PENDAHULUAN
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang konsentrasinya meningkat
dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat dari pemecahan cincin Hem, biasanya
(1)
sebagai akibat metabolisme sel darah .Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus
biliaris (yang sering terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus)
atau kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah
normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus(2).
Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis
intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis,
keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun sedangkan
penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker
pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah struktur jinak (operasi terdahulu)
pada koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan
(1)
kolangitis sklerosing . Pada banyak pasien ikterus dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang teliti dan pemeriksaan laboratorium yang sederhana, diagnosis dapat ditegakkan. Namun
tidak jarang diagnosis pasti masih sukar ditetapkan, sehingga perlu difikirkan berbagai
pemeriksaan lanjutan.
Kasus ikterus obstruksi post-hepatik terbanyak mengenai usia 50-59 tahun 29,3%. Kasus
icterus obstruksi post-hepatik dapat mengenai jenis kelamin laki-laki dan perempuan dimana
jenis kelamin laki-laki sebanyak 65,9 %. Hatfield et al, melaporkan bahwa kasus icterus
obstruksif terbanyak adalah 70% karena kaput pancreas, 8% pada batu common bile duct, dan
2% adalah karsinoma kandung empedu.
Dalam usaha menentukan diagnosa ikterus kolestasis dilakukan pemeriksaan yang dapat
memberikan gambaran saluran empedu dan dapat menunjukan letak dari sumbatan. Banyaknya
imaging yang dapat dilakukan dengan memakai alat dari konvensional sampai alat canggih
maka pemilihan pemeriksaan adalah amat penting. Pemeriksaan Radiologi/imaging untuk
1
menentukan penyakit penyebab kolestasis yang sering digunakan adalah Ultranonografi,
Computerized Tomografi (CT scan), Endoscopic Retrograde Cholangiopanreografi (ERCP),
Magnetik Resonance cholangiopancreotografi (MRCP), Percutaneus Transhepatic
Cholangiografi (PTC)(1)(2) .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis berupa perubahan warna pada kulit dan mukosa yang menjadi
kuning karena adanya peningkatan konsentrasi bilirubin dalam plasma, yang mencapai lebih dari
2 mg/dl. Terdapat 3 jenis ikterus berdasarkan lokasi penyebabnya, yaitu ikterus prahepatik
(hemolitik), ikterus intrahepatik (parenkimatosa), dan ikterus ekstrahepatik (obstruktif). Ikterus
obstruktif merupakan ikterus yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada sekresi bilirubin pada
jalur post hepatik, yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal(1).
2.2 Epidemiologi
Kasus ikterus obstruksi post-hepatik terbanyak mengenai usia 50 – 59 tahun 29,3%.
Kasus ikterus obstruksi post-hepatik dapat mengenai jenis kelamin laki-laki dan perempuan
dimana jenis kelamin laki-laki sebanyak 65,9%.(2). Hatfield et al, melaporkan bahwa kasus
ikterus obstruktif terbanyak adalah 70% karena karsinoma kaput pankreas, 8% pada batu
common bile duct , dan 2% adalah karsinoma kandung empedu(3).
3
terdapat kanalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena porta hepatis,
dan sebuah cabang duktus koledokus (trias hepatis). Darah arteria dam vena berjalan
diantara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena sentralis.
4
Bilirubin merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses
reaksi oksidasi-reduksi. Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan, transportasi, asupan,
konjugasi, dan ekskresi bilirubin.
Fase Pre-hepatik
1. Pembentukan bilirubin.
Bilirubin berasal dari katabolism protein heme, dimana 75% berasal dari
penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan
protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase, dan peroksidase.
Pembentukannya berlangsung di sistem retikoloendotelial. Langkah oksidase pertama
adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase.
Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim
biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH
normal bersifat tidak larut.
2. Transport Plasma
Selanjutnya bilirubin yang telah dibentuk akan diangkut ke hati melalui plasma, harus
berikatan dengan albumin plasma terlebih dahulu oleh karena sifatnya yang tidak larut
dalam air.
Fase Intra-Hepatik
1. Liver uptake
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai Pada saat kompleks bilirubin-
albumin mencapai permukaan sinusoid hepatosit, terjadi proses ambilan bilirubin oleh
hepatosit melalui ssistem transpor aktif terfasilitasi, namun tidak termasuk
pengambilan albumin. Setelah masuk ke dalam hepatosit, bilirubin akan berikatan
dengan ligandin, yang membantu bilirubin tetap larut sebelum dikonjugasi
2. Konjugasi
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati (bilirubin tak terkonjugasi) akan
mengalami konjugasi dengan asam glukoronat yang dapat larut dalam air di reticulum
endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase
(UDPG-T) membentuk bilirubin konjugasi, sehingga mudah untuk diekskresikan ke
dalam kanalikulus empedu.
Fase Post-Hepatik
5
1. Ekskresi bilirubin
Bilirubin yang terkonjugasi diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu melalui
proses mekanisme transport aktif yang diperantarai oleh protein membran kanalikuli,
dikenal sebagai multidrug-resistance associated protein-2 (MRP-2).Setelah bilirubin
terkonjugasi diekskresikan ke dalam kandung empedu, bilirubin kemudian memasuki
saluran cerna. Sewaktu bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminal dan usus besar,
glukoronida dikeluarkan oleh enzim bakteri khusus, yaitu ß-glukoronidase, dan bilirubin
kemudian direduksi oleh flora feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tak berwarna
yang disebut urobilinogen. Di ileum terminal dan usus besar, sebagian kecil urobilinogen
direabsorpsi dan diekskresi ulang melalui hati sehingga membentuk siklus urobilinogen
enterohepatik. Pada keadaan normal, urobilinogen yang tak berwarna dan dibentuk di
kolon oleh flora feses mengalami oksidasi menjadi urobilin (senyawa berwarna) dan
diekskresikan di tinja
2.5 Etiologi
Ikterus obstruktif disebabkan oleh dua grup besar yaitu intrahepatik dan ekstrahepatik.( 6,7)
6
A. Intra-Hepatik
Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan duktopenia seperti sindrom Alagille’s, kolestatik
familial progresif tipe 1, ‘’non sindromic bile duct paucity”, obat-obatan hepatotoksi, reaksi
penolakan kronik setelah transplantasi hati, dan stadium lanjut dari sirosis bilier primer.
B. Ekstra-Hepatik
Kolestasis yang berhubungan dengan kerusakan kandung empedu yaitu stadium lanjut
sirosis bilier primer, dan obat-obat hepatotoksik. Kolestasis yang berhubungan dengan
perubahan traktus portal seperti batu duktus koledokus, struktur kandung empedu sklerosis
primer kolangitis, karsinoma pankreas, dan pankreatitis kronik.
8
Alanin Aminotransferase (ALT/SGOT) Konsentrasi enzim ALT yang tinggi
terdapat pada hati. ALT juga terdapat pada jantung, otot, dan ginjal, namun
ALT lebih banyak terdapat di dalam hati, dan lebih spesifik menunjukan
fungsi hati daripada AST. Apabila terjadi peningkatan kadar ALT, maka
perlu dicurigai adanya penyakit hepatoseluler, sirosis aktif, obstruksi bilier,
dan hepatitis. Nilai peningkatan yang signifikan adalah adalah dua kali lipat
dari nilai normal.
spartase Aminotransferase (AST/SGPT) AST merupakan enzim yang
memiliki aktivitas metabolism yang tinggi, ditemukan di jantung, hati, otot
rangka, ginjal, otak, limfe, pankreas dan paru-paru. Penyakit yang
menyebabkan perubahan, kerusakan, atau kematian sel pada jaringan tersebut
akan mengakibatkan enzim ini terlepas ke dalam sirkulasi. Apabila terjadi
peningkatan, dapat dicurigai adanya penyakit hati, pancreatitis akut, juga
penyakit jantung seperti MI.
Gamma Glutamil Transferase (Gamma GT) GGT terutama terdapat pada hati
dan ginjal. GGT merupakan enzim marker spesifik untuk fungsi hati dan
kerusakan kolestatis dibandingkan ALP. GGT adalah enzim yang diproduksi
di saluran empedu sehingga meningkat nilainya pada gangguan empedu,
seperti kolesistitis, koletiasis, sirosis, atresia bilier, obstruksi bilier. GGT
sangat sensitif tetapi tidak spesifik. Jika terjadi peningkatan hanya kadar GGT
(bukan AST, ALT) bukan menjadi indikasi kerusakan hati.
Alkali fosfatase Enzim ini merupakan enzim yang berasal dari tulang, hati,
dan plasenta. Konsentrasi tinggi dapat ditemukan dalam kanalikuli bilier,
ginjal, dan usus halus. Pada penyakit hati, kadar alkali fosfatase akan
meningkat karena ekskresinya terganggu akibat obstruksi saluran bilier.
Bilirubin Peningkatan kadar bilirubin indirek lebih sering terjadi akibat
adanya penyakit hepatoseluler, sedangkan apabila terjadi peningkatan
bilirubin direk biasanya terjadi karena adanya obstruksi pada aliran ekskresi
empedu.
10
2.9.2 Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasonography (USG) sangat membantu dalam pasien yang
mengalami jaundice dengan tipe obstruktif dimana didapatkan bahwa pemeriksaan USG
memiliki sensitivitas 93 % dan spesifitas 95% jika bilirubin > 10 mg/dL untuk 10 hari.
Pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal
sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada icterus obstruksi atau icterus non
obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah
bagian distal maka terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian
diikuti pelebaran bagian proximal. untuk membedakan letak tinggi atau letak rendah
dengan muda dapat dibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak
tampak pelebaran pelebaran dari duktus biliar komunis. gambaran duktus biliaris yang
berdilatasi bersama-sama dengan vena portal terlihat sebagai gambaran double vessel,
dan imajing ini disebut “doubel barrel gun sign” atau sebagai “paralel channel sign”.
pada potongan melintang pem buluh darah ganda tampak sebagai gambaran cincin ganda
membentuk “shot gun sign”
Keberadaan akan duktus yang mengalami dilatasi menunjukan bahwa terjadi proses
jaundice pada sclera ekstra hepatic. Pada USG akan menunjukan ukuran dari duktus
biliaris, tingkat pada obstruksi, dan penyebab dari obstruksi pada seluruh pasien tumor
75% dari pasien dengan batu empedu
Sesuai dengan etiologi dari jaundice obstruktif maka akan terdapat gambaran
hiperekoik pada batu, massa, dan cairan ketika dilakukan pemeriksaan USG. Terdapat
juga bayangan akustik yang merupakan akibat dari suara yang dipantulkan ke segala
arah sehingga tidak dapat dgambarkan dengan jelas oleh alat USG
11
Gambar 2.4 USG Kandung Empedu normal (13)
Gambar 2.6 Tampak sumbatan Batu pada common Bile duct (choledocholithiasis) (13)
12
Gambar 2.7 Tampak sumbatan massa pada bile duct (13)
Pada caroli disease yang merupakan tipe V dari kista duktus kholesdekhus disini akan
terlihat pelebaran duktus biliaris intra hepatal saja yang berbentuk kistik, disini juga
kemungkinan akan terlihat batu atau proses peradangan.
Tujuan dilakukan prosedur radiologi dalam melihat obstruksi jaundice adalah dengan
mendeteksi adanya dilatasi biliar, dimana lokasinya dan penyebabnya. CT Scan memberikan
keakuratan yang tinggi dibandingkan dengan USG dalam membantu menemukan penyebab
terjadinya obstruksi. Selain itu, CT scan juga dapat memberikan gambaran struktur hati lebih
baik dibandingkan dengan USG. Penggunaan kontraks pada CT scan juga membantu
membedakan struktur vascular dan traktur biliaris. Akurasi penggunaan ct scan dalam melihat
adanya dan tingkat obstruksi adalah 81-94% dan 88 -92%.
13
Dengan CT scan maka sebesar 75 % dapat mendeteksi choledocholithiasis.
14
Gambar 2.10 Tampak dilatasi duktus Biliar Intrahepatik (13)
Gambar 2.11 Tampak Kalkulus yang besar pada lumen duktus Biliar (13)
15
Gambar 2.12 Tampak Kista Choledochal(13)
C. Neoplasma
Neoplasma jinak pada traktus traktus biliar sangat jarang. pang paling
sering adalah adenoma, yang ditemukan secara insidental saat operasi atau
pemeriksaan radiologi, , dimana dapat menyumbat traktus biliar dengan
manifestasi klinis berupa nyeri atau jaundice.
Gambar 2.13 Carcinoma duodenal dengan obstruksi biliar, pankreas dan usus,
tampak perengangan common duct dan angan common duct dan gallblader (12)
16
Gambar 2.14 Carsinoma hepatoselular intraduktal dengan invasi ke duktus biliar.
Tampak gambaran tumor (panah) menyumbat duktus intrahepatik (kepala panah).
Adanya tumor tambahan (asterisk) pada lobus kiri dengan metastase nodular multiple. (12)
Gambar 2.15 Tumor pankreas. Tumor kistik pada kepala pankreas dengan pinggir kalsifikasi (12)
Gambar 2.15 Pada panah kuning menunjukan adanya nodul ekstrinsik yang menekan saluran
empedu, dan panah merah menunjukan dilatasi pada saluran empedu, dan bagian tengah menunjukan
dilatasi pada saluran empedu(12)
17
Gambar 2.16 Menunjukan adanya penyempitan pada saluran empedu. (12)
Batu biasanya memperlihatkan filling defect serta obstruksi dengan berbentuk cembung.
Penyempitan yang halus dengan segmen yang pendek mengindikasikan adanya struktur.
Duktus yang kaku (rigid) dan ireguler mengindikasikan suatu karsinoma.
18
Gambaran duktus yang berbelit-belit berkelok-kelok dan berdilatasi serta adanya
obstruksi bagian distas mengindikasikan karsinoma pankrea.
Gambaran duktus yang melengkung dan menebal mengindikasikan sclerosing
cholangitis.
2.10 Penatalaksanaan(8)
1.Tindakan Operatif
a. Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita batu empdeu adalah dengan operasi.
Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan
pengobatan untuk penderita dengan batu empdeu simptomatik. Pembedahan untuk batu
empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif.
Sebagai ahli lainnya berpendapat lain mengingat “ silent stone” akhirnya akan
menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat bahwa
pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan
berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik.
Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :
1. Adanya keluhan bilier apabila menganggu atau semakin sering atau berat
2. Adanya komplikasi atau pernah komplikasi batu kandung empedu.
3. Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes
melitus, kandung empdeu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.
b. Kolesistostomi
19
Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-
cabang slauran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan
resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi dengan kolsistektomi dini.
Indikasi dari kolesistostomi adalah :
1. Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis
2. Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat menyertai,
kesulitan teknik operasi.
3. Tersangka adanya pankreatitis
Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan
dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi
c. sfingerotomy endosokopik, PTBD (Perkutaneus transhepatik biliirian drainage),
pemasangan “ T Tube “ saluran empedu koledoskop dan Laparatomi kolesitektomi
pemasangan T Tube.
a. Terapi disolusi
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah
disinterrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi patrikel yang lebih kecil.
Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu
menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung
empdeu juga menjadi lebih muda
c. Dietetik
prinsip perawatn dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah memberi stirahat
pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan
batu memasuki duktus sistikus.
20
BAB III
KESIMPULAN
ikterus obstruktif merupakan jaundice kekuningan yang disebabkan oleh obstruksi yang
menghalangi bilirubin mengalir ke jejunum. kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis
intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis,
keracunan obat, penyakit penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun
sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus
dan kanker pancreas. manifestasi klinis yang khas pada ikterus obstruktif adalah ikterus, , nyeri
perut kanan atas, warna urin gelap dan feces seperti dempul pada pemeriksaan fisik yang khas
dijumpai adalah memeriksa apakah adanya kekuningan pada sklera. Lalu pemeriksaan pada
21
organ abdomen seperti hati, limfa, dan empedu untuk sebagai langkah awal dalam menentukan
penyebab jaundice. Pada pemeriksaan laboratorium yang khas dijumpai adalah nilai serum
bilirubin (biasanya direk) akan meningkat, nilai ALP meningkat. Terapi terbanyak pada
penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi. Kolesistomi dengan atau tanpa
eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu
empdeu simptomatik. Pada foto polos abdomen, choledocholithiasis kadang-kadang diteukan
batu radioopak. Pemeriksaan ultrasonography (USG) sangat membantu dalam pasien yang
mengalami jaundice dengan tipe obstruktif. Sesuai dengan etiologi dari jaundice obstruktif maka
akan terdapat gambaran hiperkoik pada batu, massa, dan cairan ketika dilakukan pemeriksaan
USG. Pada Ct Scan memberikan keakuratan yang tinggi dibandingkan dengan USG dalam
membantu menemukan penyebab terjadinya obstruksi. Sedangkan MCRP merupakan teknik
visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Berguna pada pasien
dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier
memungkinkan tanpa sifat invasif darI ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sulaiman, Ali. Pendekatan klinis pada pasien ikterus. In: Aru W Sudoyo, et al. Buku ajar
ilmu penyakit dalam Jilid 1. 5th Ed. Jakarta: Penerbitan FKUI; 2007.p.420-3.
2. Brama Ragil. KARAKTERISTIK DAN EVALUASI KADAR BILIRUBIN DIRECT
PRE-OPERATIF DAN POST-OPERATIF PADA PASIEN IKTERIK OBSTRUKSI
POST-HEPATIK. Jurnal Kedokteran Universitas Jambi. 2013.
3. Snell, Richard S. Anatomi klinik. 6th Ed. Jakarta: Penerbitan buku kedokteran EGC;
2006.p.240-7, 288-91.
4. Eroschenko, Victor P. Dygestive system: liver, gallbladder, and pancreas. In: Difiore’s
atlas of histology with functional correlations. 11 th Ed. USA: Lippincott Williams &
Wilkins; 2007.
5. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, et al. The liver bilirubinemias. In: Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 17th ed. United States of America: Mc Graw Hill;
2007.p.297-.
22
6. Murray RK, Granner DK. Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta: EGC; 2005.p.285-300.
7. Aditya PM, Suryadarma IGA. Laporan kasus: sirosis hepatis. Bali: Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana; 2012.
8. Sjamsuhidajat, R. Buku ajar ilmu bedah. 3th Ed. Jakarta: Penerbitan buku kedokteran
EGC; 2010.p254-7,663-7,672-82,717-82.
9. Silbernagl S, Lang F. Teks & atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: Penerbitan buku
kedokteran EGC; 2006.p.140,166.
10. Widiastuty AS. Patogenesis batu empedu. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah; 2010.
11. Schwartz Si. Manifestations of gastrointestinal disease. In: Principles of surgery. 5th Ed.
Singapore: McGraw-Hill; 1989.p.1091-1099.
12. Purnomo B, Hegar B. Biliary atresia in infants with cholestasis. Jakarta: Fakultas
kedokteran universitas Indonesia; 2008.
13. Pedoman interpretasi data klinik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
2011.p15-26, 56-62
23