KELOMPOK 1
AFI ARDINE G0016007
ATTHAHIRA AMALIA H. G0016033
CHANDRA PRABASWARA G0016049
DEWI HAJAR FRAIDEE L. G0016061
GUSTITIARA AN NISAA G0016097
HANIF OMAR FARIED G0016101
KRISTINA FIANIYANTI G0016131
MUHAMMAD AL HAFIDZ R. G0016151
NEVILIA LIESTIANI G0016167
SASHA GEGANARESI L. G0016197
ULUL ALBAB G0016219
ZAHRAZULFA D.A G0016237
1. LANGKAH I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah sulit dalam
skenario. Dalam skenario kali ini, kami mengklarifikasi istilah-istilah berikut ini:
a. Respon anafilaksis : salah satu reaksi hipersensitif tipe 1 yang bersifat sistemik, cepat,
dan tanpa pemaparan zat asing pada orang yang telah tersensitasi.
b. Sengat : respons pertahan diri dengan menginjeksikan cairan ke tubuh lawan melalu alat
penyengat
7. LANGKAH VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi yang baru yang
diperoleh.
a. Hipersentitivitas tipe 1
i. Aktivasi Th2 dan Thf mensekresi IL-4 dan IL-13
Dua dari beberapa sitokin yang disekresikan sel Th2 dan sel Thf yang diaktifkan
oleh antigen yang sama adalah Interleukin-4 dan Interleukin-13.
ii. IL-4 dan IL-13 merangsang produksi antibodi IgE sebagai respon terhadap
antigen
IL-4 dan IL-13 merangsang limfosit B berubah menjadi sel plasma yang
memproduksi IgE, oleh karena itu individu atopik menghasilkan banyak
antibodi IgE sebagai respon terhadap antigen yang tidak menimbulkan
respon IgE pada orang lain.
iii. IgE berikatan pada reseptor Fc spesifik yang dimiliki sel mast
Reseptor Fc terdiri dari tiga rantai polipeptida, salah satunya mengikat bagian Fc
dari rantai berat ε dengan sangat kuat.
iv. Saat paparan antigen berikutnya, terjadi pengikatan silang IgE dan antigen
Aktivasi sel mast ditimbulkan dari pengikatan alergen pada dua atau lebih
Antibodi IgE pada sel. Ketika ini terjadi, molekul FcεRI yang membawa IgE
Terkait silang, memicu sinyal biokimia dari rantai transduksi sinyal FcεRI.
v. Pelepasan mediator sel mast menyebabkan respon pada tubuh
Sinyal biokimia dari rantai transduksi sinyal FcεRI tadi memicu tiga jenis
Respon sel mast: pelepasan cepat isi granula (degranulasi), sintesis dan sekresi
Mediator lipi, dan sintesis serta sekresi sitokin sebagai mediator-mediator sel
mast.
b. Jenis-jenis alergen
Alergen yang dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas
Anafilaksis: Makanan (kacang-kacangan, seafood), racun (seperti racun dari sengatan
lebah, tawon, maupun ubur-ubur), hormon, enzim, obat seperti penisilin, aspirin.
Alergen tersebut akan menjadi antigen dalam tbuh dan dikenali makrofag kemudian
dipresentasikan ke limfosit Th dan merangsang limfosit B aktif dan membentuk
antibodi (IgE) untuk alegen tersebut yang terkita pada sel mast. Sehingga pada saat
paparan kedua kalinya terjadi ikatan antara antigen antibodi yang menyebabkan
pecahnya sel mast dan mengeluarkan mediator-mediator yang menyebabkan respon
hipersensitivitas. Contoh Alergen :
- Hipersesitivitas Tipe 1 : protamin, ekstrak alergen, enzim, antiserum, dsb.
- Hipersensitivitas Tipe 2 : metamizol, kinin, kinidin, tiourasil, propiltiourasil, dsb.
- Hipersensitivitas Tipe 3 : serum xenogenik, streptomisin, fenitoin, dsb.
- Hipersensitivitas Tipe 4 : neomisin, salisilanilid, barbiturat, eksipien, dsb.
c. Reaksi Hipersensitivitas
i. Definisi
Reaksi hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap
antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.
ii. Klasifikasi
Klasifikasi Gell dan Coombs :
1) Hipersensitivitas I
Respon ini terjadi jika tubuh belum pernah terpapar dengan alergen penyebab
sebelumnya. Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan sel B
sehingga menyebabkan sel B berubah menjadi sel plasma dan memproduksi igE.
IgE kemudian melekat pada permukaan sel mast dan akan mengikat alergen,
ikatan sel mast, IgE dan alergen akan menyebabkan degranulasi sel mast dan
mengeluarkan mediator kimia. Efek mediator kimia ini menyebabkan terjadinya
vasodilatasi, hipersekresi, oedeme, spasme pada otot polos. Mediator paling
penting yang diproduksi oleh sel mast adalah amine vasoaktif dan protease yang
disimpan dan dilepaskan dari granula, dan produk yang baru dibentuk dan
disekresikan dari metabolisme asam arakidonat, dan sitokin. Sitokin yang
diproduksi oleh sel mast merangsang pengerahan leukosit yang menyebabkan
reaksi fase lambat. Leukosit utama yang terlibat dalam reaksi ini adalah eosinofil,
neutrofil dan sel Th2. Tumor necrosis factor (TNF) dan IL-4 dari sel mast
menyebabkan inflamasi. Eosinofil dan neutrofil melepaskan protease yang
menyebabkan kerusakan jaringan dan sel Th2 dapat memperberat reaksi dengan
memproduksi lebih banyak sitokin.
2) Hipersensitivitas II
Reaksi alergi tipe II ini merupakan reaksi yang menyebabkan kerusakan pada sel
tubuh yang karena antibodi melawan/ menyerang secara langsung antigen yang
berada pada permukaan sel. Antibodi yang berperan biasanya igE. Tipe ini
melibatkan k cell/ makrofag alergen akan diikat antibodi yang berada di
permukaan sel makrofag/ k cell membentuk antigen atibody kompleks. Kompleks
ini menyebabkan aktifnya komplemen (C2-C9) yang berakibat kerusakan.
3) Hipersensitivitas III
Merupakan reaksi alergi yang dapat terjadi karena deposit yang berasal dari
kompleks antigen antibody berada di jaringan. Mekanisme kerjanya yaitu karena
adanya antigen antibody kompleks di jaringan menyebabkan aktifnya komplemen.
Kompleks ini mengaktifkan basofil sel mast aktif dan merelease histamine,
leukotries, dan menyebabkan inflamasi.
4) Hipersensitivitas IV
Reaksi ini dapat disebabkan oleh antigen ekstrinsik dan intrinsik. Reaksi ini
melibatkan sel-sel imunokompeten seperti makrofag dan sel T. mekanisme nya
yaitu makrofag (APC) mengikat alergen pada permukaan sel dan akan mentransfer
alergen pada sel T, sehingga sel T merelease interleukin yang akan menyebabkan
berbagai gejala.
Klasifikasi hipersensitivitas berdasarkan waktu :
1. Tipe Cepat: Muncul dalam hitungan detik dan hilang dalam 2 jam. Contoh:
alergen dan IgE
2. Tipe Intermediate: Muncul dalam beberapa jam dan hilang dalam 24 jam. Contoh:
Antibodi IgG & reaksi ADCC (antibody-dependent cell-mediated cytotoxicity)
3. Tipe Lambat: Muncul dalam 48 jam setelah pajanan. Contoh: Aktivasi sel Th
iii. Gejala klinis
Gejala klinis dari respon anafilaksis adalah:
Sistem Kardiovaskuler Vasculer collapse
Bronkospasme
Kulit Eritema
Angiodema
Urtikaria
Diare
Manifestasi Khas :
- Hipersensitivitas Tipe 1 : anafilaksis sistemik/lokal, rinitis, asma, urtikaria, alergi
makanan dan ekzem, dsb.
- Hipersensitivitas Tipe 2 : reaksi transfusi, eristoblastosis fetalis, anemia hemolitik
autoimun, dsb.
- Hipersensitivitas Tipe 3 : arthus, serum sickness, vaskulitis dengan nekrosis,
glomerulonefritis, artritis reumatoid, lupus erutematosus sistemik, dsb.
- Hipersensitivitas Tipe 4 : dermatitis kontak, lesi makulopapolar, penolakan
tandur, foto alergi, dsb.
iv. Pemeriksaan dan Diagnosis
1) Anamnesis
Dilakukan untuk mengorek informasi tentang kondisi terkini pasien, hal yang
ditanyakan antara lain
- Kapan gejala itu timbul dan apakah mendadak atau berangsur-angsur
timbulnya?
- Seperti apa karakter keluhannya, apakah diberi obat secara terus-menerus atau
hanya saat muncul gejala? (ini ditanyakan untuk menentukan obat).
- Kapan waktu saat timbulnya gejala?
- Apa pekerjaannya? Apa hobinya?
- Bagaimana pengaruh pengobatan sebelumnya?
- Seberapa lama jangka waktu tanpa serangan?
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap alergi yang bermanifestasi, pemeriksaan ini
dilakukan ke organ yang manifestasi alergi.
3) Pemeriksaan laboratotium
- Jumlah leukosit daan hitung jenis sel
Hitung jumlah leukosit ini berguna untuk mengetahui apakah pasien
mengalami kondisi hipersensitivitas yang ditandai dengan kenaikan jumlah
eusinofil berkisar 5-15%.
- Penghitungan serum IgE
Penghitungan ini sebetulnya sudah banyak ditinggalkan karena hanya bisa
mendeteksi 60-80% total dari pasien saja, tetapi masih dilaksanakan untuk
mendiagnosis alergi dengan kondisi
1) Kemungkinan muncul alergi pada anak yang mempunyai garis keturunan
alergi.
2) Kemungkinan munculnya alergi pada anak yang memiliki bronkiolitis.
3) Untuk membedakan asma dan rinitis alergik dan nonalergik.
4) Untuk membedakan dermatitis atopik dan lainnya.
- Penghitungan IgE spesifik
- Tes kulit
Tes ini untuk menentukan antibodi IgE spesifik di dalam kulit yang secara tidak
langsung menggambarkan adanya antibodi yang serupa oada organ.
Pemeriksaan ini ada beberapa metode seperti pricktest, scratchtest, patchtest.
Di Indonesia pricktest adalah metode yang paling sering dilakukan karena
spesifik dan murah. Cara pemeriksaannya yaitu kulit volar di lengan bawah
dibersihkan dan ditetesi alergen serta ditambah kontrol positif (histamin fosfat)
dan kontrol negatif (phosphat buffer saline), tusuk dangkal dengan jarum
disposibel (ukuran 26). Hasil dibaca setelah 15-20 menit kemudian dengan
interpretasi:
(-) yaitu sama dengan kontrol negatif.
(+1) terdapat 25% yang sama dengan kontrol positif.
(+2) terdapat 50% yang sama dengan kontrol positif.
(+3) terdapat 100% yang sama dengan kontrol positif.
(+4) terdapat 200% yang sama dengan kontrol positif.
v. Tata Laksana
Penanganan respon anafilaksis
1. Menjauhkan pasien dari alergen penyebab respon anafilaksis
2. Dilakukan resusitasi ABC (Air-Breath-Circulation)
3. Diberikan Adrenalin/epinefrin
Adrenalin diberikan pada rekasi syok anafilaktik karena merupakan
antagonis fisiologis dari histamin. Adrenalin/epinefrin bekerja pada
reseptor yang berbeda dengan histamin dan memiliki efek yang
berlawanan (pada otot polos) yaitu vasokonstriksi dan peningkatan curah
jantung.selain itu adrenalin juga dapat meningkatkan tekanan darah
,melebarkan bronkus dan meningkatkan aktivitas otot jantung. Secara
klinis, pemberian adrenalin/epinefrin sangat penting karena dapat
menyelamatkan jiwa pada reaksi syok anafilaktik sistemik. Mekanismenya
adalah adrenalinmenigkatkan siklik AMP dalam sel mast dan basofil
sehingga menghambat terjadinya degranulasi serta pelepasan histamin
serta mediator lainnya.
4. Diberikan Antihistamin
Antihistamin diberikan untuk menghentikan atau
mengurangi degranulasi dari sel mast yang menyebakan sekresi dari
mediator-mediator sel mast berlebihan yang dapat menyebabkan efek
patologis pada tubuh.
3) Bagaimana racun ubur-ubur bisa ke SSP? Dan mengapa yang terserang jantung dan SSP?
Racun ubur-ubur bekerja langsung sebagai racun pada miokard, saraf, hati dan
ginjal (Munawir, 2016). Pada racun ubur-ubur kotak terdapat zat porin yang
menyebabkan sel darah merah berlubang sehingga melepaskan kalium, peningkatan
kalium darah menyebabkan kenaikan tekanan darah secara berbahaya sehingga
menyebabkan gagal jantung.
Kesimpulan
Berdasarkan dari berita di skenario, terdapat seorang laki-laki yang tewas ketika tersengat
oleh ubur-ubur berulang kali. Hal tersebut bisa terjadi karena reaksi anafilaksis secara sistemik
yang disebut syok anafilaksis. Respon anafilaksis bisa terjadi pada orang yang memiliki bakat
hipersensitivitas, ketika suatu antigen masuk secara berulang kali maka limfosit B akan
membentuk antibodi IgE/reagin dalam kadar yang lebih banyak dan lebih peka, kemudian IgE
akan berikatan pada permukaan sel mast dan ketika antigen masuk untuk kedua kalinya maka
akan terjadi ikatan antara antigen antibodi yang menyebabkan pecahnya sel mast dan
mengeluarkan mediator-mediator yang menyebabkan respon hipersensitivitas atau reaksi
anafilaksis. Tatalaksana respon syok anafilaksis adalah dengan antagonis histamin yaitu
adrenalin/epinefrin.
Saran
Tutorial blok imunologi pada skenario ketiga berjalan lancar. Dalam diskusi ini kami
hanya mengalami sedikit kesulitan dalam menjelaskan mekanisme hipersnsitivitas. Ada beberapa
hambatan dikarenakan skenario ketiga blok imunologi itu sendiri mencakup hal dasar dengan
cakupan yang luas. Hambatan tersebut antara lain banyaknya informasi yang harus diperoleh.
Walaupun begitu, semua permasalahan yang ada telah kami diskusikan dan kami cari sesuai
dengan learning objective pada skenario kali ini yaitu tentang mekanisme hipersensitivitas.
Diskusi tutorial kali ini memiliki kekurangan yaitu belum bisa dengan lengkap menjawab
pertanyaan-pertanyaan dan trigger dari teman-teman pada pertemuan pertama seperti mekanisme
racun ubur-ubur bisa menuju ke jantung dan SSP sehingga kami menjawab pada pertemuan
yang kedua. Namun, karena terbatasnya waktu pada pertemuan kedua, beberapa LO tidak sempat
dibahas sehingga pembahasan mengenai LO tersebut kami cantumkan dalam laporan.
Harapan kami terhadap kegiatan tutorial ke depan adalah diskusi dapat berjalan lebih
dinamis dan hidup dengan cara tetap berpedoman pada sumber akurat, memperluas wawasan,
dan lebih memahami materi yang disampaikan terkait permasalahan yang dipelajari bukan hanya
untuk memenuhi tugas tutorial saja tetapi juga sebagai bahan pembelajaran bagi kami ketika
kelak menjadi dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, Karnen Garna., Iris Rengganis. (2014). Imunologi Dasar Edisi Ke-11 (Cetakan
ke-2). Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Chapel, H., Haeney, M., Misbah, S., Snowden, N. (2014). Essentials of Clinical Immunology.
6th ed. United Kingdom : John Wiley & Sons, Ltd.
Munawir, Al Vita A., Erfan E. (2016). Pengaruh Induksi Racun Ubur-ubur (Physalia
urticulus) terhadap Fungsi Oksigenasi dari Eritrosir pada Mencit Jantan. Jember :
Universitas Jember.