HIFEMA GRADE II OD
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang
Oleh:
Putri Indah Wulandari Ray Pura, S.Ked 04084821921132
M. Fadlillah Al Fitrah, S.Ked, 04084821921192
Pembimbing:
1
HALAMAN PENGESAHAN
Long Case
Hifema Grade II OD
Oleh:
Long Case ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 20 Januari 2020 – 24 Februari 2020
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I STATUS PASIEN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Anatomi 6
2.2 Definisi 8
2.3 Etiologi 8
2.4 Klasifikasi 11
2.5 Patofisiologi 13
2.7 Diagnosis 15
2.9 Tatalaksana 18
2.10 Komplikasi 19
2.11 Prognosis 20
iii
STATUS PASIEN
1. Identifikasi
Nama : Ny. SNY
Usia : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Mayor Zen Lg. Abadi, Kalidoni, Palembang
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Status : Menikah
SukuBangsa : Sumatera
Tgl Pemeriksaan : 27 Januari 2020
No. RM : 1094132
2. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Pandangan mata kanan kabur mendadak setelah terkena ketapel 1 hari yang
lalu.
1
c. Riwayat Penyakit Dahulu
● Riwayat dengan keluhan serupa disangkal
● Riwayat penggunaan kacamata sebelumnya disangkal
● Riwayat darah tinggi disangkal
● Riwayat kencing manis disangkal
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 88 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,7oC
Status Gizi : Gizi baik
b. Status Oftalmologis
KBM Ortoforia
2
GBM 0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
Segmen Anterior
Palpebra
Superior Tenang Tenang
Inferior Tenang Tenang
Konjungtiva
Tarsal Tenang Tenang
Bulbi Tenang Tenang
Kornea Jernih, fluorescein test (-) Jernih, fluorescein test (-)
BMD Darah (+) <1/2 BMD clotting Sedang
fluid
level (+)
Gambaran baik Gambaran baik
Pupil Bulat, sentral, RC(+), Ø 3mm Bulat, sentral, RC(+), Ø 3mm
Lensa Jernih Jernih
Segmen posterior
Refleks fundus
FODS (-) Bulat, Batas Tegas, Warna merah
Papil normal,c/d 0.3, a/v 2/3
Refleks fundus (+) normal Kontur
Macula pembuluh darah baik
Retina
4. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan slitlamp
5. Diagnosis Kerja
- Hifema grade II OD
3
6. Tatalaksana
● Non Farmakologi :
- Tirah baring dengan elevasi kepala 30-45°
- Patching/ proteksi pelindung metal untuk melindungi mata
- Kurangi aktivitas
- Monitoring TIO
- Monitor pewarnaan kornea dan tanda perdarahan sekunder
● Farmakologi :
- Tobramycin dexamethasone ED 1 gtt per 4 jam OD
- Asam traneksamat tab 3x500 mg per 8 jam per oral
- Paracetamol tab 3x500 mg per 8 jam per oral
- Atropin sulfat 1% ED 1 gtt per 8 jam OD
7. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Bonam
4
8. Lampiran
Gambar. Post OK
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambar 1. Sudut Kamera Okuli Anterior
Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri oftalmika,
yaitu cabang besar pertama dari arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang
ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus
menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang
memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata.2
Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang
memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang
muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri
palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra
troklearis. Arteri siliaris posterior brevis memperdarahi koroid dan bagian nervus
optikus. Kedua arteri siliaris posterior longus memperdarahi korpus siliaris dan
saling beranastomosis satu sama lain serta dengan arteri siliaris anterior
membentuk circulus arterialis mayor iris.2
Aliran vena orbita terutama melewati vena oftalmika superior dan inferior
yang juga menampung darah dari vena siliaris anterior dan vena retina sentralis.
Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fissura orbitalis
superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fissura orbitalis
inferior.2
7
2.2 Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata
depan, yaitu daerah diantara kornea dan iris yang dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darahh iris atau badan siliar dan bercampur
dengan aqueous humor. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya
terlihat dengan mata telanjang, walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan
berjumlah sedikit, tetap dapat menyebabkan penurunan visus.3,2
Hifema dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah
iris atau badan siliar. Terkadang terdapat iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan
mengeluh sakit dengan epifora dan blefarospasme.3,2
2.3 Epidemiologi
Menurut satu studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema,
terutama hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang
populasi.5 Anak-anak dan remaja usia 10-20 tahun memiliki persentase penderita
terbanyak, yaitu sebesar 70%.4Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan
wanita dengan perbandingan 3 : 1.6
2.4 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hifema terbagi menjadi tiga yakni1:
1. Hifema traumatik
2. Hifema iatrogenik
3. Hifema spontan
Hifema traumatik merupakan jenis yang tersering, yang merupakan hifema
akibat terjadinya trauma pada bola mata. Trauma yang terjadi pada umumnya
disebabkan oleh benda tumpul, misalnya bola, batu, projektil, mainan anak-anak,
pelor mainan, paint ball, maupun tinju.7
Trauma tumpul yang menghantam bagian depan mata misalnya, mengakibatkan
terjadinya perubahan bola mata berupa kompresi diameter anteroposterior serta
ekspansi bidang ekuatorial. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan
8
tekanan intraokular secara transien yang mengakibatkan terjadinay penekanan
pada struktur pembuluh darah di uvea (iris dan badan silier). Pembuluh darah
yang mengalami gaya regang dan tekan ini akan mengalami ruptur dan
melepaskan isinya ke bilik mata depan (camera oculi anterior).7
Hifema iatrogenik adalah hifema yang timbul dan merupakan komplikasi
dari proses medis, seperti proses pembedahan. Hifema jenis ini dapat terjadi
intraoperatif maupun postoperatif. Pada umumnya manipulasi yang melibatkan
struktur kaya pembuluh darah dapat mengakibatkan hifema iatrogenik.7
Hifema spontan sering dikacaukan dengan hifema trauma. Perlunya
anamnesis tentang adanya riwayat trauma pada mata dapat membedakan kedua
jenis hifema. Hifema spontan adalah perdarahan bilik mata depan akibat adanya
proses neovaskularisasi, neoplasma, maupun adanya gangguan hematologi.7
1. Neovaskularisasi, seperti pada diabetes melitus, iskemi, maupun sikatriks.
Pada kondisi ini, adanya kelainan pada segmen posterior mata (seperti
retina yang mengalami iskemi, maupun diabetik retinopati) akan
mengeluarkan faktor tumbuh vaskular (misal: VEGF)8 yang oleh lapisan
kaya pembuluh darah (seperti iris dan badan silier) dapat mengakibatkan
pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi). Pembuluh darah
yang baru pada umumnya bersifat rapuh dan tidak kokoh, mudah
mengalami ruptur maupun kebocoran. Kondis ini meningkatkan
kerentanan terjadinya perdarahan bilik mata depan.7
2. Neoplasma, seperti retinoblastoma dan melanoma maligna pada umumnya
juga melibatkan neovaskularisasiseperti yang telah dijelaskan pada poin
pertama.8
3. Hematologi, seperti leukemia, hemofilia, penyakit Von Willebrand yang
mana terjadinya ketidakseimbangan antara faktor pembekuan dan faktor
anti-pembekuan. Dengan demikian terjadi proses kecenderungan
berdarah.7
4. Penggunaan obat-obatan yang mengganggu sistem hematologi, seperti
aspirin dan warfarin.7
9
Gambar 3 – Proses trauma dari arah anterior bola mata dapat mengakibatkan
distorsi dimensi antero-posterior dan ekuatorial yang mengakibatkan perubahan
tekanan intraokular mendadak dan menyebabkan ruptur pembuluh darah (Kanski,
2011)
10
bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat
terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya
retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).9,10
Hifema yangterjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh
kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan
jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak
pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Perdarahanyang
timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari badan ciliar,
arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil.Perdarahan di
dalam bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari luar. Timbunan
darah ini karena gaya berat akan berada di bagian terendah.9,10,11
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:9,10,11
1) Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan
pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen
anterior bola mata.
2) Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata)
3) Hifema akibat inflamasi yang arah pada iris dan badan silier, sehingga
pembuluh darah pecah
4) Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah
5) Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)
11
2) Mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop
Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi menjadi:
● Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan
● Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan
● Grade 3, darah mengisis 1/2 – kurang dari seluruh bilik mata depan
● Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total
hyphema, blackball atau 8-ball hyphema
Klasifikasi hifema berdasarkan pemenuhan darah di bilik matanya adalah sebagai
berikut9:
Grade Keberadaan darah di Kamera
Okuli Anterior (COA)
1 Kurang dari 1/3
2 1/3 sampai ½
3 Lebih dari ½
4 Total (Penuh)
a.k.a blackball / 8-
ball hyphema
Tabel 1 – Klasifikasi hifema berdasarkan derajat keparahannya12
12
Gambar 4 – Klasifikasi hifema secara skematis (Sumber: drhem.com)
2.6 Patofisiologi
Trauma adalah penyebab hifema yang paling sering, terutama terjadi pada
laki-laki muda. Hifema traumatika terjadi sebagai akibat dari luka pada pembuluh
darah perifer iris atau badan siliaris anterior. Trauma menyebabkan pergeseran
posterior dari perlekatan lensa-iris dan ekspansi sklera pada zona ekuator, yang
menyebabkan rusaknya sirkulus arteri mayor iris, cabang arteri dari badan siliar,
dan/atau arteri dan vena koroidal rekuren.13
Trauma tumpul mendesak volume aquous ke tepi, menyebabkan
peningkatan tekanan hidrolik lensa, akar iris, dan jaringan trabekular. Jika desakan
tekanan ini melebihi kekuatan regangan dari struktur okular, pembuluh darah pada
perifer iris dan anterior badan siliaris dapat ruptur, menyebabkan hifema. Gaya
desakan dapat menyebabkan ruptur sklera, biasanya pada limbus dan posterior
dari insersi otot, dimana sklera lebih tipis dan tidak didukung oleh tulang orbital.
13
Trauma berat menyebabkan subluksasio lensa, dialisis retina, avulsi nervus optik,
dan/atau perdarahan vitreous.13
14
sel endotelial kornea. Bloodstaining adalah salah satu indikasi untuk operasi
evakuasi hifema.14
Peningkatan akut dari tekanan intraokular berhubungan dengan sel darah
merah dan produk sampingan yang menyumbat trabecular meshwork; penyebab
lain adalah trauma langsung terhadap meshwork, yang terjadi bersamaan dengan
trauma awal. Glaukoma kronik yang mengikuti hifema sebagian disebabkan
karena perubahan fibrotik pada trabecular meshwork yang diinduksi dengan
inflamasi. Inflamasi terjadi sebagai reaksi terhadap kerusakan okuler:
cyclodialysis, resesi sudut, dan robekan pembuluh darah iris.14
Hifema spontan lebih jarang terjadi dan pemeriksa perlu mewaspadai
adanya kemungkinan rubeosis iridis, abnormalitas pembekuan, penyakit herpes,
atau masalah lensa intraokuler. Juvenile xanthogranuloma, retinoblastoma, dan
leukemia berhubungan dengan hifema spontan pada anak-anak.13
2.8 Diagnosis
Adanya riwayat trauma, yang terutama mengenai mata dapat memastikan
adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA
yang dapat diperiksa menggunakan penlight, kadang ditemukan adanya
penurunan visus, tanda-tanda iritasi dari konjungtiva dan perikornea, fotofobia,
penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan gangguan
dalam melihat dekat, kemungkinan disertai dengan gejala sistemik berupa letargi,
15
disorientasi, atau somnolen.4,17
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata mata berair-air.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang
terlihat dengan mata telanjang bilajumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk,
hifema akan terlihat terkumpul di bagian COA dan hifema dapat memenuhi
seluruh ruang COA. Ototsfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap
dilatasi, dapat terjadipewarnaan darah (blood staining) pada kornea, anisokor
pupil.4,17
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan tajam penglihatan. Visus dapat mengalami penurunan akibat
darikerusakankornea, aqueous humor, iris, dan retina.
16
b. Pemeriksaan lapangan pandang. Penurunan dapat disebabkan oleh patologi
vaskular, okular, glaukoma.
c. Pengukuran tonometri untuk mengukur tekanan intraokular.
d. Slitlamp. Untuk menentukan kedalaman dari COA dan iridocorneal contact,
aqueous flare, dansinekia posterior.
e. Pemeriksaan oftalmoskopi, untuk menilais truktur internal okular.
f. Test profokatif yang digunakan untuk menentukan adanya glaucoma bila TIO
normal atau meningkat ringan.3
2.10 Tatalaksana
Hifema biasanya akan mengalami penyerapan secara spontan. 1 Umumnya
hal ini terjadi setelah 5-7 hari dari awal trauma. 6 Oleh karena itu, tatalaksana
17
hifema pada awal lebih menitikberatkan kepada elevasi kepala,bed rest dengan
rawat inap, patching, dan monitoring peningkatan TIO serta adanya perdarahan
sekunder. Dibawah akan dijelaskan secara lebih lanjut mengenai hal tersebut.
1. Terapi Medikamentosa
Meskipun pada hifema Tujuan pemberian obat-obatan pada pasien hifema adalah
untuk6,9:
● Mengurangi angka perdarahan ulang
● Menghilangkan hifema
● Menangani lesi jaringan terkait
● Mengurangi gejala sekunder dari hifema
Tatalaksana secaramedikamentosameliputi6,9,18:
● Sikloplegik/midriatik untuk mengurangi rasa sakit dan risiko terjadinya
sinekia posterior. Pemberian sikloplegik dapat menstabilkan blood-
aqueous barrier, meningkatkan kenyamanan pasien, dan memfasilitasi
evaluasi segmen posterior. Tetapi ternyata atropin topikal tidak memiliki
efek menguntungkan dalam mengurangi kejadian perdarahan ulang,
resorpsi darah, atau perbaikan visus.
● Analgesik bila perlu, berupa asetaminophen atau codein, bergantung pada
tingkatnyeri yang dirasakan pasien
● Kortikosteroid topical untuk mengurangi inflamasi dan mencegah
iritis/iridosiklitis
● Agen antifibrinolitik seperti asam aminokaproattopical dan/atau oral serta
asam traneksamat oral untuk mengurangi risiko perdarahan ulang. Dosis
untuk asam aminokaproat adalah 50 mg/kgBB setiap 4 jam, maksimal 30
gram/hari selama 5 hari. Dosis untuk asam traneksamat adalah 25
mg/kgBB, 3 kali sehari selama 6 hari. Kontraindikasi pada gangguan
clotting intravaskuler dan kehamilan.
● Tissueplasminogen activator untuk fibrinolisis clotting yang stagnan.
Dosis tPA adalah 10 mikrogram, diberikan injeksi intrakamera.
● Terapi antiglaukoma jika dibutuhkan, seperti dengan pemberian
asetazolamid atau beta-blocker seperti timolol.
18
2. Terapi Non-medikamentosa
Selain dari elevasi kepala 30-450untuk membantu proses penyerapan
darah, sesungguhnya secarau mumbed rest, rawat inap, dan patching tidak perlu
dilakukan. Namun jika hifema terjadi pada pasien yang tidak kooperatif, pada
penderita sickle cell disease, atau terjadi perdarahan ulang, terapi-terapi non-
medikamentosa di atas perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi
berikut.18 Monitoring TIO, pewarnaan kornea, dan perdarahan sekunder perlu
dilakukan secara berkala untuk mengetahui kemunculan komplikasi dan
pemberian penatalaksanaan sesuai.9
3. Tatalaksana Operatif
Indikasi untuk melakukan operasi pada pasien hifema adalah6,9,18:
● Absorpsi darah secara spontan terlalu lambat
● Terdapat kelainan penggumpalan darah yang dapat menjadi resiko
perdarahan sekunder, seperti hemoglobinopati atau sickle cell disease.
● Peningkatan TIO tidak bisa diatasi dengan obat-obatan (>35 mmHg
selama 7 hariatau>50 mmHg selama 5 hari) dan adanya kemungkinan
corneal blood staining.9
Pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan parasentesis.5Langkahnya
adalah dengan membuat insisi pada korneasepanjang 2 cm dari limbus kea rah
kornea sejajar permukaan iris.Kemudian dilakukan penekanan pada bibir luka
sehingga koagulum/darah pada bilik mata depan keluar. Bila tetap tidak keluar
maka dapat dibilas/dilakukan irigasi dengan garam fisiologis. Luka insisi ini tidak
perlu dijahit.1
2.11 Komplikasi
1. Imbibisi Kornea
Darah yang terdapat pada hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam
bentuk sel darah merah melalui bilik mata (kanal schlem) dan permukaan depan
iris. Penyerapan melalui permukaan depan iris ini dipercepat dengan adanya
kegiatan enzim fibrinolitik yang berlebihan di daerah ini. Sebagian hifema
19
dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat hemosiderin yang berlebihan
pada bilik mata depan maka dapat terjadi penimbunan pigmen ini di dalam
lapisan-lapisan kornea yang berwarna kecoklat-coklatan yang disebut imbibisi
kornea. Jika sudah terjadi seperti ini hanya bisa diperbaiki dengan keratoplasti. 1
2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma akut terjadi apabila jaringan trabekular tersumbat oleh fibrin
dan sel atau apabila pembentukan bekuan darah menyebabkan penyumbatan
pupil. Hal ini terjadi akibat darah dalam bilik mata, karena unsur-unsur darah
menutupi sudut bilik mata trabekula, sehingga hal ini akan menyebabkan tekanan
intraokular meningkat. 1
3. Uveitis
Trauma merupakan salh satu penyebab terjadinya uveitis anterior,
biasanya terdapat riwayat trauma tumpul mata atau adneksa mata. Luka lain
seperti luka bakar pada mata, benda asing atau abrasi kornea dapat menyebabkan
terjadinya uveitis anterior. Visual aquity dan tekanan intraokular mungkin
terpengaruh, dan mungkin juga terdapat darah pada anterior chamber. 1
4. Kebutaan
Zat besi di dalam mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila
didiamkan dapat menimbulkan fitsis bulbi dan kebuataan.1
2.12 Prognosis
Mata sembuh dengan baik setelah trauma minor dan jarang terjadi skuele
jangka panjang. Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada
kamera oculi anterior (COA). Pada hifema dengan darah yang sedikit tanpa
adanya glaukoma biasanya prognosis baik karena darah akan diserap kembali dan
hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami
glaukoma, prognosisnya tergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut
menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Sedangkan bila darah lebih dari
setengah tingginya bilik mata depan, maka prognosa buruk dan akan disertai
dengan beberapa penyulit. Hifema yang penuh di bilik mata depan akan
memberikan prognosa yang lebih buruk dibandingkan dnegan hifema sebgaian.
20
Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis
penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan. 6,9
Prognosis penglihatan pada penderita hifema dipengaruhi oleh 3 faktor penting,
yaitu:
a. Kerusakan struktur mata yang lain: ruptur koroid
b. Perdarahan sekunder
c. Komplikasi berupa glaukoma, corneal bloodstaining atau atropi optikus
Penanganan adalah untuk mencegah atau mengurangi terjadinya
komplikasi. Sekiranya terdapat pembaikan visus mata maka penanganan hifema
dianggap berhasil. Hifema yang sembuh dengan visus 20/40 atau lebih baik
tergantung dari derajat keparahan hifema yaitu6,9:
Hifema grade 1 : 80%
Hifema grade 2 : 60%
Hifema grade 3 dan 4 : 35%
21
BAB III
ANALISIS KASUS
22
pupil bulat, sentral, refleks cahaya (+) dengan diameter 3 mm, dan lensa jernih.
Pada segmen posterior OS didapatkan gambaran segmen posterior dalam batas
normal: RFOS (+); papil bulat, batas tegas, warna merah normal, c/d 0,3;
perbandingan arteri dan vena 2:3, refleks fovea (+), kontur pembuluh darah retina
baik. Pada segmen posterior OD detail belum dapat dinilai.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan akumulasi darah pada mata kanan.
Perdarahan ini biasanya disebabkan oleh terjadinya robekan di arteri siliar. Darah
ini dapat mengotori permukaan kornea dan mengisi COA, sehingga
mengakibatkan penglihatan kabur. Hifema dibedakan menjadi primer dan
sekunder. Hifema primer terjadi sesaat setelah terjadinya trauma, sedangkan
hifema sekunder terjadi sesudah hari ke-3, antara 3 hingga 5 hari terjadinya
trauma atau setelah perdarahan yang pertama tereasorbsi. Berdasarkan keadaan
hifema yang menutupi <1/2 bilik mata depan maka hifema kasus ini
diklasifikasikan menjadi hifema grade II.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien dapat didiagnosis dengan
trauma tertutup bola mata dengan komplikasi hifema grade II OD. Tatalaksana
yang dapat diberikan adalah non-farmakologis dan farmakologis. Terapi non-
farmakologis adalah tirah baring dengan elevasi 30-450dengan harapan membantu
proses penyerapan darah karena hifema biasanya akan mengalami penyerapan
spontansetelah 5-7 hari pasca trauma. Monitoring TIO harus diobservasi.
Terapi farmakologis antara lain Tobramycin dexamethasone ED 1 gtt per 4
jam OD sebagai kortikosteroid topical untuk mengurangi inflamasi dan sebagai
antibioti topikal, Atropin sulfat 1% ED 1 gtt per 8 jam OD untuk midriasis pupil,
agen fibrinolitik Asam traneksamat 500 mg per 8 jam per oral diberikan untuk
mengurangi risiko perdarahan ulang, Paracetamol 500 mg per 8 jam per oral
sebagai analgesic.
Prognosis dari hifema traumatik sangat tergantung dengan ada/tidaknya
komplikasi dari hifema itu sendiri, cara perawatan dan keadaan dari penderitanya
sendiri. Pada kasus ini prognosis quo ad vitam, functionam dan sanationam
bonam. Perawatan yang cepat dan tepat sangat menentukan prognosis pasien.
Pasien harus dimonitor mengenai keadaan resolusi hifema tanpa perkembangan
23
komplikasi lebih lanjut, sedangkan komplikasi glaukoma yang telah terjadi harus
tetap dilakukan follow-up.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2005
2. Vaughan, Daniel G. 2000. Trauma: Oftalmologi Umum Edisi Ke-14.
Jakarta: Widya Medika.
3. Ilyas, S.Hifema. Dalam :Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Edisi 3.
FKUI: Jakarta. 2005
4. Ilyas, Sidarta. 2009. Trauma Tumpul Mata: Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:
FKUI press.
5. Anonim. Traumatic hyphema. Diakses dari
http://www.uptodate.com/contents/traumatic-hyphema-epidemiology-
anatomy-and-pathophysiology
6. Sheppard JD. Hyphema. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview
7. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophtalmology. A systematic approach.
Seventh edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011
8. Chraibi F, Bhallil S, Benatiya I, Tahri H. Hyphema revealing
retinoblastoma in childhoot. A case report. Bull. Soc. Belge Ophtalmol.
2011(318): 41-3
9. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophthalmology.16 th
ed.USA:McGraw-Hill
10. Kuhn F, Pieramici D. Mechanical Globe Injuri: Anterior Chamber. Dalam:
Ocular trauma principles and practice. New York:Thieme.2002.
11. Kuhn F. Anterior Chamber. Dalam: Ocular
TraumatologyUSA:Springer.2008.
12. Oldham GW. Hyphema. [Internet]. Cited: 2016Ausgust30. Available
from: http://eyewiki.aao.org/Hyphema.
13. American Academy of Ophthalmology. Clinical aspects of toxic and
traumatic injuries of the anterior segment. External Disease and Cornea,
2014-2015. p. 350.
14. Dersu II. Hyphema glaucoma. 2016. Available from:
www.emedicine.medscape.com/article/1206635-overview#a5
15. Turbert D. Hyphema symptoms. American Academy of Ophthalmology,
2016. Available from: www.aao.org/eye-health/diseases/hyphema-
symptoms.
16. Weinsenthal R, Afshari N, Colby K. 2015. Clinical Toxic and Traumatic
Injuries of the Anterior Segment: American Academy of Ophtalmology.
San Fransisco.
17. S ankar PS, Chen TC, Grosskreutz CL, Pasquale LR. Traumatic hyphema.
Int Ophthalmol Clin 2002;42:57-68
18. Irak-Dersu I. Hyphema glaucoma. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1206635-overvie.
25