Oral/Hipoglikemik Oral
Indikasi Obat Dionicol
manfaat keanekaragaman hayati
Asuhan Keperawatan-Artikel Kesehatan

Home
BLog Bamz
Blogger Templates
Menu3
Dropdown Menu
Menu4

Home KMB Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan H E P A T O M A

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan H E P A T O M A

I. PENGERTIAN
Hepatoma sinonim = Kanker Hati Primer, Karsinoma Hepatoseluler adalah : proses keganassan
pada hati.

Tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau
metastase dari tumor jaringan lainnya.

PATOFISIOLOGI

Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama/menahun. Khususnya yang disebabkan oleh
alkoholik dan postnekrotik.

Pedoman diagnostik yang paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang disertai pembesaran hati mendadak.

Tumor hati yang paling sering adalah metastase tumor ganas dari tempat lain. Matastase ke hati
dapat terdeteksi pada lebih dari 50 % kematian akibat kanker. Hal ini benar, khususnya untuk keganasan
pada saluran pencernaan, tetapi banyak tumor lain juga memperlihatkan kecenderungan untuk
bermestatase ke hati, misalnya kanker payudara, paru-paru, uterus, dan pankreas.

Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai penyebaran tumor yang
luas, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi lokal lagi. \

1. PATOLOGI

a. Ada 2 type :
1. Type masif - tumor tunggal di lobus kanan.

2. Type Nodule - tumor multiple kecil-kecil dalam ukuran yang tidak sama.
Penyebarannya :

1. Intrahepatal.

2. Ekstrahepatal.

ETIOLOGI

Virus Hepatitis B dan Virus Hepatitis C


Bahan-bahan Hepatokarsinogenik :

Aflatoksin
Alkohol

Penggunaan steroid anabolic

Penggunaan androgen yang berlebihan

Bahan kontrasepsi oral

Penimbunan zat besi yang berlebihan dalam hati (Hemochromatosis)

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Laboratorium:

Darah lengkap ; SGOT,SGPT,LDH,CPK, Alfa fetoprotein 500 mg/dl, HbsAg positf dalam serum, Kalium,
Kalsium.

Radiologi ; Ultrasonografi (USG)/C-7 Scan (Sidik Tomografi Komputer),CT-Scan, Thorak foto,


Arteriography, Angiografi Hepatik, Skintigrafi Hepatik

Biopsi jaringan hati dilakukan dengan tuntunan USG atau laparoskopi

PENGOBATAN

Reseksi segmen atau lobus hati

Pemberian kemoterapi secara infus

Penyinaran .

PROGNOSA

Tumor ganas memiliki prognosa yang jelek dapat terjadi perdarahan dan akhirnya kematian. Dan
proses ini berlangsung antara 2 - 6 bulan atau beberapa tahun.
ni : Dengan tindakan operasi berupa reseksi dari tumor prognosa baik, penderita dapat hidup dalam waktu
yang cukup lama.

njut : Dimana tindakan tidak mempunyai arti lagi, kematian dapat terjadi dalam 2 6 bulan setelah
diagnosa ditegakkan.

LIT

1. Metastasis.

2. Ruptur.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEPATOMA

I. PENGKAJIAN

1. Biodata

Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang, status sosial ekonomi, adat /
kebudayaan, dan keyakinan spiritual, sehingga mudah dalam komunikasi dan menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai.

2. Riwayat Keperawatan

Keluhan utama : Adanya pembesaran hepar yang dirasakan semakin mengganggu sehingga bisa
menimbulkan keluhan sesak napas yang dirasakan semakin berat disamping itu disertai nyeri abdomen.

Riwayat Penyakit sekarang

Riwayat Penyakit Sekarang dapat diperoleh melalui orang lain atau dengan klien itu sendiri.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Penyakit Dahulu dikaji untuk mendapatkan data mengenai penyakit yang pernah diderita oleh
klien.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Penyakit Keluarga dikaji untuk mengetahui data mengenai penyakit yang pernah dialami ol eh
anggota keluarga.

3. Pemeriksaan Fisik

2. Gejala klinik

Fase dini : Asimtomatik.

Fase lanjut :Tidak dikenal simtom yang patognomonik.

Keluhan berupa nyeri abdomen, kelemahan dan penurunan berat badan, anoreksia, rasa penuh setelah
makan terkadang disertai muntah dan mual. Bila ada metastasis ke tulang penderita mengeluh nyeri
tulang.

Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan :

1. Ascites

2. Ikterus
3. Splenomegali, Spider nevi, Eritema palmaris, Edema.

Secara umum pengkajian Keperawatan pada klien dengan kasus Hepatoma, meliputi :

Gangguan metabolisme

Perdarahan

Asites

Edema

Hipoalbuminemia

Jaundice/icterus

Komplikasi endokrin

Aktivitas terganggu akibat pengobatan

3. II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan pengkajian di atas maka diagnosa keperawatan yang sering muncul adalah:

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan adanya penurunan ekspansi paru (ascites dan
penekanan diapragma)

2. Gangguan rasa nyaman nyeri abdomen berhubungan dengan adanya penumpukan cairan dalam rongga
abdomen (ascites).

3. Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya asupan nutrisi.

4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sesak dan nyeri.

5. Gangguan aktifitas berhubungan dengan sesak dan nyeri

6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan pernapasan berhubungan dengan adanya penurunan ekspansi


paru (ascites dan penekanan diapragma)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapakan pernapasan efektif kembali

Kriteria : Tidak mengeluh sesak napas, RR 20 24 X/menit. Hasil Lab BGA Normal
Intervensi :

1) Pertahankan Posisi semi fowler.

Rasional : Posisi ini memungkinkan tidak terjadinya penekanan isi perut terhadap diafragma sehingga meningkatkan
ruangan untuk ekspansi paru yang maksimal. Disamping itu posisi ini juga mengurangi peningkatan
volume darah paru sehingga memperluas ruangan yang dapat diisi oleh udara.

2) Observasi gejala kardinal dan monitor tanda tanda ketidakefektifan jalan napas.

Rasional : Pemantau lebih dini terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat diambil tindakan penanganan
segera.

3) Berikan penjelasan tentang penyebab sesak dan motivasi utuk membatasi aktivitas.

Rasional : Pengertian klien akan mengundang partispasi klien dalam mengatasi permasalahan yang terjadi.

4) Kolaborasi dengan tim medis (dokter) dalam pemberian Oksigen dan pemeriksaan Gas darah.

Rasional : Pemberian oksigen akan membantu pernapasan sehingga eskpasi paru dapat maksimal.

Pemeriksaan gas darah untuk mengetahui kemampuan bernapas.

2. Diagnosa keperawatan : Gangguan rasa nyaman nyeri abdomen berhubungan denganadanya


penumpukan cairan dalam rongga abdomen (ascites).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan keperawatan diharapakn nyeri dapat berkurang atau Pasien bebas dari nyeri.

Kriteria : Tidak mengeluh nyeri abdomen, tidak meringis, Nadi 70 80 x/menit.

Intervensi :

5) Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.

Rasional : Analgesik bekerja mengurangi reseptor nyeri dalam mencapai sistim saraf sentral.

6) Atur posisi klien yang enak sesuai dengan keadaan.

Rasional : Dengan posisi miring ke sisi yang sehat disesuaikan dengan gaya gravitasi,maka dengan miring kesisi yang
sehat maka terjadi pengurangan penekanan sisi yang sakit.

7) Awasi respon emosional klien terhadap proses nyeri.

Rasional : Keadaan emosional mempunyai dampak pada kemampuan klien untuk menangani nyeri.

8) Ajarkan teknik pengurangan nyeri dengan teknik distraksi.


Rasional : Teknik distraksi merupakan teknik pengalihan perhatian sehingga mengurangi emosional dan kognitif.

9) Observasi tanda-tanda vital.

Rasional : Deteksi dini adanya kelainan

3. Diagnosa keperawatan: Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak
adekuatnya asupan nutrisi.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpeniuhi.

Kriteria : Kriteria berat badan naik, klien mau mengkonsumsi makanan yang di sediakan.

Intervensi :

1) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin.

Rasional : Dengan pemberian vitamin membantu proses metabolisme, mempertahankan fungsi berbagai jaringan dan
membantu pembentukan sel baru.

2) Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh dan diit yang di tentukan dan tanyakan
kembali apa yang telah di jelaskan.

Rasional : Pengertian klien tentang nutrisi mendorong klien untuk mengkonsumsi makanan sesuai diit yang
ditentukan dan umpan balik klien tentang penjelasan merupakan tolak ukur penahanan klien tentang
nutrisi

3) Bantu klien dan keluarga mengidentifikasi dan memilih makanan yang mengandung kalori dan protein
tinggi.

Rasional : Dengan mengidentifikasi berbagai jenis makanan yang telah di tentukan.

4) Identifikasi busana klien buat padan yang ideal dan tentukan kenaikan berat badan yang diinginkan
berat badan ideal.

Rasional : Diharapkan klien kooperatif.

5) Sajikan makanan dalam keadaan menarik dan hangat.

Rasional : Dengan penyajian yang menarik diharapkan dapat meningkatkan selera makan.

6) Anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan mulut.

Rasional : Dengan kebersihan mulut menghindari rasa mual sehingga diharapkan menambah rasa.

7) Monitor kenaikan berat badan

Rasional : Dengan monitor berat badan merupakan sarana untuk mengetahui perkembangan asupan nutrisi klien.
4. Diagnosa keperawatan : Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sesak dan nyeri.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapakn tidur terpenuhi sesuai kebutuhan

Kriteria : klien mengatakan sudah dapat tidur.

Intervensi :

1) Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen dan analgesik

Rasional : Dengan penambahan suplay O2 diharapkan sesak nafas berkurang sehingga klien dapat istirahat.

2) Beri suasana yang nyaman pada klien dan beri posisi yang menyenangkan yaitu kepala lebih tinggi:

Rasional: Suasana yang nyaman mengurangi rangsangan ketegangan dan sangat membantu untuk bersantai dan
dengan posisi lebih tinggi diharapkan membantu paru paru untuk melakukan ekspansi optimal.

3) Berikan penjelasan terhadap klien pentingnya istirahat tidur.

Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien termotivasi untuk memenuhi kebutuhan istirahat sesuai dengan
kebutuhan.

4) Tingkat relaksasi menjelang tidur.

Rasional : Diharapkan dapat mengurangi ketegangan otot dan pikiran lebih tenang.

5) Bantu klien untuk melakukan kebiasaannya menjelang tidur.

Rasional : Dengan tetap tidak mengubah pola kebiasaan klien mempermudah klien untuk beradaptasi dengan
lingkungan.

5. Diagnosa keperawatan : Gangguan aktifitas berhubungan dengan sesak dan nyeri.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan klien dapat melakukan aktivtas dengan bebas.

Kriteria : Klien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.

Intervensi :

1) Bimbing klien melakukan mobilisasi secara bertahap.

Rasional : Dengan latihan secara bertahap klien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan.

2) Latih klien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.

Rasional : Diharapkan ada upaya menuju kemandirian.

3) Ajarkan pada klien menggunakan teknik relaksasi yang merupakan salah satu teknik pengurangan nyeri.

Rasional : Pengendalian nyeri merupakan pertahanan otot dan persendian dengan optimal.
4) Jelaskan tujuan aktifitas ringan.

Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif.

5) Observasi reaksi nyeri dan sesak saat melakukan aktifitas.

Rasional : Dengan mobilisasi terjadi penarikan otot, hal ini dapat meningkatkan rasa nyeri.

6) Anjurkan klien untuk mentaati terapi yang diberikan.

Rasional : Diharapkan klien dapat kooperatif.

6. Diagnosa Keperawatan : Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang
diderita.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan cemas berkurang.

Kriteria : Klien tenang, klien mampu bersosialisasi.

Intervensi :

1. Berikan dorongan pada klien untuk mendiskusikan perasaannya mengemukakan persepsinya tentang
kecemasannya.

Rasional : Membantu klien dalam memperoleh kesadaran dan memahami keadaan diri yang sebenarnya.

2. Jelaskan pada klien setiap melakukan prosedur baik keperawatan maupun tindakan medis.

Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif dan mengurangi kecemasan klien

3. Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan tentang penyakitnya.

Rasional : Dengan penjelasan dari petugas kesehatan akan menambah kepercayaan terhadap apa yang dijelaskan
sehingga cemas klien berkurang.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Carpernito, Lynda Juall . 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta, EGC

Gale, Danielle, Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta, EGC.

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam FK. Unair RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi,
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Marilyn E. Doenges, Merry Frances Mourhouse, Allice C. Glisser. 2000. Nursing Care Planning Guidelines For
Planning and Documenting Patient Care. Third Edition.Philadelphia FA. Davis. Company.

Soeparman, Sarwono Maspadji 1990. Ilmu Penyakit Dalam II Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

LAB/UPF Ilmu Penyakit Paru FK. Unair. RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 1994 Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD
Dr. Soetomo Surabaya.

Marilyn E. Doenges, Merry Frances Mourhouse, Allice C. Glisser. 1986. Nursing Care Planning Gidelines For
Planning Patient care. Second Edition.Philadelphia FA. Davis. Company.

Med Muhammad Amin DKK. 1993. Pengantar ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga.

Soeparman, Sarwono Maspadji 1990. Ilmu Penyakit Dalam II Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian

Riwayat Keperawatan

Keluhan utama : Riwayat Penyakit sekarang.

Adanya demam yang menyerupai influenza yang timbulnya berulang, batuk lebih dari 2 minggu yang
sifatnya non produktif, Nafsu makan menurun, meriang, sesak napas dan nyeri dada.

Riwayat penyakit dahulu.

Perlu dikaji adanya riwat penyakit TBC paru, kegagalan jantung kongestif, pneumonia, infark paru,
tumor paru.

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : Didapatkan penggunaan otot bantu pernapasan, cuping hidung melebar, iga melebar, rongga dada
asimetris, cemmbung pada sisi yang sakit, pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit.

Palpasi : Pergerakan dada asimetris, fremitus raba melemah.

Perkusi : Suara redup pada posisi yang sakit dan nyeri ketok

Auskultasi : Adanya suara tambahan,suara egofoni, suara pernapasan melemah pada posisi yang sakit.

Kebutuhan sehari hari

Kebutuhan Nutrisi : Pada pola nutrisi akan ditemukan : nafsu makan menurun yang diakibatkan oleh mual
dan muntah dan pada observasi dapat ditemukan klien kurus, berat badan tidak ideal, jaringan lemak
tipis dan iga kelihatan.

Kebutuhan istirahat dan tidur : Klien dengan sesak dan nyeri kemungkinan akan mengalami gangguan
dalam pola tidur dan istirahat. Oleh karena itu perlu dikaji lamanya istirahat dan tidur, kebiasaan
sebelum tidur, posisi tidur, sclera mata, apatis, kurang perhatian dan kurang respon.

Kebutuhan aktivitas : Klien dengan nyeri abdomen dan sesak mengalami gangguan aktivitas / keterbatasan
dalam aktivitas. Terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari hari ( ADL)

Pola Persepsi : Perlu di kaji tentang pandangan klien terhadap dirinya serta pandangan klien terhadap
penyakit yang diderita.
Diagnosa keperawatan:

Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

1. Ketidakefektifan pernapasan berhubungan denganexpansi paru yang menurun.

2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan denganpenumpukan cairan pada rongga pleura.

3. Gangguan nutrisi ; Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan tidak adekuatnya asupan nutrisi.

4. Gangguan Istirahat dan tidur berhubungan dengansesak napas dan nyeri.

5. Gangguan aktivitas berhubungan dengansesak napas dan nyeri.

6. Cemas berhubungan dengankurang pengetahuan.

Perencanaan

1. Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan pernapasan berhubungan dengan adanya penurunan ekspansi


paru (ascites dan penekanan diapragma)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapakan pernapasan efektif kembali

Kriteria : Tidak mengeluh sesak napas, RR 20 24 X/menit. Hasil Lab BGA Normal

Intervensi :

1) Pertahankan Posisi semi fowler.

Rasional : Posisi ini memungkinkan tidak terjadinya penekanan isi perut terhadap diafragma sehingga meningkatkan
ruangan untuk ekspansi paru yang maksimal. Disamping itu posisi ini juga mengurangi peningkatan
volume darah paru sehingga memperluas ruangan yang dapat diisi oleh udara.

2) Observasi gejala kardinal dan monitor tanda tanda ketidakefektifan jalan napas.

Rasional : Pemantau lebih dini terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat diambil tindakan penanganan
segera.

3) Berikan penjelasan tentang penyebab sesak dan motivasi utuk membatasi aktivitas.

Rasional : Pengertian klien akan mengundang partispasi klien dalam mengatasi permasalahan yang terjadi.

4) Kolaborasi dengan tim medis (dokter) dalam pemberian Oksigen dan pemeriksaan Gas darah.

Rasional : Pemberian oksigen akan membantu pernapasan sehingga eskpasi paru dapat maksimal.

Pemeriksaan gas darah untuk mengetahui kemampuan bernapas.


2. Diagnosa keperawatan : Gangaguan rasa nyaman nyeri abdomen berhubungan denganadanya
penumpukan cairan dalam rongga abdomen (ascites).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan keperawatan diharapakn nyeri dapat berkurang atau Pasien bebas dari nyeri.

Kriteria : Tidak mengeluh nyeri abdomen, tidak meringis, Nadi 70 80 x/menit.

Intervensi :

5) Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.

Rasional : Analgesik bekerja mengurangi reseptor nyeri dalam mencapai sistim saraf sentral.

6) Atur posisi klien yang enak sesuai dengan keadaan.

Rasional : Dengan posisi miring ke sisi yang sehat disesuaikan dengan gaya gravitasi,maka dengan miring kesisi yang
sehat maka terjadi pengurangan penekanan sisi yang sakit.

7) Awasi respon emosional klien terhadap proses nyeri.

Rasional : Keadaan emosional mempunyai dampak pada kemampuan klien untuk menangani nyeri.

8) Ajarkan teknik pengurangan nyeri dengan teknik distraksi.

Rasional : Teknik distraksi merupakan teknik pengalihan perhatian sehingga mengurangi emosional dan kognitif.

9) Observasi tanda-tanda vital.

Rasional : Deteksi dini adanya kelainan

3. Diagnosa keperawatan: Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengantidak


adekuatnya asupan nutrisi.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpeniuhi.

Kriteria : Kriteria berat badan naik, klien mau mengkonsumsi makanan yang di sediakan.

Intervensi :

8) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin.

Rasional : Dengan pemberian vitamin membantu proses metabolisme, mempertahankan fungsi berbagai jaringan dan
membantu pembentukan sel baru.
9) Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh dan diit yang di tentukan dan tanyakan
kembali apa yang telah di jelaskan.

Rasional : Pengertian klien tentang nutrisi mendorong klien untuk mengkonsumsi makanan sesuai diit yang
ditentukan dan umpan balik klien tentang penjelasan merupakan tolak ukur penahanan klien tentang
nutrisi

10) Bantu klien dan keluarga mengidentifikasi dan memilih makanan yang mengandung kalori dan protein
tinggi.

Rasional : Dengan mengidentifikasi berbagai jenis makanan yang telah di tentukan.

11) Identifikasi busana klien buat padan yang ideal dan tentukan kenaikan berat badan yang diinginkan
berat badan ideal.

Rasional : Diharapkan klien kooperatif.

12) Sajikan makanan dalam keadaan menarik dan hangat.

Rasional : Dengan penyajian yang menarik diharapkan dapat meningkatkan selera makan.

13) Anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan mulut.

Rasional : Dengan kebersihan mulut menghindari rasa mual sehingga diharapkan menambah rasa.

14) Monitor kenaikan berat badan

Rasional : Dengan monitor berat badan merupakan sarana untuk mengetahui perkembangan asupan nutrisi klien.

4. Diagnosa keperawatan : Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sesak dan nyeri.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapakn tidur terpenuhi sesuai kebutuhan

Kriteria : klien mengatakan sudah dapat tidur.

Intervensi :

6) Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen dan analgesik

Rasional : Dengan penambahan suplay O2 diharapkan sesak nafas berkurang sehingga klien dapat istirahat.

7) Beri suasana yang nyaman pada klien dan beri posisi yang menyenangkan yaitu kepala lebih tinggi:

Rasional: Suasana yang nyaman mengurangi rangsangan ketegangan dan sangat membantu untuk bersantai dan
dengan posisi lebih tinggi diharapkan membantu paru paru untuk melakukan ekspansi optimal.

8) Berikan penjelasan terhadap klien pentingnya istirahat tidur.


Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien termotivasi untuk memenuhi kebutuhan istirahat sesuai dengan
kebutuhan.

9) Tingkat relaksasi menjelang tidur.

Rasional : Diharapkan dapat mengurangi ketegangan otot dan pikiran lebih tenang.

10) Bantu klien untuk melakukan kebiasaannya menjelang tidur.

Rasional : Dengan tetap tidak mengubah pola kebiasaan klien mempermudah klien untuk beradaptasi dengan
lingkungan.

5. Diagnosa keperawatan : Gangguan aktifitas berhubungan dengansesak dan nyeri.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan klien dapat melakukan aktivtas dengan bebas.

Kriteria : Klien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.

Intervensi :

7) Bimbing klien melakukan mobilisasi secara bertahap.

Rasional : Dengan latihan secara bertahap klien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan.

8) Latih klien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.

Rasional : Diharapkan ada upaya menuju kemandirian.

9) Ajarkan pada klien menggunakan relaksasi yang merupakan salah satu teknik pengurangan nyeri.

Rasional : Pengendalian nyeri merupakan pertahanan otot dan persendian dengan optimal.

10) Jelaskan tujuan aktifitas ringan.

Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif.

11) Observasi reaksi nyeri dan sesak saat melakukan aktifitas.

Rasional : Dengan mobilisasi terjadi penarikan otot, hal ini dapat meningkatkan rasa nyeri.

12) Anjurkan klien untuk mentaati terapi yang diberikan.

Rasional : Diharapkan klien dapat kooperatif.

6. Diagnosa Keperawatan : Cemas berhubungan dengankurangnya pengetahuan tentang penyakit yang


diderita.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan cemas berkurang.


Kriteria : Klien tenang, klien mampu bersosialisasi.

Intervensi :

1. Berikan dorongan pada klien untuk mendiskusikan perasaannya mengemukakan persepsinya tentang
kecemasannya.

Rasional : Membantu klien dalam memperoleh kesadaran dan memahami keadaan diri yang
sebenarnya.

2. Jelaskan pada klien setiap melakukan prosedur baik keperawatan maupun tindakan medis.

Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif dan mengurangi kecemasan klien

3. Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan tentang penyakitnya.

Rasional : Dengan penjelasan dari petugas kesehatan akan menambah kepercayaan terhadap apa yang
dijelaskan sehingga cemas klien berkurang.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, UI Pres Buku I, Edisi Ke 2

2. Sylvia Anderson Price, Ph D. R.N. dan L.Mc.Carty Wilson, Ph D. R.N, Pathofisiologi proses-proses
penyakit, edisi I, Buku ke empat.

LAB/UPF Ilmu Penyakit Paru FK. Unair. RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 1994 Pedoman Diagnosis dan
Terapi RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1. Kekurangan gizi: Penurunan berat badan berhubungan dengan anoreksia, mual,gangguan absorpsi,
metabolisme vitamin.

2. Ketidakefektifan bernapas berhubungan dengan adanya asites dan penekanan diapragma.

3. Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut

4. Resiko kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan asites yang berlebihan, perdarahan, dan
edema

5. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengankekurangan sel darah putih

6. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus,edema,dan asites

7. Gangguan fungsi seksual berhubungan dengan gangguan fungsi hormonal dan penurunan libido

8. Cemas berhubungan dengan hospitalisasi

9. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan penyebabnya

10. Isolasi sosial berhubungan dengan resiko terjadinya penyebaran infeksi.

Publish By ekmal yusuf on Kategory : KMB

0 komentar:

Posting Komentar
Newer Post Older Post

Artikel Populer

LAPORAN PENDAHULUAN FIBROADENOMA MAMMAE

PENGERTIAN 1. Fibroadenoma adalah suatu tumor jinak yang merupakan pertumbuhan


yang meliputi kelenjar dan stroma jaringan ikat. ...

Laporan Pendahuluan dan Asuhan keperawatan Hernia


A. PENGERTIAN Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan...

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan H E P A T O M A

I. PENGERTIAN Hepatoma sinonim = Kanker Hati Primer, Karsinoma Hepatoseluler


adalah : proses keganassan pada hati. ...

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Alergi

Pengertian Hipersensitifitas atau alergi dapat didefinisikan sebagai setiap reaksi imunologi yang
menghasilkan kerusakan jaringan dalam ind...

LAPORAN PENDAHULUAN SPACE OCCUPYING LESSION / SOL

A. Pengertian Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada infrakranial yang
menempati ruang di dalam tengkorak (Smeltzer &...

Laporan Pendahuluan dan Asuhan keperawatan Hernia Scrotalis

A. PENGERTIAN Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkuta...

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan HEMOFILIA

A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Hemofilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang
paling sering dan serius, berhubungan dengan d...

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pasien dengan Osteomielitis atau infeksi tulang
A. LATAR BELAKANG Osteomielitis atau infeksi tulang merupakan masalah khusus dalam
diagnosa dan terapi infeksi. Dalam 10 tahun ini minat...

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR FEMUR

I. DEFENISI Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi t...

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pasien dengan OTITIS MEDIA SUPURATIF
KRONIK

Pengertian OMSK ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
sekret yang keluar dari telinga tengah terus me...

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

ekmal yusuf

Lihat profil lengkapku

Archives

2012 (271)
2011 (120)

Copyright 2012 Asuhan Keperawatan-Artikel Kesehatan Seo Elite by BLog BamZ | Blogger
Templates
rikayuhelmi116
All Our Dreams Can Come True, If We Have The Courage To Pursue Them ,.!!

Home
About

Dec9

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CA HEPAR


Posted on December 9, 2012 by rikayuhelmi116

Standard

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CA HEPAR

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

Kelompok IV

Elsa Prideswita

Jummy Arif

Lavenia Prameswari

Reska Hamda Sari

Resi Ridesvina

Rika Yuhelmi
Dosen Pembimbing :

Ns. Dedi Adha, S.Kep

PROGRAM STUDI D. III KEPERAWATAN

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

2011 / 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia_Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Medikal Bedah 1 ( KMB 1 ) ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan keluarga yang membantu
memberikan semangat dan dorongan demi terwujudnya karya ini, yaitu makalah Keperawatan
Medical Bedah 1 (KMB 1) ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu Ns. Dedi Adha, S.Kep
yang telah membantu kami, sehingga kami merasa lebih ringan dan lebih mudah menulis
makalah ini. Atas bimbingan yang telah berikan, kami juga mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang juga membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan masih kurang
sempurna.Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dengan tujuan untuk
menyempurnakan makalah ini.

Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat di manfaatkan sebaik mungkin, baik itu bagi diri
sendiri maupun yang membaca makalah ini.
Padang, 7 November 2012

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

International Agency for cancer Research, GLOBOCAN 2002, menyebutkan ca hepar atau yang
lebih dikenal dengan kanker hati adalah enam dari kanker paling umum yang ditemukan di
seluruh dunia dan merupakan penyebab kematian ketiga akibat kanker secara global.

Ca hepar atau Kanker hati merupakan jenis kanker yang sering ditemukan di Indonesia. Kanker
hati terjadi apabila sel kanker berkembang pada jaringan hati. Adanya gejala yang ditimbulkan
dari penyakit ini, di antaranya kekurangan berat badan tanpa adanya alasan yang diketahui dan
tanpa berusaha untuk mengurangi berat badan,
kehilangan selera makan secara berkelanjutan, merasa kenyang setelah makan dalam porsi
sedikit, pembengkakan di bagian kanan perut yang berada tepat di bawah tulang rusuk, warna
kulit dan mata yang kuning kehijauan, keletihan yang tidak biasanya dan mual.

Penyakit ini adalah penyakit yang tidak mengenal umur. Selain itu, masalah penyakit kanker hati
ini sangat erat kaitannya dengan penyakit hepatitis B dan hepatitisC. Meningkatnya penderita
kanker hati setiap tahunnya ini disebabkan tingginya kasushepatitis B dan C kronis di Indonesia.
Dua penyakit ini penyebab terjadinya kanker hati. Selain itu penyakit ini sulit terdeteksi.

Kanker hati (karsinoma hepatoseluler) disebabkan adanya infeksi hepatitis Bkronis apabila
terjadi dalam jangka waktu lama. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan virus hepatitis B
(VHB) yang menyerang hati. Selain itu hepatitis B dalam jangka waktu lama juga bisa
menyebabkan pengerasan hati (sirosis), bahkan dapat

menyebabkan kematian.

Selanjutnya, fakta menunjukkan bahwa hepatitis B adalah penyebab kematian nomor 10 di


dunia. Hingga saat ini, 2 miliar orang terinfeksi di seluruh dunia, dan 350 juta orang berlanjut
menjadi pasien dengan infeksi hepatiatis B kronik. Di Indonesia sendiri diperkirakan angka
kejadian infeksi hepatitis B kronik mencapai 5-10 persen dari total jumlah penduduk.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penulis mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses asuhan keperawatan
secara komprehensif terhadap klien Ca Hepar.

1. Tujuan Khusus

Setelah melakukan penelitian dan pembelajaran tentang Ca Hepar maka

mahasiswa/i diharapkan mampu:

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Ca Hepar.


2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Ca Hepar.
3. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Ca Hepar.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Ca Hepar.
5. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan Ca Hepar.
BAB II

TINJAUAN TORITIS

1. A. DEFENISI

Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang
mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar. ( Gips &
Willson :1989 )

Kanker hati adalah penyakit gangguan pada hati yang disebabkan karna hepatis kronik
dalam jangka panjang yang menyebabkan gangguan pada fungsi hati. ( Ghofar , Abdul : 2009 )

Kanker hati berasal dari satu sel yang mengalami perubahan mekanisme kontrol dalam sel yang
mengakibatkan pembelahan sel yang tidak terkontrol. Sel abnormal tersebut akan
membentuk jutaan kopi, yang disebut klon. Mereka tidak dapat melakukan fungsi normal sel
hati dan sel terus menerus memperbanyak diri. Sel-sel tidak normal ini akan membentuk tumor
(Anonim,2004).

Kanker hepar atau kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul
dari hati. Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe
sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-
sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari
jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul
dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau Karsinoma
(carcinoma).
Ca Hepar atau yang biasa disebut kanker hati adalah Tumor ganas primer pada hati yang
berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya
dan kanker hati terjadi apabila sel kanker berkembang pada jaringanhati.. Merupakan tumor
ganas nomor 2 diseluruh dunia , diasia pasifik terutamaTaiwan ,hepatoma menduduki tempat
tertinggi dari tomur-tomur ganas lainnya

1. B. ETIOLOGI

Kanker hati (karsinoma hepatoseluler ) disebabkan adanya infeksi hepatis B kronis yang terjadi
dalam jangka waktu lama. ( ghofar, Abdul : 2009 )
Penyebab kanker hepar secara umum adalah infeksi virus hepatitis B dan C, cemaran aflatoksin
B1, sirosis hati, infeksi parasit, alkohol serta faktor keturunan. (Fong, 2002). Infeksi virus
hepatitis B dan C merupakan penyebab kanker hepar yang utama didunia, terutama pasien
dengan antigenemia dan juga mempunyai penyakit kronik hepatitis.

Pasien laki-laki dengan umur lebih dari 50 tahun yang menderita penyakit hepatitis B dan C
mempunyai kemungkinan besar terkena kanker hepar. (Tsukuma dkk., 1993; Mor dkk., 1998).

Orang yang didiagnosis menderita kanker hati berusia diatas enam puluh tahun. Dari sebuah
survei di Kanada,setiap tahun sekitar 1800 orang didiagnosis menderita kanker hati, dan separuh
lebih adalah lelaki.

Faktor faktor yang dapat merusak hati dan penyebab kanker hati :

Tidur terlalu malam dan bangun terlalu siang


Tidak buang air di pagi hari
Pola makan yang terlalu berlebihan
Tidak makan pagi
Terlalu banyak mengkonsumsi obat obatan
Terlalu banyak mengkonsumsi bahan pengawet, zat tambahan, zat pewarna, pemanis buatan.
Minyak goreng yang tidak sehat. Sedapat mungkin kurangi penggunaan minyak goring saat
menggoreng makanan. Jangan mengkonsumsi makanan yang di goreng bila kita dalam kondisi
penas, kecuali dalam kondisi tubuh yang fit.
Mengkonsumsi makanan mentah ( sangat matang ) juga menambah beban hati. Sayur yang
digoreng harus dimakan habis saat itu juga, jangan disimpan.
Alkohol
Keturunan
Hepatis B, C

1. C. PATOFISIOLOGI

Kanker hati terjadi akibat kerusakan pada sel sel parenkim hati yang biasa secara langsung
disebabkan oleh primer penyakit hati atau secara tidak langsung oleh obstruksi aliran empedu
atau gangguan sirkulasi hepatik yang menyebabkan disfungsi hati. Sel parenkim hati akan
bereaksi tehadap unsur unsur yang paling toksik melalui penggantian glikogen dengan lipid
sehingga terjadi infiltrasi lemak dengan atau tanpa nekrosis atau kematian sel. Keadaan ini sering
disertai dengan infiltrasi sel radang dan pertumbuhan jaringan fibrosis. Regenerasi sel dapat
terjadi jika proses perjalanan penyakit tidak terlampau toksik bagi sel sel hati. Sehingga terjadi
pengecilan dan fibrosis selanjutnya akan menjadi kanker hati.

1. D. MANIFESTASI KLINIK

Kulit menjadi berwarna kuning,


Deman,
Menggigil,
Merasa lelah yang luar biasa,
Nausea,
Nyeri pada perut,
Kehilangan nafsu makan,
Berat badan yang turun drastis,
Nyeri pada punggung
bahu, Urin yang berwarna gelap,
Terjadi pendarahan di bagian dalam tubuh.

1. E. KLASIFIKASI

Ca Hepar atau kanker hati dapat digolongkan beberapa type yaitu :

1. Kanker Hati Primer

Cholangio Carcinoma kanker yang berawal dari saluran empedu


Hepatoblastoma pada umumnya menyerang anak-anak atau anak yang mengalami pubertas
Angiosarcoma kanker yang jarang terjadi, bermula di pembuluh darah yang ada pada hati.
Hepatoma (HCC) berawal di hepatosit dan dapat menyebar ke organ yang lain. Laki- laki dua
kali lebih rawan terkena penyakit ini dibandingkan wanita.

2. Kanker Hati Sekunder

Kanker hati sekunder dapat muncul dari kanker hati primer pada organ-organ lain. Tetapi, pada
umumnya bersumber dari perut, pankreas, kolon, dan rektum.

1. F. PEMERIKSAAN
1. Laboratorium:

1) Darah Lengkap : Hb/Ht dan sel darah merah (SDM) mungkin menurun karena perdarahan
kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisit besi leukopenia mungkin
ada sebagai akibat hipersplenisme.

2) Bilirubin serum : meningkat karena gangguan seluler, ketidak mampuan hati untuk
menkonjugasi atau obstruksi bilier.

3) AST (SGOT) / ALT (SGPT), LDH : meningkat karena kerusakan seluler dan
mengeluarkan enzim.

4) Alkali fosfatase : meningkat karena penurunan ekskresi.


1. Radiologi :

Ultrasonografi (USG), CT-Scan, Thorak foto, Arteriography, MRI. Dan Laparoskopi

1. Biopsi jaringan hati.

1. G. PENATALAKSANAAN
1. a. Penatalaksanaan Non Bedah

Penatalaksanaan atau terapi ini hanya dapat memperpanjang kelangsungan hidup pasien dan
memperbaiki kualitas hidupnya dengan cara mengurangi rasa nyeri serta gangguan rasa nyaman,
namun efek utamanya masih bersifat paliatif. Penatalaksanaan non bedah ini seperti :

1) Terapi Radiasi

2) Kemoterapi

b. Penatalaksanaan Bedah

1) Lobektomi hati

2) Transplantasi hati
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

1. A. PENGKAJIAN

1. Identitas

1. Usia : Biasanya menyerang dewasa dan orang tua


2. Jenis kelamin : Kanker hati sering terjadi pada laki laki dari pada perumpuan.
3. Pekerjaan : Dapat ditemukan pada orang dengan aktivitas yang berlebihan

2. Riwayat kesehatan

1. Keluhan utama : Keluhan pasien pada waktu dikaji.


2. Riwayat penyakit dahulu : Pasien dahulu pernah menderita penyakit apa dan bagaimana
pengobatanya.
3. Riwayat penyakit sekarang

1. Data fokus terkait perubahan pola fungsi


1. Aktivitas : Klien akan mengalami kelelahan , kelemahan, malaise
2. Sirkulasi : Bradikardi akibat hiperbilirubin berat, akterik pada sclera, kulit dan membran
mukosa.
3. Eliminasi: Warna urin gelap ( seperti teh ), diare feses warna tanah liat.
4. Makanan dan cairan : Anoreksia, berat badan menurun, perasaan mual dan muntah,
terjadi peningkatan edema, asites.
5. Neurosensori : Peka terhadap rangsangan, cenderung tidur, asteriksis
6. Nyeri / Kenyamanan : Kram abdomen, nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas,
mialgia, sakit kepala, gatal gatal.
7. Keamanan : Urtikaria, demam, eritema, splenomegali, pembesaran nodus servikal
posterior
8. Seksualitas : Perilaku homoseksual aktif atau biseksual pada wanita dapat meningkatkan
faktor resiko.

1. Pemeriksaan fisik
1. Tanda tanda vital
2. Mata
3. Mulut
4. Abdomen
5. Kulit
6. Ekstremitas : Mengalami kelemahan atau peningkatan edema.

1. Pemeriksaan penunjang

HASIL :

Laboratorium:

1. 500 mg/dl, HbsAg positf dalam serum, Kalium, Kalsium. Darah lengkap ; SGOT, SGPT,

LDH, CPK, Alkali Fostatase.

1. AST / SGOT meningkat Nn ( 10 40 unit (4,8 -19 U/L)


2. ALT / SGPT meningkat Nn ( 5 35 unit (2,4 17 U/L)
3. LDH meningkat Nn (165 400 unit (80 192 U/L)
4. Alkali Fostatase meningkat Nn ( 2 -5 unit (20 90 IU/L)
5. Albumin menurun Nn ( 3,5 5,5 g/dl (35-55 g/L)Globulin meningkat Nn ( 1,5 3,0 g/dl (15-
30g/L)

Pemeriksaan radiologi

1. Pemeriksaan barium esofagus : Menunjukkan peningkatan tekanan portal.


2. Foto rongent abdomen : Pada penderita kanker hati akan terlihat perubahan ukuran hati.
3. Arteriografi pembuluh darah seliaka : Untuk melihat hati dan pankreas.
4. Laparoskopi : Melihat perbedaan permukaan hati antara lobus kanan dengan kiri sehingga jika
ada kelainan akan terlihat jelas.
5. Biobsi hati : Menentukan perubahan anatomis pada jaringan hati
6. Ultrasonografi : Memperlihatkan ukuran ukuran organ abdomen.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Tidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, gangguan absorbsi,


metabolisme vitamin di hati.
2. Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites ).
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan
4. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus,edema dan asites

III. INTERVENSI

A. Diagnosa 1 : Tidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, gangguan


absorbsi, metabolisme vitamin di hati.

Tujuan :

1. Mendemontrasikan BB stabil, penembahan BB progresif kearah tujuan dgn normalisasi nilai


laboratorium dan batas tanda-tanda malnutrisi

2. Penanggulangan pemahaman pengaruh individual pd masukan adekuat .

Intervensi :

1. Pantau masukan makanan setiap hari, beri pasein buku harian tentang makanan sesuai Indika
2. Dorong pasien utk makan deit tinggi kalori kaya protein dg masukan cairan adekuat.
3. Dorong penggunaan suplemen dan makanan sering / lebih sedikit yg dibagi bagi selama sehari.
4. Berikan antiemetik pada jadwal reguler sebelum / selama dan setelah pemberian agent
antineoplastik yang sesuai .

Rasional :

1. Keefektifan penilaian diet individual dalam penghilangan mual pascaterapi. Pasien harus
mencoba untuk menemukan solusi/kombinasi terbaik.

2. Kebutuhan jaringan metabolek ditingkatkan begitu juga cairan ( untuk menghilangkan


produksi sisa ). Suplemen dapat memainkan peranan penting dlm mempertahankan masukan
kalori dan protein adekuat.

3. Mual/muntah paling menurunkan kemampuan dan efek samping psikologis kemoterapi yang
menimbulkan stess.
B. Diagnosa 2 : Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites )

Tujuan :

1. Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi


nyeri.

2. Melaporkan penghilangan nyeri maksimal / kontrol dengan pengaruh minimal pada AKS

Intervensi :

1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi , frekwensi, durasi dan intensitas ( 0-10 ) dan tindakan
penghilang rasa nyeri misalkan berikan posisi yang duduk tengkurap dengan dialas bantal pada
daerah antara perut dan dada.

2. Berikan tindakan kenyamanan dasar misalnya reposisi, gosok punggung.

3. kaji tingkat nyeri / kontrol nilai

Rasional :

1. memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan / keefektifan intervensi

2. meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian

3. kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum pada AKS.

1. C. Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai O2 dengan


kebutuhan

Tujuan :

1. Dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan tubuh.

Intervensi :

1. Dorong pasein untuk melakukan apa saja bila mungkin, misalnya mandi, bangun dari kursi/
tempat tidur, berjalan. Tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan.

2. Pantau respon fisiologi terhadap aktivitas misalnya; perubahan pada TD/ frekuensi jantung /
pernapasan.
3. Beri oksigen sesuai indikasi

Rasional :

1. Meningkatkan kekuatan / stamina dan memampukan pasein menjadi lebih aktif tanpa
kelelahan yang berarti.

2. Teloransi sangat tergantung pada tahap proses penyakit, status nutrisi, keseimbnagan cairan
dan reaksi terhadap aturan terapeutik.

3. Adanya hifoksia menurunkan kesediaan O2 untuk ambilan seluler dan memperberat keletihan.

D. Diagosa 4 :Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus,edema


dan asites

Tujuan :

1. Mengedentifikasi fiksi intervensi yang tepat untuk kondisi kusus.

2. Berpartisipasi dalam tehnik untuk mencegah komplikasi / meningkatkan penyembuhan

Intervensi :

1. Kaji kulit terhadap efek samping terapi kanker. Perhatikan kerusakan atau perlambatan
penyembuhan
2. Mandikan dengan air hangat dan sabun
3. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit yang kering dari pada
menggaruk.
4. Balikkan / ubah posisi dengan sering
5. Anjurkan pasein untuk menghindari krim kulit apapun ,salep dan bedak kecuali seijin dokter

Rasional :

1. Efek kemerahan atau reaksi radiasi dapat terjadi dalam area radiasi dapat terjadi dalam area
radiasi. Deskuamasi kering dan deskuamasi kering,ulserasi.
2. Mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit.
3. Membantu mencegah friksi atau trauma fisik.
4. Untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit/ jaringan yang tidak perlu.
5. Dapat meningkatkan iritasi atau reaksi secara nyata.

IV. EVALUASI

1. Kebutuhan akan nutrisi dapat terpenuhi


2. Nyeri yang dirasakan klien dapat berkurang
3. Klien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan tubuh
4. Klien dapat turut berpartisipasi dalam tehnik untuk mencegah komplikasi

BAB IV

KESIMPULAN

1. I. KESIMPULAN

Ca Hepar adalah Tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran
empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya dan kanker hati terjadi apabila sel kanker
berkembang pada jaringan hati.. Merupakan tumor ganas nomor 2 diseluruh dunia, diasia pasifik
terutama Taiwan ,hepatoma menduduki tempat tertinggi dari tomur-tomur ganas lainnya.
Ca Hepar disebabkan karena adanya infeksi hepatitis B kronis apabila terjadi dalam jangka
waktu lama. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan virus hepatitis B (VHB) yang
menyerang hati

Penyakit ini adalah penyakit yang tidak mengenal umur. Selain itu, masalah penyakit kanker hati
ini sangat erat kaitannya dengan penyakit hepatitis B dan hepatitis C

Meningkatnya penderita kanker hati setiap tahunnya ini disebabkan tingginya kasus hepatitis B
dan C kronis di Indonesia. Dua penyakit ini penyebab terjadinya kanker hati. Selain itu penyakit
ini sulit terdeteksi.

Selanjutnya, fakta menunjukkan bahwa hepatitis B adalah penyebab kematian nomor 10 di


dunia. Hingga saat ini, 2 miliar orang terinfeksi di seluruh dunia, dan 350 juta orang berlanjut
menjadi pasien dengan infeksi hepatiatis B kronik.

Di Indonesia sendiri diperkirakan angka kejadian infeksi hepatitis B kronik mencapai 5-10
persen dari

total jumlah penduduk.

Pengobatan yang biasa dilakukan untuk pasien dengan Ca Hati antara lain yaitu Transplantasi,
Terapi radiasi, Kemoterapi, Kemoembolisasi, Terapi gen, Cryotherapy, Ablasi radiofrekuensi,
dan Pembedahan.

1. II. SARAN

Disarankan untuk ssemua masyarakat, bahwa penyakit kanker hati ini tidak mengenal umur,
yang bias terjadi pada ank anak, remaja, dewasa maupun lansia. Jadi kita sebagai masyarakat
jangan pernah mendekati factor resiko, misalnya tidur terlalu malam dan bagung terlalu siang,
lalu makan tidak teratur. Mulai sekarang tanamkan dalam diri kita bahwa bahwa sehat itu
penting.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC : Jakarta
Inayah, Iin, 2004, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan,
Edisi 1, Salemba Medika : Jakarta

Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth,
Edisi 8, EGC : Jakarta

www.google.co.id,tujuan pembelajaran askep hepar pembelajaran system endokrin. Diambil


pada 6 November 2012, 20:15pm

Advertisements

Share this:

Twitter
Facebook

Related

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RINITIS

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN OTITIS MEDIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA

Filed under Uncategorized | Leave a comment

Post navigation

Previous Post Next Post

Leave a Reply
Archives

December 2012
November 2012
October 2012

Meta

Register
Log in

Create a free website or blog at WordPress.com.

Anda mungkin juga menyukai